Anda di halaman 1dari 18

Kimia Dasar

Justin Owen Wijaya


(03031281924069)

Muhammad Anwar Raihan


(03031381924081)
1. KEPOLARAN IKATAN
Kepolaran Ikatan
Kepolaran ikatan atau yang dikenal juga dengan istilah polaritas
merupakan suatu keadaan dimana distribusi penyebaran elektron tidak
merata atau elektron lebih cenderung terikatpada salah satu atom.
Kepolaran kuat kaitannya dengan keelektronegatifan dan momen dipol,
dimana kepolaran suatu senyawa bergantung pada harga momen dipol
senyawa tersebut. Berdasarkan kepolaran atom-atom yang berikatan,
kepolaran ikatan terbagi menjadi dua yaitu kovalen polar dan kovalen
non-polar.
Kepolaran molekul yang mengandung atom lebih dari dua dan tidak
sejenis ikatan kimianya merupakan ikatan kovalen polar. Akan tetapi
dapat bersifat non-polar apabila bentuk molekulnya simetris dan atom
pusat tidak mempunyai pasangan elektron bebas (PEB). Contohnya :

CH4, BF3, SiO3, CCl4 ikatan antar atomnya adalah ikatan kovanen
polar, akan tetapi molekulnya bersifat non-polar.
Elektronegatifan
Keelektronegatifan merupakan suatu bilangan yang menyatakan
kecenderungan suatu unsur untuk menarik elektron dalam suatu
molekul senyawa. Konsep keelektronegatifan ini pertama kali diajukan
oleh Linus Pauling pada tahun 1932. Semakin besar keelektronegatifan,
unsur cenderung makin mudah membentuk ion negatif dan sebaliknya
semakin kecil keelektronegatifan, unsur cenderung makin mudah
membentuk ion positif. Cara mudah melihat tingkat dan perbandingan
keelektronegatifan suatu unsur melalui tabel periodik ialah :

-Dalam satu golongan dari atas ke bawah, keelektronegatifan semakin


berkurang.

-Dalam satu periode dari kiri ke kanan keelektronegatifan semakin


bertambah.

-Sehingga unsur F memiliki keelektronegatifan yang lebih besar


daripada unsur Br, dan unsur Li memiliki keelektronegatifan yang lebih
kecil daripada unsur O.
MOMEN DIPOL
Momen Dipol
Momen dipol merupakan hasil kali antara muatan dengan jarak, yang
digunakan untuk menyatakan kepolaran suatu molekul tertentu. Dalam
SI (Satuan Internasional) momen dipol memiliki satuan Coulumb meter
(Cm), sedangkan satuan yang paling sering digunakan ialah Debey (D).
Momen dipol menyatakan kepolaran suatu molekul. Molekul yang
memiliki dipol dapat diartikan memiliki dua kutub, yakni kutub positif
(δ+) dan kutub negatif (δ-). Sebagai contoh, dapat menentukan momen
dipol dari CO2 (karbon dioksida).
O = C = O
-
(δ-)(δ+) (δ-)
Atom C (δ+) pada molekul CO₂ lebih elektropositif daripada atom O. Sehingga
atom O (δ-) lebih elektronegatif dari pada atom C. Hal ini mengakibatkan
elektron cenderung menuju ke arah yang lebih elektronegatif yaitu menuju ke
atom O. Maka arah momen dipol pada molekul CO₂adalah ke kanan dan ke
kiri. Momen dipol ke kanan dan momen dipol ke kiri adalah sama. Maka
molekul CO₂ memiliki besar momen dipol yang sama ke kanan dan ke kiri
(berlawanan arah) sehingga saling meniadakan. Maka jumlah vektor dari
keduanya adalah 0 (nol).
/
2.SEL VOLTA SEL GALVANI
Sel Galvani atau sel volta diambil dari nama ilmuwan Italia Luigi
Galvani dan Alesandro Volta, yang membuat versi awal dari alat ini.
Sebatang seng dicelupkan ke dalam larutan ZnSO4 dan sebatang
tembaga dicelupkan ke dalam larutan CuSO4. Sel bekerja berdasarkan
asas bahwa oksidasiZn menjadi Zn2+ dan reduksi Cu2+ menjadi Cu
dapat dibuat berlangsung serentakdalam lokasi-lokasi yang terpisah
dimana transfer elektron antara lokasi-lokasi tersebut terjadi melalui
sebuah kawat eksternal.
Dalam pemanfaatannya, sel volta dapat dimanfaatkan menjadi sel baterai
-
(baterai biasa dan alkaline) dan sel aki (accu).Cara mudah menentukan
reaksi apakah reaksi tersebut spontan atau tidak di dalam sel volta ini ialah
dengan cara melihat tanda dari Esel-nya. Apabila Eoselnya bernilai positif (+)
maka reaksi tersebut merupakan reaksi spontan, dan sebaliknya
Sel elektrolisis
Sel elektrolisis merupakan sel elektrokimia di mana energi listrik
digunakan untuk menjalankan reaksi redoks tidak spontan. Reaksi ini
dapat didefinisikan sebagai reaksi peruraian zat dengan menggunakan
arus listrik. Prinsip kerja sel elektrolisis ialah dengan menghubungkan
kutub negatif dari sumber arus searah ke katode dan kutub positif ke
anode sehingga terjadi overpotensial yang menyebabkan reaksi reduksi
dan oksidasi tidak spontan dapat berlangsung.Elektron akan mengalir
dari katode ke anode. Ion-ion positif akan cenderung tertarik ke katode
dan tereduksi, sedangkan ion-ion negatif akan cenderung tertarik ke
anode dan teroksidasi.
-
3.Distribusi Kecepatan Molekul
Distribusi kecepatan molekuler juga dikenal dengan sebutan distribusi
Maxwell-Boltzmann. Telah kita ketahui bahwasanya partikel gas bergerak
dengan kecepatan bervariasi. Maxwell dan Boltzmann telah mempelajari
ilmu distribusi kecepatan partikel gas ini, sehingga mereka menemukan
sebuah rumus atau persamaan sebagai berikut :

m0 = massa molekul gas


kB = konstanta Boltzmann = 1,38 . 10-23 J/K
T = temperatur
Hukum Gas Ideal
Hukum gas ideal ini merupakan gabungan atau kombinasi dari
hukum Boyle, hukum Charles, dan hukum Avogadro.Hukum ini
merupakan sebuah pencapaian dari serangkaian percobaan dan
pengamatan panjang dari tiga kimiawan hebat dunia.

Dari ketiga hukum yang ditemukan oleh ketiga kimiawan hebat tersebut,
dapat ditarik sebuah persamaan sebagai berikut :

PV = nRT
P = Tekanan (atm)
V = Volume (L)
n = jumlah mol (mol)
R = konstanta gas universal (L atm/K mol)
= 0.08206 L atm/ K mol
T = suhu (K)
Hukum Dalton Tentang
Tekanan Parsial
Dalton merupakan seorang ilmuwan terkenal asal Inggris yang terkenal karena
teorinya yang membangkitkan kembali istilah atom. Dalton menciptakan hukum
tentang tekanan parsial yang menyatakan bahwa tekanan campuran gas secara
sederhana merupakan jumlah tekanan parsial dari komponen individualnya, yang
dituliskan sebagai berikut :

PT = P1 + P2 + P3 + … + Pn =
Teori Kinetik Gas
Teori kinetik gas ini merupakan teori yang menjelaskan mengenai sifat-sifat gas secara
teoritis. Berdasarkan teori ini, gas terbentuk dari molekul-molekul yang bergerak secara acak
dengan arah gerak konstan. Teori ini juga merupakan yang pertama menjelaskan tekanan gas
berdasarkan tubrukan molekul-molekul. Supaya teori kinetik gas bisa menjelaskan alasan
mengapa gas bisa bereaksi seperti yang seharusnya, maka diperlukan asumsi–asumsi yang
bisa mendukung properti gas itu sendiri. Berdasarkan teori kinetik gas :

•Gas terbentuk dari molekul-molekul gas yang bergerak secara konstan dan acak. Molekul bergerak
secara lurus hingga bertubrukan dengan molekul lainnya atau dengan dinding.
•Molekul dianggap titik bermassa yang tidak memiliki volume. Molekul berukuran sangat kecil
dibandingkan dengan jarak antar molekul, sehingga pada gas ideal ukuran molekul diabaikan.
•Tidak terdapat gaya molekular yang bekerja atau tidak ada gaya tarik-menarik atau tolak-menolak
antar molekul.
•Tekanan gas disebabkan karena tubrukan molekul-molekul gas. Tidak ada energi yang hilang atau
terbentuk karena tubrukan tersebut.
•Energi kinetik gas merupakan sebuah pengukuran yang berdasarkan temperatur gas dalam Kelvin.
Setiap molekul-molekul gas memiliki kecepatan yang berbeda-beda, akan tetapi temperatur dan
energi kinetik gas tersebut diukur berdasarkan kecepatan rata-rata molekul-molekul tersebut.
•Energi kinetik rata-rata molekul gas sebanding dengan temperaturnya. Semakin meningkat
temperaturnya, maka kecepatan gerak molekul-molekul gas juga semakin meningkat.
•Semua gas pada temperatur yang ditentukan memiliki energi kinetik rata-rata yang sama.
•Molekul gas yang lebih ringan bergerak lebih cepat dibandingkan molekul gas yang lebih berat
4.Asam-Basa Arrhenius
Teori ini dikemukakan pada tahun 1884 oleh Svante August Arrhenius.
Menurut Arrhenius, asam dan basa memiliki definisi sebagai berikut :

• Asam merupakan senyawa yang jika dilarutkan dengan air melepaskan


ion H+.

• Basa merupakan senyawa yang jika dilarutkan dengan air melepaskan ion
OH-.

Asam yang tergolong asam kuat dalam teori asam-basa Arrhenius ini ialah
asam yang mempunyai derajat ionisasi mendekati satu atau asam yang
mengalami ionisasi sempurna. Contohnya, asam klorida (HCl), asam
bromide (HBr), asam iodida (HI), dan lain-lain. Sedangkan asam yang
tergolong asam lemah dalam teori asam-basa Arrhenius ini ialah asam yang
mempunyai derajat ionisasi lebih kecil atau asam yang mengalami ionisasi
sebagian. Contohnya, asam fluordida (HF), asam asetat (CH3COOH), asam
sianida (HCN), dan lain-lain.
Asam-Basa Bronsted-Lowry
Bronsted dan Lowry merupakan dua ilmuwan yang juga
mengemukakan teori asam-basa, dimana teori yang dikemukakan
Bronsted dan Lowry disebut melengkapi teori tentang asam-basa
yang sebelumnya dikemukakan oleh Arrhenius. Menurut Bronsted
dan Lowry, asam dan basa memiliki definisi sebagai berikut :

- Asam merupakan senyawa yang memberikan proton (donor proton).

- Basa merupakan senyawa yang menerima proton (resipien proton).

Pada reaksi asam basa Bronsted dan Lowry, terdapat dua pasangan asam
basa. Pasangan pertama merupakan pasangan antara asam dengan basa
konjugasi (yang menyerap proton). Sedangkan pasangan kedua merupakan
pasangan antara basa dengan asam konjugasi (yang memberi proton).
Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya teori asam basa Bronsted dan
Lowry ini menitikberatkan pada pemberi dan penerima proton atau ion
hidrogen (H+).
Asam-Basa Lewis
Teori ini dikemukakan oleh ahli kimia Amerika Serikat, Gilbert
Newton Lewis. Menurut Lewis, asam dan basa memiliki definisi
sebagai berikut :

- Asam merupakan suatu senyawa kimia yang bisa menerima


pasangan elektron dari senyawa atau zat lain atau bisa dikatakan
akseptor pasangan elektron.

- Basa merupakan suatu senyawa kimia yang bisa memberikan


pasangan elektron kepada senyawa yang lain atau bisa dikatakan
sebagai donor pasangan elektron.

Teori asam-basa Lewis ini merupakan pengembangan dari teori


asam-basa yang sebelumnya dikemukakan oleh Bronsted dan
Lowry, karena teori tersebut belum mampu menjelaskan reaksi-
reaksi yang terjadi tanpa melibatkan proton.
Perhitungan Derajat Keasaman
Berdasarkan banyaknya ion yang dihasilkan pada ionisasi asam dan basa dalam
larutan, maka kekuatan asam dan basa dikelompokkan menjadi asam kuat dan asam
lemah serta basa kuat dan basa lemah.Dalam larutan elektrolit kuat, zat- zat elektrolit
terurai seluruhnya menjadi ion-ionnya (ionisasi sempurna) sementara dalam larutan
elektrolit lemah, zat- zat elektrolit hanya sebagian saja yang terurai menjadi ion-
ionnya (ionisasi sebagian). Sedangkan larutan non-elektrolit tidak terurai menjadi ion-
ion. Derajat ionisasi (α) adalah perbandingan antara jumlah molekul zat yang
terionisasi dengan jumlah molekul zat mula-mula atau dapat dituliskan sebagai
berikut :

α=
Berdasarkan larutannya, maka nilai α dibagi menjadi tiga yaitu

Elektrolit kuat, α = 1

Elektrolit lemah, 0 <α< 1

Non-elektrolit, α = 0.
Ukuran keasaman atau kebasaan suatu larutan ditentukan oleh
konsentrasi ion hidrogen. Untuk memudahkan pengukuran, maka
konsentrasi ion hidrogen dinyatakan dalam pH. Konsep pH pertama
kali dikemukakan oleh seorang ahli biokimia dari Denmark yang
bernama S.P. Sorensen pada tahun 1909. Menurut Sorensen, pH
merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion hydrogen dan
diformulasikan dengan rumus menurut persamaan berikut :

pH = -log[H+]

Sedangkan untuk mengukur konsentrasi OH- dari


suatu larutan basa dinyatakan dalam pOH, dimana
hubungan pOH dan pH :

pH + pOH = 14
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai