Anda di halaman 1dari 38

 Heat Flow (aliran panas) pada proses

pengelasan sangat penting untuk membantu


input panas pada fusion welding.
 Heat Flow dapat menentukan input panas
yang dibutuhkan untuk membentuk lasan
dengan ukuran yang berbeda-beda dan
pengaturan heating rate dan cooling rate
pada HAZ dan logam las.
Menurut sumber tenaganya dibagi dua
 Surface Heat Source : umumnya digunakan pada arc dan
flame welding
 Penetrating Heat Source : umumnya digunakan untuk
pemotongan (cutting process) kecuali untuk elektroda
beam welding process dan plasma welding process
Sedangkan menurut perambatan panas pada benda
kerjanya, heat source dibagi menjadi :
◦ Point Source yang merupakan perambatan panas tiga
dimensi
◦ Line Source yang merupakan perambatan panas dua
dimensi
Welding process
same as casting
process
Start from initial
crystal
Dendrite
solidification
Solid grain
Solid grain with
grain boundary
 Dari heat source dan heat flow, dapat
dipelajari
◦ Distribusi dari temperatur maksimum atau peak
temperature di HAZ
◦ Kecepatan pendinginan pada logam induk dan HAZ
◦ Kecepatan solidifikasi dari logam las.
 Untuk memperkirakan tranformasi metalurgi
pada titik tertentu dekat lasan, perlu
diketahui peak temperature yang dapat
dijangkau di lokasi tersebut
 Dimana
 Tp = peak temperature (C) pada jarak (mm) dari batas
sambungan las.
◦ Persamaan Peak Temperature ini tidak dapat digunakan
pada titik-titik di dalam weld metal, hanya daerah HAZ saja
 T0 = Temperatur mula-mula dari sheet atau plate (C)
 Tm = Temperatur lebur (C)
(khususnya temperatur liquid yang akan dilas)
 Hnet = Energi input bersih
 A single full penetration weld pass is made on steel
using following parameters:
E = 20 Volt t = 5 mm
I = 200 A f1 = 0,9
V = 5 mm/s Hnett = 720 Joule/mm
To = 25oC Tm = 1510oC
rC = 0,0044 J/mm3.oC
 Berapa peak temp pada jarak 1,5 dan 3 mm dari
weld metal?
 E = tegangan (volt)
 I = arus (ampere)
 f1 = efisiensi pemindahan panas
(untuk perhitungan biasa diambil harga f1 = 0,9)
 v = kecepatan jalannya sumber panas
 r = massa jenis dari material (g/mm3)
 rc = panas spesific volume (J/mm3.C)
 C = panas spesifik dari logam padat (J/gC)
 t = tebal dari sheet atau plate
Persamaan peak temperatur ini dapat digunakan
untuk :
 Mencari peak temperature pada tempat-tempat
spesifik di HAZ
 Memperkirakan lebar HAZ

 Menunjukkan akibat preheat pada lebar HAZ


 Untuk memperkirakan lebar HAZ dapat
digunakan persamaan peak temperature di atas
 Sedangkan untuk menghitung lebar HAZ secara
tepat, harus dapat diidentifikasikan secara nyata
dengan peak temperature spesifik dimana
perubahannya dibantu perubahan karakteristik
struktur atau sifat-sifat.
 Contoh, baja karbon biasa atau baja paduan
rendah terdapat batas etsa yang nyata jika
diamati pada hasil polish dan etsa penampang
lasan.
 Asumsi hasil etsa ini adalah hal-hal yang sangat
penting.
 Untuk Hardenable steel (baja yang bisa
dikeraskan) di dalam proses pengelasan sering
dilakukan preheating.
 Perlakuan panas ini berakibat memperluas
daerah HAZ.
 Dalam perhitungan memperkirakan lebar HAZ,
temperature preheat dimasukkan ke dalam
persamaan sebagai temperatur mula-mula (T0).
 Menghitung lebar HAZ (Yz) bisa menggunakan
persamaan di atas, dengan catatan temperatur
batas HAZ - base metal (Tp) adalah 730oC

 Apabila dilakukan preheat sebesar 200oC, maka


pada rumus di atas, angka 25oC diganti 200oC
 Jika pengelasan dilakukan pada quenched and
tempered steel (430oC), secara teoritis bisa
dikatakan daerah HAZ bertambah lebar, karena
adanya panas yang mengalir akan mengubah
struktur mikro baja yang telah mengalami temper
tersebut (daerah hasil anneal terimbas normalizing)

1 4.130.00445Yz  1
 
430  25 720 1510  25
 Yz = 14.2 mm
 Jika dilakukan preheat pada pengelasan baja di
atas (200oC) daerah HAZ juga akan bertambah
lebar, karena alasan yang serupa dengan proses
tempering sebelum di las

1 4.130.00445Yz  1
 
430  200 720 1510  200

 Yz = 28.4 mm
 Laju pendinginan pada pengelasan mempunyai
pengaruh signifikan terhadap sifat mekanik hasil
pengelasan
 Dalam heat treatment, penentuan produk struktur
mikro akhir mengacu pada CCT diagram dan oleh
karenanya, struktur mikro yang kita inginkan
(termasuk sifat mekaniknya) tergantung dari laju
pendinginan yang direncanakan
 Pada pengelasan, laju pendinginan ditentukan tidak
boleh terlalu tinggi, karena dapat mengakibatkan
adanya crack pada lasan
 Laju pendinginan lasan (CRW) dibatasi oleh Critical
Cooling Rate (CCR), yang merupakan batas laju
pendinginan tertinggi yang boleh diterima oleh
logam selama pengelasan
 CCR untuk baja karbon “disepakati” adalah
disekitar hidung diagram, yang mana nilainya
berkisar 550oC
 Laju pendinginan yang posisinya berada di sebelah
kanan CCR adalah laju yang sesuai untuk proses
pengelasan (laju pendinginan lambat)
 Kondisi dimana CRW berada berada di sebelah kiri
CCR memerlukan pre heat, post heat maupun
kombinasi diantaranya
 Rules ini juga berlaku untuk pengelasan dengan
dimensi yang semakin tebal. Pengelasan pelat tebal
menghasilkan CRW yang semakin ke kiri.
 Manakala CRW berada di sebelah kiri CCR, pre heat,
post heat maupun kombinasi diantaranya
diperlukan
 Setelah di suatu titik pada atau di dekat lasan
mencapai peak temperature, maka temperatur
akan berangsur-angsur turun.
 Kecepatan turunnya temperatur (cooling rate)
akan memberi efek yang berarti dalam struktur
metalurgi, sifat-sifat atau sifat tak mulus
(soundness) dari logam dasar.
 Jadi dapat dikatakan bahwa dalam perlakuan
panas dari baja, cooling rate merupakan salah
satu unsur paling penting.
 Tiap-tiap logam mempunyai sifat sendiri
termasuk kecepatan pendinginan kritisnya,
sehingga sifat akhirnya pun akan berbeda
dibanding logam lain
 Untuk baja karbon atau baja paduan rendah,
temperatur yang penting adalah temperatur
dekat “hidung” pearlite pada diagram TTT
(Time Temperatur Transformation).
 Temperatur yang tepat tidak terlalu kritis untuk
dicari, untuk semua perhitungan dan
perbandingan digunakan Tc = 550C yang
cukup memuaskan untuk baja.
 Persamaan kecepatan pendinginan paling
praktis digunakan untuk memperkirakan pre-
heat, misalnya untuk mencari lasan single
pass (satu kali jalan), untuk membuat butt
weld antara dua plat yang tebalnya sama.
 Jika plat relatif tebal, dibutuhkan beberapa
kali jalan (lebih dari enam kali) untuk
meyempurnakan sambungan.
 Kecepatan pendinginannya adalah:

Dimana :
 R = kecepatan pendinginan pada titik garis
pusat lasan (C/s). Tepat ketika pendinginan
lewat temperatur kritis (Tc).
 k = konduktivitas panas dari logam
(J/mm.C)
 Kecepatan pendinginan adalah maksimum di
garis pusat lasan.
 Tetapi kecepatan pendinginan di dekat batas
penggabungan hanya selisih sedikit dengan di
garis pusat. Karena itu persamaan kecepatan
pendinginan dapat digunakan untuk seluruh
lasan dan didekat HAZ.
 Untuk pelat yang relatif (kurang dari empat kali
jalan pengelasan ) berlaku :

 Persamaan untuk pelat tebal digunakan jika


aliran panas adalah tiga dimensi, turun dari
kedua sisi lasan.
 Persamaan untuk pelat tipis digunakan untuk
las satu kali jalan, penetrasi penuh. Karena
syarat – syarat kurang absolut sehingga sulit
membedakan antara pelat tebal dan pelat tipis.
 Untuk lasan maka didefinisikan suatu jumlah yang tak
berdimensi yang disebut “ketebalan relatif pelat” ()

 Persamaan pelat tebal digunakan bila  > 0.9 dan


persamaan pelat tipis digunakan untuk  < 0.6.
 Jika harga terletak diantara 0.6 dan 0.9 mengakibatkan
penggunaan persamaan pelat tebal menghasilkan
cooling rate yang tinggi. Sedangkan penggunaan
persamaan pelat tipis menghasilkan cooling rate yang
terlalu rendah
 Tetapi bila pemisahan dilakukan pada = 0.75
harga yang lebih besar termasuk dalam
persamaan pelat tebal dan yang lebih kecil
termasuk persamaan pelat tipis.
 Sedangkan kesalahan maksimum dalam
perhitungan cooling rate tak boleh melebihi 15
%.
 Dari persamaan kecepatan pendinginan dapat
dilihat bahwa kenaikkan temperatur mula-mula
(To) logam induk yang akan di las
mengakibatkan pengurangan kecepatan
pendinginan.
 Preheat sering digunakan pada pengelasan baja
yang mempunyai sifat mudah keras
(hardenable steel).
 Jika kecepatan pendinginan las melebihi
kecepatan pendinginan kritis, maka akan
terbentuk struktur martensit yang kasar di
HAZ sehingga karena sifatnya yang rapuh.
 Rentan keretakan karena tegangan panas
dengan adanya hidrogen.
 Penentuan temperatur preheat harus
berdasarkan pengalaman dan bila mungkin
dengan perhitungan.
 Temperatur preheat yang optimum ialah
preheat yang menyebabkan kecepatan
pendinginan dibawah kecepatan pendinginan
kritis (CCR)
 Preheat yang terlalu tinggi tidak saja
pemborosan tenaga juga memperluas HAZ
 Lamanya pendinginan dalam suatu daerah
temperatur tertentu dari suatu silklus thermal
las sangat mempengaruhi kualitas sambungan,
karena itu banyak sekali usaha-usaha
pendekatan untuk menentukan lamanya waktu
pendinginan tersebut.
 Pengaruh energi input dan temperatur preheat terhadap
distribusi temperatur puncak AC1 dan AC3 sebagai
temperatur kritis
Rumus pendekatan waktu pendinginan dari beberapa
busur las :

Dimana :
 St = waktu pendinginan (detik)
 L = heat of fusion, J/mm3
 Fourier : jumlah panas yang dipindahkan
adalah sebanding dengan penurunan
temperatur, waktu dan luas daerah arah tegak
lurus dimana panas mengalir.
 Dalam kejadian jumlah panas dipindahkan tiap
satuan luas dan waktu, menghasilkan
hubungan yang dapat ditulis :
 q = -k. grad 1 (kkal/m3)
 Berdasarkan hukum Fourier ini dapat dihitung
jumlah panas keseluruhan Q yang dipindah
pada permukaan F (m2) dalam  (detik)

 Jumlah panas keseluruhan Q adalah jumlah
masukan panas Hnet = adalah jumlah panas
keseluruhan Q dibagi panjang jalur yang dilalui
elektroda (lebar benda kerja ).
 Jadi, persamaan di atas dapat diganti dengan
 Dimana :
 Q = jumlah panas keseluruhan (joule)
 K = Konduktivitas panas (joule/mm det oC)
 y = jarak dari sumber panas (mm)
 t1 = temperatur sumber panas (oC)
 t2 = temperatur pada titik yang diamati (oC)
 F = luas penampang (mm2) = tebal (t) x Lebar (b)
 t = waktu pemindahan panas (detik)

Anda mungkin juga menyukai