• Amara Nur Duwiyawati • Muhammad Farriz Nurfalah • Patimah Dewi Sekarwangi • Putri Sri Wahyuningsih Suku batak Pendahuluan Perang Batak atau perang Tapanuli atau perang Sisingamangaraja dimulai pada tahun 1878 sampai 1907, perang ini terjadi disebabkan kedatangan bangsa Belanda ke Batak. Daerah Batak ini terletak di sekitar danau toba Sumatera Utara, Batak merupakan sebuah daerah yang tentram dan damai karena terhindar dari pertentangan dan ketegangan dan juga masyarakat di sekitar ini Percaya kepada pemimpin mereka yang akan menjaga keselamatan mereka semuanya. Pada saat perang raja yang memimpin Batak adalah Sisingamangaraja XII yang memiliki nama asli bantuan besar Ompu Pulo batu. Agama yang dianut oleh Sisingamangaraja adalah agama asli Batak namun sejak zaman Belanda dengan isu bahwa tanggal tahun 1880-an Sisingamangaraja memeluk agama Islam. Ia lahir di Bakkara, Batak, Sumatera Utara, 17 Juni 1809. Ayah dan ibunya bernama Sisingamangaraja XI (Ompu sohahuaon) dan Boru Situmorang ayahnya, wafat pada tahun 1876 sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan sebagai penerus ayahnya di usia yang masih 19 tahun. Gelarnya adalah sisingamaraja XII, Sisingamangaraja berasal dari 3 kata yaitu “si”, “singa”, dan “Mangaraja”. Si adalah kata sapaan, Singa merupakan peta bahasa Batak yang berarti bentuk rumah baka, sedangkan Mangaraja sama maksudnya dengan kata Maharaja jadi Sisingamangaraja berarti Maharaja orang Batak. Faktor-faktor penyebab terjadinya perang Batak • Sebab Umum 1. Adanya tantangan Raja Batak yang masih menganut agama Batak kuno (animisme dan dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di Batak. 2. Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan zending untuk menguasai daerah Batak. • Sebab Khusus 1. kemarahan Sisingamangaraja atas penempatan pasukan Belanda di Tarutung Dan hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak masih berada dalam situasi merdeka di bawah pimpinan Sisingamangaraja XII. Jalannya Perang Masuknya dominasi Belanda ke tanah Batak disertai dengan penyebaran agama Kristen. Penyebaran agama Kristen ini ditentang oleh Sisingamangaraja XII karena dikhawatirkan Perkembangan agama Kristen itu akan menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun-temurun. Untukk menghalangi proses kristenisasi ini pada tahun 1877, Raja Sisingamangaraja XII berkampanye keliling ke daerah-daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para zending yang memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Akibatnya Kampanye Raja Sisingamangaraja XII telah menimbulkan akses pengusiran para zending, bahkan ada penyerbuan dan pembakaran terhadap pos-pos zending di Silindung, kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda dan dengan alasan melindungi para zending pada tanggal 8 Januari 1878 Belanda mengirim pasukan untuk menduduki Silindung. Maka dari itu pecahlah perang Batak. Belanda ingin menguasai seluruh tanah Batak, kali pertama pasukan Belanda yang dipimpin oleh kapten Schelten menuju Bahal Batu. Rakyat Batak di bawah pimpinan langsung Raja Sisingamangaraja XII melakukan perlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda di Bahal Batu. Dalam menghadapi perang melawan Belanda ini rakyat Batak sudah menyiapkan benteng pertahanan seperti benteng alam yang terdapat di dataran tinggi Toba dan Silindung. Di samping itu dikembangkan benteng buatan yang ada di perkampungan. Pertempuran pertama terjadi di Bahal Batu, Sisingamangaraja XII dengan pasukannya berusaha memberikan perlawanan sekuat tenaga, tetapi kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan Belanda sehingga pasukan Sisingamangaraja ini harus ditarik mundur. Setelah berhasil menggagalkan berbagai serangan dari pasukan Sisingamangaraja XII, Belanda mulai bergerak ke Bakkara, Bakkara merupakan benteng dan istana kerajaan Sisingamangaraja. Dengan jumlah pasukan yang cukup besar berapa komandan tempur Belanda berusaha memasuki benteng bakkara tetapi selalu dapat dihalau dengan lemparan batu oleh para pejuang Batak, akhirnya benteng dan istana bakkara dihujani tembakan tembakan yang begitu gencar sehingga benteng itu dapat diduduki Belanda. Singamangarajaja dan sisa pasukannya berhasil meloloskan diri dan menyingkir ke daerah Peranginan di bagian selatan danau Toba. Sisingamangaraja XII dengan sisa pasukannya bergerak menuju Huta Puong. Pada Juli tahun 1889 Sisingamangaraja XII kembali angkat senjata melawan ekspedisi Belanda, tetapi pada tanggal 4 September 1899 Huta Puong juga jatuh ke tangan Belanda. Sisingamangaraja XII kemudian membuat pertahan di Pakpak dan Dairi. Tahun 1907 pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan untuk menangkap Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja XII berhasil dikepung rapat di daerah Segitiga Barus, Sidikalang, dan Singkel. Dalam pengepungan ini, Belanda menggunakan cara licik yakni menangkap Boru Sagala istri Sisingamangaraja XII dan 2 anaknya. Sementara itu Sisingamangaraja XII bersama putranya yang lain, dan para pengikutnya berhasil melarikan diri ke hutan simsim ia menolak tawaran untuk menyerah. Akhirnya pada tanggal 17 Juni 1907 siang, pasukan Belanda dikerahkan untuk menangkap Sisingamangaraja XII di pos pertahanannya di Aik Sibulbulon di daerah Dairi. Penangkapan tersebut dilakukan dengan kekerasan, dan akhirnya Sisingamangaraja XII pun tertembak mati bersama seorang putrinya yaitu Lapian dan 2 orang putranya yaitu Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta 10 pengikutnya, sisa pengikutnya yang tertangkap dibawa ke Tarutung. Sisingamangaraja XII, kemudian dikebumikan secara militer oleh Belanda pada tanggal 22 Juni 1907 di Silindung. Makamnya baru dipindahkan ke Soposurung Balige seperti sekarang ini sejak 17 Juni 1953. Video Perang Batak