Anda di halaman 1dari 11

ANGGOTA :

ANGGUN BELLIA PUTRI 1902101010066


ZULDYA MARZONA 1902101010070
INTAN TRIDIVA 1902101010071
FIQI OF FERNANDO 1902101010084
DINI NOFIRDA 1902101010094
THALITA SOPHIE RUSDA 1902101010095
RAHMI EKA PUTRI 1902101010099
Percobaan-percobaan persilangan pada kacang ercis yang dilakukan oleh Mendel,
baik monohibrid maupun dihibrid, telah menghasilkan dua hukum Mendel, yakni hukum
segegasi dan hukum pemilihan bebas. Jika kembali kita perhatikan persilangan dihibrid
menyangkut pewarisan warna biji dan bentuk biji, maka akan terlihat bahwa gamet-gamet
yang terbentuk tidak hanya mengandung kombinasi gen dominan untuk warna biji (K)
dengan gen dominan untuk bentuk biji (B), tetapi memungkinkan pula kombinasi gen resesif
untuk warna biji (k) dengan gen resesif untuk bentuk biji (b), dan juga kombinasi gen K
dengan gen b, serta gen k dengan gen B. Oleh karena peluang terjadinya kombinasi-
kombinasi tersebut sama besar, maka keempat macam gamet yang dihasilkan, yaitu KB, Kb,
kB, dan kb, akan mempunyai nisbah 1 : 1 : 1 : 1.
Gen-gen yang mengatur warna biji dan bentuk biji dewasa ini telah diketahui letaknya
masing-masing. Gen pengatur warna biji terletak pada kromosom 1, sedang gen pengatur
bentuk biji terletak pada kromosom 7. Inilah keuntungan lain yang diperoleh Mendel di samping
secara kebetulan tanaman yang digunakan adalah diploid. Seandainya gen pengatur warna biji
dan gen pengatur bentuk biji terletak pada kromosom yang sama, barangkali Mendel tidak akan
berhasil merumuskan hukum pemilihan bebas.
Saat ini kita telah mengetahui bahwa banyaknya gen pada kacang ercis, dan juga pada
setiap spesies organisme lainnya, jauh lebih banyak daripada jumlah kromosomnya. Artinya, di
dalam sebuah kromosom tertentu dapat dijumpai lebih dari sebuah gen. Gen-gen yang terdapat
pada kromosom yang sama dinamakan gen-gen berangkai (linked genes), sedang fenomenanya
sendiri dinamakan berangkai (linkage).
Fenomena berangkai pertama kali ditemukan pada percobaan dihibrid oleh W.Bateson
dan R.C Punnet pada tahun 1906. Akan tetapi, mereka tidak dapat memberikan interpretasi
terhadap hasil persilangan yang diperoleh. Baru sekitar lima tahun kemudian seorang ahli
genetika dan embriologi dari Amerika Serikat, T.H. Morgan, dapat menjelaskan mekanisme
pewarisan gen-gen berangkai pada lalat Drosophila melanogaster.
Dua buah gen yang berangkai akan mengalami segregasi dan rekombinasi dengan
pola yang tidak mengikuti hukum Mendel. Artinya, pola segregasi dan rekombinasinya tidak
bebas sehingga tiap macam gamet yang dihasilkannya pun menjadi tidak sama jumlahnya.
Adanya perbedaan jumlah di antara macam gamet yang terbentuk tersebut
disebabkan oleh kecenderungan gen-gen berangkai untuk selalu berada bersama-sama.
Jadi, kalau gen-gen yang berangkai adalah sesama dominan dan sesama resesif, maka
gamet yang mengandung gen-gen dominan dan gamet yang mengandung gen-gen resesif
akan dijumpai lebih banyak daripada gamet dengan kombinasi gen dominan-resesif.
Demikian pula, dalam keadaan gen dominan berangkai dengan gen resesif, gamet yang
mengandung kombinasi gen dominan-resesif akan lebih banyak jumlahnya daripada gamet
dengan kandungan gen sesama dominan dan sesama resesif.
Sebagai contoh, jika gen A dan gen B berangkai pada suatu kromosom sementara alel-
alel resesifnya, a dan b, juga berangkai pada kromosom homolognya, maka gamet-gamet yang
dihasilkan akan terdiri atas AB, Ab, aB, dan ab dengan nisbah n : 1 : 1 : n. Sebaliknya, jika gen A
berangkai dengan gen b, dan gen a berangkai dengan gen B, maka nisbah gamet AB : Ab : aB :
ab menjadi 1 : n : n : 1. Dalam hal ini n merupakan bilangan positif dengan nilai lebih dari satu.
Untuk lebih jelasnya pada Gambar 5.1 di bawah ini secara skema dapat diperbandingkan
tiga kemungkinan segregasi dan rekombinasi gen-gen pada individu dihibrid AaBb. Gambar 5.1.a)
memperlihatkan pola segregasi dan rekombinasi gen-gen yang terjadi secara bebas karena
keduanya tidak berangkai. Sementara itu, pada Gambar 5.1.b) dan 5.1.c) tampak bahwa
segregasi dan rekombinasi kedua gen tidak terjadi secara bebas. Dua gen yang berangkai
cenderung untuk selalu bersama-sama atau tidak bersegregasi di dalam gamet-gamet yang
terbentuk.
A B A B A b
_ _
a b a b a B

gamet : a) b) c)

A B 1 A B n A b n

A B 1 a b n a B n

a B 1 A b 1 A B 1

a B 1 a B 1 a b 1
Gambar 5.1. Gamet yang terbentuk dari individu dihibrid
a) Kedua gen tidak berangkai
b) Kedua gen berangkai dengan kedudukan sis
c) Kedua gen berangkai dengan kedudukan trans

NOTE:

1. Gen-gen dominan terangkai pada satu kromosom, sedang alel-alelnya resesip terangkai pada kromosom
homolognya. Ada beberapa cara untuk menulis genotipnya, ialah : (AB)(ab), AB/ab, AB:ab, AB , AB
ab ab
Gen-gen yang terangkai secara demikian,dikatakan bahwa gen-gen terangkai dalam keadaan “coupling
phase” atau gen-gen mempunyai susunan “sis”.
2. Gen dominan terangkai dengan gen resesif yang bukan alelnya pada satu kromosom, sedang alel resesif
dari gen pertama dan alel dominan dari gen kedua terangkai pada kromosom homolognya. Ada beberapa cara
untuk menulis genotipnya ialah : (Ab)(aB), Ab/aB, Ab , Ab .
aB aB
Gen-gen yang terangkai secara demikian ,dikatakan bahwa gen-gen terangkai dalam keadaan “ repulsion
phase ” atau gen-gen mempunyai susunan “trans” .

Kedudukan Dua Gen Berangkai


Kalau kita perhatikan lagi Gambar 5.1, akan tampak bahwa dua buah gen yang berangkai dapat berada
pada dua macam kedudukan atau konfigurasi yang berbeda. Pada Gambar 5.1.b) gen dominan A berangkai
dengan gen dominan B dan gen resesif a berangkai dengan gen resesif b. Kedudukan gen berangkai semacam ini
dinamakan sis atau coupling phase. Sebaliknya, jika gen dominan berangkai dengan gen resesif seperti pada
Gambar 5.1.c), maka kedudukannya dinamakan trans atau repulsion phase.
Kedudukan gen berangkai harus tercerminkan pada notasi individu yang bersangkutan.
Individu dihibrid AaBb, misalnya, ditulis sebagai AB/ab jika kedua gen tersebut berangkai dengan
kedudukan sis, dan ditulis sebagai Ab/aB jika kedudukan berangkainya adalah trans. Jadi,
penulisan AaBb hanya digunakan apabila kedua gen tersebut tidak berangkai.
Baik pada kedudukan sis maupun trans terdapat dua macam gamet, yang masing-
masing disebut sebagai gamet tipe parental dan gamet tipe rekombinasi. Gamet tipe parental
mempunyai susunan gen yang sama dengan susunan gen pada individu, sedang gamet tipe
rekombinasi susunan gennya merupakan rekombinasi susunan gen pada individu. Jadi, individu
dihibrid AaBb akan menghasilkan gamet tipe parental AB dan ab serta gamet tipe rekombinasi
Ab dan aB jika kedua gen tersebut berangkai dengan kedudukan sis. Kebalikannya, jika kedua
gen tersebut berangkai dengan kedudukan trans, maka gamet tipe parentalnya adalah Ab dan
aB sementara gamet tipe rekombinasinya adalah AB dan ab.
Gamet tipe parental jumlahnya selalu lebih besar atau setidak-tidaknya
sama dengan jumlah gamet tipe rekombinasi. Dengan perkataan lain, gamet tipe
parental jumlahnya berkisar dari 50% hingga 100%, sedang gamet tipe
rekombinasi berkisar dari 0% hingga 50%. Jika gamet tipe parental sama
banyaknya dengan gamet tipe rekombinasi (masing-masing 50% atau nisbah
gamet = 1 : 1 : 1 : 1), maka hal ini berarti kedua gen tidak berangkai. Sebaliknya,
jika semua gamet yang ada merupakan gamet tipe parental, atau dengan
perkataan lain sama sekali tidak terdapat gamet tipe rekombinasi, maka kedua
gen dikatakan mempunyai loki (tempat gen pada kromosom) yang sangat
berdekatan.
Besar kecilnya jumlah, atau persentase, gamet tipe rekombinasi oleh A.H. Sturtevant
digunakan untuk menggambarkan jarak fisik antara dua gen berangkai. Setiap satuan peta
ditetapkan sebagai jarak antara dua gen berangkai yang dapat menghasilkan gamet tipe
rekombinasi sebanyak 1%. Makin panjang jarak antara dua gen berangkai, makin besar
persentase gamet tipe rekombinasi yang dihasilkan. Sebagai contoh, jika suatu individu dihibrid
dengan gen-gen yang berangkai menghasilkan gamet tipe parental sebanyak 80% atau gamet
tipe rekombinasi sebanyak 20%, maka jarak antara kedua gen berangkai tersebut dikatakan sama
dengan 20% atau 20 satuan peta atau 20 Morgan.
Sebenarnya hubungan linier antara jarak dua gen berangkai dan persentase gamet tipe
rekombinasi hanya berlaku lebih kurang hingga nilai 20%. Di atas nilai ini peningkatan jarak tidak
terus-menerus diikuti oleh peningkatan persentase gamet tipe rekombinasi. Seperti telah
dijelaskan, gamet tipe rekombinasi jumlahnya paling banyak hanya 50%. Di sisi lain jarak antara
dua gen berangkai dapat mencapai lebih dari 100%, misalnya jarak terpanjang antara dua gen
berangkai pada kromosom 1 tanaman jagung yang mencapai 161%.

Anda mungkin juga menyukai