Anda di halaman 1dari 45

BATIK

TRADISIONAL
BATIK
Batik bukan sekedar lukisan dengan
canting pada selembar kain. Apalagi
ketika disebut batik Jawa- Yogyakarta,
bukan sekedar keindahan warna dan
lukisan tangan, namun di sana
tersirat makna dan filosofi yang
ditorehkan secara simbolis. Secara
Etimologi BATIK berasal dari kata
AMBA (artinya menulis) TITIK.
SEJARAH BATIK
Perjalanan “Batik Yogya” tidak bisa lepas dari perjanjian
Giyanti 1755. Begitu Mataram terbelah dua, dan Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri, busana Mataram
diangkut dari Surakarta ke Ngayogyakarta termasuk batik
yang sebenarnya dulu berasal dari Nyayogyakarta.
Sekalipun dari kraton Surakarta namun sesungguhnya yang
dibawa ke Kraton Ngayogyakarta ini adalah batik-batik
Kerajaan Mataram yang pada awalnya berpusat di Pleret
Bantul. Dan kemudian di Surakarta Sri Susuhunan
Pakubuwono II merancang busana baru dan pakaian adat
Kraton Surakarta yang berbeda dengan busana Yogya.
Semua pusaka dan benda-benda keraton juga dibagi dua.
Busana Mataram dibawa ke Yogyakarta , karena Kanjeng
Pangeran Mangkubumi berkehendak melestarikannya.
Surakarta dibawah kekuasaan Sri Paduka Susuhunan PB
III merancang tata busana baru dan berhasil membuat
Busana Adat Keraton Surakarta seperti yang kita lihat
sampai sekarang ini.
Ciri khas batik gaya Yogyakarta ada dua macam latar
(warna dasar), yaitu Putih dan Hitam. Sementara warna
batik bisa putih (warna kain mori) , biru tua kehitaman
dan coklat soga.
Ragam hias Geometris : garis miring lerek atau lereng ,
garis silang atau ceplok dan kawung , serta anyaman dan
limaran.
Ragam hias non-geometris : semen (dari kata semi
yang berarti tunas dengan motif tumbuhan menjalar) ,
lung-lungan dan boketan dengan ukuran besar. (batik
Solo ukuran motif kecil)
 Ragam hias yang bersifat simbolis erat hubungannya
dengan falsafah Hindu – Jawa, antara lain : Sawat/Gurdo
ditampilkan dalam bentuk sayap burung, jika unsurnya
adalah 2 sisi sayap kembar maka disebut Marong, jika
sayap terbuka lebar dengan ekor terbuka disebut Sawat,
jika hanya satu sayap disebut Lar. Motif ini
melambangkan mahkota atau penguasa tinggi , Meru
melambangkan gunung atau tanah ( bumi ) , Naga
melambangkan air , Burung melambangkan angin atau
dunia atas , Lidah api melambangkan nyala atau geni.
Sejak pertama sudah ada kain larangan. Setiap Sultan
yang bertahta berhak membuat peraturan baru atau
larangan-larangan. Sri Paduka Sultan HB VIII membuat
peraturan baru ( revisi ) berjudul Pranatan dalem bab
namanipun pangangge keprabon ing Nagari
Ngayogyakarta Hadiningrat, yang dimuat dalam Rijksblad
van Djokjakarta No 19. th 1927, Yang dimaksud
pangangge keprabon ( busana keprabon ) adalah : kuluk
( wangkidan ), dodot / kampuh serta bebet prajuritan,
bebet nyamping ( kain panjang ) , celana sarta glisire
( celana cindhe , beludru , sutra , katun dan gelisirnya ),
payung atau songsong.
Pada jaman dulu kain batik tidak boleh dipakai oleh sembarang
orang, karena yang boleh memakai kain batik hanyalah Raja dan
keluarganya. Dalam perjalanan panjang putri dan keluarga kraton
semakin banyak, kebutuhan akan kain batik juga meningkat.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Kraton kemudian
mengorderkan pembuatan kain batik pada orang-orang kaya di
sekitar Kraton sehingga dikenalah seorang sudagar batik pertama
yaitu Haji Bilal di Kauman. Sudagar ini mempekerjakan para
petani di sekitar Yogya yang kemudian munculah kelas sudagar
batik dan buruh batik. Walaupun dibuat rakyat biasa tetapi batik
ini tetap tidak boleh dipakai oleh sembarang orang, kemudian
para saudagar membuat inovasi dan kreasi sehingga munculah
motif-motif baru yang kemudian disebut dengan Batik
Sudagaran. Para pekerja juga ingin memakai kain batik, maka
mereka membuat kain batik yang selanjutnya disebut Batik
Petani yang sekarang kita kenal dengan Batik Sanden, Batik
Srandakan, dll
BAHAN DAN ALAT
BATIK
KAIN MORI, MALAM
WAJAN, KOMPOR, ANGLO
Wajan ialah perkakas untuk
mencairkan malam, dibuat
dari logam atau tanah liat.
Wajan sebaiknya bertangkai
supaya mudah diangkat dan
diturunkan dari perapian
tanpa menggunakan alat lain.

Anglo adalah tempat


perapian untuk
memanaskan wajan
dengan bahan bakar
arang kayu.
CANTING
Sebuah canting terdiri dari:
Nyamplung : tempat tampungan cairan
malam, terbuat dari tembaga.
Cucuk : tempat keluarnya cairan malam
panas saat menulis batik.
Gagang : pegangan canting terbuat dari
bambu atau kayu.
Berdasar jumlah cucuk:
1.Canting cecekan-bercucuk satu
Canting adalah alat yang 2.Canting loron-bercucuk dua
dipakai untuk mengambil 3. Canting telon-bercucuk tiga
4. Canting prapatan- bercucuk empat
dan melekatkan cairan 5. Canting liman-bercucuk lima
malam yang digunakan 6. Canting byok-bercucuk enam
untuk membuat batik tulis 7. Canting renteng / galaran-bercucuk
genap tersusun dari atas ke bawah
ZAT PEWARNA ALAMI / ZPA
• Nenek moyang bangsa Indonesia pada tahun
1856 telah menggunakan Zat Pewarna Alam
jauh sebelum Zat Pewarna Sintetis / kimia
digunakan. Beberapa ZPA yang telah
digunakan yaitu:
1. Indigo (Tom)
2. Morinda (Pace/Mengkudu)
3. Soga (Tingi,Tegeran, dan Jambal)
• ZPA ini terdapat kelemahan, diantaranya :
1. Proses pencelupan rumit dilakukan
20-30 kali celup.

2. Warna yang dihasilkan monoton .


(biru,coklat,merah,hitam)
3. Ekstrak tidak stabil dan mudah ditumbuhi jamur.
4. Tidak pernah sama hasil pewarnaan ketika diproduksi ulang.
ZAT PEWARNA SINTESIS/ ZPS
• Pewarna sintetis/
buatan merupakan
pewarna yang dapat
digunakan dalam suhu
yang tidak merusak lilin,
yang temasuk golongan
pewarna tersebut
adalah: indigosol, naptol,
rapidogen, procion,
remasol.
BANDUL
• Bandul adalah alat yang
tebuat dari timah, kayu
atau batu yang dikantongi
fungsinya untuk menahan
kain mori yang baru
dibatik agar tidak mudah
tergesar tertiup angin
atau tertarik ketika
membatik.
GAWANGAN
• Fungsinya dari
gawangan ini adalah
untuk menyampirkan
kain yang telah di lukis
dengan mengunakan
lilin supaya lilin yang
sudah di torehkan ke
kain tidak
remuk/rusak dan juga
untuk mempermudah
saat proses mencanting.
CAP BATIK
• Alat ini merupakan pola
batik yang sudah baku
dan terbuat dari tembaga,
untuk membuat batik
pembatik tinggal
meletakan cap yang
sudah dicelupkan pada
malam cair/panas ke atas
kain mori. Dengan cap ini
pembuatan kain batik
lebih cepat dibading
dengan canting.
PROSES MEMBATIK
1. Mengetel
Kain mori yang akan digunakan diolah dulu dengan tujuan
menghilangkan kanji yang melekat pada kain, selain itu
bertujuan agar kain mori mempunyai daya serap yang tinggi.
Larutan yang digunakan untuk mengetel adalah campuran
minyak kacang, minyak nyamplung dan minyak klentheng.

2. Menganji
Kain yang akan dibatik perlu dikanji agar malam tidak terlalu
meresap dalam kain dan dalam proses berikut mudah
dihilangkan, akan tetapi kanji ini beda dengan kanji
sebelumnya, karena lebih tipis agar tidak menghalangi
pewarnaan pada batik.
3. Ngemplong
Ngemplong adalah meratakan kain dengan jalan dipukul
berulang-ulang agar mori licin dan lemas. Sebelumnya kain yang
sudah dikanji dan kering digulung lalu diletakan di atas kayu
yang rata kemudian gulungan kain tersebut dipukul-pukul
dengan pemukul kayu atau ganden.

4. Mola / Molani
Setelah kain siap barulah digambari pola dengan menggunakan
pensil. Pola ini biasanya sudah dibuat pada kain atau kertas, jadi
tinggal menjiplak/mengeblat saja.

5. Nglowong / Nyanting
Tahap ini adalah melekatkan malam cair pada motif-motif yang
sudah ada dengan menggunakan canting.
6. Nembok
Sebelum dicelup dalam pewarna bagian-bagian yang dikehendaki
tetap berwarna putih harus ditutup dengan malam. Canting yang
digunakan adalah canting tembokan, yaitu canting yang bercucuk
besar. Dan bagian yang ditembok biasanya disela-sela motif pokok.

7. Medel
Tahap ini adalah proses pencelupan pertama yang bertujuan
memberi warna biru tua pada kain batik. Pada jaman dulu proses ini
memakan waktu cukup lama, bisa berhari-hari karena menggunakan
zat pewarna alam dari tanaman indigo. Sekarang dengan pewarna
kimia proses medel menjadi lebih cepat.

8. Mbironi
Yaitu proses menutup dengan malam bagian-bagian kain yang
dikehendaki tetap warna biru, sedang bagian yang akan berwarna
soga tetap terbuka.
10. Nyoga
Menyoga merupakan proses pencelupan kedua untuk menghasilkan
warna soga. Proses ini bila menggunakan bahan alami memerlukan
waktu beberapa hari, karena setiap habis dicelup kain dikeringkan
lebih dulu kemudian dicelup lagi, begitu berulang-ulang. Bila
menggunakan warna kimia prosesnya lebih singkat dan cepat.

11. Nglorot
Proses ini adalah tahap terakir yaitu penghilangan malam setelah
proses pewarnaan selesai kain kemudian direbus agar malamnya
larut/hilang. Setelah itu kain batik dijemur dan lebih baik
menjemurnya tidak kena sinar matahari langsung.
BATIK PRINTING
Para pecinta atau pelestari batik lebih suka
menyebutnya bukan batik, tapi tekstil
bermotif batik . Tekstil motif batik ini tidak
melalui proses sebagaimana membuat batik
tulis atau cap yang bertahap karena dibuat
oleh mesin print, sehingga harganyapun jauh
lebih murah dibanding dengan batik tulis.
MOTIF BATIK DAN
FILOSOFISNYA
MOTIF BATIK BATIK KAWUNG
Batik ini dipakai oleh raja dan
keluarga dekatnya sebagai
lambang keadilan dan
keperkasaan, motif ini salah
satu motif tertua yang
diciptakan salah satu Sultan
Mataram, motif ini diilhami
oleh sebatang pohon aren/
dan dihubungkan dengan
binatang kwawung.
MOTIF BATIK SIDO MUKTI
Kain ini biasanya dipakai
pengantin dalam upacara
pernikahan,Sido berarti terus
menerus dan Mukti berarti
kecukupan dan penuh
kebahagian, sehingga
diharapkan pengantin yang
memakai batik ini kelak akan
bahagia dan sejahtera
MOTIF BATIK PARANG
Parang berati senjata,
menggambarkan kekuasan,
kekuatan dan kecepatan
gerak. Motif ini diciptakan
Panembahan Senopati ketika
dalam perjalanan spiritual di
Parangkusumo. Motif ini
diilhami oleh pesona
keindahan lereng bukit-bukit
sepanjang perjalanan yang
dilalui. Sebagai ciptaan pendiri
Kerajaan Mataram, motif ini
menjadi salah satu larangan
dan hanya boleh dipakai raja.
MOTIF BATIK CIPTONING
Diharapkan pemakainya
menjadi orang yang bijak,
mampu memberikan
petunjuk tentang
keluhuran budi dan jalan
yang benar untuk
menghadap Yang Maha
Kuasa.
MOTIF BATIK WAHYU TUMURUN

Diharapkan pemakainya
selalu mendapatkan
petunjuk dalam
menghadapi kehidupan
oleh Yang Maha Kuasa
MOTIF BATIK TAMBAL
Tambal berarti memperbaiki/
menambah, sehingga dapat
dimanfaatkan kembali. Ada
kepercayaan bahwa orang
yang sakit bila diselimuti kain
batik ini akan lekas sembuh.
Di zaman dulu kain ini sering
digunakan untuk
menyelimuti anak yang
sedang sakit, dengan
harapan anak yang sakit
lekas sembuh.
MOTIF BATIK TRUNTUM
Kain ini biasanya dipakai oleh
orang tua pengantin dalam
upacara pernikahan.Truntum
berarti menuntun,diharapkan
orang tua mempelai mampu
memberikan petunjuk dan
contoh kepada putra-putrinya
untuk memasuki kehidupan
baru berumah tangga yang
penuh liku-liku.
MOTIF BATIK PAMILUTO
Makna filosofi : pamiluto
berasal dari kata “pulut”,
berarti perekat, dalam bahasa
jawa bisa artinya kepilut /
kepincut.(tertarik)
MOTIF BATIK TIKEL ASMORODONO

Tikel artinya
lebih, asmoro artinya cinta,
sedangkan dono artinya
memberi. Ini merupakan
sebuah harapan agar orang
yang mengenakannya
semakin dicintai oleh orang
lain.
MOTIF BATIK UDAN LIRIS
Udan Liris berarti hujan
gerimis, merupakan simbol
kesuburan yang berhubungan
dengan tanaman atau biji-
bijian. Motif ini diciptakan oleh
Pakoeboewono III yang sedang
berduka karena Perjanjian
Giyanti telah membawa simbol-
simbol keprabon dari Surakarta
ke Yogyakarta. Dalam duka saat
bersemedi inilah turun hujan
gerimis dan kemudian
mengilhami membuat motif
batik ini.
MOTIF BATIK CEPLOK KASATRIAN
Pemakai batik ini
diharapkan agar
terlihat gagah dan
memiliki sifat
kesatria.
LUKISAN BATIK
LUKISAN BATIK AMRY YAHYA
LUKISAN ABSTRAK
Amry Yahya
Lahir di Sumatra Selatan,
tepatnya di Ogan Komering
Ilir pada tanggal 29
September 1939. Beliau
seorang seniman lukis yang
mengembangkan melukis
dengan teknik batik.
Amry Yahya wafat pada
tanggal 19 Desember 2004,
tiga bulan setelah rumah
yang menjadi galeriya
terbakar.
PENGGUNAAN KAIN BATIK

Batik dahulu kala sebagai pakaian Raja dan keluarga,


seiring perkembangan jaman kain batik sekarang
dipakai oleh semua orang.
BATIK DIPAKAI SIAPA SAJA
BATIK DIPAKAI PARA MODEL
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai