Anda di halaman 1dari 16

Kajian antropolinguistik pada Lagu

Lir-Ilir
Diah Mutiara Isnaeni
187009007
S2 Paralel Linguistik USU
Latar Bekang
• Antropolinguistik mengkaji tradisi lisan dalam beberapa lapisan kajian. Lapisan pertama mengkaji pada lapisan seluk beluk teks,

koteks, dan konteks untuk menemukan struktur, formula atau pola masing-masing. Lapisan berikutnya mengkaji seluk-beluk nilai

dan norma budaya yang diinterpretasikan berdasarkan makna, pesan, dan fungsi sebuah tradisi lisan, mengkaji kearifan lokal yang

dapat diterapkan dalam menata kehidupan sosial berdasarkan nilai dan normanya. Lapisan berikutnya mengkaji proses revitalisasi

dan pelestarian untuk menemukan pola pengaktifan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan budaya.

• Menurut Duranti (1997) , Dalam mengkaji bahasa, kebudayaan, dan aspek-aspek lain kehidupan manusia, pusat perhatian atau

perhatian utama antropolinguistik ditekankan pada tiga topik penting, yakni performansi (performance), indeksikalitas

(indexicality), partisipasi (participation. Ia kemudian menambahkan bahwa terdapat beberapa jenis speaking yang terkandung

dalam kajian tradisi lisan, yaitu : Memamerkan (exposures), Menilai (assesses), Menyetujui (approves), menghukum (sanctions),

dan meluaskan (expand).Menurut konsep ini, kajian tentang aktivitas sosial lebih penting dalam kajian teks itu sendiri. Dalam

kajian ini, tradisi lisan yang diteliti adalah lagu Lir-Ilir. Peneliti memilih lagu ini karena lagu ini sering sekali menjadi salah satu

pengantar dalam prosesi pernikahan adat Jawa, yaitu Upacara Panggih. Maka, dengan menggunakan ilmu antropolinguistik

melalui tiga parameter antropolinguistik yaitu keterhubungan, kebernilaian, dan keberlanjutan, peneliti akan mengkaji

performansi, indeksikalitas dan partisipasi dalam lagu Lir-Ilir.


Masalah
• Bahasa sebagai unsur lingual yang menyimpan sumber-
sumber kultural tidak dapat dipahami secara terpisah dari
pertunjukan atau kegiatan berbahasa. Lagu merupakan salah
satu representasi bahasa untuk mengekspresikan suatu
maksud. Lagu yang juga merupakan suatu bentuk bahasa
memiliki sebuah konsep indeksikalitas.
• Maka,masalah dalam penelitian ini adalah :
• 1. Bagaimana performansi, partisipasi,dan indeksikalitas
terealisasi dalam Lagu Jawa Lir-Ilir?
Tujuan
• Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

• 1. Untuk menjelaskan performansi, partisipasi,dan


indeksikalitas yang terkandung dalam Lagu Jawa Lir-Ilir
Pembahasan
• 1. Performansi
• Melalui konsep performansi, bahasa dipahami dalam proses kegiatan,
tindakan, dan pertunjukan komunikatif, yang membutuhkan kreativitas.
(1997) menyatakan bahwa ada 5 jenis speaking yang terdapat dalam
performansi, yaitu : Memamerkan (exposures), Menilai (assesses), Menyetujui
(approves), menghukum (sanctions), dan meluaskan (expand).
Lagu Lir-ilir dinyanyikan oleh dukun manten dalam upacara pernikahan ‘Panggih’
pada adat Jawa sesaat setelah kedua mempelai dipertemukan. Mempelai pria dan
mempelai wanita disandingkan bersama dengan diikat kain jarik oleh ayah
mempelai wanita. Posisi kedua mempelai yaitu berada di belakang ayah mempelai
wanita dengan ketiganya menghadap pada arah yang sama. Kemudian, ayah dari
mempelai wanita mengangon kedua mempelai dengan menarik kain jarik yang
disandingkan pada kedua mempelai sambil mengelilingi dukun manten yang
berada di tengah kedua mempelai dan menyanyikan lagu tersebut hingga selesai.
Jenis Speaking dalam Lagu Lir-Ilir
• Dalam Lagu Lir-Ilir,ke lima jenis speaking yang dikemukakan oleh Duranti (1997) ditemukan.
Berikut hasil analisisnya :
N Lirik Lagu Jenis Speaking
o.
1. Lir-ilir, lir-ilir Exposure
(Bangunlah-bangunlah)
2. Tandure wis sumilir Asses
(Tanaman sudah bersemi)
3. Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar Asses
(Demikian menghijau bagaikan pengantin baru)
4. Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi Sanction
(Anak gembala, anak gembala panjatlah pohon belimbing itu)
5. Lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro Expand
(Biar licin dan susah tetaplah kau panjat untuk membasuh
pakaianmu)
6. Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir Exposure
(Pakaianmu, pakaianmu terkoyak-koyak di bagian samping)
7. Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore Sanction
(Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore)
8. Mumpung padhang rembulane, Asses
(Mumpung bulan bersinar terang)
9. Mumpung jembar kalangane Expand
(Mumpung banyak waktu luang)
10 Yo surako.... surak iyo... Approve
. (Ayo bersoraklah dengan sorakan iya)
• 2. Partisipasi
• Konsep partisipasi memandang bahasa sebagai aktivitas
sosial yang melibatkan pembicara dan pendengar sebagai
pelaku sosial (social actors)
• Partisipasi dalam Lagu Lir-Ilir adalah dukun manten,
mempelai pria dan mempelai wanita, dan ayah dari mempelai
wanita. Dukun manten disini adalah seseorang yang
merupakan asli bersuku Jawa yang mampu berbahasa Jawa
dengan fasih dan mengerti makna dari isi lagu tersebut.
• 3. Indeksikalitas
• Konsep indeksikalitas berasal dari pemikiran filosof Amerika Charles
Sanders Pierce yang membedakan tanda atas tiga jenis yakni indeks
(index), simbol (symbol), dan ikon (icon). Indeks adalah tanda yang
mengindikasikan bahwa ada hubungan alamiah dan eksistensial
antara yang menandai dan yang ditandai.Konsep indeks
(indeksikalitas) diterapkan pada ekspresi linguistik seperti pronomina,
demonstratif (demonstrative pronouns), pronomina diri (personal
pronouns), adverbia waktu (temporal expressions), dan adverbia
tempat (spatial expressions).
• Indeksikalitas berkaitan dengan teks. Teks merupakan ujaran lisan yang
diutarakan oleh pelibat dalam performansi. Hal ini berkaitan dengan makna
dan fungsi, nilai dan norma, dan kearifan lokal. Pada Upacara Panggih
dalam pernikahan adat Jawa, terdapat suatu lagu yang dinyanyikan oleh
seseorang yang disebut ’dukun manten’ dalam prosesi Upacara Panggih.
Indeksikalitas pada Lagu Lir-Ilir
• Lagu ini diawali dengan Lir ilir, yang artinya ngelilir (bangunlah), bangunlah atau bisa diartikan sebagai
sadarlah. Kita diminta bangun dari keterpurukan, bangun dari sifat malas untuk mempertebal keimanan yang
telah ditanamkan oleh Allah Swt dalam diri kita, karena itu digambarkan dengan tandure wus sumilir atau
tanaman yang mulai bersemi dan pohon-pohon yang mulai menghijau bagaikan Tak ijo royo-royo. Semua itu
tergantung pada diri kita masing-masing, apakah mau tetap tidur dan membiarkan tanaman iman kita mati atau
bangun dan terus berjuang untuk menumbuhkan tanaman tersebut hingga besar dan mendapatkan kebahagiaan
seperti bahagianya pengantin baru, Tak sengguh temanten anyar.

• Cah angon-cah angon atau anak gembala, yang artinya kita telah diberi sesuatu oleh Allah Swt untuk kita
gembalakan, yaitu “Hati”, bisakah kita gembalakan hati kita ini dari dorongan hawa nafsu yang demikian
kuatnya.
• Si anak gembala diminta untuk memanjat pohon belimbing atau Penekno blimbing kuwi yang notabene buah
belimbing itu bergerigi lima buah, dalam hal ini sebagai gambaran dari perintah untuk menjalankan sholat 5
waktu, dan 5 rukun Islam. Pohon belimbing itu memang licin, meskipun dalam keadaan susah untuk
melaksanakannya, kita harus bisa memanjatnya sekuat tenaga, yang artinya kita tetap berusaha menjalankan
sholat 5 waktu/ 5 rukun Islam
• Apapun halangan dan resikonya, bagaikan Lunyu-lunyu penekno.  Lalu apa gunanya semua ini? semua ini
berguna untuk mencuci badan kamu atau Kanggo mbasuh dodotiro (dada kamu) yang bermakna bahwa badan
itu yang harus dibersihkan dari segala macam dosa.
 
• Dodotiro, dodotiro yang berarti adalah badan kamu harus dibersihkan dari dosa. Namun sebagai
manusia biasa badan kamu terkadang banyak lukanya (badan yang masih banyak dosa) sehingga
perlu diobbati
• bagaikan Dondomono, Jlumatono agar menjadi badan yang sehat (bersih dari dosa).
• Kanggo sebo mengko sore, atau untuk menghadapi nanti sore, kata ini mempunyai makna bahwa
suatu saat kita semua pasti akan mati, karena itu kita selalu diminta untuk membersihkan badan kita
dari dosa, agar kelak kita siap ketika dipanggil menghadap Allah Swt, karena kematian atas semua
makhluk hidup adalah rahasia dari Allah Swt, dan kita bisa dipanggil atau mati kapan saja.
• Mumpung padhang rembulane, Mumpung jembar kalangane,
• Selagi rembulannya masih terang dan selagi banyak waktu luangnya atau banyak kesempatan. Kata-
kata ini mengandung arti bahwa ketika pintu hidayah masih terbuka leba, dan ketika masih banyak
kesempatan karena diberi umur yang masih menempel pada tubuh kita, maka pergunakanlah waktu
dan kesempatan itu untuk bisa membersihkan diri dari segala macam dosa agar senantiasa selalu
bertaqwa kepada Allah Swt.  
• Yo surako surak iyo, bersoraklah dengan sorakan iya untuk menyambut seruan ini dengan sorak
sorai, ketika kita masih sehat dan mempunyai waktu luang. Jika ada yang mengingatkan, maka
jawablah dengan “iya”. Setelah kita melaksanakan semua itu maka kita akan bergembira atau senang
dan bersorai
A. Makna dan Fungsi
B. Nilai dan Norma
C. Kearifan Lokal
Kesimpulan
• Kajian antropolinguistik pada penelitian tradisi lisan lagu Lir-Ilir dapat
disimpulkan sebagai berikut :
• Lagu Lir-Ilir merupakan lagu pengantar yang sering digunakan pada saat prosesi
upacara pernikahan adat Jawa yang disebut ‘Panggih’
• Partisipan yang terlibat dalam tradisi lisan ini adalah dukun manten, mempelai
pria dan wanita, dan ayah dari mempelai wanita
• Dari segi indeksikalitas, Lir-Ilir secara keseluruhan memiliki makna nasehat
kepada kedua mempelai untuk tetap bersama dalam mengarungi bahtera rumah
tangga yang dalam perjalanannya tidak mudah. Kedua mempelai juga diminta
untuk tetap melestarikan nilai-nilai tradisi Jawa dalam menyelesaikan masalah
rumah tangga.
• Jenis speaking yang dikemukakan oleh Duranti (!997) ke limanya terdapat dalam
lagu Lir-Ilir. Yang paling dominan adalah Asses atau menilai karena tuturan
disampaiakan oleh tetah yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam berumah
tangga.
Daftar Pustaka
• Duranti, Alessandro.1997. Linguistic Antrophology.
Cambridge University Press: United Kingdom
• Lubis, T, Sibarani, S, Lubis, Syahron, Azhari, Ichwan. 2018.
Performansi Nandong Simeulue: Pendekatan
Antropolinguistik. Program Studi Doktor Linguistik, Fakultas
Ilmu Budaya.Universitas Sumatera Utara.
• Sibarani,R.2015. Pembentukan Karakter: Langkah-langkah
Berbasis Kearifan Lokal. Jakarta Selatan: Asosiasi Tradisi
Lisan (ATL)

Anda mungkin juga menyukai