Anda di halaman 1dari 11

PENGUNAAN DAN

PEMANFAATAN
BARANG MILIK
NEGARA
PRAMONO, S.H M.H M.Si
SEWA BARANG MILIK
NEGARA
• Dalam pengelolaan barang atau benda milik negara, salah satu
tujuannya adalah supaya agar barang atau benda milik negara
dapat bermanfaat sebesar mungkin, baik bagi negara maupun
bagi masyarakat yang memerlukannya. Salah satu upaya untuk
mengoptimalkan kemanfaatan barang atau benda milik negara
dilakukan dengan mepersilakan pihak ketiga turut
memanfaatkan dengan cara menyewa. Pengertian penyawaan
dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
96/PMK.06/2007 diartikan sebagai berikut:
“Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai”
• Di samping ketentuan bahwa barang tidak atau belum digunakan oleh
pengguna ataupun penglolan BMN, untuk menjaga kepentingan
negara, ditentukan bahwa sewa barang milik negara jangka waktunya
maksimum adalah lima tahun sejak ditandatanganinya perjanjian
sewa-menyewa barang milik negara tersebut. Namun, masa berlaku
perjanjian sewa-menyewa tersebut bisa diperpanjang masa
berlakunya dengan ketentuan berikut.
1. Untuk sewa yang dilakukan oleh pengelola barang, perpanjangan
dilakukan setelah dilakukan evaluasi oleh penglola barang
2. Untuk sewa yang dilakukan oleh pengguna barang, perpanjangan
dilakukan setelah dievaluasi oleh pengguna barang dan disetujui oleh
pengelola barang
• Persewaan barang milik negara secara umum juga dibedakan dari
barang yang akan disewakan, yang dalam ketentuan positif dibagi
dalam tiga kelompok barang:
1. Penyewaan tanah atau bangunan oleh pengelola barang,
2. Penyewaan sebagaian tanah atau bangunan oleh pengguna
barang/kuasa pengguna barang
3. Penyewaan barang milik negara, selain tanah atau bangunan oleh
pengguna barang
• Khusus untuk penentuan nilai sewa suatu BMN oleh
pengelola barang, dilakukan dengan mengacu ketentuan
Lampiran II A Permenkeu Nomor 96/PMK.06/2007. hal
tersebut mengatur bahwa formula penentuan tarif sewa
BMN dibedakan antara tanah kosong dan tanah yang ada
bangunannya. Khusus untuk tanah kosong, formula
penentuan tarifnya menggunakan rumus berikut.
St= 3,33% x (Lt x nilai tanah)
Keterangan:
• St = Sewa tanah
• Lt = luas tanah (M2)
• Nilai tanah= nilai tanah berdasarkan hasil penilaian dengan
estimasi terendah menggunakan NJOP (per M2).
• Sementara itu, untuk sewa tanah beserta bangunan di atasnya,
formula penetuan tarif sewa dengan mengacu ketentuan Lampiran
II A Permenkeu Nomor 96/PMK/06/2007 sebagai berikut.
Stb= (3,33% x Lt x nilai tanah) + (6,64% x Lbx Hsx Nsb)
Keterangan:
• LB = Luas lantai bangunan (M2)
• Hs = Harga satuan bangunan standar dalam keadaan baru (Rp/M2)
• Nsb = nilai sisa bangunan (%), yakni nilai konstanta atas nilai penyusunan
suatu bangunan berdasarkan unsur bangunan itu sendiri; untuk
penyusutan bangunan permanen= 2%/ tahun - penyusutan untuk
bangunan semipernamen = 4%/ tahun - penyusutan untuk bangunan
darurat = 10%/tahun – penyusutan maksimal 80%
• Penentuan harga satuan (Hs) bangunan dihitung berdasarkan
ketentuan harga satuan yang ditetapkan pejabat setempat dengan
memperhatikan tingkat dari gedung. Karena itu, ditetapkan bahwa
penetuan harga satuan berdasarkan tingkat gedung.
• Jika ternyata kondisi bangunan tidak sesuai dengan umur bangunan,
perhitungan NsB dengan mengacu ketentuan Lampiran II A Pemenkeu
Nomor 96/PMK.06/2007 diberlakukan pula berdasarkan kondisi
bangunan berikut.
1. Baik = 85% s.d. 100% siap pakai/ perlu pemeliharaan awal.
2. Rusak ringan = 70% s.d. <85% rusak sebagai nonstruktur
3. Rusak berat = 55% s.d. <70% rusak sebagian nonstruktur/struktur
4. Rusat berat = 35% s.d. <55% rusak sebagian besar
nonstruktur/struktur
• Jika penyewa juga melakukan sewa atas sarana prasarana yang berkait
dengan bangunan; mengacu ketentuan Lampiran II A Permenkeu
Nomor 96/PMK. 06/2007, yang bersangkutan dikenakan biaya sewa
yang besarannya ditentukan melalui rumusan sewa berikut.
Sp= 6,64% x Hp x Nsp
Keterangan
1. Sp = sewa prasaranan bangunan (Rp/tahun).
2. Hp = harga prasaranan bangunan dalam keadaan baru (Rp)
3. Nsp = Nilai sisa prasaranan bangunan (%)
Pinjam Pakai Barang Milik
Negara
• Dalam mengoptimalkan kemanfaatan barang milik negara, dapat
dilakukan model pemanfaatan barang milik negara, selain sewa,
yakni menggunakan pinjam pakai. Pengertian pinjam pakai, menurut
Lampiran III PMK No 96/PMK. 06/ 2007, dinyatakan sebagai berikut.
“Pinjam pakai barang milik negara adalah penyerahan penggunaan barang
milik negara antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam jangka
waktu tertentu, tanpa menerima imbalan. Setelah jangka waktu berakhir,
barang milik negara tersebut diserahkan kembali kepada pemerintah
pusat.”
• Tidaklah semua BMN dapat dijadikan obejk pinjam pakai, baik yang
dilakukan oleh pengelola BMN maupun pengguna barang. Untuk
menentukan apakah suatu barang itu dapat menjadi objek pinjam
pakai atau tidak, dalam Lampiran III PMK Nomor 096/PMK. 06/2007,
telah ditetapkan paramater yang harus dipenuhi BMN yang dapat
dijadikan objek pinjam pakai.
Kerja Sama Pemanfaatan
Barang Milik Negara
• Pola lain pemanfaatan barang milik negara dapat pula
dilakukan melalui model kerja samam pemanfaatan barang
milik negara. Pengertian melalui model kerja sama
pemanfaatan barang milik negara. Pengertian kerja sama
pemanfaatan barang milik negara, menurut Lampiran IV
Peratraun Menteri Keuangan Nomor 96/PMK. 06/ 2007,
sebagai berikut
“Pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka
waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara
bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya.”
• Dalam pemanfaatan barang melalui kesepakatan kerja sama,
menurut Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK/.06/2007, subjek subjek perjanjian yang terlibat dapat
dikelompokkan berdasarkan objek barang yang ada dalam
perjanjian tersebut. Adapun pihak yang berwenang dan dapat
melakukan perjanjian kerja sama sebagai berikut
1. Pengelola barang untuk objek adalah tanah atau bangunan yang
kewenangannya ada pada pengelola barang
2. Pengguna barang dengan persetujuan pengelola barang
a) Sebagian tanah atau bangunan yang berlebih dari tanah atau bangunan
yang sudah digunakan oleh pengguna barang dalam rangka
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya
b) Barang milik negara, selain tanah atau bangunan
• Sementara itu, pihak ketiga yang dapat dijadikan mitra dalam
perjanjian kerja sama pemanfaatan barang milik negara:
1. Badan usaha milik negara (BUMN)
2. Badan usaha milik daerah (BUMD)
3. Badan Hukum lainnya
Kerja Sama Bangun Guna Serah
dan Bangun Serah Guna
• Dalam proses pemerintahan sehari-hari, terkadang terdapat
kebutuhan sarana prasarana gedung/bangunan yang
seharusnya didirikan. Akan tetapi, karena keterbatasan
anggaran atau ketiadaan anggaran untuk hal tersebut,
pemerintah atas pertimbangan tersebut dalam upaya
mengoptimalkan fungsi dan menfaat barang milik negara, baik
yang dilakukan oleh pemerintah pusat, terdapat model
pemanfaatan BMN, khususnya yang berbentuk tanah ataupun
lahan bangunan dalam bentuk:
1. Bangun Guna Serah (BGS)
2. Bangun Serah Guna (BSG)
• Bagun guna serah dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK. 06/2007 diartikan sebagai berikut
“Pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan
mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu
yang telah disepakati, untuk selanjutnya tanah serta bangunan dan/atau
sarana, berikut fasilitasnya diserahkan kembali kepada pengelola barang
setelah berakhirnya jangka waktu.”
• Sementara itu, untuk model bangun serah guna, menurut
Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007
diartikan sebagai berikut
“Pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan
mendirikan bangunan dan/ atau sarana, berikut fasilitasnya dan setelah
selesai pemabgunannya diserahkan kepada pengelola barang untuk
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut selama jangka waktu
yang disepakati.”

Anda mungkin juga menyukai