DAN PERLAKUAN AK
UNTANSI
Fenomena Perpajakan dan Perlakuan Akuntansi
Kelompok 1 : Nuryatun (123011811041) Puji Saraswati (123011811042) Rohmah Ahdian Sari (123011811048) Yohana Sasmita Pardewi (123011811056)
Materi Pembahasan
01 Perusahaan Cabang
03 Anak Perusahaan
Perpajakan
WP yang berstatus cabang adalah:
a) WP Badan (perseroan terbatas, perseroan komanditer dan lain-lain) yang
menjadi kantor cabang dari perusahaan pusat;
b) tempat usaha ke-2 dan seterusnya dari WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
(OPPT). WP OPPT adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat
Aspek Perpajakan
Bagi perusahaan yang sudah memiliki cabang atau anak perusahaan, kegiatan yang dilakukan oleh cabang umum
nya akan berdiri sendiri meskipun masih terkait dengan operasional kantor pusat. Semisal, cabang akan mempun
yai customer sendiri sehingga bisa menjalankan transaksi jual beli, cabang akan mempunyai karyawan sendiri, at
aupun transaksi-transaksi cabang lainnya yang didalamnya terdapat aspek perpajakan
21 22 23 PPN 4 (2)9
Cabang wajib memotong, Cabang ditunjuk Cabang wajib Cabang wajib Dalam hal terdapat
membayarkan, dan sebagai Pemungut PPh memotong, memungut, transaksi di cabang yang
melaporkan PPh Pasal 21 Pasal 22, maka wajib membayarkan, dan membayarkan, dan terkait dengan pajak PPh
atas penghasilan karyawan memungut, melaporkan PPh Pasal melaporkan Pajak pasal 4 ayat 2, maka
yang telah melebihi batas membayarkan, dan 23 apabila terdapat Pertambahan Nilai atas cabang wajib memotong,
Penghasilan Tidak Kena melaporkan PPh Pasal transaksi yang terutang transaksi penyerahan membayarkan, dan
Pajak (PTKP) 22. PPh Pasal 23 di lokasi barang yang terjadi di melaporkan PPh Pasal 4
. usaha perusahaan wilayah kerja ayat (2).
cabang perusahaan cabang.
Kewajiban SPT Tahunan
WP Badan berstatus cabang hanya berkewajiban
memberikan data laporan keuangan kepada WP
Badan berstatus pusat untuk dapat dilakukan
konsolidasi laporan keuangan perusahaan serta
diperoleh peredaran usaha secara keseluruhan.
Kemudian kewajiban untuk menghitung,
membayarkan, dan melaporkan SPT Tahunan PPh
Badan dilakukan oleh WP Badan pusat dengan
NPWP pusat.
Status NPWP
Kantor cabang yang didirikan di wilayah kerja
kantor Dirjen pajak atau Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang berbeda dengan kantor pusat maka
wajib bagi kantor cabang untuk mendaftarkan
sebagai wajib pajak di kantor Dirjen pajak /KPP
sesuai dengan wilayah tempat kantor cabang
didirikan.
Kasus
Perusahaan Aladin
Pada kasus ini tidak dijelaskan apakah jenis badan usaha dari Aladin, namun
apabila sesuatu sudah memenuhi sebagai subjek pajak dan memiliki objek pajak
dapat disebut Wajib Pajak. Sehingga dalam kasus ini Aladin merupakan Wajib
Pajak.
Kasus
Pembahasan
Aladin harus mengetahui beberapa faktor pajak yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
bentuk usaha, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan tarif
pajak penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
2. Pengenaan pajak penghasilan berganda, baik atas laba bruto maupun penghasilan dari
pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang saham.
3. Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
4. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian)
dan kredit investasi yang berlaku bagi bentu usaha tertentu.
5. Kemungkinan pengujian perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas
penghasilan personal holding company dan seterusnya.
6. Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit dan/atau payment in kind.
Kasus
Pembahasan
Atas status yang dimiliki oleh Perusahaan Aladin ini yang akan membuat cabang maka perlu
ditegaskan salah satu aspek perpajakan yang harus dilaksanakan ialah bahwa pemilik harus
juga membuat Nomor Pokok Wajib Pajak untuk kantor perwakilan / cabang dari Perusahaan
Aladin ini seperti yang telah ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Namun beda lagi persoalannya jika ternyata
perusahaan pusat dan cabang dari Perusahaan Aladin ini ternyata berada dalam satu wilayah
KPP yang sama, maka NPWP pun cukup milik pusat saja karena PKP pun disatukan yaitu
PKP pusat.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah untuk pembangunan gedung cabang, harus
diperhatikan apakah lebih baik bangun sendiri, beli lansung atau leasing. Karna pembangunan
gedung baru akan dikenakan pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Selanjutnya, perusahaan
aladin juga harus memastikan tarif pajak di tiap-tiap daerah. Jangan hanya karna di satu
daerah pajaknya lebih kecil dari daerah lain tapi akses operasional untuk pengiriman
produknya lebih besar. Hal itu akan sia-sia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
DEFINISI BUT PASAL 2 (5)
2 Steps
3 Steps
(a place of busines) (business) atau melakukan kegiatan
(activities)
SIFAT TEMPAT USAHA PERMANEN DAN DIGUNAKAN UNTUK MENJLNKAN USAHA ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN
BUT FISIK ATAU AKTIVA: Perwujudan BUT di Indonesia:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor; BUT AGEN:
e. pabrik; k. orang atau badan yang bertindak selaku
f. bengkel; agen yang kedudukannya tidak bebas,
g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja
pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi
pertambangan;
h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;
BUT JASA:
j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
Objek Pajak dalam UU PPh
Subjek Pajak yang berbeda terutang pajak atas Objek Pajak yang
BERSIFAT
berbeda UMUM
Objek Pajak dalam UU PPh:
1. Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk Pasal 4 ayat (3) untuk SPDN
1. PENGHSILAN DR USAHA ATAU KEGIATAN
2. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (4) untuk SPLN BUT BUT TERSEBUT
2. PENGHASILAN DR HARTA YG DIMILIKI ATAU
3. Pasal 26 ayat (1) dan (2) untuk SPLN non BUT. DIKUASAI
3. PENGHASILAN KANTOR PUSAT DARI USAHA
KEGIATAN,PENJUALAN,ATAU PEMBERIAN
1. LABA USAHA JASA DI INDONESIA YG SEJENIS DGN YG
2. KEUNTUNGAN KRN PENJUALAN / PENGALIHAN DIJLNKAN BUT DI INDONESIA
BERSIFAT HARTA 4. PENGHSLN SBGMN DIATUR DLM PASAL 26
KHUSUS 3. PENERIMAAN KEMBALI PAJAK YG TELAH OLEH KTR PUSAT YG SEJENIS DGN JASA YG
DIBEBANKAN SBG BIAYA DIBERIKAN BUT SEPANJANG TERDAPAT
4. BUNGA HUBUNGAN EFEKTIF ANTARA HARTA ATAU
5. DEVIDEN KEGIATAN YG MEMBERIKAN PENGHASILAN
6. ROYALTI TSB DGN BUT DI INDONESIA
7. SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DFN
PENGG. HARTA
8. KEUNTUNGAN KRN PEMBEBASAN UTANG
9. KEUNTUNGAN KRN SELISIH KURS MATA UANG
ASING
10. SELISIH LEBIH KRN PENILAIAN AKTIVA
Objek Pajak adalah Penghasilan, Objek Pajak SPLN non BUT
yaitu: setiap tambahan kemampuan Bentuk penerapan Source Principle.
ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak baik yang berasal dari Karakteristik Outbound Income:
Indonesia maupun dari luar Indonesia 1. Penghasilan tertentu (positive list),
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
2. Dengan nama dan dalam bentuk apapun
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak (substance over form),
yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun. 3. Yang dibayarkan atau yang terutang (cash atau
accrual basis),
4. Dari badan pemerintah, SPDN, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar
Definisi penghasilan tersebut mencakup negeri lainnya,
elemen-elemen sbb:
5. Diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia.
1. Semua jenis penghasilan dalam
pengertian ekonomis, (Global
income taxation: semua jenis
penghasilan juridis) Pajak terutang:
2. Semua saat pengakuan (cash basis 20% dari jumlah bruto
atau accrual basis), 20% dari perkiraan penghasilan neto
3. Semua sumber geografis
penghasilan (worldwide income),
Mekanisme pelunasan:
4. Semua jenis cara pemanfaatannya,
pemotongan (withholding) oleh pihak yang wajib
5. Menerapkan konsep substance membayarkan.
over form. (Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU PPh)
. .
Outbound Income Outbound Income terutang
terutang PPh 20% PPh 20% dari Netto:
dari Gross:
Penghasilan dari penjualan harta di
Indonesia, kecuali yang diatur
1. dividen; dalam Pasal 4 ayat (2).
2. bunga, termasuk premium, diskonto,
premi swap dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
3. royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
4. imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
5. hadiah dan penghargaan;
6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
BRANCH PROFIT TAX
Branch Profit yaitu: Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indone
sia
Terutang PPh sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Syarat Penanaman Kembali agar tidak terutang Branch Profit Tax:
1 2
Dilakukan dalam bentuk
penyertaan modal pada pajak berjalan atau
perusahaan yang didirikan dan selambat-lambatnya tahun
berkedudukan di Indonesia pajak berikutnya dari tahun
sebagai pendiri atau peserta pajak diterima atau
pendiri; dan diperolehnya penghasilan
tersebut; dan
3
Tidak melakukan pengalihan
atas penanaman kembali
tersebut sekurang-kurangnya
dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sesudah perusahaan
tempat penanaman dilakukan
berproduksi komersil.
Contoh
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap
di Indonesia dalam tahun 2013
Rp20.500.000.000,00
Pajak Penghasilan: 25% x Rp20.500.000.000,00 = Rp 5.125.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp15.375.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang : 20% x Rp15.375.000.000 = Rp
3.075.000.000,00
Biaya-biaya BUT
o Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang diatribusi atau dari force of attraction.
o Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT (Keputusan Dirjen Pajak No.Kep
-62/PJ./1995).
o Kecuali, pembayaran kepada kantor pusat berupa:
a. Royalti atau imbalan lain sehubungan dng penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya,
b. jasa manajemen dan jasa lainnya,
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
(Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU PPh)
WP Bdn yg menyelenggarakan CARA MENGHITUNG PPh TERUTANG WP BUT
Pembukuan
Peredaran Bruto
Peredaran Bruto
Dikurangi :
Dikurangi : Biaya 3 M penghasilan
Biaya 3 M penghasilan
Penghasilan Netto Usaha
Penghasilan Netto Usaha
Ditambah : Dikurangi : Ditambah : 1. Penghasilan Bunga
2. Penghasilan dr Kt Pusat
Penghsilan Biaya 3 M 3.Pendapatan sebagaimana
Lain-lain Penghsln tersebut pada Psl.26 UU PPh
Lain-lain Dikurangi : Biaya untuk 3 M penghasilan
Penghasilan Neto tsb pd angka 2
tempat apapun yang bisa dimiliki atau disewa atau tersedia untuk digunakan, dapat berada di tempat perusahaan lain, dan tidak
harus diperoleh secara sah.
Bersifat permanen, bila memenuhi:
1. Location Test, yaitu menguji apakah tempat usaha berada di suatu tempat geografis tertentu.
2. Duration Test, yaitu untuk menguji seberapa tetapnya suatu usaha di tempat tertentu itu. Konsensus: 6 bulan permanen.
Tempat usaha dipakai untuk menjalankan seluruh atau sebagian kegiatan usaha.
No. PER 10/PJ/2017
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antar
a Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam rangka pe
nghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.
1. Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh atas penghasilan yang diterima atau diperole
h WPLN,
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemotong dan/atau Pemungut Pajak melak
ukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B dalam hal:
3. terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh dan ketentuan yang diatur dalam
P3B;
4. penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia;
5. penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari n
egara mitra atau yurisdiksi mitra P3B;
6. WPLN menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu l
ainnya;
7. tidak terjadi penyalahgunaan P3B; dan
8. penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.
PPh Pasal 15/26
Perush Pengeboran
Penghasilan neto = 15% x Penghsl bruto (dr jenis2
Migas Asing
Penghsl yg tercantum dlm kontrak migas)
WP LN yg punya
0,44 final dr. nilai ekspor (semua imbalan yg diterima
Ktr Perwakilan dagang di
Atau diperoleh WPLN yg punya Ktr Perwakln Dagang
Indonesia. (Ps 15)
di Ind.dr penyerahan brg kpd org/bdn di Ind.
Anak Perusahaan
Anak Perusahaan
PPH Pasal 21
PPH Pasal 22
PPH Pasal 15
PPH Pasal 29
PPH Pasal 25
PPH Pasal 26
Kantor Perwakilan Usaha
Perpajakan Kantor Perwakilan Usaha
Kantor Perwakilan Usaha
adalah kantor yang didirikan oleh perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di negara lain sebagai perwakilannya di I
ndonesia, yang bertujuan untuk mengurus kepentingan perusahaan afiliasinya dan untuk mempersiapkan pendirian dan penge
mbangan usaha perusahaan Penanaman Modal Asing (PT PMA).
Kantor Perwakilan dilarang untuk mencari penghasilan dari sumber di Indonesia, melaksanakan kegiatan atau melakukan peri
katan/transaksi penjualan dan pembelian barang atau jasa dengan perusahaan atau perorangan di Indonesia, dan ikut serta dala
m pengelolaan suatu perusahaan, anak perusahaan atau cabang perusahaan yang berada di Indonesia.
Tarif Pajak
Penghasilan neto dari WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% dari nilai ekspor bruto.
Besarnya tarif pajak bagi WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto d
an bersifat final.
Khusus untuk Kantor Perwakilan Dagang yang berasal dari negara mitra P3B Indonesia, maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuai
kan dengan tarif BPT (Branch Proftit Tax) dari suatu BUT tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.
Perpajakan Kantor Perwakilan Usaha
WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib membayar PPh yang terutang dalam su
atu masa pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah
bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan satu Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib melaporkan pembayaran PPh yang dila
kukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau dipe
rolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk formulir sesuai lampiran I KEP-667/PJ./2001 dan dilampiri
dengan lembar ke-3 SSP Final.
Any Question ??