Anda di halaman 1dari 141

ETIKA

Prof.Dr.Hj.Ieke Sartika Iriany,MS


Apa
Itu
Etika?
Definisi Etika:
• Etika sebagai
filsafat moral.
• Etika = Pemikiran
kritis dan
mendasar
mengenai ajaran-
ajaran moral atau
• Etika sbg Ilmu ttg
moralitas.
Pengertian Etika

 Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika


adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat

 Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah


Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang
mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh
sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
• Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani
‘ethos’  adat istiadat/ kebiasaan yang baik

• Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan


manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
• Etika disebut juga filsafat moral adalah
cabang filsafat yang berbicara tentang
praxis (tindakan) manusia.

• Etika tidak mempersoalkan keadaan


manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak.

• Tindakan manusia ini ditentukan oleh


bermacam-macam norma.
• Objek materia – manusia,
objek forma –tindakan manusia

• Etika berisi norma dan nilai- nilai yg


digunakan dlm kehidupan sehari -hari
Asas- Asas Etika
• Benefincence
Kewajiban untuk berbuat baik
• Norma leficence
Tidak melakukan hal-hal yang merugikan
orang lain
• Respect for reason and justice
Menghormati manusia dan keadilan
Jenis Etika
1. Etika Deskriptip
Membahas tingkah laku secara cermat,
untuk memberi tanggapan moral yang
telah diterima dan digunakan. (suatu
perbuatan yg dianggap betul/benar
dilakukan berdasarkan kesadaran moral))
2.Etika Normatif
Membahas tingkah laku manusia untuk
menetapkan kaidah, norma utk perbuatan
baik -buruk
3.Etika individu : membahas tingkah laku
berkaitan dg kewajiban manusia dan sikap
terhadap dirinya sendiri
4.Etika sosial : membahas tingkah laku dan
perbuatan manusia dalam hubungannya dg
manusia lain di masyarakat
5.Etika terapan : membahas etika dalam
profesi tertentu. etika guru, etika politik.
etika kedokteran
6.Meta etika; membahas logika khusus dari
ucapan-ucapan etis.
TEORI ETIKA LINGKUNGAN JOHAN GALTUNG
• Etika Egosentris
yg baik/buruk bagi individu adalah
baik/buruk bagi masyarakat
• Etika Homosentris
baik/buruk berdasarkan tujuan dari
tindakan utk dilakukan semakin banyak
orang
• Etika Ekosentris
Baik/buruk di lingkungan masyarakat, baik
/buruk bagi dirinya
SISTEM PENILAIAN DLM ETIKA
• Tingkat pertama
Sebelum lahir jadi perbuatan, jadi masih
berupa rencana dalam kata hati, nilai
• Tingkat ke 2
Sesudahnya sudah berupa perbuatan
nyata/pekerti
• Tingkat ke 3
Akibat atau hasil dari perbuatan itu baik
atau buruk
Perbuatan Baik – Tidak Baik

• Sebelum berbuat masih berbentuk kata hati,


niat, karsa , kehendak, kemauan , wil yg akan
direalisasi oleh perbuatan.
• Ada 4 variabel perbuatan
1) Tujuan baik, cara mencapainya tidak baik
2) Tujuan tidak baik, cara mencapai baik
3) Tujuan tidak baik, cara mencapai tidak baik
4) Tujuan baik, cara mencapai juga baik
Kemauan Baik (Good Will)
• Tak ada yg disebut baik, kecuali kemauan baik
• Good will menurut Kant
a) kemauan baik itu, hendaknya dilandasi
oleh kebajikan dengan tujuan untuk
mencapai kebahagiaan hidup
b) Kemauan baik itu, merupakan satu kesatuan
yg baik, meskipun ia berdiri sendiri.
Konsekuensi dr suatu perbuatan yg baik,
ialah hasilnya juga menuju kepada hasil yang
baik.
Etika ≠ Moral
• Dalam
bahasa
sehari-hari,
etika
sering
disamakan
dengan
moral. Memukul seorang perempuan,
tidak beretika atau tidak
bermoral ?
Definisi Moral:
• Moral = Ajaran
tentang apa
yang dilarang
dan apa yang
wajib dilakukan
oleh manusia
supaya bisa
menjadi baik.
• Contoh Moral: Contoh Moral
aturan & hukum
agama, hukum
adat, wejangan
tradisi leluhur,
nasehat orang
tua, ajaran
ideologi, dll.
• Sumber moral:
tradisi, adat,
agama, ideologi
negara, dll.
Dasar Kata yang Sama
• Kata yang dasarnya sama dengan
Etika, tetapi berbeda artinya yaitu:
Ethos & Etis
• Kata yang dasarnya sama dengan
moral, tetapi berbeda artinya yaitu:
Amoral & Immoral
• Ethos = Sikap dasar,
ciri-ciri dan pandangan
penilaian seseorang
atau sekelompok orang,
terhadap suatu kegiatan
tertentu.

Misalnya: Ethos Kerja


•Bagaimana sikap terhadap
kerja (giat atau malas-malasan)
•Bagaimana pandangan
terhadap kerja (beban atau
aktualisasi diri)
•Bagaimana penilaian terhadap
kerja (kutukan atau anugerah)
• Etis = Tindakan
yang
berhubungan
dengan
tanggungjawab
moral.
• Misalnya:
Perbuatannya
tidak etis atau
perbuatannya
etis.
Amoral
• Awalan a berarti =
tidak.
• Amoral berarti
tindakan yang tidak
berhubungan dengan
konteks moral atau
tidak berhubungan
dengan kebaikan atau
kejahatan (tindakan
yang netral atau non-
moral).
• Misalnya: berjalan.
Immoral:
 Immoral
adalah
tindakan yang
bertentangan
dengan
moralitas atau
tindakan yang
melawan
Anak ini melakukan tindakan ajaran moral.
yang immoral
Amoral atau Immoral?

EGOIS … Duduk ….
Hubungan Etika & Moral
• Etika dipakai
untuk yang
umum/
konseptual/
prinsipal.
• Dan moral dipakai
untuk yang lebih
khusus/ spesifik/
praktis. Misalnya: Soal Perceraian
Wilayah Etika Wilayah Moral

Tidak Boleh
Bercerai

Boleh
Prinsip Perkawinan Bercerai
adalah: Kesetiaan
Perbedaan Etika dan Moral
Etika: Bersifat Moral: Bersifat
kecakapan teoritis perintah langsung

Seperti Peta Wilayah Seperti Petunjuk


Perjalanan
Perbedaan Etika dan Moral
Etika: Bersifat Moral: Bersifat
kecakapan teoritis perintah langsung

Seperti Buku Ilmu


Pengetahuan Seperti Buku Manual
Etika Dan Agama
• Etika tidak
mengantikan
agama dan tidak
bertentangan
dengan agama.
• Etika bahkan
diperlukan oleh
agama.
Etika Dan Agama
• Agama
tidak hanya
memberi
petunjuk
moral,
tetapi juga
mengajarka
n prinsip-
prinsip etis.
Mengapa Etika diperlukan Agama
1. Orang beragama
mengharapkan
agar ajaran
agamanya
rasional.
Ia ingin mengerti
mengapa Tuhan
“memerintahkan
” ia berbuat itu
dan itu.
Mengapa Etika diperlukan Agama
2. Seringkali ajaran
moral yang
termuat dalam
wahyu agama
mengijinkan
interpretasi yang
berbeda dan
bahkan saling
bertentangan
Mengapa Etika diperlukan Agama
3.Bagaimana
agama harus
bersikap terhadap
masalah moral
yang tidak
disinggung dalam
wahyunya,
Misalnya soal
aborsi?.
Mengapa Etika diperlukan Agama

4.Etika
memungkinkan
dialog antar
agama. Etika
dapat menjadi
dasar bagi
kerjasama
agama.
Mengapa Etika diperlukan Agama

5. Etika
memungkinkan
dialog antar
agama dengan
pandangan-
pandangan
dunia
• Etika bukan
ajaran moral juga
bukan tambahan
ajaran moral.
• Etika tidak
langsung membuat
manusia menjadi
baik. Itu tugas
ajaran moral.
• Etika adalah
sarana untuk
memperoleh
orientasi kritis
berhadapan
dengan
berbagai
moralitas
Fungsi Etika
• Orientasi kritis
diperlukan karena
kita dihadapkan
dengan pluralisme
moral.
• Jika tidak memiliki
orientasi kritis,
maka kita akan
bingung seperti
cerita “Nasrudin
yang mau menjual
keledai”.
TUJUAN BELAJAR ETIKA

• Membuat
mahasiswa
menjadi
lebih kritis
TUJUAN BELAJAR ETIKA

Kritis terhadap
Lembaga-
lembaga
Masyarakat:
Orang tua,
agama, negara
dll
TUJUAN BELAJAR ETIKA

Kritis terhadap berbagai Ideologi:


konsumtif, keserbabolehan, hura-hura.
TUJUAN BELAJAR ETIKA

Kritis terhadap Diri Sendiri,


MENGAPA YANG DIAJARKAN
BUKAN MORAL?

• Pembentukan
sikap moral
sudah selesai
pada tahun-
tahun
pertama
hidup kita.
MENGAPA YANG DIAJARKAN
BUKAN MORAL?
• Pengandaian
yang mengajar
harus lebih
maju dari yang
diajar. (Etika
tidak masalah,
tetapi moral?)
MENGAPA YANG DIAJARKAN
BUKAN MORAL?
• Pelajaran
moral bisa
membuat
mahasiswa
sinis
melihat
prilaku
dosen-
dosennya.
• Etika membantu manusia untuk melihat secara kritis
moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga
membantu merumuskan pedoman etis yang lebih
adekuat dan norma-norma baru yang dibutuhkan
karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata
kehidupan masyarakat.

• Etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada


prinsip-prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan
penelitian.
• Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan
penelitian harus memegang teguh sikap ilmiah
(scientific attitude) serta menggunakan prinsip-
prinsip etika penelitian.

• Meskipun intervensi yang dilakukan dalam


penelitian tidak memiliki risiko yang dapat
merugikan atau membahayakan subyek
penelitian, namun peneliti perlu
mempertimbangkan aspek sosioetika dan
menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan (Jacob, 2004).
Prinsip Etika

- menghormati harkat dan martabat manusia (respect for


human dignity), -
- menghormati privasi dan kerahasiaan subyek
penelitian (respect for privacy and confidentiality),
- keadilan dan inklusivitas (respect for justice and
inclusiveness),
- dan memperhitungkan manfaat dan kerugian yang
ditimbulkan (balancing harms and benefits)

(Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck,


2004).
Untuk memenuhi prinsip
keterbukaan Peneliti
• Jujur
• hati-hati
• Profesional
• Berperikemanusiaan
• Memperhatikan faktor-faktor ketepatan,
keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis
serta perasaan religius
• Lingkungan penelitian dikondisikan agar
memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan
prosedur penelitian.
Kekerasan Etika Ilmiah
• Fabrikasi Data
• Falsifikasi Data
• Plagiarism
PLAGIARISM
• PELAKU DISEBUT PLAGIAT (PENCURI KARYA)
• MENYITIR TANPA MENYEBUT SUMBER
• MENGULANGI KARYA SENDIRI DALAM ARTIKEL
BERULANG TANPA PERUBAHAN
• MENYALIN DATA ORANG LAIN TANPA IJIN
• MENYALIN DATA, TABEL DAN GRAFIK TANPA
MENYEBUT SUMBER
Norma :
 Secara Etimologi :
Norma (bahasa Latin) = penyiku (alat tuk Kayu)
Norma : pedoman, ukuran, aturan/kebiasaan

 Fungsi Norma :
a. Sebelum terjadi sesuatu,dipakai sebagai pedoman/haluan untuk
menunjukan bagaimana sesuatu terjadi.
b. Sesudah terjadi sesuatu, dipakai sebagai ukuran untuk
mempertimbangkan apakah sesuatu itu terjadi seperti yang
seharusnya.

 Fungsi Norma kalau diterapkan pada perilaku manusia :


a. Berfungsi sebagai pedoman,pemandu, petunjuk, perintah hukum :
bagaimana seharusnya manusia berperilaku dihari depan.
b. Berfungsi sebagai ukuran sesudah perbuatan selesai :apakah
perilaku sesuai norma atau tidak.
Bentuk-bentuk Norma :

1.Peraturan Sopan-Santun ➽ hanya berdasarkan konvensi


2.Norma Hukum ➽• Pelaksanaannya dapat dituntut/
dipaksakan
• Pelanggarannya dapat ditindak
(oleh penguasa sah)

3. Norma Moral ➽ Norma yang menjadi dasar menilai


seseorang dari segi baik-buruknya.
“Semua kesepakatan mengenai baik - buruk dalam masyarakat disebut
norma etika masyarakat tersebut.”

Catatan :
Tanpa adanya Norma kehidupan manusia akan kacau. Manusia tidak
menginginkan keadaan tidak senonoh dan perilaku tidak tertib. Untuk itu
perlu norma sebagai aturan mencapai ketertiban.
Kode Etik Profesi :

Code : Sistem aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang telah disetujui dan


diterima oleh masyakarat atau kelas tertentu atau kelompok
tertentu dalam masyarakat.
Profesi : Pekerjaan terutama yang memerlukan pendidikan lanjutan dan
latihan khusus, seperti : Arsitektur, hukum kedokteran, jurnalistik.
Kode Etik Profesi :
“ Suatu sistem norma-norma (aturan) etika yang telah disetujui oleh anggota-
anggota organisasi profesi tertentu ”, seperti :
• Kode etik Kedokteran ➽ IDI
• Kode etik Jurnalistik ➽ PWI
• Kode etik Jurnalistik ➽ Dewan Pers
ETIKA DAN HUKUM
1.Etika berbicara tentang pikiran sikap dan tingkah
laku yang dianggap baik dan buruk.
2.Hukum berbicara tentang aturan, ketentuan atau
batasan yang dianggap benar dan salah.
3.Perbedaan Sanksi
4.Perbedaan Daya Laku
5.Perbedaan Mekanisme Pembuatan Suatu
pelanggaran dapat saja dimaafkan atau
bebas secara hukum, tetapi tidak dapat dimaafkan
secara etika (minimal sanksi moral)
MENGAPA KODE ETIK DIPERLUKAN:

• Merupakan acuan/pedoman tingkah


laku yang jelas dalam bertugas.
• Menunjukkan tingkat kepercayaan
terhadap profesi tersebut (akuntabilitas)
• Untuk mencapai tujuan, visi, missi yang
diemban (pesan terwujud)
• Penghargaan terhadap profesi
(penegakkan integritas)
• Merupakan syarat profesionalisme.
SYARAT SUATU LEMBAGA PROFESI
• Pendidikan (knowledge)
 formal dan non-formal
• Ketrampilan / keahlian (skill)
 menulis, pidato, dsb
• Lembaga praktek, pekerjaan penuh waktu
 penerbitan, kantor humas, dsb
• Kode Etik Profesi
 KEJ, Kode etik Kehumasan, dsb
• Berdedikasi tinggi thd pekerjaaan dan bersifat
otonomi
KARAKTERISTIK KODE ETIK PROFESI

• Dibuat oleh lembaga profesi itu sendiri


• Untuk mengatur anggota profesinya
• Pengawasan pentaatan oleh organisasi
• Sanksi atas pelanggaran oleh
organisasi profesi tersebut
PRINSIP KODE ETIK
Pada dasarnya kode etik dibuat atas
prinsip bahwa pertanggungjawab
pentaatannya berada terutama pada hati
nurani masing-masing insan profesional
tersebut.
Rosihan Anwar, salah satu tokoh pers
menyatakan : pers yang tidak
memegang kaidah kode etik sama
dengan “teroris”.
Etika dan Prinsip Utama Jurnalisme
(Dennis Mc Quale)
1. Bebas dan Independen
- Orientasi kepentingan masyarakat luar
- Isi redaksional pers tidak dikontrol secara formal (UU)
2. Tertib dan menciptakan Solidaritas
- Pers terlibat aktif tetapi tidak seperti dipersepsikan
pemerintah, elit politik dll
- Menahan diri : sara, perilaku menunjang
3. Keragaman
- Merefleksikan keragaman masyarakat
- Akses bagi berbagai pihak dan menjadi wacana publik
4. Objektivitas
- Faktual, isinya benar, sesuai fakta tanpa ditambah-
tambahi atau didramatisir, tidak membuat interprestasi
atau opini
- Impartial, tidak memihak, tidak subyektif, Seimbang
ETIKA DAN KOMPETENSI WARTAWAN

Pengertian Kompetensi :
“Kemampuan wartawan untuk melaksanakan kegiatan
jurnalistik yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan
tanggung jawab sesuai tuntutan profesionalisme yang
disyaratkan”.
Kompetensi juga diartikan sebagai “kewenangan”
Tiga Katagori Kompetensi :
1.Pengetahuan (Knowledge) : - Umum
- Khusus
2. Keterampilan (Skill) : - Menulis
- Wawancara dsb
3. Dilandasi Kesadaran (Awareness),
mencakup : - Etika
- Kode Etik
- Hukum
Kode Etik Jurnalistik

Asas Demokratis KEJ


• Menghasilkan berita berimbang
• Bersikap independen
• Wartawan Indonesia melayani hak jawab
• Wartawan Indonesia melayani hak koreksi

•Asas Profesional KEJ


• Membuat berita akurat
• Menunjukan identitas kepada narasumber
• Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya
• Selalu menguji informasi
• Dapat membedakan fakta dan opini
• Tidak membuat berita bohong dan fitnah
• Jelas dalam mencantuman waktu peristiwa dan atau
pengambilan/penyiaran gambar
• Mengharga ketentuan embargo,informasi latar belakang (background
infromation) dan off the record
• Rekaulang harus dijelaskan
Asas Moralitas KEJ

1. Tidak boleh beritikad buruk


2. Tidak membuat berita cabul dan sadis
3. Tidak menyebut identitas korban kesusilaan
4. Tidak menyebut identitas korban atau pelaku kejahatan
anak-anak
5. Tidak menerima suap
6. Tidak berprasangka dan diskrimitatif terhadap jender,
SARA dan bahasa
7. Tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin dan
sakit (jasmani & rohani)
8. Menghormati kehidupan pribadi (kecuali untuk
kepentingan umum)
9. Mencabut dan meralat serta (kalau perlu) minta maaf
terhadap kekeliruan berita yang dibuat
Asas Supremasi Hukum KEJ

1. Wartawan tidak melakukan plagiat


2. Menghormati prinsip asas praduga tidak
bersalah
3. Tidak menyalahgunakan profesinya
4. Memiliki hak tolak
Dibandingkan dengan KEWI 1999, KEJ 2006 agak lebih
lengkap. Akan tetapi, kita tidak dapat mengharapkan
tersusunnya kode etik selengkap sebagaimana yang lazim
diperlukan oleh masing-masing media pers sebagai
pedoman dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya.

Setiap media pers biasanya masih perlu melengkapi


kode etik—yang bersifat umum ini—dengan rincian
panduan bagi para wartawannya. Umpamanya, yang
menyangkut masalah penggunaan bahasa dan petunjuk
perilaku (code of conduct), yang dicatat dalam apa yang
disebut stylebook.
Pengaturan KEJ dalam UU No. 40 Tahun 1999 Tentang
Pers :
 Pasal 1, butir 14: Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan
etika profesi kewartawanan.
 Pasal 7, ayat (2): Wartawan memiliki dan menaati Kode
Etik Jurnalistik.
 Penjelasan pasal 7, ayat (2): Yang dimaksud dengan
“Kode Etik Jurnalistik” adalah kode etik yang disepakati
organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
 Pasal 15, ayat (2), huruf c: Dewan Pers melaksanakan
fungsi [antara lain]: menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
• Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran:
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta
sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai [dengan] keadaan
objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan
setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara
sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian
pihak lain.
Penjelasan
Butir b tentang pengertian “akurat” (kata sifat) atau
“akurasi” (kata benda).

Kata-kata tersebut mengandung makna “kecermatan,


ketelitian, dan ketepatan.” Artinya, informasi yang
dipublikasikan oleh media pers sesuai dengan
keterangan yang didengar wartawan dari
narasumber atau sesuai dengan peristiwa yang
disaksikannya.

Akan tetapi, berita yang akurat tidak selamanya dapat


dipastikan “sepenuhnya mengandung kebenaran,”
walaupun para wartawan haruslah didorong agar berusaha
mencari kebenaran dalam setiap informasi yang hendak
dipublikasikan.
• Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-
cara yang profesional dalam melaksanakan
tugas jurnalistik.

Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber.
b. Menghormati hak privasi.
c. Tidak menyuap.
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya.
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran
gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.
f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam
penyajian gambar, foto, suara.
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil
liputan wartawan lain sebagai karya sendiri.
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan
untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan
publik.
Penjelasan butir b,g dan h
Agaknya perlu dijelaskan beberapa pengertian, seperti
yang tercantum pada penafsiran butir b, g, dan h.

Butir b: Menghormati hak privasi atau privacy tidak


berarti bahwa pers samasekali dilarang meliput dan
memberitakan kehidupan pribadi atau privat. Larangan
seperti itu lazimnya hanya menyangkut kehidupan pribadi
yang samasekali tidak berkaitan dengan kepentingan
publik.

Di kalangan para praktisi dan pengamat pers dikenal


konvensi yang berlaku universal bahwa “semakin tinggi
kedudukan atau jabatan seseorang, atau semakin
terkenal seseorang, kian mungkin memberitakan
kehidupan pribadinya.”
Butir g: Larangan kode etik jurnalistik terhadap
plagiarisme sangat keras, seperti juga terhadap tiga
jenis pelanggaran lainnya, yaitu:
• menyiarkan berita yang sejak semula diketahuinya
bohong;
• menerima suap dengan ikatan janji untuk
memberitakan
atau tidak memberitakan suatu kasus; atau
• mengungkapkan narasumber anonim, rahasia,
konfidensial yang dapat mengancam jiwa narasumber
itu atau keluarganya.

Hukuman moral bagi wartawan yang melanggar


salah satu larangan ini lazimnya ialah bahwa ia harus
serta merta melepaskan profesi kewartawanan—
untuk selama-lamanya.
Butir h: Dalam upaya melakukan peliputan berita
investigasi (investigative reporting), wartawan dapat
mengabaikan beberapa ketentuan kode etik jurnalistik bila
tidak ada cara lain untuk dapat mengungkapkan suatu
kasus yang penting diketahui oleh publik.

Akan tetapi, pengabaian ketentuan kode etik ini


haruslah berdasarkan alasan yang sangat kuat, misalnya
karena:
• hendak membongkar korupsi atau rencana kejahatan;
• bermaksud mengungkapkan kasus yang mengancam
keselamatan atau kesehatan penduduk.

Selain itu, jika dalam proses peliputan investigatif


terjadi pelanggaran hukum oleh wartawan, maka
konsekuensi hukum tetap harus ditanggung oleh wartawan
tersebut dan media persnya.
• Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak
bersalah.

Penafsiran:
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck
tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu
pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi
wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif,
yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas
fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak
menghakimi seseorang.
“Judgmental opinion” adalah murni pendapat reporter
peliput atau redaktur penyunting.
Sedangkan “interpretative opinion” hanyalah upaya
wartawan untuk menjelaskan fakta-fakta di lapangan
agar pembaca, pendengar, dan penonton memahami
duduk perkaranya.
Pembedaan ini penting agar pers masih dapat
menyajikan pemberitaan yang jelas bagi khalayak dengan
memberikan penafsiran atau informasi latar belakang
(background information) bagi fakta-fakta peristiwa atau
masalah.
Tetapi, sebaliknya, wartawan tetap tidak boleh
mencapuradukkan fakta yang ditemukan dalam kegiatan
peliputan dengan opininya sendiri.
• Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat
berita
bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran:
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui
sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan
secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis
dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip,
wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar
dan suara.
• Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak
menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran:
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang
menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang
lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun
dan belum menikah.
Identitas subjek berita tidak hanya berupa nama
lengkap dan foto, melainkan apa pun yang
memudahkan khalayak melacak keberadaannya, seperti
alamat jelas, nama anggota keluarganya, dan nama rekan
kerja atau teman sekolahnya.

Pers perlu melindungi identitas korban pelecehan atau


perundungan seksual agar mereka tidak mengalami
“trauma kedua,” atau seperti kata pepatah “Sudah
jatuh, tertimpa tangga pula.”

Penting pula melindungi identitas pelaku tindak


kejahatan yang masih kanak-kanak—lazimnya belum
berumur 16 tahun—karena perilaku mereka masih
dapat berubah dan mereka dapat menjadi warga yang
baik serta berguna setelah dewasa.
• Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak
menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suap.

Penafsiran:
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang
mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang
diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,
benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi
independensi.
Hukuman moral yang keras bagi wartawan
penerima suap sehubungan dengan kegiatan
pemberitaannya telah diuraikan dalam catatan untuk pasal
2, butir g. Yaitu, serta merta melepaskan profesi
kewartawanan tanpa perlu menunggu peringatan
pertama sekalipun.

Sedangkan “tindakan yang mengambil keuntungan


pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas
sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum”
dapat terjadi, umpamanya, dalam kegiatan meliput
masalah keuangan dan pasar saham.

Wartawan, dengan demikian, hanya dapat


bersama-sama publik memanfaatkan informasi
yang semula tertutup setelah disiarkan secara
terbuka.
• Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak
untuk melindungi narasumber yang tidak
bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan “off the
record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran:
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan
identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran
berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau
data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan
tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang tidak boleh disiarkan atau
diberitakan.
Hak tolak dijamin oleh undang-undang pers yang
berlaku sekarang, yaitu hak wartawan untuk tidak
mengungkapkan narasumber anonim, rahasia, atau
konfidensial kepada siapa pun, termasuk para penegak
hukum sekalipun.

Akan tetapi, seandainya pengadilan memutuskan


bahwa seorang wartawan harus mengungkapkan
narasumber yang sudah dijanjikan akan dirahasiakan,
maka wartawan tersebut harus menanggung konsekuensi
hukum yang ditetapkan oleh pengadilan.
Oleh karena itu, penetapan seseorang sebagai
narasumber anonim sebaiknya dilakukan oleh media pers
secara amat selektif dan hanya untuk kasus yang
informasinya sangat penting bagi pengetahuan publik.

Akan tetapi, hak tolak bukan berarti bahwa wartawan


perlu menolak permintaan penegak hukum, biasanya
polisi, untuk memberi keterangan di kantor kepolisian.
Hanya saja, keterangan yang diberikan oleh wartawan
tidak akan “mengkhianati” kepercayaan yang diberikan
oleh narasumber anonim.
• Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau
menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa
atau cacat jasmani.

Penafsiran:
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
Wartawan tidak sepatutnya bersikap “pilih kasih”
kepada narasumber dan subjek berita berdasarkan
perbedaan seperti dijelaskan dalam pasal 8, yaitu berbeda
dalam suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa.

Sikap selektif dalam penilaian terhadap informasi dan


pendapat yang akan dipublikasikan, dengan demikian,
bukanlah berdasarkan perbedaan-perbedaan itu,
melainkan karena pertimbangan atas bobot bahan
berita itu dan kepentingannya bagi publik.
• Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak
narasumber tentang kehidupan pribadinya,
kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran:
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan
diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan
seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan
kepentingan publik.
• Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut,
meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran:
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin,
baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak
luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait
dengan substansi pokok.
KEJ 2006 tidak lagi mencantumkan penafsiran atau
penjelasan seperti yang dijumpai dalam KEWI 1999
bahwa “Ralat ditempatkan pada halaman yang sama
dengan informasi yang salah atau tidak akurat.”

Ketentuan seperti tercantum dalam KEWI 1999


sebetulnya tidak lazim dalam kode etik jurnalistik di mana
pun.

Pelaksanaan ketentuan demikian tidak selamanya


praktis karena ralat tidak selalu dapat menemukan
ruangan yang sama dengan tempat pemuatan berita yang
diralat pada media pers cetak.
Yang penting, pemuatan ralat, ataupun hak jawab,
perlu dilakukan secara mencolok, bukan “berdesakan”
dengan iklan atau foto-foto, misalnya.

Juga penting diperhatikan bahwa ralat atau hak jawab


menggunakan huruf yang ukurannya tidak lebih kecil dari
ukuran huruf tubuh berita yang diralat atau ditanggapi
dengan hak jawab.

Lagi pula, campur tangan “pihak luar” atau “pihak


lain”—yang mengharuskan pemuatan informasi atau
pendapat, termasuk ralat dan hak jawab, di halaman
tertentu—dipandang sebagai tekanan terhadap
independensi redaksi. Ini dapat diartikan sebagai tekanan
pula atau hambatan terhadap kebebasan pers.
• Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak
jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran:
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok
orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang
lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang
perlu diperbaiki.
Bagaimana menempatkan tulisan berisi hak jawab di
halaman media pers cetak, yang diatur berdasarkan
kebijakan redaksi, sebagaimana dijelaskan dalam uraian
tentang pasal 10. Tanggapan yang dimaksudkan
sebagai hak jawab lazimnya tidak lebih panjang
dari tulisan yang ditanggapi.

Sedangkan penyiaran hak jawab oleh stasiun


radio dan televisi biasanya lebih dari satu kali, dan
salah satu di antaranya diupayakan pada jam siaran yang
sama dengan siaran yang ditanggapi oleh pengguna hak
jawab.
• Bagian penutup : Penilaian akhir atas pelanggaran
kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi
atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan
oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan
pers.

Dewan Pers hanya memberikan penilaian dan


pendapat tentang pelanggaran kode etik jurnalistik yang
dilakukan oleh wartawan atau kontributor media pers.

Putusan dan pelaksanaan sanksi bagi wartawan dan


kontributor hanya dapat ditetapkan dan dijalankan oleh
perusahaan pers yang menyiarkan karya jurnalistik
mereka.

Bagi wartawan, sanksi juga dapat diberikan oleh


organisasi tempat wartawan itu menjadi anggota.
PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA
NOMOR 02 TAHUN 2007
Tentang
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN

DASAR :
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan pada
nilai-nilai agama,norma-norma yang berlaku dan diterima
dalam masyarakat, kode etik, standar profesi dan pedoman
perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran, serta
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ARAH :
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan untuk menghormati
asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepastian hokum,
asas keamanan, asas keberagaman,m asas kemitraan, etika,
asas kemandirian, dan asas kebebasan dan tanggung jawab.
PENGHORMATAN TERHADAP SUKU, AGAMA, RAS
DAN ANTAR GOLONGAN

1. Lembaga penyiaran harus menyayikan


program isi siaran yang menghormati
perbedaan Suku, Agama, Ras dan
Antargolongan.
2. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan
program dan isi siaran yang merendahkan,
mempertentangkan, dan/atau melecehkan
perbedaan Suku, Agama, Ras , dan
Antargolongan
PENGHORMATAN TERHADAP NORMA KESOPANAN
DAN KESUSILAAN
Lembaga penyaiaran harus senantiasa berhati-hati agar
isi siaran yang dipancarkannya tidak merugikan dan
menimbulkan efek negative terhadap keberagaman
khalayak baik dalam agama, suku, budaya, usia, dan
latar belakang ekonomi.
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK, REMAJA
DAN PEREMPUAN
Lembaga penyaiaran dalam memproduksi dan
menyiarkan berbagai program dan isi siaran wajib
memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-
anak,remaja dan perempuan.
PELARANGAN DAN PEMBATASAN ADEGAN
SEKSUAL

1. Lembaga penyiaran televisi dilarang


menampilkan adegan yang secara jelas
didasarkan atas hasrat seksual
2. Lembaga penyiaran televisi dibatasi
menyajikan adegan dalam konteks kasih
sayang dalam keluarga dan persahabatan,
termasuk di dalamnya mencium rambut,
mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium
tangan, dan sungkem.
Pelarangan dan Pembatasan Adegan
Kekerasan dan Sadisme

1. Program dikatakan mengandung muatan kekerasan


secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak
awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul
mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang
lain, antara lain yang menampilkan secara terus
menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak,
perkelahian dengan menggunakan senjata tajam,
darah, korban dalam kondisi mengenaskan,
penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan
maupun kepentingan pemberitaan (informasi)
2.Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program
dan promo program yang mengandung adegan di luar
perikemanusiaan atau sadistis.

3.Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang


dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan
kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal
yang lumrah dalam kehidupan

4.Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau


klip video music yang mengandung muatan pesan
menggelorakan atau mendorong kekerasan.

5.Program atau promo program yang mengandung muatan


kekerasan secara dominan dan jelas, dibatasi waktu
penayangannya.
PENGOLONGAN PROGRAM SIARAN TELEVISI
1. Lembaga penyiaran televisi wajib mencantumkan
dan/atau menyebutkan informasi klasifikasi program isi
siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap
acara yang disiarkan
2. Penggolongan isi siaran diklasifikasikan dalam 4
(empat) kelompok usia, yaitu :
Klasifikasi A : Tayangan untuk Anak, yakni khalayak
berusia dibawah 12 tahun;
Klasifikasi R : Tanyangan untuk Remaja, yakni
khalayak berusia 12-18 tahun;
Klasifikasi D : Tanyangan untuk Dewasa; dan
Klasifikasi SU : Tanyangan untuk Semua Umur;
3. Untuk memudahkan khalayak penonton
mengidentifikasi,informasi penggolongan program isi
siaran ini harus terlihat di layar televise di sepanjang
acara berlangsung.
4. Secara khusus atas program isi siaran yang
berklasifikasi Anak dan/atau Remaja,lembaga
penyiaran dapat memberi peringatan dan
himbauan tambahan bahwa materi program isi
siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu
mendapatkan arahan dan bimbingan orangtua.

5. Peringatan atau himbauan tambahan tersebut


berbentuk kode huruf BO (Bimbangan
Orangtua) ditambah berdampingan dengan
kode huruf A untuk klasifikasi Anak,dan/atau R
untuk klasifikasi Remaja.Kode huruf BO tidak
berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi
Remaja.Kode huruf BO tidak berdiri sendiri
sebagai sebuah klasifikasi penggolongan
program isi siaran, namun harus bersama-sama
dengan klasifikasi A dan R.
PRIVASI

Dalam menyelenggaran suatu program siaran


baik itu bersifat langsung (live) atau rekaman
(recorded),lembaga penyiaran wajib
menghormati hak privasi,sebagai hak atas
kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari
subyek dan obyek berita.
NARASUMBER
1. Dalam setiap program yang melibatkan
narasumber,lembaga peyiaran harus
menjelaskan terlebih dahulu secara terus
terang, jujur, dan terbuka kepada narasumber
atau semua pihak yang akan diikutsertakan,
tentang sifat, bentuk, dan tujuan dari acara,
sehingga dipastikan bahwa narasumber sudah
benar-benar mengerti semua hal tentang
acara yang akan mereka ikuti

2. Lembaga penyiaran wajib memperlakukan


narasumber dengan hormat dan santun.
BAHASA SIARAN

1. Lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi


wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, baik tulisan kecuali bagi program
siaran atau berita yang disajikan dalam bahasa
daerah atau asing.
2. Lembaga Penyiaran yg menggunakan bahasa
asing dalam pemberitaan, hanya boleh meyiar kan
sebanyak 30 % dari total siaran acara.
3. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang
menyiarkan program-program asing melalui
saluran-saluran asing yang ada dalam paket
siaran, harus membuat terjemahan ke dalam
bahasa Indonesia, baik dalam bentuk sulih suara
atau berupa teks.
PRINSIP JURNALISTIK

1. Lembaga Penyiaran dalam menyajikan


informasi program factual wajib mengindahkan
prinsip jurnalistik, yaitu akurat, berimbang,
ketidakberpihakan, adil, tidak beritikad buruk,
tidak mencampuradukan opini pribadi,tidak
menonjolkan unsur kekerasan, tidak
mempertentangkan suku, agama, ras dan
antargolongan, tidak membuat berita bohong,
fitnah, sadis dan cabul.
2. Lembaga Penyiaran dalam melaksanakan
kegiatan jurnalistik wajib tunduk kepada
peraturan perundangan-undangan dan Kode
Etik Jurnalistik yang berlaku.
SENSOR

1. Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan


wajib memperoleh tanda lulus sensor dari
Lembaga Sensor Film (LSF).
2. Lembaga penyiaran televisi wajib melakukan
sensor internal secara mandiri atas materi
siaran non berita seperti sinetron, program
komedi, program music, klip video. Program
features/documenter, baik asing maupun local,
yang bukan siaran langsung.
PENGAWASAN

1. KPI mengawasi pelaksanaan Pedoman


Perilaku Penyiaran .
2. Pedoman Perilaku Penyiaran harus menjadi
pedoman lembaga penyiaran dalam
memproduksi suatu program siaran.
3. Pedoman Perilaku Penyiaran wajib dipatuhi
oleh semua lembaga penyiaran.
PENGADUAN

1. Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui


adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku dapat
mengadukan Ke KPI.
2. KPI menampung, meneliti, dan menindaklanjuti
aduan,sanggahan, serta kritik dan aspresiasi
masayarakat terhadap penyelenggara penyaiaran.
3. Dalam hal KPI memutuskan untuk mempertimbang
keluhan dan atau pengaduan, Lembaga Penyiaran
tersebut diundang untuk didengar keterangannya guna
mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut
tentang materi program materi program yang diadukan
tersebut.
KODE ETIK PERHUMAS
➽ Pasal I : KOMITMEN PRIBADI
Anggota Perhumas harus :
a. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin
dalam menjalankan profesi kehumasan.
b. Berperan secara nyata dan sungguh – sungguh dalam upaya
memasyarakatkan kepentingan Indonesia.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga negara
Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan
kesatuan.
➽ Pasal II : PRILAKU TERHADAP KLIEN ATAU ATASAN

Angota Perhumas harus :


a. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan
b. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau
yang bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
c. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan
oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan mantan klien atau
mantan atasan.
d. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung
merendah martabak, klien, atasan, maupun mantan klien atau mantan
atasan.
e. Dalam memberi jasa pada klien atau atasan tidak menerima
pembayaran, komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain klien
atau atasan yang telah memperoleh jasa.
f. Tidak menyarankan pada calon klien atau atasan bahwa
pembayaran atau imbalan jasa didasarkan pada hasil tertentu

➽ Pasal III : PRILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN MEDIA MASSA

Anggota Perhumas harus :


a. Menjalankan profesi kehumasan dengan memperhati-kan kepentingan
masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
b. Tidak melibatkan diri dalam tindak untuk me- manipulasi integritas
sarana maupun jalur komunikasi massa.
c. Tidak menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan
sehingga dapat menodai profesi kehumasan
d. Senantiasa membantu menyebarluaskan informasi maupun
pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia
➽ Pasal IV : PRILAKU TERHADAP SEJAWAT
Praktisi kehumasan Indonesia harus :
a. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau
profesional sejawatnya. Namun bila sejawat yang bersalah karena
melakukan tindak yang tidak etis, melanggar hukum, tidak jujur
melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia maka bukti - bukti wajib
disampaikan kepada Dewan Kehormatan Per- humasan
b. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk
menggantikan kedudukan sejawatnya
c. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk
menjunjung tingi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia.
KODE ETIK INSAN KEHUMASAN
PEMERINTAH

UMUM.

• Menjunjung Tinggi Profesi


• Terus Menerus Meningkatkan Pengetahuan
dan Ketrampilan.
• Meningkatkan Motivasi Kerja
• Bertekad Memajukan Profesi Kehumasan
Indonesia.
HUBUNGAN KERJA KE DALAM

1. Loyal, Integritas, Kinerja Tinggi dan


Hubungan Antar Karyawan tempat.
2. Menjaga Citra Organisasi,
MenyebarluaskanKebijakan Pemerintah
dan Membina Hubungan Baik Dengan
Masyarakat.
HUBUNGAN KERJA KE LUAR

1. Dengan Sesama Aparat Humas


(Memelihara Hubungan Kerjasama)
2. Dengan Media Massa (Menjalin
Kerjasama)
3. Dengan Rekan Seprofesi (Pengetrahuan
dan Ketrampilan)
4. Dengan Masyarakat Umum (Sikap,
Berprilaku dan Pribadi Yang Baik)
LARANGAN INSAN KEHUMASAN

1. Memberikan Informasi Rahasia


2. Kegiatan Merugikan Profesi
Kehumasan
3. Penengah, Harus Persetujuan
4. Menerima Imbalan
5. Mencemarkan Nama Baik
TANGGUNG JAWAB

Insan Kehumasan Pemerintah dalam


batas kewenangannya mempunyai
tanggung jawab untuk menyajikan
informasi berdasarkan data dan fakta
yang telah diolah untuk
disebarluaskan kepada masyarakat.
Hak Jawab dan Hak Koreksi
Apabila ada informasi yang tidak benar
atau menyesatkan, setiap Insan
Kehumasan Pemerintah dapat
memanfaatkan hak jawab dan hak koreksi
guna meralat dan meluruskan informasi
tersebut,sebagaimana diatur dalam
undang-undang
Dewan kehormatan
Dalam rangka mengawasi,mengontrol, dan
mengendalikan pelaksanaan Kode Etik
Kehumasan Pemerintah ini,oleh anggota perlu
di bentuk DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK
KEHUMASAN PEMERINTAH
Mataram, 19 September 2003
Peserta Pertemuan Tahunan Bakohumas
2003/Konvensi Kehumasan Pemerintah Tingkat
Nasional 2003
ETIKA PARIWARA INDONESIA

TATA KRAMA
1. ISI IKLAN
2. RAGAM IKLAN
3. PEMERAN IKLAN
4. WAHANA IKLAN
TATA CARA
1. PENERAPAN UMUM
2. PRODUKSI IKLAN
3. MEDIA PERIKLANAN
ISI IKLAN
1. HAK CIPTA
MATERI PERIKLANAN HARUS ATAS IJIN TERTULIS DARI PEMILIK ATAU
PEMEGANG MERK.
2. BAHASA
A. MUDAH DIPAHAMI OLEH KHALAYAKNYA
B. TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN KATA-KATA SUPERLATIF “PALING” ,
“NOMOR SATU “ “TER” DSB., TANPA DIJELASKAN .
C. PENGGUNAAN KATA-KATA TERTENTU
- “100 %”, “MURNI”,”ASLI” DLL HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DARI
OTORITAS TERTENTU
- “HALAL” SERTIFIKAT DR MUI
-”PRESIDEN”, “RAJA”, “RATU” DAN SEJENISNYA TIDAK UNTUK
KONOTASI NEGATIF
3. TANDA ASTERIK (*)
DI MEDIA CETAK TDK BOLEH UNTUK MENYEMBUNYIKAN ,
MENYESATKAN
MEMBINGUNGKAN ATAU MEMBOHONGI KHALAYAK, HANYA BOLEH
DIGUNAKAN
UNTUK MEMBERI PENJELASAN LEBIH RINCI.
4. PENGGUNAAN KATA “ SATU-SATUNYA
MENYEBUTKAN DALAM HAL APA PRODUK TERSEBUT MENJADI YANG
SATU-SATUNYA DAN HAL TERSEBUT HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DAN
DIPERTANGGUNG-JAWABKAN.
5. PEMAKAIAN KATA “GRATIS”
TIDAK BOLEH DICANTUMKAN DALAM IKLAN, BILA TERNYATA
KONSUMEN HARUS MEMBAYAR BIAYA LAIN.
6. PENCANTUMAN HARGA
HARUS DITAMPAKKAN DENGAN JELAS,SEHINGGA KONSUMEN MENGETAHUI.
7. GARANSI
GARANSI ATAU JAMINAN ATAS MUTU SUATU PRODUK,MAKA DASAR-DASAR
JAMINANNYA HARUS DAPAT DIPERTANGGUNG-JAWABKAN
8. JANJI PENGAMBILAN UANG WARRANTY)
JIKA TERNYATA MENGECEWAKAN KONSUMEN,MAKA; SYARAT-SYARAT
PENGEMBALIAN UANG TERSEBUT HARUS DINYATAKAN SECARA JELAS DAN
LENGKAP,PENGIKLAN WAJIB MENGEMBALIKAN UANG KONSUMEN SESUAI
JANJI YANG TELAH DIIKLANKANNYA,
9. RASA TAKUT DAN TAKHAYUL
IKLAN TIDAK BOLEH MENIMBULKAN ATAU MEMPERMAINKAN RASA
TAKUT,MAUPUN MEMANFAATKAN KEPERCAYAAN ORANG TERHADAP
TAKHAYUL, KECUALI UNTUK TUJUAN POSITIF.
10. KEKERASAN
IKLAN TIDAK BOLEH SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAKL LANGSUNG-
MENAMPILKAN ADEGAN KEKERASAN YANG MERANGSANG ATAU MEMBERI
KESAN MEMBENARKAN TERJADINYA TINDAKAN KEKERASAN.
11. KESELAMATAN
IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN ADEGAN YANG MENGABAIKAN SEGI-
SEGI KESELAMATAN, UTAMANYA JIKA IA TIDAK BERKAITAN DENGAN
PRODUK YANG DIIKLANKAN.
12. PERLINDUNGAN HAK-HAK PRIBADI
IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN ATAU MELIBATKAN SESEORANG TANPA
TERLEBIH DAHULU MEMPEROLEH PERSETUJUAN DARI YANG
BERSANGKUTAN, KECUALI DALAM PENAMPILAN YANG BERSIFAT MASSAL,
ATAU SEKADAR SEBAGAI LATAR, SEPANJANG PENAMPILAN TERSEBUT
TIDAK MERUGIKAN YANG BERSANGKUTAN
13. HIPERBOLISASI
BOLEH DILAKUKAN IA SEMATA-MATA DIMAKSUD SEBAGAI PENAIK PERHATIAN ATAU
HUMOR YANG SECARA SANGAT JELAS BERLEBIHAN ATAU TIDAK MASUK
AKAL, SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN SALAH PERSEPSI DARI KHALAYAK YANG
DISASARNYA.
14. WAKTU TENGGANG (ELAPSE TIME)
IKLAN YANG MENAMPILKAN ADEGAN HASIL ATAU EFEK DARI PENGGUNAAN
PRODUK DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU,HARUS JELAS
MENGUNGKAPKAN MEMADAINYA RENTANG WAKTU TERSEBUT.
15. PENAMPILAN PANGAN
IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN PENYIA-NYIAAN,PEMBOROSAN, ATAU
PERLAKUAN YANG TIDAK PANTAS LAIN TERHADAP MAKANAN ATAU MINUMAN
16. PENAMPILAN UANG
A. HARUSLAH SESUAI DENGAN NORMA-NORMA KEPATUTAN, DALAM PENGERTIAN TIDAK
MENGESANKAN PEMUJAAN ATAUPUN PELECEHAN YANG BERLEBIHAN
B. SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA MERANGSANG ORANG UNTUK MEMPEROLEHNYA
DENGAN CARA-CARA YANG TIDAK SAH.
C. PADA MEDIA CETAK TIDAK DALAM FORMAT FRONTAL DAN SKALA 1:1.BERWARNA
ATAUPUN HITAM-PUTIH.
D. PADA MEDIA VISUAL HARUS DISERTAI DENGAN TANDA”SPECIMEN” JELAS
17. KESAKSIAN KONSUMEN (TESTIMONY)
A. HANYA DAPAT DILAKUKAN ATAS NAMA PERORANGAN, BUKAN MEWAKILI LEMBAGA,
KELOMPOK.ATAU MASYARAKAT LUAS.
B. HARUS MERUPAKAN KEJADIAN YANG BENAR-BENAR DIALAMI, TANPA MELEBIH-
LEBIHKANNYA.
C. UNTUK PRODUK-PRODUK YANG HANYA DAPAT MEMBERI MANFAAT ATAU BUKTI
KEPADA KONSUMENNYA DENGAN PENGGUNAAN YANG TERATUR DAN ATAU
DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU, MAKA PENGALAMAN HARUS TELAH
MEMENUHI SYARAT-SYARAT KETERATURAN DAN JANGKA WAKTU TERSEBUT.
D. HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DENGAN PERNYATAN TERTULIS YANG DITANDA
TANGANI OLEH KONSUMEN TERSEBUT.
E. IDENTITAS DAN ALAMAT PEMBERI KESAKSIAN DAPAT DIMINTA OLEH LEMBAGA
PENEGAK ETIKA.
18. ANJURAN (ENDORSEMENT)
PERNYATAN, KLAIM ATAU JANJI YANG DIBERIKAN HARUS TERKAIT DENGAN
KOMPETENSI YANG DIMILIKI OLEH PENGANJUR, HANYA DAPAT DILAKUKAN OLEH
INDIVIDU, TIDAK DIPEROLEHKAN MEWAKILI LEMBAGA ,KELOMPOK, GOLONGAN, ATAU
MASYARAKAT LUAS.
19. PERBANDINGAN
A. PERBANDINGAN LANGSUNG HANYA TERHADAP ASPEK-ASPEK TEKNIS PRODUK,
DAN DENGAN KRITERIA YANG TEPAT SAMA
B. JIKA MENAMPILKAN DATA RISET, MAKA METODOLOGI,SUMBER DAN WAKTU
PENELITIANNYA HARUS DIUNGKAPKAN SECARA JELAS, HARUS SUDAH
MEMPEROLEH PERESETUJUAN ATAU VERIFIKASI DARI ORGANISASI
PENYELENGGARA RISET TERSEBUT.
C. DIDASARKAN PADA KRITERIA YANG TIDAK MENYESATKAN KHALAYAK.
20. PERBANDINGAN HARGA
HANYA DAPAT DILAKUKAN TERHADAP EFISIENSI DAN KEMANFAATAN
PENGGUNAAN PRODUK, DAN HARUS DISERTAI DENGAN PENJELASAN
ATAU PENALARAN YANG MEMADAI.
21. MERENDAHKAN
IKLAN TIDAK BOLEH MERENDAHKAN PRODUK PESAING SECARA
LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG.
22. PENIRUAN
A.IKLAN TIDAK BOLEH DENGAN SENGAJA MENIRU IKLAN PRODUK
PESAING SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA DAPAT MERENDAHKAN
PRODUK PESAING, ATAUPUN MENYESATKAN ATAU
MEMBINGUNGKAN
KHAYALAK.
B. IKLAN TIDAK BOLEH MENIRU IKON ATAU ATRIBUT KHAS YANG TELAH
LEBIH DULU OLEH IKLAN PRODUK PESAING DAN MASIH DIGUNAKAN
HINGGA KURUN DUA TAHUN TERAKHIR.
23. ISTILAH ILMIAH DAN STATISTIK
IKLAN TIDAK BOLEH MENYALAHGUNAKAN ISTILAH-ISTILAH ILMIAH DAN
STATISTIK UNTUK MENYESATKAN KHALAYAK, ATAU MENCIPTAKAN
KESAN YANG BERLEBIHAN
24. KETIADAAN PRODUK
IKLAN HANYA BOLEH DIMEDIAKAN JIKLA TEL;AH ADA KEPASTIAN
TENTANG TERSEDIANYA PRODUK YANG DIIKLANKAN TERSEBUT
25. KETAKTERSEDIAAN HADIAH
IKLAN TIDAK BOLEH MENYATAKAN “ SELAMA PERESEDIAAN MASIH ADA”
ATAU KATA-KATA LAIN YANG BERMAKNA SAMA.
26. PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
IKLAN TIDAK BOLEH MENGEKSPLOITASI EROTISME ATAU SEKSUALITAS
DENGAN CARA APAPUN, DAN UNTUK TUJUAN ATAU ALASAN APAPUN.
27. KHALAYAK ANAK-ANAK
A. IKLAN YANG DITUJUKAN KEPADA KHALAYAK ANAK-ANAK TIDAK BOLEH
MENAMPILKAN HAL-HAL YANG DAPAT MENGGANGGU ATAU MERUSAK
JASMANI DAN ROHANI MEREKA, MEMANFAATKAN KEMUDAHPERCAYAAN
, KEKURANGAN PENGALAMAN, ATAU KEPOLOSAN MEREKA.
B. FILM IKLAN YANG DITUJUKAN KEPADA, ATAU TAMPIL PADA SEGMEN
WAKTU SIARAN KHALAYAK ANAK-ANAK DAN MENAMPILKAN ADEGAN
KEKERASAN, AKTIVITAS SEKSUAL, BAHASA YANG TIDAK PANTAS, DAN
ATAU DIALOG YANG SULIT, WAJIB MENCANTUMKAN KATA-KATA
”BIMBINGAN ORANG TUA” ATAU SIMBOL YANG BERMAKNA SAMA.
MANFAAT KULIAH ETIKA

IP

MKK
Akademik Ilmu dan Keahlian
UNIGA Bidang Profesi

Profil Lulusan Reliogisitas


Humanistik Kebangsaan
Kepribadian

MKU
MATERI KULIAH
1. Studi Kasus Etika Seksual (Masalah poligami,
homoseksual, pergaulan bebas, pelacuran, dll)
2. Studi Kasus Etika Bisnis (Masalah perburuhan,
iklan, MLM, penggunaan formalin, dll)
3. Studi Kasus Etika Lingkungan Hidup (Masalah
pencemaran limbah, pe
4. Studi Kasus Etika Rekayasa Teknologi
(Masalah rekayasa genetika, rekayasa
lingkungan, plastik, dan lain lain)
5. Studi Kasus Etika Komunikasi/ Seni/ Budaya
(Pengaruh TV, Internet, Pornografi, globalisasi)
6. Studi Kasus Etika Politik (pilkada, korupsi,
partai agama, tokoh agama yang berpolitik dll).
PRIVASI
Pengertian Etika Komunikasi
• Etika berpengaruh penting dengan privasi
manusia. Apalagi mengingat saat ini
orang-orang sudah susah untuk membuat
privasinya masing-masing
• Privasi merupakan tingkatan interaksi atau
keterbukaan yang dikehendaki seseorang
pada suatu kondisi atau situasi tertentu.
Tingkatan privasi yang diinginkan itu
menyangkut keterbukaan atau
ketertutupan, adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain, atau justru
ingin menghindar atau berusaha supaya
sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo
Hartono, 1986).
• Secara umum, pengertian privasi adalah
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris:
privacy) adalah kemampuan satu atau
sekelompok individu untuk
mempertahankan kehidupan dan urusan
personalnya dari publik, atau untuk
mengontrol arus informasi mengenai diri
mereka.
Terdapat sejumlah dilema dalam praktik komunikasi untuk
menerapkan prinsip privasi dalam konten media terutama
menyangkut isu-isu, antara lain:

1. Penyakit Menular, seperti AIDS memang memiliki


nilai berita (newsworthiness) yang tinggi,
2. Homoseksual, Saat ini gay dan juga lesbi lebih
sering muncul di berbagai produk media, seperti
berita, drama, dan film.
3. Korban Kejahatan Seksual, Dalam masyarakat
dimana kelompok laki-laki bersifat dominan (a male-
dominated society) seperti Indonesia, telah
berkembang tendensi untuk menyalahkan korban
kejahatan sosial yang notabene adalah perempuan.
Pada kondisi ini, praktik komunikasi dituntut untuk
menjaga privasi korban kejahatan seksual,
4. Tersangka di Bawah Umur, Pelanggar
hukum di bawah umur perlu dilindungi
privasinya, karena sistem hukum pidanan
bagi anak di bawah umur sendiri tidak
bertujuan sebagai hukuman (punishment),
tetapi lebih sebagai rehabilitasi.
5. Bunuh Diri, Kajian privasi pada bunuh
diri didasarkan bahwa tiap orang memiliki
hak untuk meningal secara terhormat.
Tentu saja dalam pandangan masyarakat
kita, bunuh diri merupakan salah satu
cara meninggal yang tidak terhormat.
Karena itulah peristiwa bunuh diri
merupakan bagian dari privasi seseorang
6. Kamera dan Rekaman Tersembunyi,
Pada poin ini, Alvin Day menyoroti peran
jurnalis dalam mencari dan
mengumpulkan informasi. Day
mengatakan bahwa, era persaingan
menuntut jurnalis untuk bisa bekerja
layaknya detektif
• Privasi memberikan kemampuan untuk
menjaga informasi pribadi yang bersifat
rahasia sebagai dasar pembentukan
otonomi individu. Privasi dapat melindungi
dari cacian dan ejekan orang lain,
khususnya dalam masyarakat dimana
toleransi masih rendah, dimana gaya
hidup dan tingkah laku aneh tidak
diperkenankan.
REFERENSI TTG ETIKA DASAR
• Frans magnis Suseno, Etika Dasar
Masalah-Masalah Pokok Filsafat
Moral (Yogyakarta, Kanisius 1987)
• Frans Magnis Suseno, Etika
Umum (Yogyakarta, Kanisius
1979)
• K. Bertens, Etika (Jakarta,
Gramedia 1997)
• K. Bertens, Perspektif Etika
(Yogyakarta, Kanisius 2001)
• Eka Darmaputera, Etika
Sederhana Untuk Semua (Jakarta,
BPK Gunung Mulia 1989)
Sekian, Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai