Anda di halaman 1dari 35

ASPEK PERPAJAKAN

DAN PERLAKUAN AK
UNTANSI
Fenomena Perpajakan dan Perlakuan Akuntansi

Kelompok 1 : Nuryatun (123011811041) Puji Saraswati (123011811042) Rohmah Ahdian Sari (123011811048) Yohana Sasmita Pardewi (123011811056)
Materi Pembahasan

01 Perusahaan Cabang

02 Bentuk Usaha Tetap

03 Anak Perusahaan

04 Kantor Perwakilan Usaha


Perusahaan Cabang
Akuntansi

Perusahaan Cabang adalah perusahaan yang merupakan unit


atau bagian dari perusahaan induknya yang dapat
berkedudukan ditempat yang berlainan dan dapat bersifat
berdiri sendiri atau bertugas untuk melaksanakan sebagian
tugas dari perusahaan induknya.

Perpajakan
WP yang berstatus cabang adalah:
a) WP Badan (perseroan terbatas, perseroan  komanditer dan lain-lain) yang
menjadi kantor  cabang dari perusahaan pusat;

b) tempat usaha ke-2 dan seterusnya dari WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
(OPPT). WP OPPT adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat
Aspek Perpajakan
Bagi perusahaan yang sudah memiliki cabang atau anak perusahaan, kegiatan yang dilakukan oleh cabang umum
nya akan berdiri sendiri meskipun masih terkait dengan operasional kantor pusat. Semisal, cabang akan mempun
yai customer sendiri sehingga bisa menjalankan transaksi jual beli, cabang akan mempunyai karyawan sendiri, at
aupun transaksi-transaksi cabang lainnya yang didalamnya terdapat aspek perpajakan

21 22 23 PPN 4 (2)9

Cabang wajib memotong, Cabang ditunjuk Cabang wajib Cabang wajib Dalam hal terdapat
membayarkan, dan sebagai Pemungut PPh memotong, memungut, transaksi di cabang yang
melaporkan PPh Pasal 21 Pasal 22, maka wajib membayarkan, dan membayarkan, dan terkait dengan pajak PPh
atas penghasilan karyawan memungut, melaporkan PPh Pasal melaporkan Pajak pasal 4 ayat 2, maka
yang telah melebihi batas membayarkan, dan 23 apabila terdapat Pertambahan Nilai atas cabang wajib memotong,
Penghasilan Tidak Kena melaporkan PPh Pasal transaksi yang terutang transaksi penyerahan membayarkan, dan
Pajak (PTKP) 22. PPh Pasal 23 di lokasi barang yang terjadi di melaporkan PPh Pasal 4
. usaha perusahaan wilayah kerja ayat (2).
cabang perusahaan cabang.
Kewajiban SPT Tahunan
WP Badan berstatus cabang hanya berkewajiban
memberikan data laporan keuangan kepada WP
Badan berstatus pusat untuk dapat dilakukan
konsolidasi laporan keuangan perusahaan serta
diperoleh peredaran usaha secara keseluruhan.
Kemudian kewajiban untuk menghitung,
membayarkan, dan melaporkan SPT Tahunan PPh
Badan dilakukan oleh WP Badan pusat dengan
NPWP pusat.
Status NPWP
Kantor cabang yang didirikan di wilayah kerja
kantor Dirjen pajak atau Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) yang berbeda dengan kantor pusat maka
wajib bagi kantor cabang untuk mendaftarkan
sebagai wajib pajak di kantor Dirjen pajak /KPP
sesuai dengan wilayah tempat kantor cabang
didirikan.
Kasus
Perusahaan Aladin

Perusahaan Aladin yang merupakan perusahaan dagang dan ingin


mengembangkan perusahaannya. Aladin berencana akan membuka cabang di
beberapa daerah, yaitu Bandung, Makassar dan Kalimantan. Dalam melakukan
rencana ini, perusahaan Aladin harus mengetahui hal-hal apa saja yang
dibutuhkan agar tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar, entah dalam
operasionalnya maupun dalam hal perpajakannya. Perusahaan Aladin harus
mengetahui keuntungan dan kelebihan jika ingin membuka cabang didaerah
tersebut, dan bagaimana pengenaan tarif pajaknya di tiap daerah yang berbeda.

Pada kasus ini tidak dijelaskan apakah jenis badan usaha dari Aladin, namun
apabila sesuatu sudah memenuhi sebagai subjek pajak dan memiliki objek pajak
dapat disebut Wajib Pajak. Sehingga dalam kasus ini Aladin merupakan Wajib
Pajak.
Kasus
Pembahasan

Aladin harus mengetahui beberapa faktor pajak yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan
bentuk usaha, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dan tarif
pajak penghasilan wajib pajak badan termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
2. Pengenaan pajak penghasilan berganda, baik atas laba bruto maupun penghasilan dari
pembagian keuntungan (deviden) kepada para pemegang saham.
3. Kesempatan untuk dapat menunda pengenaan pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dan akumulasi penghasilan perusahaan.
4. Adanya ketentuan-ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian)
dan kredit investasi yang berlaku bagi bentu usaha tertentu.
5. Kemungkinan pengujian perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak atas
penghasilan personal holding company dan seterusnya.
6. Liberalisasi ketentuan-ketentuan yang mengatur fringe benefit dan/atau payment in kind.
Kasus
Pembahasan

Atas status yang dimiliki oleh Perusahaan Aladin ini yang akan membuat cabang maka perlu
ditegaskan salah satu aspek perpajakan yang harus dilaksanakan ialah bahwa pemilik  harus
juga membuat Nomor Pokok Wajib Pajak untuk kantor perwakilan / cabang dari Perusahaan
Aladin ini seperti yang telah ditegaskan pada pasal 2 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Namun beda lagi persoalannya jika ternyata
perusahaan pusat dan cabang dari Perusahaan Aladin ini ternyata berada dalam satu wilayah
KPP yang sama, maka NPWP pun cukup milik pusat saja karena PKP pun disatukan yaitu
PKP pusat.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah untuk pembangunan gedung cabang, harus
diperhatikan apakah lebih baik bangun sendiri, beli lansung atau leasing. Karna pembangunan
gedung baru akan dikenakan pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Selanjutnya, perusahaan
aladin juga harus memastikan tarif pajak di tiap-tiap daerah. Jangan hanya karna di satu
daerah pajaknya lebih kecil dari daerah lain tapi akses operasional untuk pengiriman
produknya lebih besar. Hal itu akan sia-sia.
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
DEFINISI BUT PASAL 2 (5)

ORANG PRIBADI BADAN

1. TIDAK BERTEMPAT TINGAL DI


1. TIDAK DIDIRIKAN DI INDONESIA ATAU
INDONESIA ATAU
2. TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
2. TIDAK BERADA DI INDONESIA >183
INDONESIA
HARI DLM JGK WAKTU 12 BULAN

UTK MENJALANKAN ATAU MELAKUKAN KEGIATAN DI INDONESIA


Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Elemen dasar suatu BUT:

Suatu tempat usaha Untuk menjalankan usaha


1 Steps

2 Steps

3 Steps
(a place of busines) (business) atau melakukan kegiatan
(activities)

Yang digunakan oleh


SPLN (orang pribadi atau Yang bersifat permanen
badan)
BENTUK USAHA TETAP DAPAT BERUPA :

1. TEMPAT KEDUDUKAN MANAJEMEN


2. CABANG PERUSAHAAN
3. KANTOR PERWAKILAN
4. GED.KANTOR
5. PABRIK
6. BENGKEL
7. GUDANG
8. RUANG UNTUK PROMOSI DAN PENJUALAN
9. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN SUMBER ALAM
10. WIL.KERJA PERTAMBANGAN MIGAS
11. PERIKANAN,PETERNAKAN,PERTANIAN,PERKEBUNAN ATAU KEHUTANAN
12. PROYEK KONSTRUKSI,INSTALASI,ATAU PROYEK PERAKITAN
13. PEMBERIAN JASA DLM BENTUK APAPUN OLEH PEGAWAI ATAU ORL LAIN SEPANJANG DILAKUKAN > 60 HR DLM J.W. 12
BLN
14. ORG ATAU BDN YG BERTINDAK SELAKU AGEN YG BERKEDUDUKAN TIDAK BEBAS
15. AGEN ATAU PEGAWAI DR PERUS.ASURANSI YG DIDIRIKAN ATAU TIDAK BERTEMPAT KEDUDUKAN DI INDONESIA YG
MENERIMA PREMI ASURANSI ATAU MENANGGUNG RESIKO DI INDONESIA DAN
16. KOMPUTER,AGEN ELEKTRONIK ATAU PERALATAN OTOMATIS YG DIMILIKI,DISEWA ATAU DIGUNAKAN OLEH
PENYELENGGARA TRANSAKSI ELEKTRONIK UNTUK MENJALANKAN KEGIATAN USAHA MELALUI INTERNET

SIFAT TEMPAT USAHA PERMANEN DAN DIGUNAKAN UNTUK MENJLNKAN USAHA ATAU
MELAKUKAN KEGIATAN
BUT FISIK ATAU AKTIVA: Perwujudan BUT di Indonesia:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor; BUT AGEN:
e. pabrik; k. orang atau badan yang bertindak selaku
f. bengkel; agen yang kedudukannya tidak bebas,
g. pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja
pengeboran yang digunakan untuk eksplorasi
pertambangan;
h. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau
kehutanan;

BUT BUT ASURANSI:


BUT PROYEK:
i. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; l. Agen atau pegawai dari perusahaan
asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung
risiko di Indonesia.

BUT JASA:
j. pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh
orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
Objek Pajak dalam UU PPh
Subjek Pajak yang berbeda terutang pajak atas Objek Pajak yang
BERSIFAT
berbeda UMUM
Objek Pajak dalam UU PPh:
1. Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk Pasal 4 ayat (3) untuk SPDN
1. PENGHSILAN DR USAHA ATAU KEGIATAN
2. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (4) untuk SPLN BUT BUT TERSEBUT
2. PENGHASILAN DR HARTA YG DIMILIKI ATAU
3. Pasal 26 ayat (1) dan (2) untuk SPLN non BUT. DIKUASAI
3. PENGHASILAN KANTOR PUSAT DARI USAHA
KEGIATAN,PENJUALAN,ATAU PEMBERIAN
1. LABA USAHA JASA DI INDONESIA YG SEJENIS DGN YG
2. KEUNTUNGAN KRN PENJUALAN / PENGALIHAN DIJLNKAN BUT DI INDONESIA
BERSIFAT HARTA 4. PENGHSLN SBGMN DIATUR DLM PASAL 26
KHUSUS 3. PENERIMAAN KEMBALI PAJAK YG TELAH OLEH KTR PUSAT YG SEJENIS DGN JASA YG
DIBEBANKAN SBG BIAYA DIBERIKAN BUT SEPANJANG TERDAPAT
4. BUNGA HUBUNGAN EFEKTIF ANTARA HARTA ATAU
5. DEVIDEN KEGIATAN YG MEMBERIKAN PENGHASILAN
6. ROYALTI TSB DGN BUT DI INDONESIA
7. SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DFN
PENGG. HARTA
8. KEUNTUNGAN KRN PEMBEBASAN UTANG
9. KEUNTUNGAN KRN SELISIH KURS MATA UANG
ASING
10. SELISIH LEBIH KRN PENILAIAN AKTIVA
Objek Pajak adalah Penghasilan, Objek Pajak SPLN non BUT
yaitu: setiap tambahan kemampuan Bentuk penerapan Source Principle.
ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak baik yang berasal dari Karakteristik Outbound Income:
Indonesia maupun dari luar Indonesia 1. Penghasilan tertentu (positive list),
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
2. Dengan nama dan dalam bentuk apapun
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak (substance over form),
yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun. 3. Yang dibayarkan atau yang terutang (cash atau
accrual basis),
4. Dari badan pemerintah, SPDN, penyelenggara
kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar
Definisi penghasilan tersebut mencakup negeri lainnya,
elemen-elemen sbb:
5. Diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia.
1. Semua jenis penghasilan dalam
pengertian ekonomis, (Global
income taxation: semua jenis
penghasilan juridis) Pajak terutang:
2. Semua saat pengakuan (cash basis 20% dari jumlah bruto
atau accrual basis), 20% dari perkiraan penghasilan neto
3. Semua sumber geografis
penghasilan (worldwide income),
Mekanisme pelunasan:
4. Semua jenis cara pemanfaatannya,
pemotongan (withholding) oleh pihak yang wajib
5. Menerapkan konsep substance membayarkan.
over form. (Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU PPh)
. .
Outbound Income Outbound Income terutang
terutang PPh 20% PPh 20% dari Netto:
dari Gross:
Penghasilan dari penjualan harta di
Indonesia, kecuali yang diatur
1. dividen; dalam Pasal 4 ayat (2).
2. bunga, termasuk premium, diskonto,
premi swap dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
3. royalti, sewa, dan penghasilan lain
sehubungan dengan penggunaan harta;
4. imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan, dan kegiatan;
5. hadiah dan penghargaan;
6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
BRANCH PROFIT TAX

 Branch Profit yaitu: Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indone
sia
 Terutang PPh sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
 Syarat Penanaman Kembali agar tidak terutang Branch Profit Tax:

Dilakukan dalam tahun

1 2
Dilakukan dalam bentuk
penyertaan modal pada pajak berjalan atau
perusahaan yang didirikan dan selambat-lambatnya tahun
berkedudukan di Indonesia pajak berikutnya dari tahun
sebagai pendiri atau peserta pajak diterima atau
pendiri; dan diperolehnya penghasilan
tersebut; dan

3
Tidak melakukan pengalihan
atas penanaman kembali
tersebut sekurang-kurangnya
dalam jangka waktu 2 (dua)
tahun sesudah perusahaan
tempat penanaman dilakukan
berproduksi komersil.
Contoh

Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari bentuk usaha tetap di
Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen).
Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap
di Indonesia dalam tahun 2013
Rp20.500.000.000,00
Pajak Penghasilan: 25% x Rp20.500.000.000,00 = Rp 5.125.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp15.375.000.000,00
Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang : 20% x Rp15.375.000.000 = Rp
3.075.000.000,00

Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp15.375.000.000,00 (lima belas


miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah) tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku, atas penghasilan tersebut tidak
dipotong pajak.
Objek Pajak BUT
o penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai
o penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejen
is dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia
o penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat h
ubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan.

Biaya-biaya BUT
o Biaya untuk mendapatkan penghasilan yang diatribusi atau dari force of attraction.
o Biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT (Keputusan Dirjen Pajak No.Kep
-62/PJ./1995).
o Kecuali, pembayaran kepada kantor pusat berupa:
a. Royalti atau imbalan lain sehubungan dng penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya,
b. jasa manajemen dan jasa lainnya,
c. bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
(Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) UU PPh)
WP Bdn yg menyelenggarakan CARA MENGHITUNG PPh TERUTANG WP BUT
Pembukuan
Peredaran Bruto
Peredaran Bruto
Dikurangi :
Dikurangi : Biaya 3 M penghasilan
Biaya 3 M penghasilan
Penghasilan Netto Usaha
Penghasilan Netto Usaha
Ditambah : Dikurangi : Ditambah : 1. Penghasilan Bunga
2. Penghasilan dr Kt Pusat
Penghsilan Biaya 3 M 3.Pendapatan sebagaimana
Lain-lain Penghsln tersebut pada Psl.26 UU PPh
Lain-lain Dikurangi : Biaya untuk 3 M penghasilan
Penghasilan Neto tsb pd angka 2

Dikurangi : Penghasilan Neto


Kompensasi Kerugian
Dikurangi :
Penghasilan Kena Pajak Biaya-biaya menurt Ps.5 (3) UU PPh
Penghasilan Kena Pajak
Dikali :
Tarif PPh Bdn (Ps 17 ayat (1 )b) Dikali :
Tarif PPh Bdn (Ps 17 ayat (1 )b)
PPh Terhutang
PPh Terhutang
Kredit Pajak Luar Negeri
Diatur dalam Pasal 24 UU PPh, Untuk menghilangkan pajak berganda yang dapat dialami oleh SPDN akibat
penerapan prinsip Worldwide Income;
1. Menggunakan metode kredit dengan pembatasan per negara;
2. Memuat source rule penghasilan:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas negara tempat badan yang menerbitkan didirikan atau bertempat kedudukan
b. Penghasilan BUT negara tempat BUT melakukan usaha atau kegiatan,
c. Penghasilan lainnya  negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan.

Menentukan keberadaan BUT dengan menguji:


 Terdapat suatu tempat usaha (a place of business):

tempat apapun yang bisa dimiliki atau disewa atau tersedia untuk digunakan, dapat berada di tempat perusahaan lain, dan tidak
harus diperoleh secara sah.
 Bersifat permanen, bila memenuhi:

1. Location Test, yaitu menguji apakah tempat usaha berada di suatu tempat geografis tertentu.
2. Duration Test, yaitu untuk menguji seberapa tetapnya suatu usaha di tempat tertentu itu. Konsensus: 6 bulan permanen.
 Tempat usaha dipakai untuk menjalankan seluruh atau sebagian kegiatan usaha.
No. PER 10/PJ/2017
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disebut P3B adalah perjanjian antar
a Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra dalam rangka pe
nghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak.

Tujuan diadakannya P3B :

1. Mencegah terjadinya pemajakan berganda , serta mencegah terjadinya penghindaran pajak


(tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion)
2. Memberikan kedudukan yang setara dalam hal pemajakan antar kedua Negara
3. Peningkatan investasi dan sumber daya manusia
4. Pertukaran informasi melalui Exchange of Information (Eol) guna mencegah penghindaran
pajak
5. Penyelesaian sengketa melalui Mutual Agreement Procedure (MAP) dan bantuan dalam
penagihan pajak
Metode Hak Pemajakan

hak pemajakan di dalam hak pemajakannya didasari oleh konvensi


wilayah kedaulatan diatur melalui perjanjian internasional dimana
Indonesia diatur antara kedua Negara ketentuan atau ketetapan
sepenuhnya oleh yang mengatur hak atau keputusan yang
pemerintah Indonesia pemajakan atas dihasilkan digunakan
dan berlaku bagi seluruh penghasialan dan warga untuk kepentingan
masyarakat atau badan Negara kedua belah Negara-negara tersebut
internasional yang ada pihak
di wilayah Indonesia

Pemajakan Unilateral Pemajakan Bilateral Pemajakan Multilateral


KEWAJIBAN PEMOTONGAN ATAU PEMUNGUTAN PAJAK (pasal 2)

1. Pemotong dan/atau Pemungut Pajak wajib melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh atas penghasilan yang diterima atau diperole
h WPLN,
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemotong dan/atau Pemungut Pajak melak
ukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B dalam hal:
3. terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang PPh dan ketentuan yang diatur dalam
P3B;
4. penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia;
5. penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang merupakan subjek pajak dalam negeri dari n
egara mitra atau yurisdiksi mitra P3B;
6. WPLN menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu l
ainnya;
7. tidak terjadi penyalahgunaan P3B; dan
8. penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.
PPh Pasal 15/26

Tarif 2,64% Final dr semua nilai


Pengganti dr pengangkutan orang/barang dr
Prsh Pelayaran dan atau
Pelabuhan di Ind ke pelabuhan lain di Ind atau
Penerbangan LN(Ps 15)
Ke pelabuhan di LN

1. Premi Ass.dibyr tertanggung adl 10% x Premi


Asuransi Luar Negeri (Ps 26) 2. Premi dibayar Prsh Ass. adl 2% x Premi
3. Premi dibayar Prsh Reass. Adl 1% x Premi

Perush Pengeboran
Penghasilan neto = 15% x Penghsl bruto (dr jenis2
Migas Asing
Penghsl yg tercantum dlm kontrak migas)

WP LN yg punya
0,44 final dr. nilai ekspor (semua imbalan yg diterima
Ktr Perwakilan dagang di
Atau diperoleh WPLN yg punya Ktr Perwakln Dagang
Indonesia. (Ps 15)
di Ind.dr penyerahan brg kpd org/bdn di Ind.
Anak Perusahaan
Anak Perusahaan

Definisi anak perusahaan yaitu suatu anak


Perusahaan induk (holding perusahaan dimana persentase kepemilikan
Holding Company adalah company) adalah perusahaan saham oleh induk perusahaan adalah
perusahaan yang didirikan mayoritas, umumnya melebihi 50% dari saham
yang menjadi perusahaan
anak perusahaan. Pengendalian yang
khusus untuk menguasai saham utama yang membawahi dilakukan oleh induk perusahaan antara lain
perusahaan lain dan mengontrol beberapa perusahaan yang kewenangan untuk mengusulkan kepada RUPS
aktivitasnya tergabung ke dalam satu grup mengenai susunan pengurus perseroan melalui
perusahaan. RUPS atau kebijakan yang dianggap penting
bagi perusahaan.
Hubungan induk dan anak perusahaan
Hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan dikenal dengan nama hubungan
afiliasi. Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui di dalam hubungan antara anak perus
ahaan dan induk perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Kemandirian resiko
2. Tidak memiliki batas besar

Pencatatan investasi pada anak perusahaan


1. Pembelian saham
2. Pertukaran dengan kekayaan
3. Pertukaran dengan surat-surat berharga

Sifat laporan keuangan konsolidasi Induk dan anak


1. Pengertian laporan keuangan konsolidasi
2. Penyusunan neraca untuk perushaan induk dan anak
3. Penyusunan neraca pada perusahaan induk perolehan saham dicatat sebagai investasi
Peraturan pajak terhadap perusahaan
Pajak penghasilan yang wajib dibayar oleh perusahaan

PPH Pasal 21
PPH Pasal 22
PPH Pasal 15

PPH Pasal 4 (2) PPH Pasal 23

PPH Pasal 29
PPH Pasal 25
PPH Pasal 26
Kantor Perwakilan Usaha
Perpajakan Kantor Perwakilan Usaha
Kantor Perwakilan Usaha
adalah kantor yang didirikan oleh perusahaan asing atau gabungan perusahaan asing di negara lain sebagai perwakilannya di I
ndonesia, yang bertujuan untuk mengurus kepentingan perusahaan afiliasinya dan untuk mempersiapkan pendirian dan penge
mbangan usaha perusahaan Penanaman Modal Asing (PT PMA).
Kantor Perwakilan dilarang untuk mencari penghasilan dari sumber di Indonesia, melaksanakan kegiatan atau melakukan peri
katan/transaksi penjualan dan pembelian barang atau jasa dengan perusahaan atau perorangan di Indonesia, dan ikut serta dala
m pengelolaan suatu perusahaan, anak perusahaan atau cabang perusahaan yang berada di Indonesia.

Dasar Hukum Perpajakan Kantor Perwakilan Usaha


– Pasal 4 ayat (1) UU PPh >> Kantor Perwakilan merupakan Objek Pajak
– Pasal 15 UU PPh >> Mengatur perhitungan pajak menggunakan Norma perhitungan. “Norma Penghitungan Khus
us untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan
Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri Keuangan.”
– 634/KMK.04/1994 & KEP - 667/PJ./2001 >> Penetapan tarif pajak dan tata cara penyetoran
Perpajakan Kantor Perwakilan Usaha

Subjek dan Objek Pajak


Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah wajib pajak luar negeri (WPLN) yang mempunyai kantor perwakilan dagang (representative offi
ce/liaison office) di Indonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
dengan Indonesia.
Sementara, objek pajaknya adalah nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh WPLN yang
mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat k
edudukan di Indonesia.

Tarif Pajak
Penghasilan neto dari WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia ditetapkan sebesar 1% dari nilai ekspor bruto.
Besarnya tarif pajak bagi WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto d
an bersifat final.
Khusus untuk Kantor Perwakilan Dagang yang berasal dari negara mitra P3B Indonesia, maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuai
kan dengan tarif BPT (Branch Proftit Tax) dari suatu BUT tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.
Perpajakan Kantor Perwakilan Usaha

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan

 WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib membayar PPh yang terutang dalam su
atu masa pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah
bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan satu Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
 WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib melaporkan pembayaran PPh yang dila
kukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau dipe
rolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk formulir sesuai lampiran I KEP-667/PJ./2001 dan dilampiri
dengan lembar ke-3 SSP Final.
Any Question ??

Thank You for you’re attention !!!

Anda mungkin juga menyukai