Anda di halaman 1dari 16

KEBIJAKANKESEHATAN

KEBIJAKAN KESEHATANIBU
IBU
DANANAK
DAN ANAK

IRMA ERPIANI 141 20140097


RINA OKTAVIANA M 14120140093
Kesehatan Ibu dan Anak

Program kesehatan ibu dan anak (KIA) merupakan salah


satu prioritas utama pembangunan kesehatan di
Indonesia. Program ini bertanggung  jawab terhadap
pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan dan
bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah
menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu.
Tujun KIA

• Tercapainya kemampuan hidup sehat melalui


peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu
dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat
kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh
kembang optimal yang merupakan landasan
bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya
tujuan khusus program KIA
• Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan , sikap dan perilaku), dalam mengatasi
kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya
pembinaan kesehatan keluarga,paguyuban 10 keluarga, Posyandu dan sebagainya.
• Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di
dalam lingkungan keluarga, paguyuban 10 keluarga, Posyandu, dan Karang Balita serta
di sekolah Taman Kanak-Kanak atau TK.
• Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas, dan ibu meneteki.
• Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, nifas, ibu meneteki,
bayi dan anak balita.
• Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan
seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak
prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.
Konteks kebijakan

Dampak Kebijakan Desentralisasi di sektor kesehatan belum

banyak diperhitungkan. Isu program KIA belum diperhatikan di

daerah, khususnya dikabupaten. Pemerintah pusat sudah

mempunyai perhatian besar untuk KIA, namun tidak mampu

mengajak pemerintah propinsi dan kabupaten untuk

memperhatikannya. Di berbagai daerah anggaran untuk KIA

masih rendah
Proses kebijakan

Kebijakan KIA sering ditetapkan secara top-down dari pemerintah pusat. Di masa

lalu inisiatif kebijakan sering berasal dari lembaga di luar negeri. Kebijakan yang

berasal dari daerah belum banyak muncul. Saat ini dari NTT dan DIY sudah mulai

ada inisiatif untuk kebijakan di daerah. Inisiatif daerah ini menimbulkan berbagai

inovasi seperti adanya Revolusi KIA di NTT atau penyusunan manual rujukan dan

Peraturan Gubernur tentang Rujukan KIA di DIY. Saat ini belum popular adanya tim

monitoring dan evaluasi kebijakan dan program KIA yang independen. Akibatnya

belum ada mekanisme kontrol yang sehat terhadap efektifitas kebijakan dan program

KIA
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu telah
dicanangkan oleh badan internasional dan pemerintah guna
meningkatkan kesadaran dunia tentang pengaruh kematian
dan kesakitan ibu serta untuk mendapatkan pemecahan
masalahnya.

Upaya tersebut antara lain dibuatnya strategi yang mengacu


pada Indonesia sehat 2010 Making Pregnancy Safer(MPS) dan
di susunnya Millennium Development Goal’s (MDG’s) yang
bertujuan mengatasi permasalahan perkembangan global dan
harus tercapai pada tahun 2015
Pada akhir tahun 1990-an secara konseptual telah diperkenalkan upaya
untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI yaitu
making pregnancy safer(MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada
tahun 2000.

Strategi ini memfokuskan pada 3 pesan kunci yaitu:


1.Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2.Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang
adekuat.
3. Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplkasi keguguran
-Pelaksanaan strategi MPS diterapkan secara desentralisasi
sehingga diharapkan dapat lebih terarah dan sesuai
dengan permasalahan setempat.
- Dengan adanya variasi antar daerah dalam hal demografi
dan geografi maka kegiatan dalam program kesehatan ibu
dan anak (KIA) juga berbeda.
- Namun agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan
lancar ,aspek peningkatan mutu pelayanan program KIA
tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas baik ditingkat
puskesmas maupun ditingkat kabupaten/kota
• Secara tradisional KIA adalah sebuah program vertikal yang diatur oleh kebijakan

nasional. Sebagian besar kebijakan utama KIA adalah inisiatif nasional yang

dipengaruhi oleh organisasi internasional seperti Bidan Desa, Membuat Kehamilan

lebih Aman, dan Manajemen Terintegrasi dari Penyakit Masa Anak-anak, Kebijakan

KIA adalah program yang sangat kuat di level pemerintah pusat, tetapi bukan

termasuk yang penting di level pemerintah daerah. Di pemerintah pusat, kekuatan

kebijakan KIA sangat jelas. Program KIA dibahas dengan baik di Tindakan-tindakan

Kesehatan, Rencana Jangka Menengah dan Jangka Panjang Pemerintah, Kebijakan

Bappenas dan dokumen rencana strategis Kementrian Kesehatan. Di sisi lain,

kelemahan kebijakan utama nasional juga jelas. Tidak ada rencana pendanaan KIA

berdasarkan intervensi efektif dalam implementasi kebijakan. Sebagai hasilnya,

implementasi kebijakan menjadi tidak efektif.


• Secara kontekstual terlihat bahwa Kebijakan Desentralisasi di sektor

kesehatan belum banyak dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan

kebijakan KIA. Isu program KIA belum diperhatikan di daerah,

khususnya di kabupaten. Pemerintah pusat sudah mempunyai

perhatian besar untuk KIA, namun tidak mampu mengajak pemerintah

propinsi dan kabupaten untuk memperhatikannya. Di berbagai daerah

anggaran untuk KIA masih rendah. Kebijakan KIA terlihat hanya satu

di seluruh Indonesia. Perbedaan tempat kematian ibu dan bayi dimana

di pulau Jawa sebagian besar berada di rumahsakit belum

diperhatikan. Belum terlihat banyak program yang khas daerah.


• Proses anggaran dan penyaluran KIA disentralisasi dan memiliki beragam masalah.

Dalam lima tahun terakhir, anggaran pemerintah pusat tidak dapat diandalkan (naik

turun), penundaan dalam pengeluaran dana, dan sulit dalam penyaluran kepada

penerima manfaat program KIA. Kebijakan alokasi sumber daya KIA pemerintah

pusat tidak bertujuan untuk meningkatkan rasa memiliki pemerintah lokal.

Kebijakan yang berlaku tidak cukup kuat untuk memaksimalkan dampak positif yang

diharapkan dari kebijakan desentralisasi. Sebagai dampaknya, anggaran pemerintah

daerah untuk KIA terbatas. Hal ini menjadi situasi yang rawan; program KIA

Indonesia mengandalkan sumber daya keuangan tunggal dari pemerintah pusat

dengan sumber daya yang tidak dapat diandalkan dan penyaluran dana yang rentan.

Akhirnya, pelaksana di daerah yang seharusnya bertanggung jawab atas kebijakan

lokal dan implementasinya menjadi tidak cukup aktif untuk program KIA.
Berdasarkan data pengeluaran KIA di Kementrian Kesehatan dan Kementrian
Keuangan, proporsi pengeluaran KIA didominasi oleh sumber-sumber
pemerintah pusat (di luar anggaran Jamkesmas). Pengeluaran pemerintah
daerah hanya kurang dari 15%. Ada beberapa penjelasan dari rasa ikut
memiliki pemerintah daerah yang rendah:

1. Kesehatan Anak adalah salah satu yang disebut program

vertikal. Kebanyakan anggaran Kesehatan Anak datang dari

pemerintah pusat (APBN). Anggaran ini dibagi berdasarkan

direktorat jenderal dan sub-direktorat (pembagian pertama)

2. Kurangnya koordinasi lintas sektoral. Anggaran pemerintah

daerah biasanya dipakai untuk pencegahan sekunder dan tersier.

Pencegahan pertama lebih pada determinan sosial kesehatan.


Bagaimana perubahan kebijakan program KIA di masa mendatang?

• Disarankan agar Kepala Dinas Kesehatan Kabupatan/Kota memimpin perubahan

untuk menggunakan data absolut sebagai cara mengukur kinerja serta manajemen

program KIA. Data absolut dipergunakan untuk pengambilan keputusan segera dan

terencana melalui pendekatan surveilans respon berdasarkan informasi dari AMP.

Dengan demikian kematian ibu dan anak harus segera diaudit melalui AMP. Dalam

waktu setahun, penggunaan data absolut secara time series dapat dipergunakan

untuk menilai ada tidaknya perbaikan dalam program pencapaian MDG4 dan MDG5

dibanding tahun sebelumnya di sebuah kabupaten/kota dengan mempertimbangkan

berbagai faktor. Data absolut tidak dapat dipergunakan untuk membandingkan

kinerja antar kabupaten/kota.


lanjutan…

• Perubahan kebijakan program KIA ini merupakan hal mendasar yang perlu

dipersiapkan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama direktur RS

setempat, dokter-dokter spesialis, kepala puskesmas, dokter puskesmas, dan tokoh-

tokoh masyarakat. Disarankan agar Kepala DInas Kesehatan menjadi motor

penggerak penggunaan data absolut ini dengan dukungan dari Bupati/Walikota.

Kementerian Kesehatan diharapkan dapat mendukung penggunaan data absolut

untuk usaha pengurangan kematian ibu dan bayi di kabupaten. Penggunaan data

survey di level nasional diharapkan dilakukan bersama dengan penggunaan data

absolut di kabupaten/kota.

Anda mungkin juga menyukai