Anda di halaman 1dari 31

Hallo!

Kami Kelompok 1
Try Anugerah Bangga (F1012181012)
Laura Dinigarcia (F1012181007)
Muhammad Maulana (F1012181025)
Lisa Sabila (F1012181031)
Bernicha Sita Sherlina Yulira (F1012181014)
Herlina (F1012181021)

1
ANALISIS PENDEKATAN
STRUKTURAL
NOVEL KUBAH
KARYA AHMAD TOHARI
PENDEKATAN STRUKTURAL (Pengertian, Teori)

Struktural merupakan cabang penelitian sastra yang


tak bisa lepas dari aspek-aspek linguistik. Sejak zaman
Yunani, Aristoteles telah mengenalkan strukturalisme
dengan konsep: wholeness, unity, complexity, dan
coherence. Hal ini merepresentasikan bahwa keutuhan
makna bergantung pada koherensi keseluruhan unsur
sastra. Keseluruhan sangat berharga dibandingkan unsur
yang berdiri sendiri. Karena masing-masing unsur
memiliki pertautan yang membentuk sistem makna.
Teori strukturalisme memberi penekanan
analisis unsur-unsur intrinsik karya sastra. Unsur
intrinsik adalah unsur pembentuk karya sastra dari
dalam karya sastra itu sendiri, yang bertentangan
dengan unsur ekstrinsik, yakni unsur pembentuk
karya sastra dari luar. Teori strukturalisme
merupakan jenis teori sastra yang sudah menjadi
"urutan pertama dan utama" Teori ini juga sering
disebut analisis objektif unsur-unsur pembentuk
karya sastra atau analisis struktur teks karya
sastra.
Unsur-unsur Intrinsik dalam Pendekatan Struktural

ALUR SUDUT PANDANG GAYA BAHASA

TOKOH &
SETTING/LATAR
PENOKOHAN

TEMA MORAL/PESAN

5
Unsur-unsur Intrinsik Dalam Pendekatan Struktural
1. Tema 2. Alur
Tema adalah ide yang mendasari suatu Alur adalah rangkaian cerita yang
cerita sehingga berperanan juga sebagai dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
pangkal tolak pengarang dalam sehingga menjalin suatu cerita yang
memaparkan karya fiksi yang diciptakan. dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
(Aminuddin, 2015:91). cerita. Istilah alur dalam hal ini sama
dengan istilah plot ataupun struktur
cerita (Aminuddin, 2015:83).
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
mampu menjalin suatu cerita. Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau
pelaku itu. (Aminuddin, 2015:79-81).

6
Unsur-unsur Intrinsik Dalam Pendekatan Struktural
4. Sudut Pandang 5. Setting/Latar 6. Diksi atau Gaya Bahasa
Titik/sudut pandang Setting adalah latar Diksi (pilihan kata) atau
adalah cara pengarang peristiwa dalam karya gaya bahasa adalah cara
menampilkan para pelaku fiksi, baik berupa tempat, pengarang memilih dan
dalam cerita yang waktu, maupun peristiwa, menggunakan kata,
dipaparkannya serta memiliki fungsi kalimat, dan ungkapan
(Aminuddin, 2015:90). fisikal dan fungsi dalam ceritanya sehingga
psikologis (Aminuddin, menimbulkan efek
2015:67). imajinasi dan menggugah
hati para pembaca
(Sehandi, 2016:57).

7
Unsur-unsur Intrinsik Dalam Pendekatan Struktural

7. Moral/Nilai/Pesan
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna
yang disarankan lewat cerita. (Nurgiyantoro, 2013:429-431).

8
HASIL ANALISIS NOVEL KUBAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN
STRUKTURAL
A. Tema
Tema dari novel Kubah karya Ahmad Tohari adalah meyakini adanya Tuhan (taubat) dapat
dilihat dari kehidupan tokoh Karman. Tema ini terkait dengan aktivitas Karman yang
menjadi tahanan politik yang terbuang di pulau buru. Keyakinan Karman menjadi seorang
Ateis berawal dari kekecewaannya karena lamarannya kepada Rifah anak Haji Bakir ditolak,
Haji Bakir sudah memilih jodoh untuk Rifah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Haji Bakir sungguh tidak tahu diri dan tidak adil!” Rasa kecewa, marah dan malu
berbaur dihati Karman. Akibatnya dia mendendam dan membenci haji Bakir. Karman
memulai dengan enggan bertemu,bahkan enggan menginjak halaman rumah orang tua
Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah. Dan ia memilih tempat lain bila
menunaikan sembahyang jumat.” (hal. 101).

9
HASIL ANALISIS NOVEL KUBAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN
STRUKTURAL
B. Tokoh dan Penokohan
1. Tokoh Utama
a. Karman
Dari segi perwatakannya Karman dilukiskan sebagai tokoh yang pendendam. Karman
merasa dendam karena lamarannya untuk meminang Rifah ditolak oleh Haji Bakir. Hal ini
terlihat dalam kutipan berikut:
“Rasa kecewa, marah dan malu berbaur di hati Karman. Akibatnya ia mendendam dan
membenci. Karman memulai dengan enggan bertemu, bahkan enggan menginjak
halaman rumah orang tua Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah dan memilih
tempat lain bila bersembahyang Jumat.” (hal. 88).
Karman memiliki sifat perasa, juga mudah terpengaruh dan juga pemarah. Hal ini terlihat
dalam kutipan berikut:

10
“Margo tersenyum teringat keteledorannya. Kemudian ia mengusap dahinya yang
lebar. “Karman memiliki sifat terlalu perasa. Juga sedikit gampang terpengaruh, dan
sewaktu-waktu bisa marah.” (hal. 99).
Kehidupan Karman semakin membaik atas kebaikan Haji Bakir yang menganggapnya
seperti saudara dan senantiasa membantu Karman. Hal ini menunjukkan Karman memiliki
sifat yang baik, terlihat dalam kutipan berikut:
“Karena cintanya terhadap dunia priyayi, pak Mantri tidak ikut menjadi republik. Ia
memilih bekerja pada Recomba, dengan harapan sebutan sebagai pak Mantri menjadi
Lestari.” (hal. 49).
“Karman hidup hanya bersama ibu dan seorang adik perempuan.sebenarnya ia
mempunya dua orang kakak, tetapi keduanya telah meninggal dunia.” (hal. 50).
Pada tahun 1950 Karman menjadi murid SMP di sebuah kabupaten, atas biaya dari
pamannya yang bernama Hasyim. Ia menjadi anak Pegaten yang pertama kali menempuh
pendidikan di sekolah menengah. Hal ini menunjukkan Karman adalah seorang yang
penurut dan teladan, terlihat dalam kutipan berikut:

11
“Pada permulaan ajaran baru 1950, Karman sudah menjadi murid SMP di sebuah
kabupaten yang terdekat. Ia menjadi anak Pegaten yang pertama kali menempuh
pendidikan di sekolah menengah. Sebulan sekali ia pulang. Bersepatu, berkaos kaki dan
pakaiannya bersih. Rambutnya berminyak. Karman menjadi anak kota. Anak-anak
Pegaten melihatnya dengan kagum. Apa yang ada pada Karman menjadi bahan
peniruan bagi anak-anak sekampung.” (hal. 68).
2. Tokoh Bawahan
a. Marni
Tokoh Marni digambarkan sebagai perempuan berusia 30 tahun yang mempunyai wajah
cantik. Marni merupakan sosok wanita sejati. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
“Waktu menerima surat istimewa itu di pulau B, mula-mula Karman sangat gembira.
Surat dari isteri adalah belaian mesra bagi suami yang dalam pengasingan. Sebelum
membaca surat itu sudah terbayang oleh Karman lekuk sudut bibir isterinya yang
bagus; suaranya yang lirih dan sejuk atau segala tingkah lakunya yang membuktikan
Marni seorang perempuan sejati.” (hal. 13).

12
Dari perwatakannya Marni digambarkan sebagai seorang perempuan yang mudah
terpengaruh atau orang yang tidak bisa tegak pada pendiriannya. Hal ini digambarkan
pengarang dalam kutipan berikut:
“Tahun 1971 Marni merubah pendiriannya. Ia mengikuti kehendak sanak-famili. Sehelai
surat ditulis untuk suaminya. Dengan surat itu ia meminta keikhlasan dan pengertian,
karena ia telah memutuskan hendak kawin lagi.” (hal. 13).
b. Haji Bakir
Dari perwatakannya digambarkan Haji Bakir digambarkan seorang yang bersahaja dan
pasrah atas kehendak Tuhan. Haji bakir juga seorang yang taat terhadap semua ajaran
agamanya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
“Bila malam tiba Rifah sudah tidak menangis lagi. Ia sudah dapat menerima ketentuan
Tuhan dengan hati yang ikhlas. Ayahnya selalu berkata, “Takdir Tuhan adalah yang yang
paling baik bagimu, betapapun getir rasanya, takwa kepada-Nya akan membuat segala
penderitaan menjadi ringan.” (hal. 13).

13
c. Rifah
Ditinjau dari perwatakannya Rifah dilukiskan sebagai seorang yang manja, karena semenjak
sejak kecil Rifah selalu dimanjakan. Apapun keinginan Rifah harus selalu terpenuhi. Hal ini
dapat diketahui dalam kutipan berikut:
“…panjang benang yang ditarik akan terkumpar kembali dengan sendirinya. Sengaja
Karman berusaha agar Rifah melihat mainan itu. Tak usah dipancing-pancing gadis itu
pasti memintanya. Watak yang demikian timbul karena Rifah dimanjakan.” (hal. 52).
“Tapi aku ingin mainanmu itu,” sambung Rifah lagi. Khas gaya seorang anak yang biasa
memperoleh apa yang disukainya.” (hal. 52).
e. Tini
Tini digambarkan sebagai seorang yang rendah hati dan mawas diri. Ia selalu merasa hina
karena ayahnya seorang tahanan politik. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:
“Bagaimana kuatnya rasa rendah diri pada Tini dapat dibaca dalam surat pertamanya pada
Jabir. “Apakah engkau tidak malu berkenalan dengan seorang gadis terlantar sebagai aku
ini? Ayahku seorang tahanan, sekarang tinggal di tempat yang jauh.” (hal. 33).

14
f. Margo
Dari perwatakannya Margo digambarkan sebagai seorang yang sabar dan cerdik. Dengan
segala tipu dayanya Karman dapat terhasut untuk masuk menjadi anggota partainya.
“Seorang bekas Tentara Pelajar menjadi guru sekolah di Pegaten, Margo namanya. Bung
Margo, demikian dia dipanggil kawan-kawan separtai, adalah seorang kader pilihan. Sabar
dan cerdik, dan sangat gemar membaca.” (hal. 70).
g. Kapten Somad
Kapten Somad diberikan tugas untuk memperhatikan kondisi Karman, perhatiannya yang
sangat teliti dapat membantu kesembuhan Karman. Sikap tokoh Kapten Somad yang sabar,
penuh kasih sayang, perhatian, pengertian, serta bijaksana. Terdapat pada kutipan:
“Beberapa saat kemudian Kapten Somad itu berbalik menuju dipan tempat Karman
terbaring. Bagaimanapun, wajahnya tetap jernih dan tersenyum. Perwira yang baik itu
tahu mengambil sikap yang benar dalam segala keadaan. Dengan gaya seoranga ayah,
Kapten Somad meraba dahi Karman sambil berkata, “Ya, ya, Karman aku mengerti. Aku
dapat merasakan penderitaanmu.” (hal. 21).

15
h. Triman
Triman mempunyai pengaruh dan wibawa cukup besar di kecamatan, meskipun Trimanhanya
pekerja kantor penerangan. Triman tidak terlalu mencolok sebagai partai Komunis, tetapi
melainkan orang Partindo. Tokoh Triman digambarkan oleh pengarang sebagai seorang
lelaki yang terpelajar, ia bekerja sebagai kepala Kantor Penerangan, ramah tapi dia seorang
yang licik dan mempunyai pengaruh di kantor kecamatan. Terdapat pada kutipan:
“Satu hal yang Kawan Margo ketahui, pengaruh Kawan Triman terhadap Camat. Meskipun
Kawan Triman hanya seorang kepala Kantor Penerangan tingkat kecamatan, wibawanya
cukup besar. Camat yang sok ningrat dan bersikap asal tahu beres itu sering
menggunakan Kawan Triman untuk menutupi semua kekurangannya. Dan di sana peran
Kawan Triman tidak mencolok sebab dia tidakdikenal sebagai orang kita, melainkan orang
Partindo.” (hal. 79).
i. Parta
Parta merupakan sosok yang hanya melihat dari segi fisik pendamping hidupnya. Ia
merupakan pria yang tidak setia terhadap istri sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada
kutipan:

16
“Kecantikan Marni adalah sebab utama mengapa Parta sampai hati melepas istri
pertamannya.” (hal. 13).
Meskipun demikian, Parta termasuk pria yang bertanggung jawab terhadap Marni. Hal ini,
dapat dilihat dari kutipan berikut:
“Pada dasarnya Parta bukan suami yang mengecewakan Marni, kecuali penyakit asma
yang dideritanya serta sikapnya terhadap Rudio.” (hal. 40).
C. Latar/Setting
1. Latar Tempat
a. Desa Pegaten
Desa Pegaten adalah nama desa tempat Karman dilahirkan dan dibesarkan di desa tersebut
sebelum akhirnya Karman diasingkan ke Pulau Buru dan kembali lagi ke Desa Pegaten
setelah Karman bebas dari tahanan. Terbukti dalam kutipan:
“Karman lahir di Pegaten pada tahun 1935. Ayahnya seorang mantri pasar di sebuah kota
kecamatan. Waktu itu gaji mantri pasar bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan
rumah tangga. Hampir semua warga desa Pagetan adalah petani. Maka ayah Karman
sangat bangga akan jabatannya sebagai pegawai gubermen” (hal. 42).

17
b. Gedung kodim
Gedung kodim adalah tempat Karman ditahan selama dua belas tahun. Gedung tersebut yang
menjadi bukti tempat Karman diasingkan dan merasakan pahitnya hidup di dalam penjara.
Dalam kutipan:
“di depan gedung kodim, Karman berjalan ke barat mengikuti iringan-iringan orang
banyak. Karman, meski ukuran tubuhnya tidak kecil, saat itu merasa menjadi rayap yang
berjalan diantara barisan lembu” (hal. 10).
c. Halaman Kabupaten
Halaman Kabupaten adalah tempat yang biasa masyarakat gunakan untuk beristirahat dan
bermain. Dalam kutipan:
“karman duduk di atas sebuah tonjolan akar. Di sampingnya ada gulungan kertas yang
berisi kain sarung, dan masing-masing selembar baju dan celana tua. Itulah semua
hartanya yang ia bawa kembali dari Pulau B. Angin bergerak ke utara menggoyangkan
daun-daun tanaman hias di halaman Kabupaten” (hal. 11).

18
d. Halaman masjid
Ketika Karman mengelilingi alun-alun Kabupaten yang kedua kalinya, Karman melihat
banyak anak-anak yang berhamburan menuju serambi masjid untuk melaksanakan sholat.
Dalam lamunannya melihat anak kecil tersebut, lelaki tua menghamburkan lamunannya
dengan menepuk pundaknya. Dalam kutipan:
“anak-anak terus berhamburan menuju serambi masjid besar Kabupaten. Tetapi Karman
mendadak berhenti, gagap. Termangu. Dua-tiga orang yang hendak sembahyang
melewatinya tanpa peduli. Namun akhirnya seorang lelaki tua sambal berjalan menepuk
pundak Karman. Dan seperti ada yang mendorongnya, Karman ikut melangkah memasuki
halaman masjid” (hal. 29).
e. Belik
Belik di sini bermakna mata air kecil yang digunakan untuk berbagai kebutuhan hidup,
seperti mandi, mencuci, dan mengambil wudhu. Terbukti dalam kutipan:
“Sebelum ada orang datang ke belik itu, Tini sudah selesai mandi. Kain batik dipinjungkan.
Kemudian ia mengambil air sembahyang” (hal. 39).

19
f. Sumur masjid
Sumur masjid adalah tempat yang digunakan orang-orang untuk mengambil wudhu, karena
kita tahu bahwa sumur adalah tempat mata air yang menampung banyak air untuk digunakan
oleh orang-orang yang hendak melaksanakn sholat. Dalam kutipan:
“Demikianlah sumur masjid itu selalu ramai oleh gurau anak-anak selagi fajar merekah
ditimur” (hal. 64).
g. Sawah
Sawah adalah tempat yang digunakan oleh masyarakat desa untuk bercocok tanam padi.
Sawah menjadi tempat yang sangat penting bagi masyarakat desa, karena di situlah para
masyarakat bercocok tanam dan menyambung kehidupannya dari hasil panen padi tersebut.
Terbukti dalam kutipan:
“Meskipun banyak orang di sawah itu, yang terdengar hanya suara puluhan ani-ani yang
menggerek tangkai padi serta suara sibakan jerami. Atau suara burung yang sedih karena
sarangnya di tengah rumpun jerami rusak oleh penuai. Setiap orang ingin memperoleh
hasil sebanyak-banyaknya. Mereka bekerja keras tanpa bicara, tak terkecuali Karman
yang jarinya sudah terluka oleh mata ani-ani” (hal. 67).

20
h. Maluku Utara
Maluku utara merupakan salah satu tempat yang penuh dengan kenangan pedih bagi
Karman, karena di tempat inilah Karman sadar atas kekhilafan yang telah dilakukannya.
Karman ditahan selama dua belas tahun karena melakukan kesalahan yakni mengikuti Partai
Komunis Indonesia ketika Karman berteman dengan Margo dan Triman. Terbukti dalam
kutipan:
“Jabir memang tak urusan dengan kenyataan ayah Tini seorang penghuni pulau tahanan,
jauh di Maluku Utara.” (Tohari, 2005:38).
2. Latar waktu
a. Oktober 1965
Bulan dan tahun tersebut merupakan waktu bersejarah bagi Karman dan keluarga. Pada saat
itu terjadi kegegeran, yang menyebabkan Karman dan pengikut Partai Komunis Indonesia
lainnya diasingkan ke Pulau Buangan. Kegegeran tersebut terbukti pada kutipan:

21
“Geger Oktober 1965 sudah dilupakan orang juga di Pegaten. Orang-orang yang
mempunyai sangkut paut dengan peristiwa itu, baik yang pernah ditahan atau tidak, telah
menjadi warga masyarakat yang taat. Tampaknya mereka ingin disebut sebagai orang
yang sungguh-sungguh menyesal karena telah menyebabkan guncangan besar di tengah
kehidupan masyarakat. Bila ada perintah kerja bakti, merekalah yang paling dulu
muncul.” (hal. 36).
b. Tahun 1950
Pada permulaan tahun ajaran baru tahun 1950. Karman merasa menjadi anak yang paling
bahagia, karena ia bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang tingkat SMP. Selain itu, Karman
pun menjadi anak Pegaten pertama yang menempuh pendidikan sampai ke tingkat
menengah. Terbukti pada kutipan:
“Karman merasa menjadi anak yang paling berbahagia di dunia. Pada permulaan tahun
ajaran baaru tahun 1950, Karman sudah menjadi seorang murid SMP di sebuah kota
kabupaten yang terdekat. Karman menjadi anak Pegaten pertama yang menempuh
pendidikan sampai ke tingkat menengah.” (hal. 74).

22
c. Awal tahun 1960-an
Pada awal tahun enam puluhan ini keadaan ekonomi masyarakat Pegaten sangat krisis.
Keadaan alam pun sangat tidak mendukung untuk hasil panen mereka. Hanya singkong kukus
yang dapat mereka makan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan:
“Yang terjadi di Pegaten pada awal tahun enam puluhan, sama seperti yang terjadi
dimana-mana. Boleh jadi orang-orang tidak senang mengingat masa itu kembali karena
kepahitan hidup yang terjadi waktu itu.” (hal. 132).
d. Agustus tahun 1977.
Pada tahun tersebut, merupakan tahun kebebasan Karman dari Pulau Buru. Walaupun sudah
beberapa tahun yang lalu Karman meninggalkan desa kelahirannya, akan tetapi, Karman
tidak akan bisa melupakan desa yang telah dijadikan tempatnya dilahirkan, beristri, dan
mempunyai anak. Dalam kutipan:
“Dari dulu desa itu bernama Pegaten, juga pada bulan Agustus 1977 dan entah sampai
kapan lagi. Tadi malam ada hujan walaupun sebentar. Cukuplah untuk melunturkan debu
yang melapisi dedaunan. Tanah berwarna coklat kembali setelah beberapa bulan memutih
karena tiada kandungan air.” (Tohari, 2005:167).

23
e. Tahun 1971
Tahun 1971 adalah tahun terburuk bagi Karman, karena istri tercinta yang dia banggakan
mengirim surat yang berisikan bahwa istrinya itu akan menikah lagi dengan sahabatnya
sendiri, yaitu Parta. Dalam kutipan:
“tahun 1971 Marni memaksakan diri mengubah pendiriannya. Ia mau mengikuti saran
family. Maka sehelai surat ditulis untuk suaminya. Dengan surat itu Marni meminta
pengertian dan keikhlasan suami. Marni sudah mengambil keputusan hendak kawin lagi.”
(hal. 13).
f. September 1948
Pada bulan dan tahun tersebut terjadi pemberontakan ketika Indonesia baru sja merdeka
selama tiga tahun. Para pelaku ingin menjadikan Indonesia sebagai negara komunis.
“Di madiun terjadi pemberontakan besar. Makar itu dikobarkan untuk merobohkan
Republik yang baru berusia tiga tahun, dan menggantinya dengan sebuah pemerintahan
komunis. Namun makar yang meminta ribuan korban itu gagal. Para pelaku yang
tertangkap diadili dan dihukum mati.” (hal. 76).

24
g. Siang
Pada siang itu Karman dinyatakan bebas dari tahanannya, namun Karman masih merasa
gugup yang luar biasa ketika ia sampai di pintu keluar.
“Terik matahari langsung menyiram tubuhnya begitu Karman mencapai tempat terbuka
di halaman gedung. Ia merasa ditonton oleh seribu pasang mata. Akhirnya, dengan kaki
gemetar ia melangkah menuruni tangga gedung Markas Komando Distrik militer itu.”
(hal. 7).
h. Sore
Sore itu Karman yang masih larut dalam kenangan ketika terbuang di pulau B, tersadar dari
lamunannya, karena mendengar riuh suara burung yang semakin ramai dan sebutir buah
beringin runtuh dan menimpa pundak Karman. Dalam kutipan:
“burung-burung berebut tempat yang paling baik untuk tidur sampai menjelang fajar
essok pagi. Kota Kabupaten itu pun bersiap memasuki suasana malam. Lampu-lampu
jalan menyala serentak” (hal. 28).

25
i. Malam
Pada malam itu Karman merasakan ketenangan ada dalam dirinya. Kedamaian itu ia
dapatkan sesudah ia melaksanakan sholat maghrib.
Dalam kutipan:
“pukul tujuh malam Karman keluar. Ada setitik lega dalam hatinya karena ia telah
berhimpun dengan orang banyak ketika sholat berjamaah.” (hal. 29).
3. Latar Suasana
a. Gembira dan bercampur dengan kepedihan
Latar suasana yang pertama adalah gembira dan bercampur dengan kepedihan. Kabar yang
sudah ditunggu-tunggu sekian lamanya walaupun hanya melalui sepucuk surat. Hal ini terjadi
ketika Marni mengirimkan surat kepada Karman, saat Karman berada di Pulau Buru. Surat
tersebut berisikan bahwa Marni meminta izin nikah lagi dengan Parta teman sekampung
Karman. Mendapatkan surat dari seorang istri yang terpisah beberapa tahun lamanya
merupakan suatu kegembiraan bagi seorang suami. Akan tetapi, dibalik surat tersebut ada
suatu kepedihan bagi si suami yang masih mengharapkan istrinya untuk setia walaupun jarak
ribuan kilometer telah memisahkan keduanya.

26
Dapat dibayangkan betapa hancurnya hati serta jiwa Karman terguncang mendengar kabar
tersebut, hal ini membuat diri Karman hilang semangat sehingga dirinya jatuh sakit di
Pulau Buru. Semakin hari semakin terguncang hatinya ketika teman-temannya mengejek
curhatannya tentang Marni, karena menurut mereka Karman bernasib sama dengan teman-
temannya itu bahwa sama-sama ditinggal nikah dengan orang lain. Apalagi dengan keadaan
wajah Marni yang cantik merupakan sebab orang lain terpikat dengan kecantikannya itu.
“Waktu menerima surat dari Marni itu, di Pulau Buru, mulamula Karman merasa sangat
gembira. Surat dari istri yang terpisah ribuan kilometer adalah sesuatu yang tidak
ternilai harganya bagi seorang suami yang sedang jauh terbuang. Sebelum membaca
surat itu, sudah terbayang oleh Karman lekuk sudut bibir Marni yang bagus; suaranya
yang lembut, atau segala tingkah lakunya yang membuktikan Marni adalah perempuan
yang bisa jadi penyejuk hati suami. Tetapi selesai membaca surat itu, Karman mendadak
merasa sulit bernapas. Padang datar yang kerontang dan penuh kerikil seakan mendadak
tergelak di hadapannya. Padang yang sangat mengerikan, asing, dan Karman merasa
seorang diri. Keseimbangan batin Karman terguncang keras. Semangat hidupnya nyaris
runtuh.” (hal. 14).

27
b. Menegangkan
Latar suasana selanjutnya adalah peristiwa yang menegangkan. Hal ini terjadi ketika
lamaran Karman ditolak oleh Haji Bakir, keadaan seperti ini sangat dimanfaatkan oleh
Margo dan Triman untuk menghasut Karman terhadap Haji Bakir. Hasutan demi hasutan
telah menguasai diri Karman, sehingga ia tidak mendengarkan alasan kenapa penolakannya
ditolak oleh Haji Bakir. Pada lamaran yang kedua kalinya pun Karman ditolak oleh tuan
tanah ini, seperti biasanya keadaan inilah dimanfaatkan kembali oleh kedua orang partai
tersebut. Bukan hanya persoalan lamarannya untuk meminang Rifah, tetapi ada persoalan
lain pula yaitu Margo dan Triman menghasut masalah tanah milik Pak Mantri yang dulu
dijual kepada Haji Bakir. Margo dan Triman menghasut pikiran Karman bahwa sawah milik
ayahnya itu telah dikuasai oleh Haji Bakir, namun, pada kenyataannya tidak seperti itu.
Namun, hasutan yang diterima oleh Karman sudah menguasai dirinya,sehingga akhirnya
Karman merasa dendam kepada Haji Bakir. Terbukti dengan kutipan:
“Rasa kecewa, marah, dan malu berbaur dihati Karman. Akibatnya, ia mendendam dan
membenci Haji Bakir. Karman memulai dengan enggan bertemu, bahkan enggan
menginjak halaman rumah orang tua Rifah. Sembahyang wajib ia tunaikan di rumah. Dan
ia memilih tempat yang lain bila menunaikan sembahyang Jumat.” (hal. 91).

28
c. Mengharukan
Suasana mengharukan dalam novel ini ketika Marni menjenguk Karman di rumah Bu Mantri.
Hati Marni yang merasa bingung harus bagaimana setelah ia bertemu Karman, rasa rindu
dan bimbang menjadi satu. Di satu sisi ia rindu kepada Karman yang telah meninggalkannya
selama beberapa tahun, di sisi lain juga ia harus memikirkan perasaan Parta yang telah
menjadi suaminya selama Karman berada di Pulau Buru hingga sampai sekarang ini. Ketika
mereka dipertemukan kembali di rumah Bu Mantri suasana mengharukan itu pun terjadi,
diantara keduanya terlihat saling menahan rasa rindu yang teramat sangat setelah sekian
lama berpisah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Orang tak usah mencari kata-kata yang berlebihan, karena yang kemudian terjadi
memang sulit dilukiskan dengan bahasa. Perempuan-perempuan yang menahan isak.
Lelaki-lelaki yang tiba-tiba jadi gagu. Dan suasana mendadak bisu tetapi penuh haru-biru”
(hal. 175).
D. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel Kubah adalah orang ketiga serba tahu. Hal ini
tampak dari awal cerita penulis menggunakan kata dia dan mengetahui segala hal yang
terjadi pada setiap tokoh terhadap berbagai hal.

29
E. Alur
Jenis alur yang terdapat dalam novel ini adalah alur campuran. Dapat dilihat dari adanya
pengenalan awal tokoh Karman, selanjutnya konflik awal ketika Marni menikah lagi dengan
Parta dan keadaan hidup Karman setelah ayahnya meninggal, selanjutnya klimaks yaitu
ketika Karman memberontak terhadap Haji Bakir, selanjutnya antiklimaks yaitu ketika
tertangkapnya Karman dalam keadaan sakit parah, dan terakhir adalah ending ketika
Karman merasa dirinya hidup kembali dan diterima oleh warga Pegaten.
G. Amanat
Amanat dari novel Kubah karya Ahmad Tohari adalah setiap orang tidak ingin melakukan
kesalahan. Jika kita melakukan kesalahan pasti di dalam hati ada keinginan untuk
memperbaikinya dan seharusnya kita juga mempercayai kuasa Tuhan. Kita juga harus
berbuat kebaikan karena sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna bagi orang
lain.

30
TERIMA KASIH!
Ada Pertanyaan?
(Kalo tidak ada malah lebih
bagus hehehehe)

31

Anda mungkin juga menyukai