Workshop PA
Workshop PA
PERUNDANGUNDANGAN
DI BIDANG APOTEK
NunutRubiyanto, Apoteker
Hirarki peraturan Perundang-undangan
UNDANG-UNDANG
PERATURAN
PEMERINTAH
PERATURAN
DAERAH
UNDANG-UNDANG TERKAIT APOTEK
1. UU Obat Keras (St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
2. UU 3 Th 1953 tentang Pembukaan Apotek (Lembaran Negara Th
1953 No 18);
3. UU No 7 Th 1963 tentang Farmasi (LN Th 1963 No. 81,
Tambahan LN No2580)
4. UU No. 23 Th 1992 Tentang : Kesehatan
(mencabut UU No 3 th 1953 dan UU No 7 th 1963)
5. UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
6. UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika
7. UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
8. 6. UU No. 29 Tahun 2004 tentang: Praktik Kedokteran
9. UU No. 36 Th 2009 Tentang : Kesehatan
(mencabut UU 23 th 1992)
Peraturan Pemerintah
1. PP No. 20 Tahun 1962 tentang: Lafal
Sumpah/JanjiApoteker
2. PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotik
3. PP No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP
No. 26 tahun 1965 tentang Apotik
4. PP No. 32 Tahun 1996 tentang: Tenaga Kesehatan
5. PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
6. PP No.51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
Peraturan Menteri Kesehatan
1. Reglement D.V.G. (St. 1882 No.97, sebagaimana dirobah terakhir menurut St.1949
No.228) tentang Menjalankan Peracikan Obat
2. Permenkes No.28/Menkes/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika
3. Permenkes No.26/Menkes/Per/I/1981 tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik
4. Permenkes No.244/Menkes/Per/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik
5. Permenkes No. 918/ Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi
6. Permenkes No. 919/ Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep
7. Permenkes No. 922/ Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotik
8. Permenkes No. 924/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar OWA No.2
9. Permenkes No. 925/ Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Perubahan Golongan Obat
No. 1
10. Permenkes No. 688/Menkes/PER/VII/1997 tentang Peredaran Psikotropika
11. Permenkes No. 284 tahun 2007 ttg APOTEK RAKYAT
12. Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 Ttg PEDAGANG BESAR FARMASI
13. Permenkes No 889 thn 2011 ttg Registrasi Ijin Kerja, Ijin Praktek Tenaga Kefarmasian
Keputusan Menteri Kesehatan
1. Kepmenkes No.278/Menkes/SK/V/1981 tentang Persyaratan Apotik
2. Kepmenkes No.279/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Perizinan Apotik
3. Kepmenkes No.280/Menkes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pengelolaan Apotik
4. Kepmenkes No.347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik
5. Kepmenkes No. 1176/ Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar OWA No. 3
6. Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tttg: Registrasi dan Praktik Bidan
7. Kepmenkes No.1191/Menkes/PSK/IX/2002 ttg Perubahan atas Kepmenkes
No.918/Menkes/Per/X/1993 ttg Pedagang Besar Farmasi
8. Kepmenkes No.1332/Menkes/SK/X/2002 ttg Perubahan atas Permenkes
No. 922/ Menkes/Per/X/1993 ttg Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotik
9. Kepmenkes No.: 679/MENKES/S/IV/2003 ttg: Registrasi dan Izin Kerja
Asisten Apoteker
Tata Cara Perijinan
dan Pengelolaan
APOTEK
PP 25 tahun 1980
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan apotik
adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obatkepada masyarakat.
2. Pasal 2
Tugas dan fungsi apotik adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan ;
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bah an obat
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harusmenyebarkan
obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
PP 25 tahun 1980
Pasal 3
Setelah mendapat izin Menteri Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, apotik
dapat diusahakan oleh :
a. Lembaga atau instansi Pemerintah dengan tugas
pelayanan kesehatan di Pusat dan di Daerah ;
b. Perusahaan milik Negara yg ditunjuk oleh
pemerintah ;
c. Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan
telahmemperoleh izin kerja dari Menteri
Kesehatan.
PERMENKES
NO. 922/MENKES/PER/X/1993
a. Apotik adalah suatu tempat, tertentu
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran perbekalan farmasi kepada
masyarakat.
b. Apoteker adalah mereka yang berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
PP25 tahun 1980 Ttg APOTEK
• Menjadi dasar hukum perijinan apotek
sebelum diberlakukannya PP51/2009
• PP 25 tahun 1980 dicabut oleh PP51
tahun 2009
• Sampai sekarang masih mnggunkanan
turunan PP25/1980 karena aturan
teknis PP 51 belum diterbitkan.
PERMENKES
NO. 922/MENKES/PER/X/1993
Ketentuan dan Tata cara Pemberian Ijin
Apotek
Sekarang masih berlaku dan jadi
dasar pemberian ijin apotek,
sepanjang tidak diubah oleh
Kepmenkes 1332/2002 ttg
Perubahan atas Permenkes
922/1993
PERMENKES NO. 922/MENKES/PER/X/1993TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK
PASAL 4
Izin Apotik diberikan oleh Menteri.
(2) Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin
Apotik kepada Dirjend.
(3) Dirjend melimpahkan wewenang pemberian izin
Apotik kepada Kepala Kantor Wilayah.
(4) Kepala Kantor Wilayah wajib melaporkan pelaksanaan
pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan
pencabutan Izin Apotik sekali setahun kepada Dirjend.
(5) Dalam melaksanakan pelimpahan wewenang tersebut
dalam ayat (3), Kepala Kantor Wilayah tidak diizinkan
mengadakan pengaturan yang membatasi pemberian izin.
PERMENKES NO. 922/1993
PERSYARATAN APOTEKER PENGELOLA APOTIK
Pasal 5
Untuk menjadi APA harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Ijazahnya telah terdaftar pada Depkes.
b. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apt.
c. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri.
d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan
mental untuk meiaksanakan tugasnya, sebagai Apt.
e. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan
tidak menjadi APA di Apotik iain
PERMENKES NO. 922/1993
PERSYARATAN APOTIK (Pasal 6)
(1) Untuk mendapatkan izin Apotik, Apt atau Apt
yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang
telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi
dan perbekalan lainnya yg merupakan milik sendiri
atau milik pihak lain.
(2) Sarana Apotik dapat didirikan pada lokasi yang
sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya
di luar sediaan farmasi.
(3) Apotik dapat melakukan kegiatan pelayanan
komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
Pengelolaan
(Pasal 10 Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993)
• Pembuatan, pengolahan, peracikan,
pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau
bahan obat;
Pengadaan penyimpanan, penyaluran dan
penyerahan perbekalan farmasi lainnya;
• Pelayanan Informasi mengenai perbekalan
farmasi.
Perizinan Apotik
(Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
• Diberikan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
• Persyaratan :
– Bangunan
• Sarana
• Ruangan
• Kelengkapan bangunan
– Perlengkapan
– Tenaga Kesehatan
• APA
• Apt. Pendamping
• AA
APOTEKER
Pemahaman pasal:
• Keputusan MK ini memperkuat pasal 108 dari UU 36/09 (dan juga
keberadaan PP 51/2009) bahwa Praktik Kefarmasian diakui dan
• Dilaksanakan oleh Tenaga Kefarmasian
• Dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa, dokter,
dokter gigi dan perawat dapat melakukan secara terbatas
54
• Hanya tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
kekuatan
hukum mengikat dalam menjalankan praktik kefarmasian dan
• Tenaga kesehatan dokter, dokter gigi, perawat secara terbatas yang
melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam
keselamatan jiwa
55
PP 51 tahun 2009
Pasal 1 Poin 1
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
Pasal 1 Poin 4
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
PP51/2009
Pasal 4
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan
masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan
sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
peraturan perundangan-undangan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat
dan Tenaga Kefarmasian.
PP51/2009
Standar Profesi adalah pedoman untuk menjalankan
praktik profesi kefarmasian secara baik.
Standar Prosedur Operasional adalah prosedur
tertulis berupa petunjuk operasional tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Standar Kefarmasian adalah pedoman untuk
melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada fasilitas
produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan
kefarmasian.
PP51/2009
Pasal 20
Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
PP 51 TAHUN 2009
Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker.
(3) Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada
sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kefarmasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menurut jenis Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian ditetapkan oleh Menteri.
(5) Tata cara penempatan dan kewenangan Tenaga Teknis Kefarmasian di
daerah terpencil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 22
Dalam hal di daerah terpencil yang
tidak ada apotek, dokter atau dokter
gigi yang telah memiliki Surat Tanda
Registrasi mempunyai wewenang
meracik dan menyerahkan obat
kepada pasien yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
PP51/2009
Pasal 23
(1) Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian,
Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
harus menetapkan Standar Prosedur Operasional.
(2) Standar Prosedur Operasional harus dibuat secara
tertulis dan diperbaharui secara terus menerus
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang farmasi dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 24
SPO Lain-lain
1. Pemusnahan Resep
2. Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
3. Penimbangan Bahan Baku
4. Produksi Skala Kecil
5. Pencatatan Kesalahan Peracikan
6. Pengaturan Suhu Ruangan
7. Penggunaan Baju Kerja
Posisi apoteker SAYA APOTEKER PEMILIK
OTORITAS PELAYANAN
KEFARMASIAN DI APOTEK,
BUKAN PEMODAL (PSA ATAU
INVESTOR), BUKAN PULA
ASISTEN APOTEKER DAN UNTUK
ITU, SAYA TELAH DISUMPAH ATAS
NAMA ALLAH SWT
81
Pasal 3. UU Obat Keras
(St. No.419 tgl 22 Desember 1949)
(1) Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan
penawaran nntuk penjualan dari bahan-bahan G,
demikian pula memiliki bahan-bahan
ini dalam jumlah sedeniikian rupa seliingga secara
normal tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan
ini hanya diperuntukkan pemakaian
pribadi, adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku
untuk pedagang- pedagang besar yang diakui,
Apoteker-apoteker yang memimpin
Apotek dan Dokter Hewan.
Ikatan Apoteker Indonesia
• Standar Kompetensi
• Kode Etik
• Standar Praktik
• Good Pharmacy Practices
Apoteker Komunitas
(HISFARMA)
• Model of Practice
• Standard of Community Pharmacy Practice
Rencana • Good Community Pharmacy Practice
Strategis • Policy of Organization
• Guidelines of Practice
• Statements of Practice
• Standard of Procedures
Brand apotek bukan TOKO OBAT tetapi
tempat praktek apoteker yang
Ps.27(1) UU 36/2009
.... melaksanakan tugas sesuai
dengan profesinya
Liabiliti Profesi ,Menurut UU No. 36/09
(pasal 58 ayat 1,2)
(1)Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan
darurat.
SINERGI STAKE HOLDER
PENDIDIKAN
TINGGI FARMASI
INDONESIA
K A T
TI FI A- DINAS
IKATAN SE R , SI P
R , N SI
APOTEKER S T T E P O KESEHATAN
PE - S
INDONESIA KO A, GPP KABUPATEN/KOT
M
SIK A
KOMITE
FARMASI DEPKES RI
NASIONAL
RePOSISI APOTEKER (PP51/09)
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
Apoteker
Pasal 20
Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pasal 21
(1) Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.
(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan
oleh Apoteker.
90
RePOSISI APOTEKER (PP51/09)
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker
dapat:
a. mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
b. mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien;
dan
c. menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari
dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari
pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
(2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik
modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
Apoteker yang bersangkutan.
(3) Ketentuan mengenai kepemilikan Apotek sebagaimana dimaksud ayat (1)
dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-91
undangan.
Apoteker melakukan pekerjaan profesi
kepada pasien
Pasal 7
(1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. memiliki surat pernyataan tlh mengucapkan sumpah/janji Apt;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yg
memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
Pasal 9
(1) Sertifikat kompetensi profesi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi
setelah lulus uji kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun
dan dapa dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa
berlakunya.
Pasal 10
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap
telah lulus uji kompetensi dan. dapat memperoleh sertifikat
kompetensi profesi secara langsung
(2) Permohonan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1
Pasal 11
(1) Uji kompetensi dilakukan
oleh organisasi profesi melalui
pembobotan Satuan Kredit
Profesi (SKP).
(2) Pedoman penyelenggaraan
uji kompetensi ditetapkan oleh
KFN.
Segera Terbit
Permenkes Tentang
APOTEK
APOTEK VISI 2016
ASURANSI
e-Prescribing KESEHATAN/BPJS
e-Prescribing
RAK
ELEKTRONIK
NO KODE:..
OBAT +
ETIKET
• DOKTER
• DIAGNOSE APOTEKER
• RESEP
KLINIK/ APOTEK
dr Praktek swasta OBAT +
PEMAHAMAN
TENTANG dan
Penggunaannya
R/Levocin 500mg
R/ Salofalk
R/ Tripanzym
R/ Sanmag syr
R/ Vometa
R/ Counterpain
R/ Laz
R/
Dexametason
Kalnex
Brainact
R/
Tebokan
Merislon
Tradosik