Anda di halaman 1dari 13

Selamat datang

Nama : Panca Agustian

NPM : 17011010
– Penampang melintang, Jarak pandang

penampang melintang adalah potongan suatu


jalan tegak lurus pada as
atau sumbuh jalan. Penampang melintang
harus dibuat dengan klasifikasi jalan serta
kebutuhan lalulintas yang bersangkutan,
demikian pula lebar badan jalan, drainase
dan kebebasan pada jalan raya semua harus
disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
LEBAR PERKERASAN
pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan
lebar jalur lintas normal yang besarnya 3,5 meter, terkecuali :
● jalan penghubung II B = 3,00 meter.
● jalan utama = 3,75 meter
LEBAR BAHU MINIMUM
● Untuk jalan kelas II B = 1,0 meter
● Untuk jalan penghubung = 3,0 meter ( ini tergantung keadaan
setempat )
● Pengurangan lebar bahu untuk jalan kelas I sama sekali tidak
dianjurkan, bahkan harus ada bahu lunak selebar dua minimum 2
meter di luar tepi bahu.
Drainase
Perlengkapan drainase merupakan bagian yang sangat
penting dari suatu jalan sepeti saluran tepi, saluran melintang jalan
yang harus pula disesuaikan dengan data-data hidrologis seperti
intensitas hujan maupun frekuensinya serta sifat daerah aliaran.
Drainase haruslah dapat membebaskan pengaruh yang buruk akibat
air terhadap konstruksinya.

Kebebasan pada Jalan Raya


Kebebasan minimum yang diperlukan pada setiap bagian jalan baik
kebebasan kiri ataupun kebebasan kanan telah diatur sebagaimana
yang tercatum dalam PPGJR.
ALINYEMEN HORIZONTAL
Pada dasarnya pengertian dari alinyemen horizontal
adalah proyeksi dari sumbu jalan yang tegak lurus pada
bidang horizontal

Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dimana
lengkung tersebut merupakan peralihan dari jalan yang
lurus beralih ke tikungan yang berbentuk busur lingkaran.
– Bentuk-Bentuk Tikungan
a. Bentuk Busur Lingkaran (Full Circle / FC)
b. Bentuk Tikungan Spiral-Circle-Spiral
c. Bentuk Tikungan Spiral-Spiral
– Kemiringan Melintang Maksimum
Bila kendaraan melintasi suatu lengkungan dengan bentuk lingkaran, maka
kendaraan akan didorong keluar secara radial oleh gaya sentrifugal. Gaya
sentrifugal ini diimbangi oleh :
1. Komponen berat kendaraan yang diakibatkan oleh kemiringan melintang jalan.
2. Gesekan samping (side friction) antara ban kendaraan dengan perkerasan jalan.
Sebagai tinjauan terhadap hal diatas dibuat suatu pembagian keadaan (stadium)
sebagai berikut :
a. Stadium I Hanya gesekan samping yang mengimbangi/menahan gaya
sentrifugal. Pada stadium ini perkerasan jalan pada tikungan tak perlu
dimiringkan.
b. Stadium II Hanya kemiringan jalan yang sepenuhnya mengimbangi gaya
sentrifugal yang timbul sehingga tak akan timbul gesekan dan ini
merupakan keadaan yang ideal pada tikungan.
c. Stadium III Gaya gesekan dan kemiringan melintang bekerja bersama-
sama dalam mengimbangi gaya sentrifural.
Distribusi Nilai Superelevasi dan Koefisien Gesekan Melintang
Nilai ekstrim yang didapat digunakan pada jalan lurus dimana radius lengkung
adalah tak berhingga. Sedangkan nilai ekstrim yang lain dipergunakan untuk
kondisi lengkung tertajam untuk satu kecepatan rencana, yaitu untuk lengkung
dengan radius minimum.
e+f=0 => jalan lurus, R tak berhingga
e+f= => (e + f) mak jalan pada lengkung dengan R = Rmin

Dari kedua harga ekstrim diatas, nilai superelevasi (e) dan koefisien gesekan (f)
akan terdistribusi kedalam beberapa metoda. AASHTO'90 menyatakan beberapa
metoda distribusi untuk nilai superelevasi dan koefisien gesekan, antara lain:
– Metode Pertama Hubungan antara superelevasi dan derajat lengkung
berbentuk garis lurus. Untuk rumus umum lengkung horizontal adalah e + f =
[V² / (127.R)]. Untuk kecepatan jalan rata-rata yang biasanya lebih rendah dari
kecepatan rencana (V = 80% - 90% kecepatan rencana).
– Metode Kedua Pada dasarnya gaya sentrifugal yang timbul dilawan atau
diimbangi oleh gaya gesekan sampai pada gaya gesekan yang maksimum,
kemudian diimbangi oleh gaya gesekan superelevasi. Dilihat dari kondisi yang
ada diatas nampak bahwa dibutuhkan superelevasi yang mendadak besar
sampai koefisien gesekan (f) maksimum telah dicapai. Tetapi sebaliknya pada
keadaan-keadaan lengkung yang tumpul tidak perlu adanya superelevasi.
– Metode Ketiga Pada metode ini gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh
komponen berat kendaraan akibat superelevasi sampai mencapai nilai
maksimum. Setelah nilai maksimum tercapai, gaya sentrifugal tersebut baru
diimbangi bersama-sama dengan gaya gesekan. Jadi koefisien gesekan (f)
dituntut untuk mendadak menjadi besar setelah superelevasi maksimum (
emak ) tercapai dan sebaliknya membutuhkan koefisien gesekan (f) pada
tikungan-tikungan yang kurang tajam.
– Metode Keempat Metode ini mengurangi kelemahan-
kelemahan dari metode ketiga tadi. Prinsipnya tetap sama, tetapi
berdasarkan kecepatan rata-rata sehingga tidak menimbulkan
koefisien gesekan negatif.
– Metode Kelima Metode kelima adalah hubungan antara metoda
pertama dan metoda keempat, yang diperlihatkan sebagai garis
lengkung parabola tidak simetris. Bentuk dari parabola ini berlaku
jika dipergunakan kecepatan rencana maupun kecepatan jalan
rata-rata. Untuk itu metode ini paling umum digunakan, terutama
di Indonesia.
– Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan
Rumus yang dipakai untuk menghitung pelebaran
perkerasan pada tikungan adalah sebagai berikut :
B1 = n. (B + c) + =
Keterangan :
Bt = Lebar total perkerasan di tikungan
N = Jumlah jalur
Z = Lebar tambahan akibat kesukaran pengemudi di
tikungan.
B = Lebar perkerasan yang ditempati kendaraan di tikungan
– Kebebasan Samping pada Tikungan
Kebebasan samping pada tikungan sangat dibutuhkan untuk kita
mengetahui seberapa jauh jarak pandangan kita di depan, baik jarak
pandangan henti maupun jarak pandangan menyiap. Pada daerah tikungan
tidak semuanya harus dilengkapi dengan kebebasan samping, hal ini
tergantung pada :
- Jari-jari tikungan (R)
- Kecepatan rencana (V) yang berhubungan langsung dengan jarak (s)
- Keadaan medan lapangan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai