Anda di halaman 1dari 195

Birokrasi Pemerintahaan

Waluyo Zulfikar
BIODATA

 Nama : Waluyo Zulfikar S.Sos., M.Si


 Alamat : Jl. Parikesit B1 No.41 Pondok Dustira
KBB
 No. Tlp : 085624860627
 Pekerjaan : Konsultan, Dosen & Peneliti
 Organisasi : - Ketua Program Studi Administrasi Publik
Universitas Nurtanio Bandung
- Ketua II, Asosiasi Konsultan Non
Kontruksi Indonesia–Regional JABAR
- Komisioner Standarisasi Pemberdayaan
Masyarakat Desa, BPMPD Provinsi Jawa Barat

 Pendidikan : S1 FIKOM UNPAD – Lulus 2008


S2 PPS - FISIP UNPAD – Lulus 2012
S3 PPS – FISIP UNPAD (Candt)
 Email : waluyo.zulfikar@unpad.ac.id /
wly_izoel@yahoo.co.id
• pernahkah Anda melakukan suatu
kegiatan yang berhubungan dengan
pelayanan yang dilakukan oleh aparatur
pemerintah? Apakah itu?
• pembuatan KTP, membayar pajak, atau
membuat SIM? Bagaimana perasaan
Anda sewaktu mengurus perizinan
tersebut?
Pengertian Birokrasi
• Bila kita mengartikan birokrasi berdasarkan istilah (asal kata “biro” dan “kratia”), berarti
pengaturan dari meja ke meja. Dalam perbendaharaan bahasa abad ke-18, “biro” (bureau) yang
diartikan meja tulis, selalu diartikan sebagai di mana para pejabat bekerja. Dalam bahasa
Perancis menjadi Bereaucratie, dalam bahasa Jerman menjadi Bureaukratia atau Birokrate.
• Pengertian “birokrasi” juga dimaksudkan sebagai definisi yang telah banyak dirumuskan dalam
kamus dari beberapa negara sesuai pendapat de Gournay maupun yang lain-lain sudah sangat
jelas dan konsisten. Di bawah ini diberikan berbagai pengertian birokrasi.
• Kamus Akademi Perancis mengemukakan kata “Bereaucratie”, yang dalam suplemennya pada
tahun 1798 mengartikannya sebagai “Kekuasaan, pengaruh dari para kepala dan staf Biro
Pemerintahan”.
• Kamus Bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi “Wewenang atau kekuasaan
berbagai departemen pemerintahan dan cabang-cabangnya”.
• Kamus Teknik bahasa Italia yang terbit 1828 menyebutkan suatu kata baru “Kekuasaan pejabat di
dalam Administrasi Pemerintahan”.
• Di dalam kamus umum bahasa Indonesia “biro” diartikan kantor dan istilah birokrasi mempunyai
beberapa arti: 1)Pemerintahan yang di dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh
rakyat, 2) Cara pemerintahan yang sangat dikuasai oleh pegawai negeri. 3) Cara kerja atau
susunan pekerjaan yang serba lambat, serba menurut aturan, kebiasaan, dan banyak liku-likunya.
Prinsip Pemikiran Max Weber
• Birokrasi rasional adalah sebuah konsepsi birokrasi yg muncul
atas dasar kaidah-kaidah otoritas hukum, bukan krn sebab lain,
seperti otoritas tradisional maupun otoritas kharismatis.

• Weber (1922) membedakan tiga tipe otoritas:


- Otoritas Tradisional, bertumpu pd kepercayaan dan
rasa hormat pd tradisi dan orang-orang yg mengemban
pelaksanaan tradisi tsb. Dlm otoritas ini seseorg taat dan
tunduk pd org lain krn mrk percaya bahwa tradisi
memang mengharuskan mrk berbuat demikian, tanpa
perlu melakukan critical analysis thdp kenyataan itu.
Pemimpin memperoleh hak-hak istimewa scr otomatis,
dan tdk membutuhkan legalitas formal dr pengikutnya.
Contoh: pemimpin agama, pemimpin sekte ttt, dsb.

6 02/02/2020
• Otoritas Kharismatis, bertumpu pd keyakinan
thdp pengabdian, kepahlawanan, jasa dan
kemampuan luar biasa dari ssorg.

• Dlm otoritas ini, ssorg taat dan patuh pd org


lain krn ia dipercaya memiliki kelebihan khusus
yg tdk dimiliki org lain.

• Ketaatan bersifat mutlak, artinya apapun yg


diperintahkan pemimpin akan diikuti
pengikutnya. Sifat ketaatan tsb emosional.

7 02/02/2020
• Otoritas Legal, berdasarkan keyakinan akan aturan
hukum yg diciptakan scr rasional dan juga pd
kewenangan ssorg yg melaksanakan aturan hukum itu
sesuai prosedur yg ditetapkan.

Dlm otoritas ini, ssorg taat pd org lain krn memang


hukum menentukan demikian dan dia terikat pd
ketentuan hukum itu. Ketaatan bersifat impersonal, tdk
berkenaan dgn pribadi.

• Menurut Weber, tdk ada bentuk murni dari ketiga tipe


ideal yg teraplikasikan dlm sejarah. Yg ada adlh
campuran dari dua atau ketiganya, dgn salah satu tipe
cenderung dominan.
8 02/02/2020
• Hartmann dan Parsons menambahkan adanya
tipe keempat, yakni otoritas fungsional atau
otoritas profesional. Didasarkan atas keyakinan
akan keahlian atau pengetahuan dan kejuruan
ssorg.

Org taat dan tunduk di bawah subordinasi


pemegang otoritas (pemimpin) krn dia dipercaya
memiliki keahlian profesi yg mumpuni.

9 02/02/2020
Otoritas Legal Sebagai Dasar
Birokrasi Rasional
• Birokrasi rasional adalah lembaga
birokrasi yg didasarkan pd norma-
norma yg tercipta scr sadar dan
rasional menurut tertib hukum
serta berfungsi sesuai dgn tujuan
dan sarana yg ada.

10 02/02/2020
Agar tercipta otoritas legal, Weber
menguraikan lima keyakinan dasar, yaitu:

1. UU atau peraturan yg dpt diciptakan, dan menuntut kepatuhan dr


anggota masy atau anggota organ.;

2. Hukum adalah sistem aturan yg abstrak, utk dpt melaksanaknnya


diperlukan adm yg mengurus aturan itu dlm batasan hukum;

3. Org yg menjlnkn otoritas itu hrs mentaati tatanan yg impersonal;

4. Orang mentaati hukum adalah krn mereka sebagai anggota


komunitas/organisasi bukan krn sebab lain;

5. Ketaatn bukn kpd pribadi org yg memegang otoritas, melainkan


kpd tatanan hukum yg impersonal yg tlh membrikn wewenang
kpd org tsb.

11 02/02/2020
Weber merumuskan 8 dalil otoritas
legal, yaitu:

1. tugas pejabat diorganisir atas dasar yg diatur


dan berkelanjutan;

2. tugas dibagi dlm tahap yg berbeda dari segi


fungsional yg masing-masing dilengkapi
kewenangan (otoritas) dan sanksi yg sesuai dgn
tingkatannya;

3. jabatan-jabatan diatur scr hierarkis;

4. aturan-aturan yg mengatur pekerjaan bisa


bersifat teknis maupun legal;

12 02/02/2020
5. sumber-sumber institusi (fasilitas,
kewenangan) dibedakan dgn sumber-sumber
individu;

6. pemegang jabatan tdk dpt mengambil


jabatannya sebagai milik pribadi;

7. administrasi didasarkan atas dokumen


tertulis;

8. sistem kekuasaan legal (legal authority) dpt


memiliki banyak bentuk, bentuk yg paling
murni adalah staf administratif birokratis.

13 02/02/2020
Batasan-batasan bagi Staf
Administrasi
1. Staf administrasi bebas, hanya menjlnkn tugas impersonal
dlm jabatannya. Hanya melakukan pekerjaan sesuai dgn job-
description dan tdk dpt diperintah di luar bidang tugasnya;

2. Terdapat hierarki jabatan yg jelas. Pd tiap hierarki melekat


tugas, tanggung jawab, dan kewenangan;

3. Fungsi-fungsi jabatan dirinci dgn jelas. Ada tugas pokok dan


fungsi (tupoksi) yg jelas dan rinci;

4. Para pejabat diangkat atas dasar kontrak. Jadi ada


pembatasan periodeisasi dan evaluasi masa jabatan;

5. Para pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi personal, atas


dasar merit sistem.

14 02/02/2020
6. Para pejabat digaji dgn uang dan dibri pensiun
sesuai kedudukan mereka dlm hierarki;

7. Pekerjaan pejabat adalah pekerjaan satu-


satunya yg utama. Dengan demikian tdk boleh
rangkap jabatan, baik dlm institusi publik
maupun private;

8. Ada struktur karir yg memungkinkan kenaikan


pangkat, baik melalui senioritas, prestasi, atau
penilaian lain sesuai kebutuhan atasan.
15 02/02/2020
9. Pejabat tdk boleh mengambil kedudukannya
sebagai milik pribadi, demikian pula sumber-
sumber yg melekat pd jabatannya itu
(fasilitas, anggaran, dan wewenang). Dengan
demikian hrs ada impersonalitas jabatan
(pemisahan urusan pribadi dan dinas) dlm
birokrasi;

10. Pejabat tunduk pd suatu pengendalian yg


dipersatukan oleh sistem yg disipliner.

ABDUL HAKIM\TEORI 16 02/02/2020


BIROKRASI
Beda Weber dgn Penulis Lain

1. Birokratisme dan inefisiensi bkn


isu utama;

2. Biro bkn pemernthn oleh pejabat


krn pejabt buknlh biro itu sendiri;

3. Analisis ttg biro tdk hrs dikaitkn


dgn demokrasi; sifat khusus adm
modern dan pengawsn aparat
negara adlh dua hal yg berbeda
ABDUL HAKIM\TEORI 17 02/02/2020
BIROKRASI
PENCEGAHAN
Penyalahgunaan Otoritas

(1) Kolegial. Pengmbiln kptsn bersama;

(2) Pemisahn Kekuasaan. Pembagian tanggungjawb;

(3) Adm.profesional. Pejbt prof digaji, lingkup kerja dan


otoritas jels;

(4) Demokrasi lagsung. Menjamin legitimasi dan


tanggugjwb melayani;

(5) Representasi (perwakilan). Badan perwakilan kolegial

ABDUL HAKIM\TEORI 18 02/02/2020


BIROKRASI
KRITIK THDP BIROKRASI LEGAL-
RASIONAL WEBER (1)

(1) Tdk manusiawi: hancurkn emosi dan


perasaan;

(2) Tekanan pd keteptn dan keajegan


(reliabilitas) dlm adm, dpt mengakibtkn
kegagaln adm itu sndiri. Peraturn yg
disusun sbg alat dpt menjdi tujuan itu
sndiri;

(3) Norma impersonal dpt merusk hub


pribadi antara pejbt dan masy
ABDUL HAKIM\TEORI 19 02/02/2020
BIROKRASI
KRITIK THDP BIROKRASI LEGAL-
RASIONAL WEBER (2)

(4) Jk posisi ditempti olh org yg tdk cocok dpt


timbul konflik, krn tdk jels siapa yg hrs
ditaati: pemegang otorits atau tenaga ahli;

(5) Ketaatn thdp peraturn: ada yg taat, ada yg


tdk  pengaruhi kinerja;

(6) Sulit beradaptsi dgn perubhn krn terikt


peraturn.

ABDUL HAKIM\TEORI 20 02/02/2020


BIROKRASI
• Menurut Peter M. Blau (2000:4), birokrasi adalah “tipe
organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas
administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi
pekerjaan banyak orang secara sistematis”.
• Dengan mengutip pendapat Fritz Morstein Marx, Bintoro
Tjokroamidjojo (1984) mengemukakan bahwa birokrasi adalah
”Tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern
untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat
spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi yang
khususnya oleh aparatur pemerintahan”.
1) birokrasi sebagai organisasi sosial,
2) birokrasi sebagai inefisiensi organisasi,
3) birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat
4) birokrasi sebagai administrasi negara (publik),
5) birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat,
6) birokrasi sebagai sebuah organisasi, dan
7) birokrasi sebagai masyarakat modern.
• Tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan;
• Tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan
fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan
sanksi-sanksi;
• Jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak
kontrol dan pengaduan (complaint);
• Aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis
maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih
menjadi diperlukan;
• Anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai
individu pribadi;
• Pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;
• Administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung
menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan
• Sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat
pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi
birokratik.
• Melaksanakan kegiatan dan program demi tercapainya visi dan misi
pemerintah dan Negara
• Melayani masyarakat dan melaksanakan pembangunan dengan
netral dan professional
• Menjalankan manajemen pemrintahan, mulai dari perencanaan,
pengawasan, evaluasi, koordinasi, sinkronisasi, represif, prepentif,
antisipatif, resolusi, dll
• Memsistematiskan, mempermudah, mempercepat, mendukung,
mengefektifkan, dan mengefisienkan pencapaian tujuan-tujuan
pemerintahan
• Memudahkan masyarakat dan pihak yang berkepentingan untuk
memperoleh layanan dan perlindungan
• Menjamin keberlangsungan sistem pemerintahan dan politik suatu
Negara
• Weberian
• Birokrasi Marxis
• Birokrasi parkinsonian
• Karakteristik Birokrasi Weber, Individu pejabat secara personal
bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya manakala ia
menjalankan tugas-tugas atau bebas menggunakan jabatannya
untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk
keluarganya
• Marx berpendapat negara itu bukan mewakili kepentingan umum.
Tidak ada kepentingan umum (general) itu, yang ada ialah
kepentingan particular lainnya. Kepentingan particular yang
memenangkan perjuangan klas sehingga menjadi klas yang dominan
itulah yang berkuasa. Birokrasi menurut Karl Marx merupakan suatu
kelompok particular yang sangat spesifik. Birokrasi bukanlah klas
masyarakat, walaupun eksistensinya berkaitan dengan pembagian
masyarakatb ke dalam klas-klas tertentu. Lebih tepatnya, menurut
Karl Marx birokrasi adalah negara atau pemerintah itu sendiri.
Birokrasi merupakan instrumen yang dipergunakan oleh kelas yang
dominan untuk melaksanakan kekuasaan dominasinya atas kelas-
kelas sosial lainnya. Dengan kata lain birokrasi memihak kepada
kelas partikular yang mendominasi tersebut.
• Birokrasi ParkinsonianMerupakan model birokrasi dengan
memperbesar sosok kuantitatif birokrasi. Parkinsonian dilakukan
dengan mengembangkan jumlah anggota birokrasi untuk
meningkatkankapabilitasnya sebagai alat pembangunan. Di
satu sisi, Parkinsonian dibutuhkan untuk mengakomodasikan
perkembangan masyarakat yang semakin maju, di sisi lain
Parkinsonian dibutuhkan untuk mengatasi persoalan-persoalan
pembangunan yang semakin menumpuk.
• Indonesia menganut model tipe idealnya Max Weber. Tipe
ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan
prinsip “rasionalitas”, yang bercirikan pembagian kerja,
pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan
efisiensi. Walau dalam penerapannya tidak bisa dilakukan
sepenuhnya.
• Bentuk ideal Birokrasi Max Weber dalam realitanya tidak
mudah untuk diiimplementasikan ?
• Manusia Birokrasi tidak selalu ada (exist) hanya untuk organisasi.
• Birokrasi sendiri tidak peka terhadap perubahan sosial
• Birokrasi dirancang untuk semua orang sehingga menjadi lebih sulit
• Dalam kehidupan sehari-hari manusia birokrasi berbeda
dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya,
sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan
fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.

Karakter Birokrasi semacam ini dapat disebut sebagai


Organizational Slack.
Organizational Slack : Yakni organisasi Birokrasi yang cenderung
bersifat patrimonialistik yakni;
• tidak efisien, tidak efektif (over consuming and under
producing), tidak objektif,
• menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik,
• tidak mengabdi pada kepentingan umum,
• tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi
instrumen penguasa dan sering tampil menjadi ‘penguasa’
yang sangat otoritatif dan represif
Ciri-ciri Birokrasi yang mengalami penyakit Organizational
Slack dapat ditandai dengan kondisi berikut ini (Suryono, 2001) :
1. Menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan.
2. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan
akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang
dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam
public alarmagar pemerintah responsif terhadap semakin
menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat
segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk
menanggulanginya
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya organizational
slack ini menurut Irfan Islamy (1998) adalah:
• 1. Pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku
• 2. Visi Pelayanan yang sempit
• 3. Penguasaan atas adminitrative engineering yang tidak memadai
• 4. Unit-unit Publik yang semakin gemuk namun tidak difalitisasi
dengan 3P yang cukup dan handal (personalia, peralatan dan
pengangaran).
Akibatnya aparat Birokrasi publik menjadi lamban dan lebih
sering terjebak pada kegiatan - kegitan rutin, tidak responsif
atas aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi
dengan lingkungannya.
• Birokrasi yang rasional cenderung berimplikasi pada pemisahan orang-
orang dari sarana-sarana produksi dan dapat menumbuhkan formalisme
dalam organisasi.
• Sifat kecermatan, keandalan dan kedisiplinan dalam birokrasi rasional
dapat menghancurkan dirinya sendiri.
• Aturan-aturan yang ketat itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan
mungkin bisa menjadi tujuan itu sendiri, padahal aturan itu tidak lain
sekedar penuntun yang tidak sempurna.
• Struktur jabatan/ karier yang hierarkis bisa mendorong timbulnya
solidaritas kelompok yang mengakibatkan perlawanan terhadap
perubahan yang diperlukan.
• Norma impersonalitas pegawai/ pejabat dalam menjalankan
tugas pelayanannya bisa menyebabkan timbulnya konflik dengan para
pengguna layanan (masyarakat).
• Tidak ada prinsip/ azas yang berlaku abadi, situasi yang
berbeda memerlukan struktur birokrasi yang berbeda pula.
Model pertama, merupakan titik pemberangkatan yang
meletakkan birokrasi dalam posisi netral.
1. Ramping
2. Fleksibel
3. Memberdayakan
4. Mengatur Dan Mengontrol
5. Kompetisi
6. Tergantung Pada Misi
7. Berorientasi Hasil/ Outcome
8. Mengutamakan Kebutuhan Masyarakat
9. Pelayanan Harus Menghasilkan
10. Preventif
11. Desentralisasi
12. Market Oriented
13. Realistik
14. Pragmatis
model kedua, birokrasi lebih dipandang sebagai patologi yang melahirkan
berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat.
1. Gemuk/ Tambun
2. Kaku
3. Melayani
4. Melaksanakan
5. Monopoli
6. Tergantung Pada Orang
7. Berorientasi Prosedur/ Formalisme
8. Mengutamakan Program Birokrasi
9. Menghabiskan Uang Pelayanan
10. Preskriptif
11. Sentralisasi/ Personal Work
12. Government Oriented
13. Sloganis
 The 10 years of reform have not been capable of changing
the bureaucratic mindset (Mangindaan: Jakarta Post,
Desember 2009)
 It is always easier to raise salaries than to change attitude,
especially those that have been severely tarnished by the
corruption (Wilson)

40
We assume, however, that their behavior result from rules,
laws, and organizational structures, and so we can change
that behavior by changing their rules, laws, and structures.
However we must not that welfare reform will mean nothing
if we do not change their mindset. I believe that their
mindset is more important. With a better attitude, they will
work better and more professional and with better work and
professional, they will deserve to have better pay and
benefits. (Wilson)

41
Beberapa Indikator Kualitas Birokrasi
EoDB CPI CoC GOV. EFF. GCR (TOTAL) GCR (INST.)
2014 2013 2012 2012 2014-2015 2014-2015
CTRY RANK CTRY SCORE CTRY SCORE CTRY SCORE CTRY RANK CTRY RANK
SGP 1 SGP 86 SGP 2,15 SGP 2,15 SGP 2 SGP 3
MYS 6 BRN 60 BRN 0,64 MYS 1,01 MYS 20 MYS 20
THA 18 MYS 50 MYS 0,30 BRN 0,83 CHN 28 CHN 47
BRN 59 BRA 42 BRA -0,07 THA 0,21 THA 31 LAO 63
RUS 92 CHN 40 THA -0,34 PHL 0,08 IDN 34 IDN 53
CHN 96 IND 36 CHN -0,48 CHN 0,01 PHL 52 PHL 67
VNM 99 PHL 36 IND -0,57 BRA -0,12 RUS 53 IND 70
PHL 108 THA 35 VNM -0,56 IND -0,18 BRA 57 THA 84
BRA 116 IDN 32 IDN -0,66 IDN -0,29 VNM 68 VNM 92
IDN 120 VNM 31 PHL -0,58 VNM -0,29 IND 71 BRA 94
IND 134 RUS 28 RUS -1,01 RUS -0,43 LAO 93 RUS 97
KHM 137 LAO 26 LAO -1,04 KHM -0,83 KHM 95 KHM 119
LAO 159 MMR 21 KHM -1,04 LAO -0,88 MMR 134 MMR 136
MMR 182 KHM 20 MMR -1,12 MMR -1,53 BRN - BRN -

EoDB : Ease of Doing Business (IFC, WB) (2014) SGP: Singapore RUS: Russia LAO: Laos
CPI : Corruption Perception Index (TI) MYS: Malaysia IDN: Indonesia MMR: Myanmar
CoC : Control of Corruption (WB) THA: Thailand BRA: Brazil
Gov. Eff. : Government Effectiveness Index (WB) BRN: Brunei IND: India
GCR : Global Competitiveness Report (WEF) CHN: China KHM: Cambodia
GCR (Inst.): Global Competitiveness Report (Variabel Institution) - WEF VNM: Vietnam PHL: Philipina
44
The Most Problematic Factors in Doing
Business in Indonesia (WEF, Global Competitiveness Report 2014)

1. Korupsi 6. Ketidakstabilan politik 12. Kriminalitas dan pencurian

2. Akses pada pembiayaan 7. Peraturan mata uang asing 13. Tenaga kerja terdidik yang
8. Etika kerja yang buruk tidak memadai
3. Inflasi
9. Tingkat pajak 14. Peraturan Pajak
4. Birokrasi pemerintah yang
tidak efisien 10. Inkonsistensi kebijakan 15. Rendahnya kesehatan
masyarakat
5. Infrastruktur yang tidak 11. Peraturan buruh yang
memadai membatasi 16. Rendahnya kemampuan
berinovasi

No 2010 2011 2012 2013 2014


Birokrasi Birokrasi
1 Korupsi Korupsi Korupsi
pemerintah pemerintah
Birokrasi Birokrasi
2 Korupsi Korupsi Akses pembiayaan
pemerintah Pemerintah
3 Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur Inflasi
Akses pada
Akses Ketidakstabilan Birokrasi
4 Etika kerja buruk pembiayaan
pembiayaan politik pemerintah
Peraturan Peraturan buruh
5 Inflasi Akses pembiayaan Infrastruktur
ketenagakerjaan yang membatasi
46
51

DAYA SAING SDM INDONESIA


PROFIL PENDIDIKAN TENAGA KERJA INDONESIA*) 52

2012 2013 2014 2015 2016/Feb


Tidak/Belum 5.622.973 5.452.641 5.187.494 4.387.904 4.300.140
Pernah Sekolah (5,00%) (4,84%) (4,53%) (3,82% (3,56%)

Tamat SD & tdk 49.461.856 48.359239 48.768.043 46.438.690 48.132.167


tamat (43,96%) (42,89%) (42,54%) (40,45%) (39.89%)

SLTP 20.280.931 20.562.185 20.350.838 20.690.644 21.481.275


(18,03%) (18,24%) (17,75%) (18,03%) (17,80%)

SLTA 27.044.006 27.844.555 29.100.494 30.650.622 33.047.748


(24,04%) (24,69%) (25,39%) (26,69%) (27,39%)

Akademi/Diplom 10.095.102 10.542.452 11.221.157 12.645.339 13.886.367


a/Univ. (8,97%) (9,35%) (9,79%) (11,01%) (11,34%)

Total 112.504.868 112.761.072 114.628.026 114.819.198 120.647.697

Sumber: Litbang Kompas diolah dari BPS & Kemendikbud,Oktober 2016


*)Berdasarkan penduduk usia 15 tahun keatas yang bekerja
TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT INDONESIA
59

BONUS DEMOGRAFI TERANCAM

• Sebanyak 79,7% orang-orang pintar Indonesia pindah


kenegara lain (fenomena brain drain).
• Sedikitnya 70 Profesor asal Indonesia terindentifikasi
berkarya di luar negeri.
• Faktor pendorong dari dalam negeri antara lain;
terbatasnya lapangan kerja, ketidakstabilan politik,
ekonomi negara yang kurang berkembang, karier
terbatas, dana riset terbatas, dan diskriminasi dalam
lingkungan pekerjaan.
• Sumber: Litbang Kompas, 5/10-2016
Jumlah PNS di seluruh Indonesia 4,375 juta dengan
rincian tenaga guru sebanyak 1.785.410 (40,35%),
tenaga medis 31.754 (0,73%), tenaga pramedis
303.7549 (6,94% ) sedangkan untuk jabatan
fungsional umum sebanyak 2.003.093 (45,79%),
jabatan struktural 48.847 (1,12%), dan jabatan
fungsional lainnya 222.093 orang. Dengan
demikian tenaga fungsional umum yang
mendominasi komposisi PNS saat ini. (KemenPAN-
RB, 1-1-2015)
Keluhan masyarakat yang berkaitan dengan penyimpangan
penyelenggaraan pelayanan publik yang tercatat oleh Ombudsman
Republik Indonesia pada tahun 2013 meningkat hampir dua kali
lipat. Pada 2013, Ombudsman RI menerima 4.359 laporan
masyarakat. Jumlah itu meningkat 97,3 % dibandingkan 2012 yang
terdapat 2.209 aduan.
“Untuk instansi terlapornya relatif ada perubahan, tetapi empat
besarnya tetap sama. Keluhan mengenai kinerja pemerintah daerah
jadi yang terbanyak dilaporkan, yakni 41,8 %. Kemudian kepolisian
13,3%, instansi pemerintah/kementerian 10,7 %, dan Badan
Pertanahan Nasional 6,8 %.”
(Komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi
Santoso dalam Pikiran Rakyat, Online: 7 September 2015)
Belanja pegawai trennya naik terus dan saat ini
jumlahnya secara nasional APBN dan APBD 33,8
persen, terutama daerah, karena daerah itu rata-rata di
atas 50 persen. Bahkan ada 244 kabupaten/kota itu
betul-betul di atas 50 persen
65

PERUBAHAN YANG MENDASAR

TATANAN BARU YANG LEBIH BAIK

65
 KELEMBAGAAN

 TATA LAKSANA

 SDM
68
PERANAN BIROKRASI DALAM
PEMBANGUNAN NASIONAL
• Birokrasi yang baik mendukung keberhasilan pembangunan di berbagai bidang;
• Birokrasi yang baik meningkatkan daya saing dengan cara meningkatkan iklim
investasi yang dapat merangsang inovasi dan pertumbuhan;
• Sebaliknya, birokrasi yang buruk akan menghambat pembangunan dan sumber
ketidakadilan  suburnya rente ekonomi serta tertekannya akses untuk meningkatkan
kapasitas dan memanfaatkan kesempatan
• Birokrasi yang buruk juga menciptakan ekonomi biaya tinggi, melalui:
1. Biaya korupsi (baik financial maupun non financial);
2. Biaya kepatuhan terhadap hukum dan aturan yang membebani (business-
unfriendly regulations);
3. Biaya dan keterlambatan dalam mengurus ijin, lisensi, dan persetujuan-
persetujuan yang diperlukan;
4. Biaya ketidakpastian hukum yang mengakibatkan meningkatnya resiko bisnis.
PERANAN BIROKRASI DALAM
PEMBANGUNAN NASIONAL
• Birokrasi yang baik mendukung keberhasilan pembangunan di
berbagai bidang;
• Birokrasi yang baik meningkatkan daya saing dengan cara
meningkatkan iklim investasi yang dapat merangsang
inovasi dan pertumbuhan;
• Sebaliknya, birokrasi yang buruk akan menghambat
pembangunan dan sumber ketidakadilan 
suburnya rente ekonomi serta tertekannya aksed untuk
meningkatkan kapasitas dan memanfaatkan kesempatan
• Birokrasi yang buruk juga menciptakan ekonom
biaya tinggi, melalui:
1. Biaya korupsi (baik financial maupun non financial);
2. Biaya kepatuhan terhadap hukum dan aturan yang
membebani (business-unfriendly regulations);
3. Biaya dan keterlambatan dalam mengurus ijin,
lisensi, dan persetujuan-persetujuan yg diperlukan;
4. Biaya ketidakpastian hukum yang mengakibatkan
meningkatnya resiko bisnis.
Pada intinya latar belakang reformasi birokrasi :
1. Ketidakpercayaan yang meluas pada kinerja pemerintah
2. Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) masih
berlangsung hingga saat ini
3. Tingkat kualitas pelayanan publik masih belum mampu
memenuhi harapan masyarakat
4. Tingkat efisiensi, efektivitas, dan produktivitas birokrasi belum
optimal
5. Transparansi dan akuntabilitas birokrasi masih rendah
6. Disiplin dan etos kerja masih rendah
7. Perubahan lingkungan strategis, yang antara lain: kemajuan
teknologi komunikasi dan informasi, krisis ekonomi global,
berkembangnya persaingan antar negara, dst

70
MASALAH-MASALAH MENDASAR
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

72
73
STRATEGI REFORMASI BIROKRASI NASIONAL

UU Aparatur Sipil Negara


UU Administrasi Pemerintahan
1. Makro : Kerangka RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah
Regulasi Nasional

9 Program Percepatan Reformasi Birokrasi

2. Mikro :
Program/kegiatan
8 Area Perubahan
pd tingkat Instansi
(K/L dan Pemda)

73
Area Perubahan Reformasi Birokrasi 2015-2019
8 Area
Perubahan

SASARAN REFORMASI BIROKRASI

8 Area
Perubahan Birokrasi bersih
Maraknya KKN dan akuntabel

Buruknya Birokrasi yang


Pelayanan publik
efektif dan efisien

Rendahnya Kapasitas Birokrasi yg memiliki


dan Akuntabilitas Kinerja yanlik berkualitas
AREA PERUBAHAN, HASIL YANG DIHARAPKAN, DAN TUJUAN
REFORMASI BIROKRASI
AREA PERUBAHAN HASIL YANG DIHARAPKAN TUJUAN AKHIR

Mind Set & Culture Terbangunnya Perubahan Pola Pikir, Budaya


1 Kerja, Komitmen, Partisipasi, dan Perubahan
Set Aparatur
Perilaku Yang Diinginkan 1. Bebas KKN

Peraturan Regulasi Yang Lebih Tertib, Tidak Tumpang Tindih


2 Per-UU-an Dan Kondusif

Organisasi yang Tepat Ukuran dan Tepat Fungsi


3 Organisasi (Right Size & Right Function)

Sistem, Proses dan Prosedur Kerja yg Jelas, 2. Akuntabel dan berkinerja


4 Tata Laksana Efektif, Efisien, Terukur Sesuai Prinsip-prinsip
Good Governance

SDM Aparatur yg Berintegritas, Netral,


Sumber Daya
5 Manusia Aparatur
Kompeten, Capable, Profesional, Berkinerja
Tinggi dan Sejahtera
3. Pelayanan publik yang
Meningkatnya Penyelenggaraan Pemerintahan berkualitas
6 Pengawasan Yang Bersih & Bebas KKN

Meningkatnya Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja


7 Akuntabilitas Birokrasi

Pelayanan Prima Sesuai Kebutuhan dan Harapan


8 Pelayanan Publik Masyarakat
INDIKATOR
KEBERHASILAN
76
9 Program percepatan reformasi birokrasi:
1. Penataan Struktur Organisasi Pemerintah
2. Penataan Jumlah dan Distribusi PNS
3. Pengembangan Sistem Seleksi dan Promosi Secara
Terbuka
4. Peningkatan Profesionalisasi PNS
5. Pengembangan Sistem Pemerintahan Elektronik yang
terintegrasi
6. Peningkatan Pelayanan Publik
7. Peningkatan Integritas dan Akuntabilitas Kinerja
Aparatur
8. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri
9. Peningkatan Efisiensi Belanja Aparatur
GRAND DESIGN REFORMASI BIROKRASI

Tujuan
Untuk memberikan arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi selama
kurun waktu 2010-2025 agar pelaksanaan reformasi birokrasi di K/L dan
Pemda dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten,
terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan. 78
TRANSFORMASI PENDEKATAN KEBIJAKAN DAN 79

MANAGEMENT APARATUR SIPIL NEGARA

2025

2019
Pengembangan Potensi
Human Capital
ManagemenSDM
2014

Administrasi
Kepegawaian

79
TRANSFORMASI SISTEM KEBIJAKAN DAN
80
MANAGEMENT APARATUR SIPIL NEGARA

2025

2019

Open System

Open Career
System
2014

Closed Career
System

80
81

81
TRANSFORMASI BIROKRASI SAMPAI
2025
HAMBATAN DAN TANTANGAN
1. Masih rendahnya komitmen dari pimpinan instansi baik di tingkat
pemerintah pusat maupun ditingkat pemerintah daerah dalam upaya untuk
melakukan pecegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2. Penyelenggaraan pemerintahan masih belum mencerminkan
penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN;
3. Manajemen kinerja pemerintah belum dilaksanakan secara maksimal;
4. Penataan kelembagaan yang masih belum efektif;
5. Perapan tata kelola pemerintahan yang belum sepenuhnya diterapkan;
6. Manajemen SDM yang belum berjalan dengan baik;
7. Inefisiensi anggaran atau rendahnya budaya kerja dalam melakukan
efisiensi anggaran;
8. Manajemen Pelayanan Publik yang kurang maksimal dan masih banyak
praktek pungutan liar.
1. KOMITMEN PIMPINAN;
INI MERUPAKAN FAKTOR YANG SANGAT PENTING DALAM MELAKUKAN
REFORMASI BIROKRASI, MENGINGAT MASIH KENTALNYA BUDAYA
PATERNALISTIK DALAM PENYELENG-GARAAN PEMERINTAHAN DI
INDONESIA.

2. KEMAUAN DIRI SENDIRI;


SELAIN KOMITMEN PIMPINAN, FAKTOR YANG TAK KALAH PENTINGNYA
ADALAH ADANYA KEMAUAN DAN KEIKHLASAN DARI PENYELENGGARA
PEMERINTAHAN (BIROKRASI) UNTUK MEREFORMASI DIRI SENDIRI.

3. KESEPAHAMAN;
ADANYA PERSAMAAN PERSEPSI DAN PANDANGAN TERHADAP PELAKSANAAN
REFORMASI BIROKRASI TERUTAMA DARI BIROKRAT SENDIRI. ADANYA
KESEPAHAMAN INI AKAN MENJAMIN TIDAK TERJADINYA PERBEDAAN
PENDAPAT YANG DAPAT MENGHAMBAT JALANNYA REFORMASI

4. KONSISTENSI;
REFORMASI BIROKRASI HARUS DILAKSANAKAN SECARA BERKELAJUTAN
DAN KONSISTEN. DALAM PRAKTIK, KONSISTENSI MEMERLUKAN KETAATAN
PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN.
Rumusan Agenda Prioritas 12
86
Berdikari Dalam Bidang Politik
• Halaman 28 Visi Misi Jokowi - JK

86
REFORMASI
DI REPUBLIK RAKYAT CHINA
ARAH DAN DASAR REFORMASI :
 UPAYA PENINGKATAN PERTUMBUHAN
EKONOMI DENGAN MERUBAH SISTEM
EKONOMI TERTUTUP MENJADI SISTEM
PASAR
 MENGURANGI KESENJANGAN SOSIAL
PADA MASYARAKAT CHINA
89
AGENDA REFORMASI CHINA

1. MERUBAH FUNGSI PEMERINTAH


 MENGKOORDINASIKAN EKONOMI
 MENGAWASI PASAR
 MENGATUR MASYARAKAT (MANAJEMEN MASYARAKAT)
 MEMBERIKAN PELAYANAN UMUM
2. REFORMASI STRUKTURAL
 PERAMPINGAN LEMBAGA PEMERINTAH PUSAT DARI 100
LEMBAGA MENJADI 53 LEMBAGA PEMERINTAH
 PERAMPINGAN DIIKUTI OLEH PEMERINTAH DAERAH
 PEMBENTUKAN LEMBAGA YANG KHUSUS MENANGANI
INVESTASI

89
90

• LANJUTAN ……

3. PERBAIKAN CARA PELAKSANAAN ORGANISASI


 MEMPERMUDAH PROSES PROSEDUR PERIJINAN INVESTASI
 PUBLIK DAPAT MENGAKSES INFORMASI SECARA TERBUKA
MELALUI INTERNET
 CARA KERJA PEMERINTAH TERBUKA DAN LEBIH TRANSPARAN,
TERMASUK PELAYANAN UMUM DAN POS PENGADUAN
4. PERBAIKAN SDM
 PHK DENGAN TETAP MEMBERIKAN FASILITAS,
MEMPEKERJAKAN DI LEMBAGA-LEMBAGA MILIK
PEMERINTAH/SWASTA, MEMINDAHKAN KE
SWASTA//PERUSAHAAN
 PENGEMBANGAN MELALUI TRAINING/PENDIDIKAN FORMAL
 SISTEM REMUNERASI YANG TINGGI
 PEMBATASAN JUMLAH PEGAWAI DI DAERAH OLEH
PEMERINTAH PUSAT 90
91

Patologi Birokrasi
KONSEP PATOLOGI Mengkaji mengenai penyakit yg
(Kedokteran) melekat pd organ manusia, shg
organ tidak berfungsi

PATOLOGI Memahami berbagai penyakit


BIROKRASI yang melekat dlm birokrasi, shg
mengalami disfungsi

MENJELASKAN BERBAGAI
BENTUK PENYAKIT
BIROKRASI (Gerald E. Caiden;
Bary Bozeman; dan Sondang P.
Siagian)
MENGAPA MUNCUL BERBAGAI PENYAKIT
BIROKRASI ??????

BAGAIMANA KARAKTERISTIK BIROKRASI


WEBER YANG PADA AWALNYA DIRANCANG
AGAR BIROKRASI DAPAT MENJALANKAN
FUNGSINYA DENGAN BAIK, PADA AKHIRNYA
JUSTRU MENIMBULKAN BERBAGAI PENYAKIT
YANG MEMBUAT BIROKRASI MENGALAMI
DISFUNGSI ???????
STRUKTUR BIROKRASI WEBERIAN MEMILIKI
BERBAGAI MASALAH INTERNAL YANG PADA
TINGKAT TERTENTU BERPOTENSI
MENYEBABKAN BIROKRASI MENGALAMI
DISFUNGSI (Caiden)

SETIAP ASPEK DARI STRUKTUR BIROKRASI,


SELAIN MEMILIKI MANFAAT DAN KONTRIBUSI
THD EFISIENSI & KINERJA BIROKRASI, JUGA
MEMILIKI POTENSI UNTUK MENCIPTAKAN
PENYAKIT BIROKRASI

KAPAN & BAGAIMANA STRUKTUR BIROKRASI ITU


MENCIPTAKAN PENYAKIT BIROKRASI ????
Teori Kurva-J Birokratisasi = Parabolic Theory of Bureaucracy

K
I
N
E
R
J
A

BIROKRATISASI
PENJELASAN:

1. Banyak orang salah memahami hubungan antara birokratisasi*


dan kinerja suatu organisasi dengan menganggap keduanya
memiliki hubungan yang linear  semakin tinggi birokratisasi
semakin baik kinerja dari organisasi, atau sebaliknya semakin
tinggi birokratisasi semakin rendah kinerja birokrasi.
2. Menurut Caiden hubungan antara birokratisasi dengan kinerja
tidak berbentuk linear, melainkan berbentuk mirip parabola
(parabolic curve)  penerapan prinsip birokratisasi Weber
sampai titik tertentu akan menghasilkan efisiensi yg lebih tinggi,
namun pada penerapan birokratisasi yang berlebihan dan
melampai titik optimalnya, maka efisiensi justru menjadi
semakin rendah.
3. Caiden memperkenalkan konsep titik optimalitas yang selama
ini tidak pernah dijelaskan oleh Weber
PENERAPAN PRINSIP BIROKRASI WEBERIAN SEBELUM & SESUDAH
MELAMPAUI TITIK OPTIMALITAS

Prinsip Birokrasi Manfaat sebelum melampaui titik Efek negatif setelah melampaui
Weberian optimalitas titik optimalitas
Hierarki • Memberikan batas kewenangan; • Menimbulkan ketergantungan kpd
• Memfasilitasi pimp dlm supervisi dan atasan, membatasi diskresi, dan
koordinasi terjadi fragmentasi dlm dec. making
• Mempermudah koordinasi dan • Melembagakan budaya paternalism
memperjelas saluran komunikasi & ABS
(vertikal) dan pertanggungjawaban • Menimbulkan distorsi dlm kom.
Formalisasi • Membantu penyelenggara maupun • Menghambat munculnya perubahan,
pengguna layanan kreativitas & inovasi dlm layanan;
• Standarisasi prosedur dan proses • Menciptakan proses kerja yg rigid,
kerja rutin dan tidak responsif
• Meningkatkan kepastian layanan
Spesialisasi • Menyederhanakan proses kerja untuk • Terjadi fragmentasi birokrasi, proses
efisiensi kerja berbelit-belit, lambat &
• Menjadi basis pengemb keahlian dan inefisensi
profesionalisme • Menimbulkan egoisme pekerja
• Menciptakan ketergantungan antar
bagian, shg terjadi ketidakpastian
dlm pekerjaan
Impersonalitas Aparat bertindak adil, obyektif dan Hilangnya sense of human being
nonpartisan dlm pelayanan
SUATU VARIABEL STRUKTUR
BIROKRASI DAPAT
MENGHASILKAN PATOLOGI
HUBUNGAN ANTARA BERBAGAI
BIROKRASI JIKA
VARIABEL DLM STRUKTUR BIROKRASI
INTENSITAS DARI VARIABEL
SEPERTI “HIERARKI, SPESIALISASI,
ITU SUDAH MENJADISERTA PROSEDUR DAN
FORMALISASI
BERLEBIHAN .
KINERJA” BIROKRASI SERINGKALI TIDAK
BERSIFAT LINEAR
CONTOH:

1. Membantu pimpinan melakukan supervisi & kontrol


2. Membuat arus perintah & info menjadi lebih jelas
3. Mempermudah koordinasi

HIERARKI

1. Arus perintah & info menjadi semakin panjang 


mengalami distorsi;
2. Proses pengambilan keputusan menjadi semakin
lamban dan terkotak-kotak (fragmented);
3. Memperbesar ketergantungan bawahan terhadap
atasan  penjilat, laporan yang sifatnya “ ABS “,
dan loyalitas yang berlebihan
PENJELASAN:

1. Kelemahan internal birokrasi akan menjadi semakin parah apabila


birokrasi beroperasi pada lingkungan tertentu;
2. Lingkungan budaya paternalistis masyarakat berpotensi
memperkuat dampak negatif dari struktur birokrasi;
3. Sistem politik yang tidak demokratis sehingga sumber daya
kekuasaan terkonsentrasi pada pemerintah dan birokrasinya,
kapasitas masyarakat madani yang masih lemah menyebabkan
kelemahan internal birokrasi menjadi semakin parah
4. Birokrasi publik di Indonesia yang memiliki hierarki panjang dan
ketat cenderung mendorong pejabatnya untuk mengembangkan
perilaku ABS  memperoleh justifikasi dari lingkungannya karena
budaya masyarakat yang paternalistis tidak bisa menjadi sensor
bagi perilaku negatif yang muncul dari hierarki yang berlebihan
5. Penyakit birokrasi adalah hasil interaksi antara struktur birokrasi
yang salah dan variabel-variabel lingkungan yang salah
MODEL KINERJA BIROKRASI DI INDONESIA

LINGKUNGAN

BUDAYA DAN PATOLOGI KINERJA


NILAI BIROKRASI BIROKRASI

STRUKTUR
BIROKRASI
WEBERIAN
BIROKRASI PATERNALISTIS

Pejabat Bawahan
Struktur Birokrasi sangat tergantung
Hierarkis pada atasan

Loyalitas dan Memperlakukan


pengabdian yang atasan secara
tinggi kpd atasan berlebihan

Lingkungan masy yg paternalistis

MEMPEROLEH JUSTIFIKASI KULTURAL


RENDAHNYA RESPONSIVITAS PELAYANAN PUBLIK

TIDAK PIMPINAN Kurang paham thd


RESPONSIF (Atasan Langsung) realitas yg dihadapi

Tersumbat info ttg


realitas yg ada Laporan yg “ABS”

Tidak punya
PETUGAS PELAYANAN kewenangan
utk merespon

Keluhan & kesulitan


masyarakat

PENGGUNA LAYANAN
CATATAN:

1. Pada masyarakat dengan budaya paternalistis tidak mampu


melakukan koreksi thd dampak struktur birokrasi yang
hierarkis  beda dengan di negara Barat yang mempunyai
budaya rasional  birokrasi rasional
2. Salah satu kriteria penting yg membedakan antara birokrasi
rasional dengan birokrasi paternalistis adalah konsep
mereka tentang “JABATAN”
3. Dalam birokrasi paternalistis, jabatan dilihat sbg fungsi dari
amanah atau kepecayaan atasan; sedang dalam birokrasi
rasional jabatan adalah fungsi dari prestasi kerja
4. Karakteristik dari budaya paternalistis juga terjadi pd lingk
di sekitar birokrasi, misalnya organisasi Dharma Wanita,
ketuanya selalu istri dari pimpinan
5. Dalam setiap kepanitiaan pimpinan selalu memperoleh
posisi terhormat dan menerima honor paling tinggi
Lanjutan …

6. Karakteristik lain yang menonjol dari birokrasi paternalistis


adalah penempatan atasan sbg pusat kehidupan birokrasi publik
 dapat dilihat pd produk dan perilaku birokrasi publik
“WASKAT” mrp produk birokrasi paternalistis  mekanisme
pengawasan yang bersifat elitis  pengawasan adl hak dan
kewenangan pimpinan bukan hak dan kewajiban bawahan 
Pimpinan bertugas mengawasi bawahan, sedangkan bawahan
adl obyek pengawasan

SECARA IMPLISIT, WASKAT MENGANGGAP


ATASAN ADALAH MALAIKAT SEDANGKAN
BAWAHAN CENDERUNG DILIHAT SEBAGAI
SETAN YANG HARUS SELALU DIAWASI
PEMBENGKAKAN ANGGARAN
(Budget-Maximizing Behavior)

ALASAN:
1. Semakin besar anggaran, semakin besar pula insentif
2. Dalam birokrasi publik tidak ada hubungan yang jelas antara
biaya (cost) dan pendapatan (revenue)  tidak seperti pd
mekanisme pasar yang biaya dan pendapatan mempunyai
hubungan langsung dan membuat mereka memiliki dorongan
untuk memperkecil biaya, pada birokrasi publik dorongan
untuk memperbesar cost justru sangat besar.
3. Anggaran merupakan “driving force” bagi kehidupan birokrasi
sebagaimana “profit” menjadi “driving force” bagi mekanisme
pasar.
Lanjutan….

4. Pada proses perencanaan anggaran terdapat tradisi untuk selalu


memotong anggaran yang diusulkan (tanpa alasan yang jelas ?)
5. Pembengkakan anggaran dalam birokrasi publik juga difasilitasi
oleh kecenderungan birokrasi mengalokasikan anggaran atas
dasar “INPUT” atau kebutuhan, bukan berdasarkan atau
mempertimbangkan “OUTPUT”  walaupun kita sudah
menggunakan label “anggaran berbasis kinerja”  akibatanya:
Terjadi Ketimpangan Anggaran
PROSEDUR YANG BERLEBIHAN

1. Birokrasi publik mengembangkan prosedur yang rigid dan


kompleks, serta ketaatan thd prosedur yang berlebihan
2. Prosedur bukan lagi sbg fasilitas yg dibuat untuk membantu
penyelenggaraan pelayanan, tetapi sudah menjadi seperti berhala
yang harus ditaati oleh para pejabat birokrasi dalam kondisi apa
pun  prosedur menjadi tujuan yang tidak boleh dilanggar
3. Pejabat Birokrasi publik cenderung tidak suka dihadapkan pada
keharusan mengambil keputusan  perlu prosedur dan aturan
yang tertulis dan rinci untuk menghindari resiko kesalahan dalam
pengambilan keputusan
4. Pengembangan prosedur birokrasi yang rumit dan panjang juga
dimanfaatkan sebagai mekanisme kontrol terhadap masyarakat
(ada rasa ketidak percayaan/distrust birokrasi thd kehidupan di
luar birokrasi)
Lanjutan ……

5. Distrust tidak hanya mewarnai hubungan antara birokrasi dan


pengguna layanan, tetapi juga antara suatu birokrasi publik
dengan birokrasi publik lainnya (kasus ngurus paspor);
6. Distrust tidak hanya mendorong munculnya prosedur
pelayanan yang rigid dan kompleks, tetapi juga turut
mendorong munculnya hierarki pemerintahan dan pelayanan
publik yang panjang
7. Ketidakmampuan pengguna layanan untuk mengikuti prosedur
scr wajar mendorong munculnya praktek KKN  prosedur
menjadi komoditi untuk kepentingan tertentu.
JUMLAH PROSEDUR, LAMA WAKTU, DAN BESARNYA BIAYA PERIZINAN MEMBUKA USAHA

NEGARA PERINGKAT JML LAMA WKT BIAYA (% dari Pendapatan


PROSEDUR (HR) Perkapita

New Zealand 1 1 1 0,4


Australia 3 2 2 0,8
Singapura 4 3 3 0,7
Amerika Serikat 8 6 6 0,7
Inggris 16 6 13 0,7
Denmark 28 4 6 0,0
Taiwan 29 6 23 3,9
Belgia 31 3 4 5,3
Norwegia 35 5 7 1,9
Swedia 43 ***3 15 0,6
Thailand 55 7 32 6,3
Belanda 70 6 10 5,6
Malaysia 88 9 11 11,9
Jepang 91 8 23 7,5
Vietnam 116 11 50 13,3
Uganda 129 18 25 84,4
Indonesia 161 9 60 26,0
india 169 13 30 66,1
PEMBENGKAKAN BIROKRASI

1. Perkembangan birokrasi di Indonesia yang semula


dibentuk dengan misi yang jelas dan struktur yang
ramping  kerajaan birokrasi yang besar;
2. Ibarat bayi yang baru lahir dengan berat badan normal
 secara cepat menjadi anak yang gemuk dan bahkan
menderita obesitas

W h y . . . . . ?????
KARENA :

1. Kecenderungan internal birokrasi untuk


mengembangkan diri seiring dengan keinginan untuk
memperbesar kekuasaan dan anggaran;

2. Kapasitas masyarakat dan legislatif untuk mengontrol


perilaku birokrasi masih terbatas 
pengembangbiakan birokrasi menjadi tidak terkendali;
PEMBENGKAKAN
BIROKRASI

MEMPERLUAS MISI MELAKUKAN KEGIATAN


BIROKRASI DI LUAR MISINYA

Bappenas
BKKBN
Bappeda
EXTRA ORDINARY INSTITUTION

1. Ketidak percayaan publik kepada penyelenggaraan


pemerintahan (layanan, penegakan hukum, penguatan
demokrasi)  melakukan pembenahan yang disertai dengan
pembentukan lembaga-lembaga baru di luar struktur yang ada 
KPK, Komisi Ombudsman, Komisi Perlindungan Anak, dll);
2. Pembentukan lembaga-lembaga tsb sbg implikasi dari
ketidakmampuan lembaga yang sudah ada dalam menjalankan
misi atau peran khusus yang dimilikinya
3. Keberadaan KPK adalah buah dari ketisakpercayaan publik thd
kemampuan dan keseriusan kepolisian dan kejaksaan dalam
memberantas korupsi;
Lanjutan . . ….

4. Peran yang dijalankan oleh KNKT (Komite Nasional


Keselamatan Transportasi) sbenarnya merupakan kewajiban
dan tanggung jawab Kementerian Perhubungan;
5. Keberadaan Komisi Perlindungan Anak dan Komnas
Perempuan merupakan bentuk ketidakpercayaan thd
Kementerian Hukum dan HAM dalam melindungi anak dan
perempuan serta menjamin hak-haknya;
6. Pembentukan lembaga-lembaga baru juga merupakan bentuk
ketidakpercayaan presiden thd lembaga yang sudah ada 
7. Pembentukan UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan
dan pengendalian Pembangunan merupakan bentuk
ketidakpercayaan presiden thd kabinet dalam menerjemahkan
visi dan agenda kebijakannya padahal sudah ada Kemenko
Pembengkakan birokrasi dan lembaga
negara lainnya tentu memiliki akibat yang
sangat buruk bagi kinerja pemerintah.
Bukan hanya karena akan menghasilkan
pemerintahan yang memiliki biaya tinggi
dan efisiensi rendah, tetapi juga dapat
menimbulkan akibat yang sangat buruk
implikasinya bagi kinerja pemerintah
Lembaga Baru Tumpang Tindih

CONTOH:

1. Komnas Anti Kekerasan thd Perempuan dengan


Kementrian Pemberdayaan Perempuan,
Kementerian Sosial, dan Kementerian Hukum dan
HAM, atau Komnas HAM
2. UKP4 dengan Lembaga Pengawas Pembangunan
(Itjen, dan BPKP)
Masih banyak lagi patologi
birokrasi lainnya.
Silahkan diidentifikasi sendiri
Patologi Birokrasi
• Patologi birokrasi bisa juga diartikan sama dengan
“penyakit birokrasi”.
• Peran birokrasi sebagai implementor dari
kebijakan politik, atau dengan kata lain birokrasi
sebagai penyelenggara pemerintahan, maka
patologi birokrasi dapat diartikan sebagai
persoalan atau permasalahan yang terjadi dalam
penyelenggaraan pemerintahan akibat kinerja
birokrasi tidak mampu dalam memenuhi
kebutuhan publik dengan baik.
Menurut Siagian, patologi birokrasi bisa dikelompokkan dalam
lima kategori, diantara adalah :
1. Patologi yang timbul karena persepsi dan gaya manajerial
para pejabat di lingkungan birokrasi
2. Patologi yang disebabkan karena kurangnya atau
rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas
pelaksana berbagai kegiatan operasional
3. Patologi timbul karena tindakan para anggota birokrasi
yang melanggar norma-norma hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Patologi yang dimanifestasikan dalam perilaku para
birokrat yang bersifat disfungsional atau negatif
5. Patologi yang merupakan akibat situasi internal dalam
berbagai instansi dalam lingkungan pemerintahan.
Bentuk dan Macam Patologi Birokrasi
Persepsi atas dasar prasangka,
Persepsi, Perilaku, Mengaburkan masalah, Menerima
sogokan, Pertentangan kepentingan,
dan Gaya Cenderung mempertahankan status
quo, Empire Building, Bermewah-
Manajerial mewah, Pilih kasih, Takut pada
perubahan, inovasi, dan resiko,
Penipuan, Sikap sombong,
Ketidakpedulian pada kritik dan
saran, Jarak kekuasaan, Tidak mau
bertindak, Takut mengambil
keputusan, Sifat menyalahkan orang
lain, Tidak adil, Intimidasi, Kurang
komitmen, Kurang koordinasi, Kurang
kreativitas dan eksperimentasi,
Kredibilitas rendah, Kurangnya visi
yang imajinatif, Nepotisme, Tindakan
tidak rasional, Keengganan
mendelegasikan,
Ketidakmampuan menjabarkan kebijaksanaan
Kurangnya pimpinan, Ketidaktelitian
pengetahuan- Rasa puas diri, Bertindak tanpa berfikir,
Kebingungan, Tindakan yang tidak produktif,
Keterampilan Tidak adanya kemampuan berkembang, Mutu
hasil pekerjaan yang rendah, Ketidakmampuan
belajar, Inkompetensi, Melakukan tindakan
yang tidak relevan, Sikap ragu-ragu, Kurangnya
Imajinasi, Kurangnya prakarsa, Bekerja tidak
produktif, Stagnasi.

Tindakan Penggemukan biaya, Menerima sogokaN,


Ketidakjujuran, Korupsi, Tindakan criminal,
Melanggar Hukum Pencurian, Penipuan, Kontrak fiktif,
Bertindak sewenang-wenang,
Dimanifestasikan ke Pura-pura sibuk, Paksaan, Sikap takut,
dalam Perilaku Penurunan mutu, Tidak sopan,
Diskriminasi, Cara kerja legalistis
Disfungsional , Sulit dijangkau, Tidak
berperikemanusiaan, Tanggungjawab
rendah, Utamakan kepentingan
sendiri
Tidak disiplin, Kaku, Tidak peka, Tidak
peduli mutu kerja, Melaksanakan
kegiatan yang tidak relevan
Penempatan tujuan dan sasaran yang
Berkenaan dengan tidak tepat, Eksploitasi, Motivasi yang
Situasi Internal tidak tepat,
Kewajiban sosial sebagai beban,
Birokrasi Pengangguran terselubung, Imbalan
yang tidak memadai, Kondisi kerja
yang kurang memadai, Pekerjaan
tidak kompatibel, Tidak adanya
indikator kinerja, Kekuasaan
kepemimpinan, Miskomunikasi ,
Misinformasi, Beban kerja yang
terlalu berat, Terlalu banyak pegawai,
Sistem pilih kasih, Kondisi kerja yang
tidak nyaman, Sarana dan prasarana
yang tidak tepat, Perubahan sikap
yang mendadak
STRATEGI DAN PROGRAM
REFORMASI BIROKRASI
Mengapa kita membutuhkan
Reformasi Administrasi?

“Sustained economic and social development


takes place when there is leadership
intention, cognition and learning which
involves continual modification of
perceptions, belief structure and mental
models” (Neo and Chen, 2007)
Mengapa Kita membutuhkan RB
“Streamlining organization is a matter of great
importance. In fact, it constitutes a revolution. If we
fail to carry out this revolution, if we let the present
over-staffed and overlapping party and state
organization stay as they are – without clearly
defined duties and with many incompetent,
irresponsible, lethargic, undereducated, and
ineffiecient staff member, we ourselves will not be
satiefied and we will not have the support of lower
cadre, much less of the people” (Deng Xiaoping, 1982)
Apa yang kita maksudkan
dengan Reformasi Administrasi?

1. Construction or reconstruction of a state


(Institutions or process of political and
economic change)
2. Modernization of the state (administrative
structure, managerial capacities, financial
management, technological adequacy)
3. Reconfiguration of the role of the state
(partnerships with private sector)
4. Revitalization of democracy (enhance
public participation in policy making)
Potret Birokrasi Indonesia
• Organisasi
– Struktur gemuk dan tidak fit dengan fungsi

• Hukum dan Peraturan Perundang-undangan


– Kontradiktif dan Ambigu

• Sumber Daya Aparatur


– Overstaffed dan Understaffed
– Masalah Integritas

• Business Process dalam Pelayanan Publik


– Prosedur, biaya dan waktu yang tidak pasti
– Pelayanan Publik yang tidak berkualitas, terbuka celah korupsi

• Mindset dan Culture Set


– Tidak innovatif, tidak memiliki semangat perubahan
Potret Data Statistik
• Global Competitiveness Indeks 2012-2013 urutan 50 dari
144 Negara, dengan most problematic factors:
• Inefficient government bureaucracy (15,4)
• Corruption (14,2)
• Inadequate supply of infrastructure (8,7)

• Level of Ease of Doing Bussiness 2013 urutan 128 dari


185 Negara dengan lama starting bussiness 47 hari
(dibandingkan rata-rata di East Asia dan Pacific 36 hari)

• Indeks Persepsi Korupsi 2012 di urutan 118 dari 176


negara dengan nilai 3,2 (di bawah Timor Leste 3,3)
Tiga Tantangan Terbesar Saat ini

• Tuntutan dan Harapan Masyarakat yang sangat


cepat dengan perkembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi

• Daya dukung sumber daya alam yang semakin


menipis

• Asean Free Trade Zone pada tahun 2015.


Beberapa Masalah Dasar SDM Aparatur

Rekrutmen yang belum objektiv dan belum kompetitif

Promosi Jabatan yang masih tertutup dan belum bersifat kompetitif

Level Remunerasi belum memadai dan tidak terkait dengan Kinerja

Masih belum terbangunnya sistem dan Budaya Kinerja


Strategi Reformasi Birokrasi Nasional

3 Sasaran RB
1. Terwujudnya
pemerintahan
yang bersih
dan bebas
korupsi,
kolusi, dan
nepotisme;
2. Meningkatnya
kapasitas dan
akuntabilitas
kinerja
birokrasi
3. Meningkatnya
kualitas
pelayanan
publik
13
4 Tujuan antara RB s/d 2014 5

Pemerintahan Pemerintahan
yang Efektif dan yang terbuka
Efisien berbasiskan ICT

SDM Aparatur
Pemerintahan
yang Kompeten
yang partisipatif
dan Kompetitif
Apa yang kita butuhkan?

Mesin Reform Agenda Reform


Komitmen Politik
PENATAAN JUMLAH DAN DISTRIBUSI PNS
a. Analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatan di K/L & Pemda
b. Perencanaan SDM lima tahun untuk setiap Instansi
c. Kebijakan Minus Growth
d. Kebijakan Pembatasan dan/atau Pengurangan Belanja Pegawai
e. Redistribusi SDM Aparatur
f. Kebijakan Pemberian Pensiun Dini secara sukarela

Mengatur
Melihat ulang
Redistribusi/Realokasi
kebutuhan riil PNS
PNS
Mengurangi Belanja
Pegawai
Birokrasi yang efektif,
Menurunkan Merencanakan
efisien dan melayani
pertumbuhan jumlah kebutuhan CPNS
PNS sesuai kebutuhan
SISTEM SELEKSI CPNS DAN PROMOSI PNS SECARA TERBUKA

a. Kebijakan seleksi CPNS melalui:


• Kerjasama dengan Konsorsium PTN untuk seleksi CPNS
• Penggunaan Computer Assissted Text (CAT) untuk
seleksi CPNS
• Rekrutmen bagi lulusan terbaik Universitas

b. Kebijakan Promosi PNS


• Penguatan Assessment Center untuk Promosi Jabatan,
Diklat Penjenjangan dan/atau Fungsional

c. Kebijakan Pengisian Lowongan Jabatan Secara Terbuka


Antar Instansi baik Tingkat Nasional maupun Regional

Menciptakan sistem
rekruitmen dan
Mengurangi KKN Birokrasi yang efektif,
dalam proses seleksi
promosi yang selektif efisien, bersih dan
melayani
Mendorong kinerja
Menjaring calon-calon birokrasi melalui
yang berkualitas penempatan pegawai
yang tepat
PROFESIONALISASI PNS

a. Penetapan Standar Kompetensi


b. Peningkatan Kemampuan PNS Berbasis Kompetensi
c. Sistem Nasional Diklat PNS Berbasis Kompetensi
d. Penegakan Etika dan Disiplin Pegawai Negeri
e. Sertifikasi Kompetensi Profesi
f. Mutasi dan Rotasi Sesuai dengan Kompetensi Secara Periodik
g. Pengukuran Kinerja Individu
h. Penguatan Jabatan Fungsional:
• Penambahan jumlah
• Penetapan Pola Karier
• Peningkatan Kemampuan
• Peningkatan Tunjangan

Menciptakan standar
Meningkatkan disiplin
kompetensi jabatan
dan kinerja PNS
yang menjadi acuan
bagi penembatan Birokrasi yang efektif,
dalam jabatan
Mendorong PNS
efisien, bersih dan
Meningkatkan dan
untuk memberikan melayani
kontribusi kinerja
menjaga kualitas SDM melalui jabatan
Aparatur fungsional
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PEGAWAI NEGERI

a. Perbaikan struktur Penggajian


b. Pemberian Tunjangan Berbasis Kinerja secara bertahap
c. Penyempurnaan Sistem Pensiun
d. Peningkatan Jaminan Kesehatan bagi Aparatur dan Pensiunan

Menciptakan sistem
Menjamin kesehatan
penggajian yang
PNS dan Pensiunan
memberikan
kesejahteraan bagi Birokrasi yang efektif,
PNS Mendorong motivasi
kerja PNS efisien, bersih dan
Menciptakan sistem
Menghubungkan pensiun yang
melayani
sistem tunjangan mensejahterakan para
kinerja dengan pensiunan PNS
prestasi PNS
Apa yang harus dikembangkan?

Dukungan dan Legitimasi: Dynamic


Building Trust Capabilities

Public Value (Benefit


bagi masyarakat)
Kapabilitas, Kultur dan Perubahan

Capabilities

Thinking
Ahead
Able People Change

Thinking Adaptive Adaptive


Again Process Policies

Agile
Process
Thinking
Across

Culture: Incorruptibility, Meritocracy, Growth, Prudence, Markets


Bagaimana Peran Saudara sekalian ?

• Jadilah agen perubahan (reformers) di Instansi


masing-masing untuk merubah birokrasi

• Dalam Reformasi Birokrasi dibutuhkan jumlah


yang memadai (critical mass) para reformers

• Jadilah Pemimpin Transformasional, bukan


Transaksional
PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN SDM APIP
DALAM MENDUKUNG REFORMASI BIROKRASI

144
SASARAN REFORMASI BIROKRASI

pemerintahan belum pemerintahan yang


bersih, kurang akuntabel bersih, akuntabel dan
dan berkinerja rendah berkinerja tinggi

pemerintahan belum pemerintahan yang


efektif dan efisien efektif dan efisien

pelayanan publik masih pelayanan publik yang


buruk baik dan berkualitas
MEMASTIKAN
BERJALANNYA
145 REFORMASI BIROKRASI
AUDITOR INTERNAL
UKURAN KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI
(RPJMN 2015 – 2019)

Sasaran Indikator Target


Satuan Baseline
2019
1. Opini WTP atas Laporan Keuangan
- K/L % 74 95
- Provinsi % 53 85
- Kabupaten % 18 60
- Kota % 33 65
2. Tingkat Kapabilitas APIP Skor 1-5 1 3
Birokrasi Yang
Bersih dan 3. Tingkat Kematangan Implementasi SPIP Skor 1-5 1 3
Akuntabel 4. Instansi Pemerintah yang Akuntabel
(Min Skor B atas SAKIP)
- K/L % 39,3 85
- Provinsi % 27,3 75
- Kabupaten/Kota % 30 50
Penggunaan e-Procurement terhadap
% 30 80
belanja pengadaan
UKURAN KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI
(RPJMN 2015 – 2019)

Sasaran Indikator Target


Satuan Baseline
2019
Indeks Reformasi Birokrasi Rata –rata
Nasional
- K/L Skor 1 – 100 47 75
- Provinsi Skor 1 - 100 NA 60
Birokrasi - Kabupaten/Kota Skor 1 - 100 NA 45
Yang Efektif Indeks Profesionalitas ASN Skor 1 - 100 76 86
dan Efisien
Indeks e-Government Nasional
- K/L 0–4 2,66
- Provinsi 0–4 2,2 3,4
- Kabupaten/Kota 0–4 2,2
UKURAN KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI
(RPJMN 2015 – 2019)

Sasaran Indikator Target


Satuan Baseline
2019
Indeks Integritas Nasional
- Integritas Pelayanan Publik (Publik) Skor 1-10 7,22 9
Birokrasi - Integritas Pelayanan Publik (Daerah) Skor 1-10 6,82 8,5
Yang Survey Kepuasan Masyarakat (SKM) % 80 95
Memiliki
Persentase Kepatuhan Pelaksanaan UU
Pelayanan
Pelayanan Publik (Zona Hijau)
Publik
Berkualitas - K/L K: 64 100
L: 15
%
- Provinsi 50 100
- Kabupaten/Kota 5 80
STRATEGI KEBIJAKAN DALAM MEWUJUDKAN SASARAN 149
REFORMASI BIRORASI

ZONA INTEGRITAS
- Permenpanrb 52/2014

UU 30/2014 Tentang
Administrasi Negara
BERSIH MELAYANI
REFORMASI BIROKRASI
Permenpanrb 37/2013
Permenpanrb 14/2014
Permenpanrb 11/2015

AKUNTABILITAS KINERJA
AKUNTABEL
- Perpres 29/2014
- Permenpan RB 53/2014
- Permenpanrb 12/2015
PERAN APIP DALAM PENCAPAIAN KEBERHASILAN 150
REFORMASI BIROKRASI
ZONA INTEGRITAS
- Koordinator Tim Penilai Internal
(TPI) di masing-masing Instansi
pemerintah

Menentukan kerugian akibat


penyalahgunaan wewenang
MELAYANI diranah administrasi
BERSIH
REFORMASI BIROKRASI
Koordinator Tim
Penilaian Mandiri
Pelaksaan RB (PMPRB)

AKUNTABILITAS KINERJA
AKUNTABEL
-Melakukan Reviu atas
Penerapan anggaran berbasis
kinerja pada Instansi
Pemerintah
PERUBAHAN PARADIGMA AUDITOR 151

CONCULTING
WATCH AND
DOG ASSURANCE
Kompetensi hanya Kompetensi meluas
akuntasi dan hukum ke arah manejerial
KOMPETENSI SDM YANG DIBUTUHKAN 152

Performance Management

Change Management

Risk Management

Internal Control

Human Resource Management

Public Service
KOMPETENSI YANG DIBUTUHKAN (2) 153

Hukum

Akuntansi

Audit

Audit Internal
Strategi Penguatan SDM APIP 154

SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN

Latar belakang pendidikan Auditor Harus memiliki kompetensi


1 tidak sesuai 1 auditor (keuangan dan kinerja)

Pendidikan berkelanjutan Pendidikan berkelanjutan


2 diabaikan 2 diwajibkan

Jumlah Auditor Internal tidak Jumlah Auditor Internal sesuai


3 mencukupi 3 kebutuhan

pola pengembangan kompetensi


4 pengembangan kompetensi 4 yang jelas

Fokus Perubahan Profesionalisme


Penguatan Kelembagaan 155

Independensi Bisnis Proses

Kemandirian Auditor Sistem dan prosedur yang


internal baik secara efektif dan efisien untuk
kelembagaan maupun menjamin manfaat fungsi
individu dalam pengawasan
menjalankan fungsi
pengawasan.
Strategi Penguatan Kelembagaan 156

SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN


Auditor Internal yang berada posisi Auditor Internal yang
1 langsung dibawah pimpinan 1 independen terhadap manajemen
organisasi organisasi
sumber pembiayaan melekat pada Auditor Internal memiliki kemandirian
2 organisasi 2 dalam pengelolaan keuangan

kepegawaian Auditor Internal Auditor Internal memiliki kemandirian


3 masih melekat dalam organisasi 3 dalam bidang kepegawaian

Pelaporan yang hanya kepada satu Pola pelaporan diberikan kepada


4 4
tujuan pimpinan organisasi dan kepada
presiden
Fokus Perubahan Independensi
Strategi Penguatan Kelembagaan 157

SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN


Auditor Internal tidak memiliki
1 kebebasan menentukan obyek 1 Auditor Internal memiliki kebebasan
pengawasan menentukan obyek pengawasan
Kurangnya komitmen tindak lanjut Kewajiban menindak-lanjuti hasil
2 atas hasil pengawasan 2
pengawasan
Pengaturan mengenai sanksi belum
3 diatur secara tegas 3 Ada sanksi administratif dan pidana

Fokus Perubahan Bisnis Proses


PENGUATAN FUNGSI AUDITOR INTERNAL 158

FUNGSI PENGAWASAN EFEKTIF DAN DAPAT


DIANDALKAN

MENURUNKAN PENYIMPANGAN DAN


MENINGKATKAN AKUNTABILITAS ORGANISASI

FUNGSI PEMERIKSA EKSTERNAL


DAPAT FOKUS PADA PEMERIKSAAN YANG SIFATNYA STRATEGIS
DAN BERDAMPAK LUAS
KESELARASAN DENGAN EKSPEKTASI 159
PEMANGKU KEPENTINGAN

CONSULTING AND ASSURANCE

Penentuan Peningkatan
Pemetaan
area of efektivitas
Risiko
improvement organisasi

KEPERCAYAAN MASYARAKAT MENINGKAT


KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MENINGKAT
Persyaratan Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan.
Persyaratan Penyusunan Peraturan

Kewenangan

Kebutuhan

Kemampuan - Kapasitas

Manajerial
Kewenangan
• Tindakan yang diambil harus sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
• Kejelasan menyangkut kewenangan ini sangat
penting karena menjadi dasar keabsahan
melakukan perbuatan hukum.
Kebutuhan
• Tindakan yang diambil harus sejalan dengan
kebutuhan yang hendak dicapai.
• Wujud kebutuhan ini antara lain tercermin dalam
kondisi faktual yang dihadapi dan juga potensi yang
akan terjadi.
Kemampuan - Kapasitas
• Tindakan yang diambil harus sesuai dengan ukuran
kapasitas yang dimiliki.
• Kemampuan di sini adalah kondisi obyektif yang
dimiliki guna memecahkan persoalan yang dihadapi
secara proporsional, baik kemampuan sumber daya
manusia, dana, sarana dan prasarana maupun
jaringan.
Dukungan Manajerial
• Tindakan yang diambil sesuai dengan kaidah-
kaidah keorganisasian secara sehat seperti
adanya akuntabilitas dan responsibilitas.
• Manajemen sangat penting mengingat
ketepatan pembagian tugas dan petugas
dalam suatu aktivitas organisasi merupakan
barometer suksesnya roda organisasi.
• Manajemen adalah suatu kualitas
pengorganisasian yang diarahkan secara
efisien dan efektif guna optimalisasi hasil.
NASKAH AKADEMIK
UU Nomor 12 Tahun 2011
Pengertian Naskah Akademik
(Pasal 1 angka 11 UU 12/2011)

•Naskah Akademik adalah naskah hasil


penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam suatu RUU, Raperda Provinsi,
atau Raperda Kabupaten/Kota sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat.
Sistematika Naskah Akademik
(UU Nomor 12 Tahun 2011)

• JUDUL
• KATA PENGANTAR
• DAFTAR ISI
• BAB I PENDAHULUAN
• BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
• BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN TERKAIT
• BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
• BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN
DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
• BAB VI PENUTUP
• DAFTAR PUSTAKA
Keterangan Penyusunan
(Background Paper)
UU Nomor 12 Tahun 2011
Keterangan Penyusunan
(Background Paper)
(UU Nomor 12 Tahun 2011)

1. Latar Belakang;
2. Tujuan Penyusunan/mengapa
perlu diatur;
3. Bagaimana mengaturnya:
a. Batang tubuh;
b. Penjelasan;
c. Lampiran.
4. Jangkauan dan arah Pengaturan
Produk Hukum
1. Peraturan Perundang-undangan
(algemeen verbindende voorschriften)
2. Aturan Kebijakan (beleidsregel)
3. Keputusan TUN (beschikking)
4. Perjanjian Kebijakan
(beleidovereenkomst)
Jenis Norma
1. Norma Kebijakan;
2. Norma Kewenangan;
3. Norma Perilaku;
4. Norma Izin;
5. Norma Sanksi;
6. Norma Peralihan dan norma antar
waktu.
Tujuan Aturan Kebijakan
1. mewujudkan Produk Hukum yang berkualitas;
2. mewujudkan keseragaman pola/bentuk Produk
Hukum;
3. mewujudkan keterpaduan dan harmonisasi
materi Produk Hukum;
4. mewujudkan koordinasi positif dalam
penyusunan Produk Hukum;
5. sebagai pedoman dalam proses penetapan
Produk Hukum;
6. menjamin penyampaian/pendistribusian Produk
Hukum.
Tujuan dan Aturan Kebijakan
1. Meningkatkan kepatuhan hukum
2. Bersifat teknis operasional
3. Meningkatkan keteraturan dan
kepastian dalam pelayanan
4. Mencegah kekosongan hukum
5. Mencegah terjadinya stagnasi dalam
penyelengaran fungsi pemrintahan
Materi Muatan Aturan Kebijakan

1. tidak bertentangan dengan peraturan perundang-


undangan;
2. memperhatikan hierarkhi, konsitensi/keselarasan,
harmonisasi dan sinkronisasi dengan Produk
Hukum yang telah berlaku, yang lebih tinggi
dan/atau yang sederajat;
3. dijabarkan dengan lebih rinci, bila melaksanakan
perintah Produk Hukum yang lebih tinggi;
4. tidak memuat aturan yang bersifat menimbulkan
kewajiban bagi perusahaan yang bertentangan
dengan Hukum.
Fungsi Pemerintahan

• Pembinaan;
• Pengawasan;
• Penegakan Hukum
KERANGKA
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
(UU Nomor 12 Tahun 2011)

A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
Lingkup Pengawasan
(Penilaian?)
1. Subjek Hukum
2. Perbuatan Hukum
3. Akibat Hukum
4. Kepentingan Hukum
5. Pertanggungjawaban Hukum
6. Penyelesaian Hukum
Tata Cara Pengawasan

1. metode acak (random);


2. dampak yang ditimbulkan berbahaya bagi
lingkungan hidup dan masyarakat;
3. perbuatan yang telah berulang dilakukan
(Residif); dan/atau
4. laporan masyarakat.
Perizinan
PROSEDUR
• Pada umumnya permohonan izin harus
menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh Pemerintah, selaku
pemberi izin.
• Pemohon izin juga harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu yang
ditentukan secara sepihak oleh Pemerintah
atau pemberi izin.
• Prosedur dan persyaratan perizinan itu
berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan
izin, dan instansi pemberi izin.
• Syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan
kondisional.
• Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan
atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu)
dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu
ditentukan suatu perbuatan kongkrit, dan bila tidak
dipenuhi dapat dikenai sanksi.
• Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru
ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah
perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu
terjadi.
• Prosedur di sini terdiri dari persyaratan administratif,
persyaratan yuridis, persyaratan teknis dan
persyaratan manajerial, dengan uraian di bawah ini:
Rekomendasi
• Rekomendasi merupakan:
 dasar hukum untuk terbitnya izin.
 Syarat administratif saja.
Lini Kedua
(Second Line Inspection & Enforcement)
Pasal 73 dan Pasal 77 UU 32 Tahun 2009
1. Tidak efektifnya pengawasan atau penerapan
sanksi yang diterapkan line pertama;
2. Tidak melakukan pengawasan atau keliru
penerapan hukumnya;
3. Koordinasi dengan line pertama;
4. Diminta oleh line pertama.
HARMONISASI
Pengertian Harmonisasi
• Serasi, selaras, sepadan sebagai lawan dari
kejanggalan dan ketidakselarasan (KBBI,1989)
• Tidak adanya hal-hal yang bertentangan atau
kejanggalan;
• Mencocokan hal-hal yang bertentangan secara
proporsional agar membentuk suatu keseluruhan
sebagai suatu sistem;
• Terciptanya suatu keselarasan, kerserasian.
• Harmonisasi dilakukan secara vertikal dan
horizontal, dimaksudkan untuk
1. status dari Peraturan Perundang-undangan
yang ada;
2. mengetahui kondisi hukum atau peraturan
perundang-undangan yang mengatur
mengenai substansi atau materi yang akan
diatur
3. menghindari terjadinya:
a. kontradiksi (contradiction)
b. konflik (conflicting)
c. tumpang tindih (overlapping)
d. kesenjangan (gap)
e. inkonsistensi (inconsistent)
Tujuan Harmonisasi
Mencegah, menghindari, dan menyelesaikan
agar pada peraturan perundangan-undangan
tidak terjadi:
a. kontradiksi (contradiction)
b. konflik (conflicting)
c. tumpang tindih (overlapping)
d. kesenjangan (gap)
e. inkonsistensi (inconsistent)
Kontradiksi (Contradiction)

“a lack of agreement between facts, opinions,


actions, etc.”
 Henry Campbell Black, 2014, Black’s Law Dictionary, ed. 10, West Publishing Co, St.
Paul, USA

terkait dengan hirarkhi pengaturan,


apakah suatu pengaturan bertentangan
dengan pengaturan induk.
Konflik (Conflic)
“A situation in which there are opposing ideas,
opinions, feelings or wishes; a situation in
which it is difficult to choose.”
 Henry Campbell Black, 2014, Black’s Law Dictionary, ed. 10, West Publishing Co, St.
Paul, USA

 Pengaturan dalam peraturan perudang-


undangan sektoral masing-masing
saling berlawanan atau bertentangan.
Tumpang Tindih (Overlapping)
“The amount by which one thing covers
another thing.”
 Henry Campbell Black, 2014, Black’s Law Dictionary, ed. 10, West Publishing
Co, St. Paul, USA

 terjadinya tumpang tindih pengaturan,


satu hal diatur dalam lebih dari satu
peraturan perundang-undangan.
Kesenjangan (Gap)
“A space between two things or in the middle
of something, especially because there is a
part missing.”
 Henry Campbell Black, 2014, Black’s Law Dictionary, ed. 10, West Publishing
Co, St. Paul, USA

 Lack of norm, sesuatu yang seharusnya


diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan tetapi tidak
diatur.
Inkonsistensi (Inconsistent)
“if two statements, etc. Are inconsistent, or
one is inconsistent with the other, they cannot
both be true because they give the facts in a
different way.”
 Henry Campbell Black, 2014, Black’s Law Dictionary, ed. 10, West Publishing
Co, St. Paul, USA

 Terjadi ketidakkonsistenan sesuatu yang


diatur dalam satu peraturan
perundang-undangan (mis: pasal yang
satu bertentangan dengan pasal yang
lain).
Terima kasih
TERIMA KASIH

195

Anda mungkin juga menyukai