Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sebuah perusahaan bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab
sosial yang baik. Kata “etika” berasal dari kata Yunani ‘ethos’ yang mengandung
arti yang cukup luas yaitu, tempat yang biasa ditinggali, kebiasaan, adaptasi,
akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Kata “moralitas” dari kata lain
“moralis” dan merupakan kata abstrak dari “moral” yang menunjuk kepada baik
dan buruknya suatu perbuatan. Sedangkan definisi dari etika bisnis adalah
pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang
memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara ekonomi/sosial, dan
penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis.
Apalagi akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya tentang perilaku bisnis
terutama menjelang mekanisme pasar bebas.
Dalam mekanisme pasar bebas diberikan kebebasan luas kepada seluruh pelaku
bisnis untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan
ekonomi. Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari
keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Bahkan,
pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam upaya penguasaan
pasar terasa semakin memberatkan para pengusaha menengah kebawah yang
kurang memiliki kemampuan bersaing. Oleh karena itu, perlu adanya sanksi yang
tegas mengenai larangan praktik monopoli dan usaha yang tidak sehat agar dapat
mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis dalam dunia usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori Etika Bisnis
A. Pengertian Etika
Kata “Etika” berasal dari dari kata Yunani yaitu ‘Ethos,’ yang artinya adat
istiadat. Etika bisa dibilang sebagai kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika itu punya kaitan sama nilai-nilai,
tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan termasuk juga semua
kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain, atau dari satu
generasi ke generasi yang lain. Seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli O.P.
Simorangkir menyatakan bahwa etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam
berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik, sedangkan menurut Sidi Gajalba
etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi
baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. [2]

Prinsip-prinsip Etika
Dalam etika bisnis berlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para
pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1) Prinsip Otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak
berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung
jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2) Prinsip Kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan
kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (misal,
kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran
dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3) Prinsip Keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan
yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh
dirugikan haknya.
4) Prinsip Saling Menguntungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling
menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5) Prinsip Integritas Moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana
para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama
baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik. [3]

B. Pengertian Bisnis
Bisnis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) : bisnis adalah usaha
dagang, usaha komersial dalam dunia perdagangan. Dapat disimpulkan bahwa
bisnis merupakan istilah umum yang menggambarkan semua aktifitas dan institusi
yang memproduksi barang & jasa dalam kehidupan sehari-hari dan bisnis adalah
kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang
menciptakan nilai (create value) melalui penciptaan barang dan jasa (create of
good and service) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh
keuntungan melalui transaksi.

C. Hal-hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Menciptakan Etika Bisnis :

1) Pengendalian Diri; (Tdk menerima apapun)


2) Pengembangan tanggungjawab sosial;
3) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi;
4) Menciptakan persaingan yang sehat;
5) Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan“;
6) Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi);
7) Mampu menyatakan yang benar itu benar;
8) Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah;
9) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama;
10) Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati;
11) Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum
positif yang berupa peraturan perundang-undangan;
D. Dalam dunia bisnis berbagai masalah etika bisnis yang terjadi, diantaranya
sebagai berikut [5] :

1) Suap (Bribery),
2) Paksaan (Coercion),
3) Penipuan (Deception),
4) Pencurian (Theft),
5) dan diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination).
Adapun Faktor Penyebab Perusahaan Tidak Menerapkan Etika Didalam
Bisnisnya. Berbagai penyebab atau permasalahan etika bisnis di perusahaan dapat
muncul dalam berbagai macam alasan dan berbagai macam bentuk. Identifikasi
terhadap berbagai faktor yang umum ditemui sebagai penyebab munculnya
penyebab atau permasalahan etika di perusahaan, merupakan suatu langkah
penting untuk meminimalkan pengaruh penyebab atau masalah etika bisnis
terhadap kinerja perusahaan. Sedikitnya ada tiga faktor yang pada umumnya
menjadi penyebab timbulnya masalah etika bisnis di perusahaan, yaitu Mengejar
Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish Interest),
Tekanan Persaingan Terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on
Profits), Pertentangan antara Tujuan Perusahaan dengan Perorangan (Business
Goals versus Personal Values) yang berikut akan diurai pengertian dari faktor-
faktor penyebab timbulnya masalah etika didalam bisnis pada sebuah perusahaan :
a. Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish
Interest).
Sikap serakah dapat mengakibatkan masalah etika bisnis. Perusahaan
kadang-kadang mempekerjakan karyawan yang memiliki nilai-nilai
pribadi tidak layak. Para pekerja ini akan menempatkan kepentingannya
untuk memperoleh kekayaan melebihi kepentingan lainnya meski pun
dalam melakukan akumulasi kekayaan tersebut dia merugikan pekerja
lainnya, perusahaan, dan masyarakat.
b. Tekanan Persaingan terhadap Laba Perusahaan (Competitive Pressure on
profits)
Ketika perusahaan berada dalam situasi persaingan yang sangat keras,
perusahaan sering kali terlibat dalam berbagai aktivitas bisnis yang tidak
etis untuk melindungi tingkat proftabilitas mereka. Berbagai perusahaan
makanan dan minuman di Indonesia diketahui menggunakan bahan
pewarna makanan dan minuman yang tidak aman untuk di konsumsi
manusia tetapi harganya murah, agar mereka dapat menekan biaya
produksi dan mendapatkan harga jual produk yang rendah. Bahkan industri
makanan berani menggunakan formalin yang merupakan bahan pengawet
mayat sebagai pengawet makanan.
c. Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business
Goals versus Personal Values) [4]
Masalah etika dapat pula muncul pada saat perusahaan hendak mencapai
tujuan-tujuan tertentu atau menggunakan metode-metode baru yang tidak
dapat diterima oleh para pekerjanya.

2.2. Artikel
RRI, Surabaya : Meningkatnya kebutuhan listrik masyarakat setiap tahunnya
mengalami peningkatan antara 5-6 persen, namun kondisi tersebut mengakibatkan
stok listrik kian terbatas. Sudah maksimalnya beban penggunaan sejumlah Gardu
Induk (GI) di wilayah Jawa Timur dan terkendalanya pembangunan GI
menyebabkan kondisi kelistrikan di wilayah membaut Jatim terancam terjadi
pemadaman bergilir.
Sedikitnya, ada 9 kabupaten yang terancam terjadinya pemadaman bergilir hingga
dua tahun kedepan diantaranya Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan, Sampang,
Sumenep dan Pamekasan.
Dikatakan Rido Hantoro Wakil Kepala Pusat Studi Energi ITS krisis listrik tidak
saja terjadi di Jatim dan Surabaya namun hampir keseluruhan pulau Jawa juga
mengalami krisis listrik.
"Hal ini dipicu terus menurunnya pasokan listrik yang bisa disuplai kepada
konsumen. Program peningkatan daya sebesar 35.000 Megawatt jika terealisasi
dengan cepat, kemungkinan terjadinya krisis bisa dihindari," terangnya kepada
RRI, Rabu (12/11/2014).
Selain kasus diatas yang terjadi di Sidoarjo adapun kasus krisis listrik terjadi
disejumlah kabupaten diseluruh daerah, kasus ini memuncak saat PT. Perusahaan
Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di
berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli
2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari
Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati,
dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik,
PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin
parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem
kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta
Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk
pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU
Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik
masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu
secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum
terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana
contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi
masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi. [1]

2.3. Resume dan Pokok Permasalahan


PT. Perusahaan Listrik Negara Persero (PT. PLN) merupakan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di
Indonesia. Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. PLN untuk memenuhi
itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka
merugikan masyarakat. PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah
perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional.
Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik
sekaligus pendistribusinya.
Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi
masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata. Usaha PT. PLN termasuk
kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan
penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang
dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka
kehendaki. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli
mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain
tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik
dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.

2.4. Analisis Masalah


Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujuan untuk memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan
perlu adanya perilaku etis yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang
diterapkan oleh sebuah perusahaan bukanlah salah satu penghambat perusahaan
untuk dapat berkompetisi dengan para pesaingnya melainkan untuk dipandang
oleh masyarakat bahwa perusahaan yang menerapkan etika didalam perusahaan
bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki perilaku etis dan bermoral.
Dari pembahasan pada bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT.
Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang
menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Untuk memenuhi
kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, sebaiknya Pemerintah
membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang
listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan
bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan
masyarakat serta Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. PLN saat ini,
sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan
masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
Selain daripada itu bukan hanya pihak pemerintahan yang harus berpartisipati kita
sebagai masyarakat yang cerdas sudah seharusnya berpikir terbuka dan cerdas
untuk masa depan, gunakanlah sumber daya alam yang terdapat di negeri ini
secukupnya agar sumber daya alam kita tetap terjaga sehingga penerus bangsa
nanti bisa merasakan sumber daya alam yang sama. Jangan memandang karena
kita mampu membayar kita bisa menggunakan sumber daya alam secara
berlebihan. Hal tersebut tidak etis dan tidak menunjukkan sikap masyarakat yang
cerdas.

Jika dilihat dari teori etika deontologi : Dalam kasus ini, PT. Perusahaan
Listrik Negara (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti
dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. PLN belum mampu
memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika
deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.

Jika dilihat dari teori etika teleologi : Dalam kasus ini, monopoli di PT. PLN
terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana
pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber
daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk
kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

Jika ditinjau dari teori utilitarianisme : Tindakan PT. PLN bila ditinjau dari
teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli.
Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung pada PT. PLN.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa
barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga
berapapun yang mereka kehendaki. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi
kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat
dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun
disisi lain tindakan PT. PLN justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja
yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
Pada dasarnya kegiatan bisnis tidaklah hanya bertujun untuk memperoleh
keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara melainkan
perlu adanya perilaku etis yang diterapkan oleh semua perusahaan. Etika yang
diterapkan oleh sebuah perusahaan bukanlah salah satu penghambat perusahaan
untuk dapat berkompetisi dengan para pesaingnya melainkan untuk dipandang
oleh masyarakat bahwa perusahaan yang menerapkan etika didalam perusahaan
bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki perilaku etis dan bermoral.
Selain daripada itu bukan hanya pihak pemerintahan yang harus berpartisipasi,
kita sebagai masyarakat yang cerdas sudah seharusnya berpikir terbuka dan cerdas
untuk masa depan, gunakanlah sumber daya alam yang terdapat di negeri ini
secukupnya agar sumber daya alam kita tetap terjaga sehingga penerus bangsa
nanti bisa merasakan sumber daya alam yang sama. Jangan memandang karena
kita mampu membayar kita bisa menggunakan sumber daya alam secara
berlebihan. Hal tersebut tidak etis dan tidak menunjukkan sikap masyarakat yang
cerdas.

3.2. Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada
baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan
usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan
memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan
yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT.
PLN saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan
kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.
Daftar Pustaka

1. http://www.rri.co.id/surabaya/post/berita/118603/info_publik/jatim_krisis_
listrik_9_daerah_terancam_pemadaman_bergilir.html

2. http://www.pusatmakalah.com/2014/12/makalah-etika-bisnis.html

3. http://www.quickstart-indonesia.com/etika-bisnis/
4. Baron, (2003, 34) Etika Bisnis. Balai pustaka Jakarta

5. http://yofie12ek.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2013/05/06/pelanggaran-etika-
bisnis-dan-norma-hukum/

Anda mungkin juga menyukai