Anda di halaman 1dari 9

Assalamualaikum Wr.

Wb
Kelompok 6
(Uraian Kasus White Collar Crime)

- Roby Yoga Renaldo ( 2016 – 252 )


- Mukhammad Wildan Armansyah ( 2016 – 266 )
- Ivan Fanani (2016 – 247)
- Bongkar Egy Puri Laksono (2016 – 390)
 white collar crime biasanya pelaku orang-orang
terpelajar dan berkedudukan sosial terpandang
dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dengan motif untuk mencari keuntungan
dari segi ekonomi.
 Ciri-ciri lain yaitu pelaku bekerja secara individual,
pekerja perusahaan atau bisnis, petugas pembuat
kebijakan untuk perusahaan, pekerja perusahaan
terhadap masyarakat umum atau pelaku bisnis
terhadap konsumennya.
URAIAN KASUS
KORUPSI SEBAGAI WHITE COLLAR
CRIME DALAM PERKARA ABDULLAH
PUTEH

Abdullah puteh seorang gubernur nangroe aceh darussalam yang


terjerat korupsi pembelian 2 helikopter MI-2 merk PLC buatan rostov
Rusia senilai 12,5 milyar. Dalam putusan kasasi MA atas terdakwa
abdullah puteh sebagai berikut:

Mahkamah Agung (MA) dalam putusan atas kasasi Abdullah Puteh,


terdakwa kasus korupsi pembelian helikopter Mi-2 milik pemerintah
daerah Nangroe Aceh Darussalam menyatakan bahwa perbuatan
terdakwa memenuhi unsur memperkaya diri sesuai dengan dakwaan
primair yang diajukan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam persidangan yang berlangsung di ruangan Wiryono gedung
Mahkamah Agung Jakarta, Selasa, Artijo Alkostar selaku Ketua majelis
hakim memvonis Abdullah Puteh 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta
subsider 6 bulan penjara.

Majelis hakim juga memutuskan gubernur non aktif Nangroe Aceh


Darussalam tersebut membayar ganti rugi kepada negara sejumlah
Rp6,564 miliar yang harus dipenuhi paling lambat satu bulan setelah
keputusan kasasi tersebut.
“Bila tidak dapat memenuhinya maka terdakwa akan dikenai tambahan
pidana penjara selama tiga tahun,” kata Artijo saat membacakan putusan
kasasi.
Penilaian majelis hakim bahwa Puteh melakukan perbuatan memperkaya
diri serta merugikan negara salah satunya berdasar pada perintah
gubernur NAD tersebut kepada Kepala Kas Daerah Pemda NAD
Zainuddin untuk memindahkan uang senilai Rp7 miliar dalam dua tahap
masing-masing Rp3 miliar dan Rp4 miliar ke dalam rekening pribadi atas
nama Puteh di Bank Bukopin.
“Tindakan Puteh selaku gubernur NAD tersebut terbukti sebagai tindakan
memperkaya diri yang merugikan keuangan negara,” kata Artijo.
Sebelumnya pada 11 April 2005, majelis hakim pengadilan Tipikor yang
diketuai Kresna Menon menjatuhkan vonis 10 tahun dan denda Rp500 juta
subsider enam bulan kurungan karena Puteh terbukti bersalah melakukan
tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 3,687 miliar
dalam pembelian helikopter MI-2 merek PLC buatan Rostov, Rusia.

Dia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp3,687 miliar


dengan waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan
memperoleh kekuatan hukum tetap. Majelis hakim juga memerintah Puteh
tetap ditahan di rumah tahanan negara.

Puteh kemudian mengajukan banding ke PT Tipikor namun dalam putusan


pada Kamis 16 Juni 2005, majelis hakim PT Tipikor tetap menjatuhkan
vonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan uang pengganti Rp1
miliar.
Dalam putusan di Pengadilan Tipikor, Puteh dijatuhi putusan sesuai dengan
dakwan primer yakni tindak pidana yang dilakukan berkaitan dengan
jabatannya.

Sedangkan dalam putusan PT Tipikor, Puteh dibebaskan dari dakwaan primer


dan yang dianggap terbukti dakwaan subsider yakni penyalahgunaan jabatan
untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain secara berlanjut.
Kemudian atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut baik Puteh dan penasehat
hukumnya dan Jaksa Penuntut Umum dari KPK mengajukan kasasi kepada
Mahkamah Agung.

Puteh dan penasehat hukumnya mengajukan kasasi karena menilai putusan PT


memperkuat putusan pengadilan tipikor tingkat pertama dan dalam memori
banding tersebut mereka juga mempermasalahkan kewenangan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus Puteh.
Menurut terdakwa, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan
Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang diputuskan pada 18
Februari 2005 tentang retroaktif bahwa KPK hanya berwenang menangani
perkara yang ada setelah Undang-undang tersebut berlaku.
JPU mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung karena menilai putusan
PengadilanTinggi yang menyatakan Puteh hanya terbukti melakukan
dakwaan subsider yakni menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri
sendiri dan orang lain secara berlanjut.

Sementara dakwaan primair yaitu pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 ayat 1 huruf a,


huruf b, ayat 2, ayat 3 UU no 31/1999 jo UU no 20/2001 jo pasal 55 ayat 1
jo pasal 54 ayat 1 KUHP yakni tindak pidana yang dilakukan berkaitan
dengan jabatannya tidak terbukti.
Pada sidang pembacaan putusan kasasi tersebut, majelis hakim
mempertimbangkan memori kasasi dari keduabelah pihak.

Dengan putusan MA yang dibacakan oleh majelis hakim yang beranggotakan


MS Lumee, Hamrat Hamid, Krisna Harahap, Mansyur Kartayasa dan diketuai
oleh Artijo Alkostar tersebut maka putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
dalam perkara banding Puteh tertanggal 16 Juni 2005 dibatalkan. suara
merdeka cybernews 13 september 2005
Jika kita mengacu pada Pasal 12 ayat 1 UU No. 20/2001, Pasal 15 UU
No. 31/1999, Pasal 16 No. 31/1999, dapatlah dipahami bahwa
membedakan korupsi dengan kejahatan lain adalah sebagai modus
antara lain :

Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 sampai dengan


pasal 377 KUHP. Dalam penjelasan pasal 371 KUHP, pengelapan
artinya mengambil suatu barang yang sebagaian atau seluruhnya
adalah hak milik orang lain yang berada didalam kekuasaanya untuk
dimiliki melawan hak yang di dalam pasal 371 ayat 1 tersebut dikatakan
“ dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam bab ini dapat dinyatakan pencabutan hak-hak tersebut pada pasal
35 no 1-4. Yang kemudian hak-hak terpidana yang dengan putusan
hakim dapat di cabut dalam hal-hal yang ditentukan dalam kitab undang-
undang ini,atau dalam aturan umum lainnya ialah:

Ke-1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang


tertentu
Ke-2. Hak memasuki angkatan bersenjata
Ke-3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan
berdasarkan aturan-aturan umum.
Ke-4. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum
(gerechtelijke bewindvoerder) hak menjadi wali, wali pengawas,
pengampu, atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak
SEKIAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai