Mazhab Sejarah
Oleh :
Ayu Mutia
(1603101010233)
Utilitarianisme
• Pengertian
Aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai
tujuan hukum.
Kemanfaatan di sini diartikan sebagai
kebahagiaan (happiness).
Jadi, baik buruk atau adilnya suatu hukum
bergantung kepada apakah hukum itu
memberikan kebahagiaan kepada manusia atau
tidak.
Tokoh-tokoh dalam Aliran
Utilitarianisme
1) Jeremy Bentham (1748-1832)
• Bentham berpendapat bahwa alam ini telah
menempatkan manusia dalam kekuasaan kesusahan dan
kesenangan.
• Baginya kebaikan adalah kebahagiaan dan kejahatan
adalah kesusahan.
• Tugas hukum adalah memelihara kebaikan dan mencegah
kejahatan.
• Menitik beratkan perhatian terhadap individu, ia
menginginkan agar hukum pertama-tama memberikan
jaminan kebahagiaan kepada individu-individu, bukan
langsung kepada masyarakat secara keseluruhan.
2) Jhon Stuart Mill (1806-1873)
• Mill melihat dari kacamata psikologi.
• Ia menyatakan bahwa tujuan manusia adalah
kebahagiaan.
• Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan itu melalui
hal-hal yang membangkitkan nafsunya.
• Jadi, yang ingin dicapai manusia itu bukanlah benda atau
sesuatu tertentu melainkan kebahagiaan yang dapat
ditimbulkannya.
• Mill menolak pandangan Bentham yang berasumsi bahwa
antar kepentingan individu dan kepentingan umum tidak
ada pertentangan. Mill juga menolak pandangan Immanuel
Kant yang mengajarkan agar individu harus bersimpati
kepada kepentingan umum. Karena menurut Mill, tidaklah
dapat dimengerti, mengapa individu harus mengekang
usahanya untuk kebahagiaan, demi kepentingan anggota-
anggota lain dari masyarakat.
• Pada hakikatnya, perasaan individu akan keadilan akan membuat
individu itu menyesal dan ingin membalas dendam kepada tiap yang
tidak menyenangkannya.
• Rasa sesal dan keinginan demikian dapat diperbaiki dengan
perasaan sosialnya.
• Mill menyatakan bahwa orang-orang yang baik menyesalkan
tindakannya yang tidak baik terhadap masyarakat, walaupun tidak
mengenai dirinya sendiri. Sebaliknya, orang-orang yang baik tidak
menyesalkan perbuatan tidak baik terhadap diri sendiri, walaupun
menimbulkan rasa sakit, kecuali kalau masyarakat bermaksud
menindasnya.
• Apa yang digambarkan tersebut merupakan ungkapan dari rasa adil.
• Ia berpendapat bahwa prilaku kita akan sedemikian rupa, sehingga
semua makhluk berakal dapat menyesuaikan keuntungan dengan
kepentingan bersama.
• “Nafsu binatang untuk menolak atau membalas perbuatan jahat
yang melukai atau yang merugikan diri sendiri” bertambah, dan
dengan demikian “memperbaiki akhlak”.
3) Rudolf von Jhering
• Menggambarkan ajaran yang bersifar sosial.
• Teori von Jhering merupakan gabungan antara teori
Bentham, Stuart Mill, dan positivisme hukum dari Jhon
Austin.
• Bagi Jhering, tujuan hukum ialah melindungi kepentingan-
kepentingan. Dalam mendefinisikan “kepentingan-
kepentingan” ia mengikuti Bentham, dengan
melukiskannya sebagai pengejaran kesenangan dan
menghindari penderitaan, tetapi kepentingan individu
dijadikan bagian dari tujuan sosial dengan
menghubungkan tujuan pribadi seorang dengan
kepentingan-kepentingan orang lain.
Contoh Ajaran Utilitarianisme
1. Bagi kaum Utilitarian, hubungan seks di luar perkawinan itu
secara moral tidak dapat dibenarkan baru kalau ada alasan
yang masuk akal, yakni bila setelah dipertimbangkan,
dalam kenyataan, akibat-akibat buruk dari hubungan seks di
luar perkawinan lebih banyak daripada akibat baiknya. Akan
tetapi kalau setelah dipertimbangkan ternyata bahwa akibat
baik dari hubungan seks di luar perkawinan itu lebih banyak
daripada akibat buruknya, maka, menurut kaum Utilitarian,
hubungan seks di luar perkawinan justru wajib dilaksanakan.
2. Kenapa kita harus berlaku jujur dan tidak melakukan
korupsi? Kaum utilitarian menjawab, karena dengan
berperilaku jujur maka pembangunan akan berjalan baik,
sehingga kualitas kesejahteraan masyarakat luas meningkat.
Ini berarti kebahagiaan bagi sebagian besar orang.
Ciri-ciri Ajaran Utilitarianisme
• Meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan hukum.
• Bersifat universal (umum).
Mazhab Sejarah
• Menentang Universalisme.
• Penganut Mazhab Sejarah sudah mengarah pada
bangsa, tepatnya jiwa dan bangsa (Volksgeist).
• Hukum itu harus disesuaikan dengan keadaan
setempat yang khas dan bahwa orang harus
menghormati apa yang dijadikan adat.
Tokoh-tokoh dalam Mazhab
Sejarah
1) Friedrich Karl von Savigny (1770-1861)
• Savigny menganalogikan timbulnya hukum itu dengan
timbulnya bahasa suatu bangsa. Masing-masing bangsa
memiliki ciri-ciri yang khusus dalam berbahasa.
• Hukum pun demikian, karena tidak ada bahasa yang universal
tidak ada pula hukum yang universal.
• Hukum timbul bukan karena perintah penguasa atau karena
kebiasaan, tetapi karena perasaan keadilan yang terletak di
dalam jiwa bangsa itu (instiktif).
• Jiwa bangsa (volksgeist) itulah yang menjadi sumber hukum.
• Hukum tidak dibuat, tetapi dia tumbuh dan berkembang
bersama masyarakat.
• Untuk membangun hukum, studi terhadap sejarah suatu
bangsa mutlak perlu dilakukan.
2. Puchta (1798-1846)
• Puchta adalah murid von Savigny yang mengembangkan lebih lanjut
pemikiran gurunya.
• Hukum tersebut menurut Puchta, dapat berbentuk : (1) langsung
berupa adat istiadat, (2) melalui undang-undang, (3) melalui ilmu
hukum dalam bentuk karya para ahli hukum.
• Lebih lanjut Puchta membedakan pengertian “bangsa” dalam dua
jenis : (1) bangsa dalam pengertian etnis, yang disebutnya “bangsa
alam”, dan (2) bangsa dalam arti nasional sebagai kesatuan organis
yang membentuk suatu negara.
• Adapun yang memiliki hukum yang sah hanyalah bangsa dalam
pengertian nasional (negara), sedangkan “bangsa alam” memiliki
hukum sebagai keyakinan mereka.
• Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup dalam jiwa bangsa harus
disahkan melalui kehendak hukum masyarakat yang terorganisasi
dalam negara. Negara mengesahkan hukum itu dengan membentuk
undang-undang, sehingga akhirnya tidak ada tempat lagi bagi sumber-
sumber hukum lainnya, yakni praktik hukum dalam adat istiadat, dan
pengolahan ilmiah hukum oleh para ahli-ahli hukum.
• Adat istiadat bangsa hanya berlaku sebagai hukum sesudah disahkan
oleh negara.
3) Henry Summer (1822-1888)
• Salah satu penelitiannya yang terkenal adalah tentang
studi perbandingan perkembangan lembaga-lembaga
hukum yang ada pada masyarakat sederhana dan
masyarakat yang telah maju, yang dilakukannya
berdasarkan pendekatan sejarah.
• Ia menemukan pola-pola evolusi hukum. Ada korelasi
evolutif di antara masyarakat yang berbeda secara
geografis, waktu dan tempatnya tersebut, misalnya
terdapat pola-pola yang sama antara hukum di suatu
tempat dengan hukum di tempat lainnya.
Tahapan pembentukan hukum dari pemikiran Sir Henry Maine yang
menyatakan bahwa perkembangan hukum dan pembuatan hukum akan
melalui lima tahap perkembangan :
• Tahap pertama, hukum dibuat dalam budaya yang sedemikian patriakhis,
dan mendasarkan dirinya pada perintah personal sang penguasa.
Legitimasinya adalah perintah suci, inspirasi dari yang tertinggi.
• Tahap kedua, adalah masa di mana hukum dimonopoli oleh sekelompok
aristokrat dan sekelompok elit masyarakat yang memiliki privilise
tertentu (hak istimewa). Maine menyebutnya sebagai costumary law
(hukum adat atau hukum kebiasaan).
• Tahap ketiga, adalah tahap ketika hukum-hukum adat yang ada coba
dikodifikasikan karena konflik yang terjadi di antara beberapa masyarakat
pendukung hukum adat yang bersangkutan.
• Tahap keempat, adalah tahap dimana hukum adat mulai ingin
dikontektualisasikan dengan kondisi masyarakat dan kondisi zaman yang
mulai maju dan berkembanag. Hukum tradisional dalam hal ini hukum
adat atau hukum kebiasaan mulai ingin dimodernisasi dengan
pertolongongan fiksi hukum, prinsip kesamaan (equality before the law)
dan adanya lembaga-lembaga legislasi. Yang dituju adalah keharmonisan
aturan hukum dengan relasi-relasi sosial dan kebutuhan masyarakat yang
semakin berkembang.
• Tahap kelima, adalah tahap ketika ilmu hukum memegang
peranan yang besar untuk membentuk hukum. Hukum
yang terbentuk semakin sistematis dan konsisten juga
ilmiah karena ilmu hukum menjadi metodologi untuk
membentuk hukum.