Anda di halaman 1dari 23

VITAMIN

•Tidak seperti karbohidrat, protein, dan lemak yang


merupakan makro komponen (dibutuhkan oleh tubuh
dalam jumlah yang banyak), vitamin merupakan mikro
komponen (terdapat dalam jumlah kecil dalam makanan),
akan tetapi sangat penting perannya bagi beberapa fungsi
tubuh untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan
pertumbuhan.

•Vitamin, pada umumnya, dapat di kelompokan ke dalam


2 kelompok yaitu vitamin yang larut dalam lemak, yakni
vitamin A, D, E, dan vitamin K; serta vitamin yang larut
dalam air seperti vitamin B dan vitamin C.
VITAMIN A
 Senyawa-senyawa aktif vitamin A
direprsentasikan dengan retinoid (di tandai
dengan vitamin A) dan zat awal
karotenoidnya (karotenoid provitamin A).
retinoid terdiri atas retinol atau vitamin A
dalam bentuk alkohol (akseroftol),
retinaldehid atau retinal, dan asam retinoat.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa diet
vitamin A berasal dari sumber hewani,
sementara makanan dari tanaman
menyediakan zat awal (prekursor)
karotenoid.
Vitamin A (Retinoid)

 vitamin A merujuk pada semua senyawa isoprenoid yang


berasal dari produk hewani yang mempunyai aktivitas
biologis all-trans-retinol.
 Struktur induk retinol pada kebanyakan retinoid
mempunyai suatu cincin β-ionon [4-{2,6,6-trimetil-2-
sikloheksen-1-il}-3-buten-3-on] dengan suatu rantai
samping 3 satuan isoprenoid yang di hubungkan pada posisi
cincin β-ionon.
 Sistem ikatan rangkap terkonjungsi meliputi cincin karbon
5,6-β-ionon dan rantai samping isoprenoid. Retinoid
meliputi semua senyawa dengan aktivitas vitamin A, yang
beberapa diantaranya berbeda dalam hal strukturnya
dengan all-trans-retinol.
 Secara teoretis terdapat 16 isomer retinol,
yang kebanyakan menunjukkan adanya
rintangan sterik dan beberapa bersifat labil
(tidak stabil).
 Isomer utama adalah all-trans-retinol yang
mempunyai aktivitas vitamin A (100%) dan
dalam bahan makanan alami sering disertai
dengan 13-cis-retinol yang kurang poten
disbanding all-trans-retinol.
 Senyawa 3-dehidroretinol (vitamin A2)
merupakan bentuk vitamin A dalam liver ikan
segar.
Karotenoid

 secara kimiawi, karotenoid dapat dianggap sebagai turunan


likopen (suatu polien C40H56 yang tersusun atas 8 satuan
isoprenoid).
 Struktur likopen, β-karoten, dan 3 dari 6 penandaan gugus
akhir karotenoid.
 Sebagai karoten, sementara turunan oksigennya disebut
dengan xantofil. Gugus fungsi oksigen yang paling umum
pada xantofil adalah hidroksi, keto, epoksi, metoksi, dan
karboksi. Beberapa karotenoid asikik juga muncul seperti
likopen, akan tetapi senyawa-senyawa monosiklik dan
bisiklik lebih umum terjadi. Kebanyakan karotenoid jaringan
tanaman mengandung 40 atom karbon, meskipun demikian,
molekul yang terpendekkan yang di kenal sebagai apo-
karotenoid juga muncul sebagai hasil dari pemecahan
oksidatif.
 Adanya oksigen mempercepat degradasi retinoid
yang di katalisis oleh cahaya (foto-degradasi)
dalam beberapa keadaan, meskipun demikian,
degradasi dengan adanya oksigen relatif lebih
lambat tanpa adanya katalis seperti cahaya atau
radikal bebas yang dihasilkan secara kimiawi.
 Dalam bahan makanan, degradasi vitamin A di
percepat oleh paparan cahaya, terutama sinar UV
di panjang gelombang < 415 nm. Retinoid
terdegradasi lebih cepat dibawah UV-A (315-400
nm) disbanding di daerah UV-B (280-315 nm).
Sifat-sifat spektra
a. Retinoid
 Retinoid mempunyai sifat penyerapan ultraviolet yang
kuat disebabkan karena adanya sistem ikatan rangkap
terkonjungsi. Serapan maksimal UV bervariasi dengan
beragamnya struktur kimia yang masuk ke struktur
induk all-trans-retinol. Serapan maksimal terjadi antara
318 nm sampai lebih besar dari 360 nm.
 serapan maksimal juga tergantung pada pelarut yang
digunakan serta isomer cis-(Z-). Isomerisasi ke bentuk
cis akan menurunkan serapan maksimal serta terhadap
nilai E, relatif terhadap all-trans-retinol.
 Panjang gelombang yang paling umum digunakan untuk
deteksi all-trans-retinol pada KCKT adalah 325 nm.
 Fluoresensi memberikan keuntungan relatif terhadap
UV untuk deteksi senyawa reretinoid, karena
fluoresensi menawarkan deteksi yang sangat peka.
Ester all-trans-retinol dan retinil mempunyai sifat
flouresensi yang sangat baik pada λ eksitasi 325-330
nm dan λ emisi 470-490 nm.
 Intensitas fluoresensi lebih besar dalam pelarutan
non polar, sementara sistem fase normal dengan fase
gerak yang mengandung heksana menawarkan respon
detector yang ideal untuk deteksi dengan fluoresensi,
dibandingkan dengan deteksi UV.
 Kebanyakan retinoid selain retinol dan esternya
tidak berfluoresensi, dan oksidasi pada sisi alkohol
dalam ester akan mengurangi intensitas fluoresensi;
oleh karena itu, detector UV banyak digunakan untuk
analisis retinoid dan asam retinoat sintetik.
Karotenoid
 Adanya variasi pigmentasi pada karotenoid menyebabkan
penyerapan yang kuat di daerah tampak sebagai hasil dari
sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang panjang.
 Suatu karakteristik puncak serapan UV terjadi pada isomer
cis kurang lebih 142 nm di bawah serapan maksimal di
panjang gelombang yang paling tinggi all-trans-karotenoid.
 Suatu serapan yang karakteristik di 400-500 nm digunakan
untuk deteksi pada KCKT. Spektra karotenoid pada umumnya
menunjukkan 2-3 serapan maksimum di daerah tampak.
 Serapan maksimum UV pada umumnya terdiri antara 330-
340 nm.
Analisis vitamin A dan karoteniod mempunyai
kendala utama dalam hal stabilitasnya. Hal-hal yang
harus di perhatikan ketika melakukan analisis
vitamin A untuk menjaga stabilitasnya adalah
sebagai berikut:
 Keluarkan oksigen; ruangan harus di buat vakum
atau udara dig anti dengan gas yang lembam (inert)
 Dilakukan penambahan antioksidan seperti butil
hidroksitoluen (BTH), butil hidroksianisol (BHA),
pirogalol, atau askorbil asetat sebelum melakukan
saponifikasi. Antioksidan dengan level rendah
sering di tambahkan dalam larutan pengekstraksi
dan dalam fase gerak untuk menjaga retionod dan
karotenoid dari oksidasi.
 Isomerisasi trans ke cis- (E/Z) di tingkatkan dengan
adanya suhu yang tinggi. Oleh karena itu,
penggunaan suhu rendah di rekomendasikan, dan
juga penggunaan pelarut dengan titik didih rendah
lebih di pilih. Untuk rotavapor, sebaiknya tidak
melebihi suhu 40°C. larutan sebaiknya di simpan
pada suhu -20°C atau lebih rendah.
 Adanya paparan terhadap sinar matahari harus di
hindari. Larutan sebaiknya di simpan dalam alat
gelas aktinik, jika memungkinkan. Isomerisasi terjadi
secara cepat selama ada aktivasi dengan sinar; dan
hal ini merupakan sumber pembentukan isomer cis-
dalam ekstrak sampel.
 Asam harus di hindari. Semua pelarut
harus bebas asam. Penambahan trietilamin
pada level 0,001% berguna untuk
menetralkan asam pada konsentrasi
rendah.
 Kondisi basa dapat berperan terjadinya
isomerisasi yang di katalisis oleh basa.
 Karena adanya fortifikasi vitamin A secara
signifikan pada beberapa produk makanan
terutama susu,
Metode spektrofotometri

 Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A


dan vitamin A asetat mempunyai
absorbansi maksimal pada panjang
gelombang antara 325 sampai 328 nm
dalam berbagai pelarut. Larutan vitamin A
dalam isopropanol absorbansinya di ukur
pada λmaks dan pada dua titik, yakni satu di
sebelah kanan λmaks dan satunya lagi pada
sebelah kiri λmaks.
 Absorbansi pada λmaks di koreksi terhadap
senyawa pengganggu dengan menggunakan
formula koreksi, Karena senyawa-senyawa
ini akan ikut menyerap pada daerah UV.
Beberapa pengganggu, terutama pada
minyak ikan adalah vitamin A2, kitol,
anhidro vitamin A, dan asam polien.
Sementara itu, pengganggu pada vitamin A
sintetik adalah senyawa-senyawa antara
(intermediet). Dengan demikian, senyawa
pengganggu pada vitamin A sintetik
dengan minyak ikan berbeda
Metode kolotrimetri Carr-Price
 Metode uji yang digunakan secara luas
sampai di kembangkannya kromatografi
cair pada tahun 1970-an adalah metode
kolotrimetri Carr-Pierce. Metodologi
diberikan dalam AOAC Official Method
974.29 (45.1.02) “vitamin A dalam
makanan ternak campur, premiks, dan
bahan makanan dengan metode
kolotrimetri”.
 Metode ini didasarkan pada pembentukkan kompleks
warna biru antara antimoni triklorida atau asam
trifluoroasetat dengan retinol dalam kloroform, yang
dapat di ukur absorbansinya di panjang gelombang 620
nm.
 Metode ini masih luas digunakan, akan tetapi di sarankan
untuk menggunakan kromatografi cair dalam semua
situasi, kecuali jika kromatograf cair tidak tersedia di
laboratorium. Seringkali di sebutkan kelemahan metode
ini, yaitu: kurang spesifik, warna yang dihasilkan tidak
stabil sehingga di perlukan pengukuran secara cepat
dalam waktunya harus konsisten, serta penggunaan
reagen yang bersifat korosif dan karsinogenik. Tahap-
tahap prosedural harus di pantau secara ketat selama
pengujian.
Metode kromatografi
 Untuk pengujian rutin aktivitas vitamin A dan untun
karakterisasi retinoid dan karotenoid dalam sampel,
maka kromatorgafi merupakan pilihan utama untuk
analisis. Keuntungan nyata kromatografi cair
dibandingkan dengan teknik yang lain adalah
kemampuannya untuk memisahkan isoer cis- dan trans
dari all-trans retinol dan all-trans-karotenoid, mampu
memisahkan karotenoid provitamin A dari campuran
karotenoid yang kompleks, dan kromatografi cair
mampu sebagai tahap persiapan dalam studi
karakterisasi. Oleh karena alasan inilah, maka
pembahasan metode kromatografi untuk analisis vitamin
A hanya di batasi pada kromatografi cair
VITAMIN D
Struktur dan sifat kimia Vitamin D
 Vitamin D merupakan istilah inklusif untuk
steroid yang bersifat anti-rakitis. Aturan
penamaan dari IUPAC-IUB (International Union
of pure and Applied chemistry-International
Union of Biochemistry) untuk struktur steroid
digunakan untuk melakukan karakterisasi sistem
cincin. Cincin A, B, C, dan D di turunkan dari
struktur steroid
siklopentanopergidrofenantrena dengan
kolesterol berfungsi sebagai senyawa induk.
 Pembentukkan berbagai jenis pre-vitamin
D dari pro-vitamin (7-dehidrokolesterol
dan ergosterol) memerlukan pembukaan
cincin B dan ikatan 9,10.
 Struktur-struktur vitamin D dengan cincin
terbuka disebut dengan sekosteroid.
Nama-nama yang telah di terima oleh
IUPAC-IUB adalah: 9,10-seko(5Z,7E)-
5,7,10(19) kolestatrien-3β-ol untuk
vitamin D3 dan 9,10-seko(5Z,7E)-
5,7,10(19),22-ergostat-traen-3β-ol untuk
vitamin D2.
 Konversi atau perubahan provitamin D
oleh iradiasi sinar matahari menjadi
vitamin D2 dan D3 bersama-sama dengan
struktur dari metabolit terhidriksilasinya,
yakni 25(OH)D3 dan 1α,25(OH)2D3
 Vitamin D2 dan vitamin D3 secara
struktur berbeda hanya dengan satu
ikatan rangkap dan dengan adanya
tambahan gugus metal dalam sisi rantai di
posisi S-24 vitamin D2. Disebabkan karena
struktur kimianya yang hampir sama, maka
sifat fisika-kimianya juga hampir sama.
Vitamin K
 Vitamin K diperoleh dari makanan berbasis tanaman
dalam bentuk filokuinon dan dari bacteria dalam
bentuk serangkaian menakuinon dengan sisi rantai
yang berbeda panjangnya.
 Vitamin K merupakan sitilah umum yang digunakan
untuk semua senyawa yang mempunyai aktivitas
kofaktor γ-glutamilkarboksilase. Dua bentuk vitamin
K terdapat di alam. Filokuinon (vitamin K1)
merupakan vitamin khusus yang disintesis oleh
tanaman hijau dalam kloroplas. Menakuinon (vitamin
K2) merupakan serangkaian struktur analog yang
disintesis oleh bakteria.
Vitamin C
 Asam L-askorbat (C6H8O6) merupakan nama umum
untuk vitamin C, yang telah diterima oleh komisi
International Union of Pure and Applied Chemistry-
International Union of Biochemistry (IUPAC-IUB) pada
penamaan biokimia. Penandaan nama sistematiknya
adalah 2,3-endiol-L-asam glukonat-ã-lakton.
 Vitamin C merujuk pada semua senyawa yang
menunjukkan sebagian atau keseluruhan aktivitas
biologis asam L-askorbat. Senyawa-senyawa ini meliputi
askorbil palmitat dengan aktivitas relatif terhadap asam
L-askorbat adalah 100%, serta bentuk-bentuk
sintetiknya seperti asam 6-deoksi-L-askorbat dengan
aktivitas relatif sebesar 33%.
 Asam L-askorbat dan asam L-
dihidroaskorbat merupakan sumber diet
utama vitamin C. asam L-askorbat
dilaporkan mempunyai bioekivalensi
sebesar 80% dengan asam L-askorbat.

Anda mungkin juga menyukai