Anda di halaman 1dari 13

TANGGUNG JAWAB KOMANDO DI DALAM

HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

Disusun oleh :

MAHARA SAYOGA

( 1903101010097 )

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

2022
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Menurut Arie Siswanto dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Internasional,

Hukum Pidana Internasional memiliki beberapa prinsip, yaitu prinsip tanggung jawab

komando/atasan.1 Prinsip ini telah memiliki sejarah yang sangat lama, dan antara lain dapat

dilihat dari Kodifikasi Hukum Perancis (French Code) 1439 yang disusun oleh Raja Charles

VII. Berikut salah satu bagian French Code tersebut yang memuat ketentuan tentang

tanggung jawab komando:

“The King orders that each captain or lieutenant be held responsible for the abuses,

ills and offences committed by members of his company, and that as soon as he receives any

complaint concerning any such misdeed or abuse, he bring the offender to justice so that the

said offender be punished in a manner commensurate with his offence, according to these

ordinances. If he fails to do so or covers up the misdeed or delays taking action, or if,

because of his negligence or otherwise, the offender escapes and thus evades punishment, the

captain shall be deemed responsible for the offence as if he had committed it himself and be

punished in the same way as the offender would have been.”

Dari ketentuan French Code tersebut dapat diidentifikasikan adanya prinsip umum

bahwa seorang komandan pada dasarnya ikut bertanggung jawab atas pelanggaran yang

dilakukan oleh anak buahnya.2

Tanggung jawab itu juga disertai oleh kewajiban untuk melakukan proses hukum dan

menjatuhkan hukuman kepada pelaku atas pelanggaran yang dilakukannya. Ketika komandan

gagal melaksanakan kewajibannnya maka komandan akan dijatuhi hukuman seolah-olah dia

1
anto, Hukum Pidana Internasional, Yogyakarta, Andi, 2015, hlm. 152.
2
Ibid., hlm. 267.
sendiri adalah pelaku pelanggaran tersebut. Pasal 87 Additional Protocol I to the Geneva

Conventions 1977 (Protokol I 1977) menegaskan bahwa komandan harus mengambil

langkah- langkah yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran yang terjadi. Pasal 28

International Criminal Court (ICC) jo. Pasal 86 par. 2 Protokol I 1977 juga menegaskan

bahwa komandan bertanggung jawab secara pidana terhadap kejahatan yang dilakukan oleh

pasukan yang berada di bawah komando dan pengawasan efektifnya atau yang disebabkan

oleh kegagalannya dalam melakukan pengawasan yang patut.

Yang dimaksud dengan komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk

akal untuk mencegah kejahatan atau menindak kejahatan tersebut yaitu seperti tugas dari

komandan itu sendiri bahwa komandan harus melakukan segala tindakan yang diperlukan

dan masuk akal untuk mencegah atau menekan kejahatan yang dilakukan oleh bawa- hannya

(pasukannya) baik secara de jure maupun secara de facto. Ketika komandan telah melakukan

segala langkah yang perlu dan masuk akal tersebut namun gagal karena koman- dan sendiri

gagal di dalam memberi- kan kontrol dengan benar terhadap bawahannya, namun dalam

praktiknya tidaklah mudah untuk mengetahui apakah seluruh unsur-unsur utama tersebut

terpenuhi.

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tanggung jawab Komando menurut International Criminal

Court yang didasarkan pada Statuta Roma 1998 ?

2. Bagaimana unsur- unsur Tanggung Jawab Komando di dalam Hukum Pidana

Internasional ?
B. PEMBAHASAN

1. Tanggung jawab Komando menurut International Criminal Court yang

didasarkan pada Statuta Roma 1998 ?

Pada umumnya, komandan militer dan pasukannya akan menjadi bagian dari

pasukan angkatan bersenjata suatu negara dan beberapa komandan akan

ditunjuk oleh negara untuk mengoperasikan pasukannya berdasarkan hukum

nasional negara sehingga prosedur maupun praktiknya (de jure commanders)

harus sesuai dengan hukum nasional negara tersebut. Selain itu, istilah “military

commander” pada artikel 28(a) Statuta Roma juga berlaku pada individu yang

ditunjuk sebagai komandan militer dalam pasukan pemerintah yang tidak resmi,

sesuai dengan praktik atau aturan organisasi mereka baik tertulis maupun tidak

tertulis. Setiap orang yang diangkat menjadi komandan militer memiliki tanggung

jawab komando terhadap pasukan (bawahannya) sehingga sebagai seorang

komandan haruslah bertindak dengan tepat dan bijaksana terhadap pasukannya

khususnya dalam hal memberi pelatihan dan perintah agar pasukannya tidak

melakukan kesalahan ketika menja- lankan suatu operasi militer.

Ketika seseorang yang memiliki kewenangan komando tersebut gagal untuk mencegah

atau memberikan hukuman atas tindakan ilegal yang dilakukan oleh bawahannya, ia dapat

dimintai pertanggung jawaban sesuai rantai komando. Hal ini yang disebut dengan prinsip

pertanggung jawaban komando. Tanggung jawab komando (atasan) merupakan salah satu

prinsip pertanggung jawaban pidana yang berkembang secara progresif dalam hukum pidana

internasional. Melalui prinsip ini pertanggung-jawaban pidana menjadi diperluas, bukan

hanya mencakup pelaku kejahatan internasional melainkan dalam keadaan tertentu,

menjangkau pula komandan atau atasan si pelaku. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
prinsip tanggung jawab komando/atasan menghubung-kan suatu perbuatan (kejahatan

internasional) yang dilakukan oleh seseorang dengan atasan/komando si pelaku yang dalam

kondisi tertentu dianggap ikut memikul pertanggung- jawaban pidana atas apa yang

dilakukan oleh bawahan/anak buahnya3.

Pertanggungjawaban komando juga sering kali disebut sebagai responsibility by omission of

superior authorities. Delik omisi menurut Remmelink adalah suatu perbuatan atau sikap

tindak yang tidak melakukan atau melalaikan sebuah kewajiban atau perintah hukum. 4

Pertanggungjawaban ini dianggap sangat perlu karena menghindari kesewenang-wenangan

pimpinan atau atasan sipil atas tindakan yang dilakukan oleh bawahannya namun tidak

mengambil tindakan yang patut untuk mencegah.

Statuta Roma Tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional, karena di dalam aturan

ICC, khususnya pada artikel 7 disebutkan bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)

berat yang masuk yurisdiksi tribunal internasional, pertanggungjawaban pidananya tidak

terbatas kepada orang-orang yang langsung melakukan tindak pidana tetapi juga mencakup

terhadap siapa saja yang telah melakukan


planned, instigated, ordered, commited, or other

execution of crime, serta diperluas terhadap mereka yang commits such a crime, orders,

solicits or induces or is attempted, for the purpose of facilitating aids, abets, or otherwise

.
assists or is attempted, including providing the means and contributes. 5

3
Arie Siswanto, Hukum Pidana Internasional (Andi 2015) 266.

4
Jan Remellink., Hukum Pidana (Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari KUP Belanda dan padanya
Dengean KUHP Indonesia., Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, h. 78.

5
Muladi, Op.Cit., h. 49-150.
Nyatalah dalam hal ini bahwa pertanggungjawaban komando sering kali dikaitkan dengan

adanya pelanggaran terhadap HAM. Sering kali martabat dari manusia dilanggar yang

mengakibatkan hilangnya hak-hak di dalam dirinya yang seharusnya diakui dalam keadaan

apapun, oleh karena perlu untuk mengulas sedikit mengenai hak asasi manusia. Hak asasi

manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Hak asasi manusia selayaknya

tidak dapat dilanggar dalam kondisi apapun, namun seirng kali dalam kenyataannya manusia

sering menjadi homo homini lupus sesuai dengan pernyataan Hobbes.

Oleh karena itu dalam hal pertanggungjawaban komando, maka haruslah ada beberapa

elemen berikut, yaitu :

1. Ada hubungan atasan dan bawahan (a superior-subordinate relationship) ;

2. Pengetahuan atasan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh bawahannya ;

3. Adanya failure to act yaitu tindakan yang gagal diambil untuk mencegah, menghukum

serta menghentikan tindak pidana yang dilakukan bawahannya.

Prinsip tanggung jawab komando ini dapat memunculkan dua kategori pidana yaitu

pertama, tanggung jawab muncul karena adanya tindakan pelanggaran hukum yang

dilakukan komandan atas perintah dan perencanaan yang mengakibatkan bawahannya

melakukan pelanggaran hukum dan ini disebut dengan tanggungjawab komando secara lang-

sung (vicarious atau direct command liability); kedua yaitu komandan bertanggungjawab

secara pidana karena tidak melakukan tindakan sehingga pelanggaran hukum yang dilakukan

bawahannya tersebut terjadi dan ini disebut dengan tanggungjawab komando yang bersifat
tidak langsung (indirect command responsibility atau imputed liability). Dapat kita simpulkan

bahwa pertanggungjawaban komando adalah suatu mekanisme untuk menghukum para

atasan (komando) sebagai akibat pembiaran yang dilakukan atas tindakan kejahatan yang

dilakukan oleh bawahannya, dimana atasan tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui

kejahatan yang dilaku- kan bawahannya dimana atasan mempunyai kendali efektif (kesalahan

dari atasan ataupun komandan tersebut). Komando bersalah karena ia mengetahui atau

sepatutnya menge- tahui tetapi tidak mengambil tindakan-tindakan hukum berupa

pencegahan, penanganan dan tidak melaporkannya.

Artikel 28 ICC jo. Artikel 86 par. 2 Protokol Tambahan I 1977 juga menegaskan bahwa

komandan bertanggungjawab secara pidana terhadap kejahatan yang dilakukan oleh pasukan

yang berada di bawah komando dan pengawasan efektifnya atau yang disebabkan oleh

kegagalannya dalam melakukan pengawasan yang patut. Artikel 28(a) tidak menjelaskan

dengan jelas hubungan komando tersebut maka Artikel 28(b) menyatakan bahwa:

Berkenaan dengan hubungan atasan dan bawahan yang tidak digambarkan dalam ayat (1),

seorang atasan secara pidana bertanggungjawab atas kejahatan yang termasuk dalam

jurisdiksi Mahkamah yang dilakukan oleh bawahan yang berada di bawah kewenangannya

dan pengendaliannya secara efektif, sebagai akibat dari kegagalannya untuk melaksanakan

pengendalian dengan semestinya atas bawahan tersebut, di mana:

(i) atasan tersebut mengetahui, atau secara sadar mengabaikan informasi yang dengan jelas

mengindikasikan bahwa bawahannya sedang melakukan atau hendak melakukan kejahatan

tersebut;

(ii) kejahatan itu menyangkut kegiatan yang berada dalam tanggung jawab efektif dan

pengendalian atasan tersebut; dan


(iii) atasan gagal mengambil semua tindakan yang perlu dan masuk akal di dalam

kekuasaannya untuk mencegah atau menekan perbuatan mereka atau mengajukan

masalahnya kepada pejabat yang berwenang untuk penyelidikan dan penuntutan).

2. unsur- unsur Tanggung Jawab Komando di dalam Hukum Pidana

Internasional ?

- Ada komando atau pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahan yang

melakukan kejahatan . Pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahannya yaitu

komandan memiliki kemampuan material untuk mencegah atau menekan anak buah

(pasukan bawahannya) ketika melakukan kejahatan atau untuk menyerah- kan

ataupun menyampaikan masalah tersebut kepada pihak yang berwenang.

- Komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa bawahannya akan

melakukan atau sudah melakukan kejahatan Menurut ICC pengetahuan sebenarnya

dari komandan tidak dapat diduga (ditentukan) namun harus ditetapkan dengan

adanya bukti baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bukti yang dapat

mengungkapkan komandan mengetahui mengenai kejahatan tersebut. Berdasarkan

Regulation 556 .

- Komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal untuk mencegah

kejahatan atau menindak kejahatan, atau untuk menyerahkan masalah tersebut kepada

pejabat yang berwenang untuk diselidiki dan dituntut. Tugas komandan untuk

mengambil semua tindakan yang diperlukan dan masuk akal untuk mencegah atau

menekan kejahatan yang dilakukan oleh pasukannya, atau menyerahkan masalahnya

6
Regulation 55 of the International Criminal Court about Authority of the Chamber to modify the legal
characterization of facts, dikutip dari: <https://www.icc-cpi.int/NR/rdonlyres/DF5E9E76-F99C- 410A-85F4-
01C4A2CE300C/0/ICCBD010207ENG.pdf>
kepada pihak yang berwenang untuk penyelidikan dan penuntutan, bergantung pada

kepemilikan dan wewenangnya yang efektif. Tapi hal tersebut tidak menentukan

bahwa komandan memiliki "kapasitas hukum eksplisit (explicit legal capacity)" untuk

mengambil tindakan tersebut; Yang penting adalah kemampuan materialnya untuk

bertindak. Dengan kata lain, apa yang dimaksud dengan "semua tindakan yang masuk

akal dan perlu dalam kekuatannya" harus dinilai berdasarkan de jure dan / atau

kekuatan de facto dari komandan sendiri ketika ia memimpin pasukan tersebut. Yang

dimaksud dengan komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal

untuk mencegah kejahatan atau menindak kejahatan tersebut yaitu seperti tugas dari

komandan itu sendiri bahwa komandan harus melakukan segala tindakan yang

diperlukan dan masuk akal untuk mencegah atau menekan kejahatan yang dilakukan

oleh bawahannya (pasukannya) baik secara de jure maupun secara de facto.

Kasus terkait tanggung jawab komando dalam hukum pidana internasional

Brigadefuhrer Kurt Meyer adalah seorang komandan dari Divisi Kavaleri SS

Panzer ke-12 dari Jerman pada periode Perang Dunia ke-II, yakni dalam kurun waktu

6 Juni 1944 hingga 25 Agustus 1944. Meyer adalah komandan divisi termuda di

Jerman, dimana ketika Meyer diangkat sebagai komandan divisi tersebut saat dirinya

baru berusia 35 tahun. Ia diangkat sebagai komandan divisi atas dasar prestasinya

yang luar biasa dalam berbagai pengalaman bertempur dalam perang. Keahlian

strategi pertempurannya membuatnya disegani oleh kawan maupun lawannya. Meyer

baru diangkat sebagai komandan divisi ketika penyerbuan terhadap Pantai Normandy,

Perancis dilakukan oleh pihak sekutu pada tanggal 6 Juni 1944. Pada tanggal 7 Juni

1944, Pasukan Meyer yang berada di bawah Resimen 25th SS Panzer Grenadier,

berhadapan dengan Divisi Infantri Ketiga Kanada yang mendarat di Pantai Juno. Pada
hari-hari berikutnya pasukan SS-XII pimpinan Meyer telah membunuh lebih dari

seratus limapuluh tentara Kanada. Pasukan tersebut berada langsung di bawah

Komando Meyer yang bertanggung jawab atas pembunuhan limapuluh lima tahanan

tentara Kanada pada tanggal 7 dan 8 Juni, termasuk delapanbelas tahanan tentara

Kanada yang dieksekusi di markas Resimen di Abbaye d'Ardenne. Pada tanggal 8

th
Juni 1944, Pasukan Divisi SS Panzer 12 yang dipimpin oleh Meyer, menggiring 7

(tujuh) tentara Kanada ke halaman Abbaye d’Ardenne dan menginterogasi tahanan

tersebut untuk menggali informasi mengenai dokumen perang dan berbagai informasi

lainnya. Pasukan yang dipimpin Meyer tersebut, terus menginterogasi mereka dengan

harapan para tahanan tersebut akan memberikan informasi yang lebih penting dari

sekedar menyebutkan nama, pangkat, dan nomor seri prajurit.

Atas interogasi tersebut, para tentara Kanada tersebut menolak untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anggota pasukan yang dipimpin

oleh Meyer. Hal ini mengakibatkan para anggota pasukan Meyer pun menjadi lepas

kendali, dimana mereka kemudian mulai mengejek, memaki, dan mengeluarkan

ancaman-ancaman kepada tentara Kanada tersebut. Ketujuh tentara yang menolak

memberikan informasi tersebut, kemudian disingkirkan dari keramaian. Konon para

tentara Kanada itu mengetahui bahwa inilah akhir hidup mereka dan mereka pun

kemudian saling berjabat tangan, beberapa menangis dan mengucapkan 'selamat

tinggal' antara satu sama lain. Satu per satu dari mereka dibawa ke sebuah taman kecil

dan ditembak kepalanya. Pembunuhan terhadap tahanan tentara Kanada ini terjadi

dalam jarak sekitar 150 meter dari pos komando tempat dimana Meyer berada. Kurt

Meyer ditangkap pada tanggal 6 September 1944 di Durnal, Belgia oleh partisan dan

diserahkan kepada Pihak Sekutu. Dalam masa-masa itu, Meyer dianggap hilang

namun dinaikkan pangkatnya pada tanggal 6 September 1944 menjadi setara dengan
Mayor Jenderal. Sebagai tahanan dengan pangkat perwira tinggi, Mayer kemudia

ditahan di Trent Park, Inggris, hingga Desember 1945.

C. KESIMPULAN

Prinsip tanggung jawab komando ini dapat memunculkan dua kategori pidana yaitu

pertama, tanggung jawab muncul karena adanya tindakan pelanggaran hukum yang

dilakukan komandan atas perintah dan perencanaan yang mengakibatkan bawahannya

melakukan pelanggaran hukum dan ini disebut dengan tanggungjawab komando secara lang-

sung (vicarious atau direct command liability); kedua yaitu komandan bertanggungjawab

secara pidana karena tidak melakukan tindakan sehingga pelanggaran hukum yang dilakukan

bawahannya tersebut terjadi dan ini disebut dengan tanggungjawab komando yang bersifat

tidak langsung (indirect command responsibility atau imputed liability). bahwa

pertanggungjawaban komando adalah suatu mekanisme untuk menghukum para atasan

(komando) sebagai akibat pembiaran yang dilakukan atas tindakan kejahatan yang dilakukan

oleh bawahannya, dimana atasan tersebut mengetahui atau seharusnya mengetahui kejahatan

yang dilaku- kan bawahannya dimana atasan mempunyai kendali efektif (kesalahan dari

atasan ataupun komandan tersebut). Dan unsur unsur tanggung jawab komando adalah sebagi

berikut:

Ada komando atau pengawasan efektif dari komandan terhadap bawahan yang

melakukan kejahatan.

Komandan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa bawahannya akan

melakukan atau sudah melakukan kejahatan Menurut ICC pengetahuan sebenarnya

dari komandan tidak dapat diduga (ditentukan) .


Komandan gagal mengambil langkah yang perlu dan masuk akal untuk mencegah

kejahatan atau menindak kejahatan, atau untuk menyerahkan masalah tersebut kepada

pejabat yang berwenang untuk diselidiki dan dituntut.

DAFTAR PUSTAKA

Saleh R, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana (Ghalia Indonesia

1982).

Siswanto A, Hukum Pidana Internasional (Andi 2015).

Hukum Pidana Internasional, (2015 )

Additional Protocol I to the Geneva Conventions (Protokol Tambahan I

Konvensi Jenewa 1977).

Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide 1948

(Konvensi Genosida).

French Code 1439 (Kodifikasi Hukum Perancis 1439).

International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (Statuta ICTY).

International Criminal Tribunal for Rwanda (Statuta ICTR).

Anda mungkin juga menyukai