Anda di halaman 1dari 10

ETIKA DALAM PRAKTEK BISNIS

Dosen : RINA ANDRIANI,SE.M.Si

NAMA KELOMPOK :
1. LISMANITA
2. RECI ELVIATI
1. Pengertian Etika Bisnis

Etika berasal dari kata Yunani, Ethos, berarti adat


istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,
baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik,
aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan
diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi
ke generasi yang lain.

Etika diartikan sebagai aturan-aturan yang tidak dapat


dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat sebagai baik
(good) atau buruk (bad). Kata-kata baik dan buruk menekankan
bahwa penentuan baik atau buruk adalah suatu masalah yang
selalu berubah.
Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspekk yang berkaitan dengan
individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya ini
mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai
dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan
individu ataupun perusahaan dimasyarakat.

Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh


hukum, bahkan merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan
standar minimal ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis
seringkali kita temukan wilayah abu-abu yang tidak diatur oleh
ketentuan hukum.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan


bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan
individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam suatu
perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan
serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat
dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, dan masyarakat.
2. Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis

Ada tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis yaitu :


1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi
dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis.
Dengan kata lain, etika bisnis yang pertama bertujuan untuk mengimbau
para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya secara baik dan etis.
2. Etika bisnis bisa menjadi sangat subversife. Subversife karena ia
mengunggah, mendorong dan membangkitkan kesadaran masyarakat
untuk tidak dibodoh-bodohi, dirugikan dan diperlakukan secara tidak adil
dan tidak etis oleh praktek bisnis pihak mana pun. Untuk menyadarkan
masyarakat khususnya konsumen, buruh atau karyawan dan masyarakat
luas akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh
praktek bisnis siapapun juga.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai system ekonomi yang sangat
menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini etika bisnis
lebih bersifat makro, yang karena itu barangkali lebih tepat disebut
sebagai etika ekonomi.
Ketiga lingkup dan sasaran etika bisnis ini berkaitan erat satu dengan yang
lainnya dan bersama-sama menentukan baik tidaknya, etis tidaknya praktek
bisnis tersebut.
3. Indikator dan Tujuan Etika Bisnis

Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa


indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa
seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika
bisnis antara lain adalah:
1. Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi.
2. Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang
berlaku.
3. Indikator Etika Bisnis menurut hukum.
4. Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama.
5. Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya
6. Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu

Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran


moral dan memberikan batasan-batasan para pelaku bisnis
untuk menjalankan good business dan tidak melakukan
monkey business atau dirty business yang bisa merugikan
banyak pihak yang terkait dalam bisnis tersebut.
4.. Prinsip Etika Bisnis
Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah
sebagai berikut :
1. Prinsip Otonomi yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
2. Prinsip Kesatuan (Unity) adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam
konsep yang memadukan keseluruhan aspek kehidupan, baik dalam bidang
ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta
mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.
3. Kehendak Bebas (Free Will). Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai
etika bisnis, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.
Kepentingan individu dibuka lebar.
4. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku
benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh
komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkan keuntungan
5. Prinsip Keadilan/Keseimbangan (Equilibrium). Perusahaan harus bersikap adil
kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis.
6. Prinsip Tanggung Jawab (Responsibility). Kebebasan tanpa batas adalah suatu
hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya
pertanggungjawaban dan akuntabilitas
5. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Menciptakan Etika
Bisnis
1. Menuangkan ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum
positif yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan
untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti
“proteksi” terhadap pengusaha lemah.
2. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi dan
jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan
“komisi” kepada pihak yang terkait.
3. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
4. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan
Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah disepakati
adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis.
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis

Pelanggaran Etika Bisnis oleh Perusahaan Listrik Negara (Persero)


Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan
pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga
saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik
sementara pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah dapat
memenuhi kebutuhan listrik untuk masyarakat, dan sudah ditentukan.
Usaha PT. PLN termasuk ke dalam jenis monopoli murni. Hal ini
disebabkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal,
produk yang unik dan tanpa barang yang dekat, serta kemampuannya
untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 mengutip sumber daya alam yang dikuasai
negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Tetap. Dapat membatalkan pengaturan monopoli, penyelengaraan,
penggunaan, dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan
hubungan hukumnya ada di negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa
perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu
koperasi, BUMN / D (Badan Usaha Milik Negara / Daerah), dan swasta
yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan pasar, juga
pemerintah, dan juga terkait dengan hak milik perseorangan.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai
dipecah. Swasta yang disetujui dalam percobaan pembangkitan tenaga
listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap distribusi
PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di
Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi,
Energi California, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath
Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak
lagi. Namun dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat
tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)
memberlakukan pemadaman listrik bergiliran di berbagai wilayah termasuk
Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah
oleh pengalihan kemacetan kerja industri industri ke hari Sabtu dan Minggu,
sekali lagi. Semua industri di Jawa-Bali diwajibkan menaati, dan dikenakan
wajib bagi industri yang membandel.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan
listrik masyarakat sangat dibutuhkan pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri
tidak mampu sepenuhnya dan adil memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat. Hal ini terkait dengan jumlah daerah-daerah yang
membutuhkan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman
listrik. Karena ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat,
dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi
Jadi dapat disimpulkan:

Jika dilihat dari teori etika deontologi: Dalam kasus ini, PT. Perusahaan
Listrik Negara (Persero) sungguh-sungguh memiliki tujuan yang baik, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan
tindakan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu memenuhi
kebutuhan. Jadi menurut teori etika, deontologi tidak sesuai dengan kegiatan
usahanya.
Jika dilihat dari teori etika teleologi: Dalam kasus ini, monopoli di
PT. PLN dibentuk secara tidak langsung sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945,
dimana mengatur, penyelengaraan, penggunaan, penyediaan dan
pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan Maka PT. PLN
mempertimbangkan etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.
Jika ditinjau dari teori utilitarianisme: Tindakan PT. PLN jika ditinjau
dari teori etika utilitarianisme dipertanyakan tidak etis, karena mereka
melakukan monopoli. Kebutuhan masyarakat akan listrik sangat dibutuhkan
PT. PLN.
Dari wacana atas dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik
Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan
kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN telah memenangkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Anda mungkin juga menyukai