Anda di halaman 1dari 2

Nama: Ilham Yoga

Nim : 71230123093
Mata Kuliah: Filsafat Hukum

Jawaban UAS:

1. Filsafat adalah suatu pandangan tentang dunia dan segala hal di dalamnya.
Filsafat membantu kita memahami bahwa sesuatu tidak selalu tampak seperti apa
adanya. Filsafat membantu kita mengerti tentang diri kita sendiri dan dunia kita, karena
filsafat mengajarkan bagaimana kita bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.
Filsafat membuat kita lebih kritis. Karena hanya manusia makhluk Allah di dunia ini
yang diberikan Allah kemampuan untuk berfikir. Semua manusia secara normal pasti
akan berfilsafat. Berpikir secara mendalam dengan berbagai metode pengimpulan data.
Filsafat ilmu bermanfaat untuk membangun diri kita sendiri dengan berpikir secara
radikal (berpikir sampai ke akar-akarnya), kita mengalami dan menyadari keberadaan
kita. Filsafat ilmu memberikan kebiasaan dan kebijaksanaan untuk memandang dan
memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari

2. Dalam aliran positivisme penolakan yang terlihat yaitu hukum harus dibersihkan dari
dan/atau tidak boleh dicampuri oleh politik, etika, sosiologi, sejarah, dan sebagainya.
Ilmu (hukum) adalah susunan formal tata urutan/hirarki norma-norma. Idealisme
hukum ditolak sama sekali.
Dalam aliran sejarah Paton memberikan sejumlah catatan terhadap pemikiran Savigny
sebagai berikut:
1) Jangan sampai kepentingan dari golongan masyarakat tertentu dinyatakan
sebagai volksgeist dari masyarakat secara keseluruhannya.
2) Tidak selamanya peraturan perundang-undangan timbul begitu saja, karena
dalam kenyataannya banyak ketentuan mengenai serikat kerja di Inggris yang
tidak akan terbentuk tanpa perjuangan keras.
3) Jangan sampai peranan hakim dan ahli hukum lainnya tidak mendapat
perhatian, karena walaupun volksgeist itu dapat menjadi bahan kasarnya, tetap
saja perlu ada yang menyusunnya kembali untuk diproses menjadi bentuk
hukum.
4) Dalam banyak kasus peniruan memainkan peranan yang lebih besar daripada
yang diakui oleh penganut Mazhab Sejarah. Banyak bangsa yang dengan sadar
mengambil alih Hukum Romawi dan mendapat pengaruh dari Hukum Perancis.
Terdapat perbedaan titik tolak dan kesimpulan antara pendekatan sosiologi terhadap
hukum di Amerika dengan yang di Inggris. Aliran Sociological Jurisprudence di
Amerika menekankan pembuktiannya tentang peranan hukum terhadap masyarakat,
yaitu pendekatannya dari hukum dan objeknya masyarakat. Adapun sosiologi hukum
di Inggris adalah cabang dari sosiologi yang meneliti tentang pengaruh masyarakat
kepada hukum di mana pendekatannya adalah dari ilmu kemasyarakatan dengan hukum
sebagai objeknya.

3. Pendasar aliran ini, antara lain: Roscoe Pound, Eugen Ehrlich, Benjamin Cardozo,
Kontorowics, Gurvitch dan lain-lain. Aliran ini berkembang di Amerika, pada intinya
aliran ini hendak mengatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Kata “sesuai” diartikan sebagai hukum
yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalam masyarakat. Aliran Sociological
Jurisprudence berbeda dengan Sosiologi Hukum. Dengan rasio demikian, Sosiologi
Hukum merupakan cabang sosiologi yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial,
sedang Sociological Jurisprudence merupakan suatu mazhab dalam filsafat hukum
yang mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat dan sebaliknya.
Sosiologi hukum sebagai cabang sosiologi yang mempelajari pengaruh masyarakat
kepada hukum dan dan sejauh mana gejala-gejala yang ada dalam masyarakat dapat
mempengaruhi hukum di samping juga diselidiki juga pengaruh sebaliknya, yaitu
pengaruh hukum terhadap masyarakat. Dari 2 (dua) hal tersebut di atas (sociological
jurisprudence dan sosiologi hukum) dapat dibedakan cara pendekatannya. Sociological
jurisprudence, cara pendekatannya bertolak dari hukum kepada masyarakat, sedang
sosiologi hukum cara pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada hukum.

4. Aliran yang tepat digunakan dalam topik penelitian saya ialah aliran Hukum
Utilitarianisme. Adapun topik penelitian saya ialah, perlindungan terhadap anak korban
kekerasan seksual di Kabupaten Aceh Tengah yaitu bahwa manusia bertindak untuk
mendapatkan kebahagiaan sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Ukuran baik
buruknya suatu perbuatan tergantung kepada apakah perbuatan itu mendatangkan
kebahagiaan atau tidak. Pemidanaan menurut Bentham harus bersifat spesifik dan
hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan yang
lebih besar lagi. Perundangan yang positif harus memberikan kebahagian terbesar
kepada sebanyak mungkin individu. Menurut Mill, “Keadilan bersumber pada naluri
manusia untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri
maupun oleh siapa saja yang mendapatkan simpati dari kita. Perasaan keadilan akan
memberontak terhadap kerusakan, penderitaan tidak hanya atas dasar kepentingan
individual melainkan juga orang-orang yang kita samakan dengan diri kita.” Terlihat
bahwa pada Mill, kebahagiaan yang dituju juga mencakup yang bersifat moril dan
psikis. Karena kita semua tau, korban kekerasan seksual terlebih anak anak sangat
membutuhkan perlindungan, dan restitusi dari pihak pelaku. Namun nyatanya hak akan
restitusi tersebut sulit didapatkan korban terlebih jika korban tersebut anak anak.
Kekosongan hukum yang dimaksud yaitu terdapat deskriminasi yang jelas di dalam
qanun hukum jinayat mengenai pemberian hak restitusi. Qanun hukum jinayat hanya
menyatakan bahwa Pasal 48 dan Pasal 49 yang diperbolehkan meminta restitusi. Hal
ini tercantum di dalam Pasal 51 ayat 1 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 yaitu
“Dalam hal ada permintaan korban, Setiap Orang yang dikenakan Uqubat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dapat dikenakan Uqubat Restitusi
paling banyak 750 (tujuh ratus lima puluh) gram emas murni”. Berdasarkan uraian pasal
diatas, timbul pertanyaan serius yaitu, mengapa Pasal 50 atau anak korban tidak dapat
dikenakan restitusi apakah yang berhak mendapatkan restitusi hanya Pasal 48 dan Pasal
49? Atau Pemerintah Aceh beranggapan anak korban kekerasan seksual tidak
memerlukan restitusi. Terlihat bahwa deskriminasi tersebut jelas adanya. Bagaimana
korban anak bisa mendapatkan keadilan jika masih terdapat deskriminasi dalam hukum.
Tersebut. Sedangkan disisi lain pelaku hanya mendapatkan hukuman yang tidak
setimpal denga napa yang dirasakan oleh korban. padahal korban sudah mendapatkan
kerugian fisik, dan juga psikis, dangat tidak setimpal dengan apa yang diterima oleh
pelaku.

Anda mungkin juga menyukai