PEMANFAATAN RUANG
3
Merujuk pada Undang-
undang agraria
Property Vs Development
Right Right
Merujuk pada:
Peraturan Perundangan terkait dengan
Hak memiliki ada pada semua
Penataan Ruang
warga negara, tetapi hak
membangun ada pada Peraturan Perundangan terkait lingkungan
pemerintah. Peraturan Perundangan terkait bangunan.
Dll
Pemanfaatan ruang didasarkan
pada proses pengambilan
keputusannya didasarkan pada
pertimbangan pejabat/lembaga pemanfaatan ruang didasarkan
perencanaan yang berwenang pada kepastian hukum [peraturan-
untuk menilai proposal perundang-undang]
Kelembagaan yang
pembangunan yang diajukan ‘kokoh
Peran lembaga lebih
‘sederhana’
Memungkinkan
tetap
dilaksanakan RTR hanya
pembangunan official Plan
sebelum
terdapat RTR
Discretionary
System
vs Regulatory
System
tidak
diperdakan.Yang
diperdakan PZ
Permit system
Zoning Regulation
persoalan perijinan akan merupakan bagian penting dalam
suatu proses implementasi rencana, persetujuan atau
penolakan atas suatu proposal pembangunan harus
didasarkan atas sebuah proses analisis rinci dengan merujuk Persoalan perizinan hanyalah sekedar merupakan proses
pada peraturan (building code, zoning code, dan sebagainya) administrasi belaka, dikeluarkan atau ditolak dengan
yang ada, dan keputusan harus melibatkan beberapa institusi mengacu pada peta rencana (zoning) yang sudah sangat
terkait maupun kelengkapan data yang rinci detail (rinci), keputusan perizinan yang dikeluarkan pada
memungkinkan kompromi selain persetujuan/penolakan sistem ini hanyalah berupa persetujuan atau penolakan
2. PERSOALAN UMUM
TERKAIT DENGAN PERIZINAN
Kesalahan persepsi terhadap mekanisme perizinan
◦ Pengendalian vs PAD
◦ Besarnya PAD vs minimnya pelanggaran RTRW
Kurang efektif dalam pengendalian
◦ Target PAD melonggarkan pengendalian tata ruang
Jumlah dan prosedur kurang efisien
◦ Jumlah dan jenis terlalu banyak, prosedur terlalu panjang
Substansi rancu
◦ Perda tentang perizinan berisi tarif restribusi
◦ Ijin prinsip mengatur sampai ketentuan teknis (guna lahan,
KDB, KLB, dll)
Lemah dalam pengawasan izin yang diterbitkan
◦ Izin yang diterbitkan tidak diawasi, pelanggaran tidak
ditertibkan
◦ SDM kurang, koordinasi lemah, penegakan hukum lemah
6
3. MENGAPA PERLU
PERIZINAN/PENGENDALIAN?
7
ALASAN DAN PERTIMBANGAN
PENERBITAN IZIN
Alasan pengendalian kegiatan:
Kesehatan individu, keluarga dan komunitas
Pembangunan fisik sesuai hak, yang tertata, dilengkapi dengan
sirkulasi, akses, prasarana keselamtan, keamanan, dan prasarana
lainnya, dll
Kualitas lingkungan menjamin kegiatan yang tidak sesuai/tidak
diinginkan (e.g. industri, komersial) tidak berlokasi di kawasan
tertentu
8
HAKEKAT PERIZINAN
Perizinan, baik untuk kegiatan (lisensi/license) maupun
ruang (permit), merupakan upaya untuk mengatur
kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang
menimbulkan gangguan.
Kegiatan maupun pemanfaatan ruang yang memerlukan
izin pada dasarnya dilarang karena berpeluang
menimbulkan dampak negatif.
Oleh karena itu, pembangunan hanya dapat dilakukan
oleh mereka yang mempunyai izin.
Bila permohonan kegiatan atau lokasi memenuhi
persyaratan yang berlaku, maka izin dapat diberikan.
9
KRITERIA PERIZINAN
Efektif dalam mengendalikan kegiatan dan pemanfaatan
ruang
10
Tindakan untuk mengendalikan pembangunan
(McLoughlin, 1973:13-4):
PERIZINAN
Persetujuan dari penguasa berdasarkan UU atau Peraturan
Pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan larangan perundang-undangan/izin dalam arti sempit
[N.M. Spelt, J.B.J.M Ten Berge].
Penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh
UU [Prajudi Atmosudirdjo] ‘Dilarang tanpa izin… dan umumnya
larangan ini disertai syarat, kriteria dsb yang harus dipenuhi untuk
memperoleh dispensasi dari larangan
[Pengertian yang berbeda] Keputusan yang memperkenankan
dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh
pembuat peraturan [Van der Pot] pengertiannya lebih ke
‘Lisensi’.
12
Perizinan:
perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang
diberikan oleh pejabat atau instansi pemerintah yang
berwenang dan diberikan dalam bentuk suatu penetapan
(beschikking) (Atmosudirdjo)
salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan
bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat,
yang merupakan mekanisme pengendalian administratif
yang harus dilakukan (LAN).
pemberian legalitas kepada orang atau pelaku usaha/kegiatan
tertentu, baik dalam bentuk ijin maupun tanda daftar usaha
(Permendagri No. 20/2008)
upaya untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki
peluang menimbulkan gangguan bagi kepentingan umum.
13
Izin:
suatu instrumen pemerintahan yang bersifat yuridis preventif, yang
digunakan sebagai sarana hukum administrasi untuk
mengendalikan perilaku masyarakat. (Yusuf)
perbuatan hukum sepihak dari Pemerintah yang menimbulkan hak dan
kewajiban bagi si penerima izin, yang ditetapkan dan diatur dalam
peraturan perundangan agar terdapat kepastian dan kejelasan, baik
yang menyangkut prosedur, waktu, persyaratan, dan pembiayaan
(LAN).
persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang, merupakan
penetapan atau keputusan yang bersifat positif (pengabulan
daripada permohonan seluruhnya atau sebagian) dan tergolong pada
penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu
instansi, badan, perusahaan, atau perorangan (Atmosudirdjo)
dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan
peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti
legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau Badan
untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu (Permendagri No.
20/2008)
PENGERTIAN TERKAIT IZIN:
DISPENSASI: Pengecualian atas larangan sebagai aturan umum,
Pemberiannya terkait dengan keadaan khusus peristiwa.
Keputusan administrasi negara yang membebaskan suatu
perbuatan dari kekuasaan suatu peraturan yang menolak
perbuataan itu.
LISENSI: izin untuk melakukan sesuatu yang bersifat komersial
serta mendatangkan keuntungan.
KONSESI: Penetapan administrai negara yang secara yuridis sangat
kompleks (seperangkat dispensasi, izin, Lisensi) disertai semacam
‘wewenang pemerintahan’ terbatas kepada konsensionaris.
REKOMENDASI: Pertimbangan yang diberikan oleh badan atau
pejabat yang berwenang untuk digunakan dalam pemberian izin
pada suatu bidang tertentu. Rekomendasi tidak langsung
mempunyai daya ikat (rekomedasi sebagai acuan dan referensi,
namun bisa saja pemberi izin menggunakan pertimbangan lain).
NORMA PERIZINAN
16
Wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin ditentukan secara tegas
dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan
tersebut.
Dalam penerapannya, kewenangan pemerintah dalam bidang izin itu bersifat
diskresionare power (umumnya untuk kasus yang belum diatur) atau
berupa kewenangan bebas, dalam arti kepada pemerintah diberi
kewenangan untuk mempertimbangkan atas dasar inisiatif sendiri hal-hal
yang berkaitan dengan izin, misalnya pertimbangan yang berkaitan dengan:
kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada
pemohon;
bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut;
konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau
penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah
keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.
17
BATASAN TINDAKAN PEMERINTAH TERKAIT PERIZINAN
Asas Yuridiktas, keputusan pemerintah maupun administrasi tidak
boleh melanggar hukum.
Asas Legalitas, keputusan harus diambil berdasarkan suatu
ketentuan undang-undang
Asas Diskresi, pejabat penguasa tidak boleh menolak mengambil
keputusan dengan alasan ‘tidak ada peraturannya’ dapat
dilakukan diskresi.
18
Fungsi izin:
sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan kegiatan dan
perilaku masyarakat.
sebagai sarana hukum administrasi karena izin itu bersifat hukum
publik (bukan perdata namun juga bukan pidana) yang terkait
dengan kepentingan umum, sepihak dan mengikat, sehingga
apabila timbul sengketa hukum dari perizinan maka
penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) contoh kasus pembangunan suatu hotel di Bandung.
merupakan bentuk ketentuan yang memperbolehkan atau
memperkenankan menurut hukum (sarana pengabsahan atau
legitimasi yuridis) bagi seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan jenis izin yang diterima.
19
5. IZIN PEMANFAATAN RUANG
21
Pasal 161, PP No. 15/2010:
setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib
melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan
pemanfaatan ruang
Pasal 161:
(1) Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk:
a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang
akan melakukan kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan/zona
berdasarkan rencana tata ruang.
23
Dalam UU No. 28/2009 tentang PDRD:
Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah
dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu
guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian
lingkungan
24
Rincian perizinan tertentu antara lain sbb:
25
5b. JENIS PERIZINAN
KATEGORI PERIZINAN
Lisensi (license):
izin bagi kegiatan tertentu yang tidak [harus] berkaitan
dengan ruang (SIUP, Izin Prinsip, IUT, Izin Trayek, SIM, dll)
Izin (permit):
izin yang berkaitan dengan lokasi, serta pemanfaatan dan
kualitas ruang (Izin Lokasi, Tempat Usaha, IMB, dll)
28
CONTOH IZIN YANG TERKAIT DENGAN
PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BANDUNG
1. Izin Lokasi,
2. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT),
3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
4. Izin Pemancangan Tiang Pancang Reklame, Jembatan Penyebrangan Oramg (JPO), dan
sejenisnya,
5. Izin Pembuatan Jalan Masuk Pekarangan,
6. Izin Pembuatan Jalan Masuk di Dalam Kompleks Perumahan, Pertokoan, dan Sejenisnya,
7. Izin Penutupan/Penggunan Trotoar, Berm, dan Saluran,
8. Izin Pematangan Lahan/Tanah,
9. Izin Pengelolaan Air Bawah Tanah,
10. Izin Penggalian Ruang Milik Jalan (Rumija),
11. Izin Pengambilan Air Permukaan ,
12. Izin Pembuangan Air Buangan Ke Sumber Air,
13. Izin Perubahan Alur, Bentuk, Dimensi, dan Kemiringan Dasar Saluran/Sungai ,
14. Izin Perubahan Atau Pembuatan Bangunan dan Jaringan Pengairan serta Perkuatan Tanggul
yang Dibuat Oleh Masyarakat ,
15. Izin Pembangunan Lintasan yang Berada di Bawah/di Atasnya ,
16. Izin Pemanfaatan Bangunan Perairan dan Lahan Pada Daerah Sempadan dan Saluran/Sungai ,
17. Izin Pemanfaatan Lahan Mata Air dan Lahan Pengairan Lainnya.
5c. KEWENANGAN DAN KEWAJIBAN
PERIZINAN
Sebagian besar izin menjadi kewenangan Daerah
Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-
masing.
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin,
dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau
sanksi pidana denda.
Pelaksana kegiatan dan pembangunan wajib memiliki izin
Pemberi izin wajib mengawasi dan menertibkan penyimpangan
pelaksanaannya
Penerima izin wajib melaksanakan ketentuan dalam perizinan
30
5d . RETRIBUSI PERIZINAN
UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah:
◦ Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah
pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan
◦ Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan
sebagai Retribusi Perizinan Tertentu
◦ Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan
tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau
Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas
kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
◦ Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek; dan
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
33
SANKSI TERHADAP PELANGGARAN
PERIZINAN
Pasal 61 huruf c :
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib mematuhi ketentuan
yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang.
Pasal 62 dan 63 :
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif, yang dapat berupa :
a. penghentian sementara kegiatan;
b. penghentian sementara pelayanan umum;
c. penutupan lokasi;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
f. pembongkaran bangunan;
g. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
h. denda administratif.
i. peringatan tertulis;
34
Pasal 70
(1) Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan
ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi
ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian
terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu
miliar lima ratus juta rupiah).
(4) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 71 :
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 (c) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,-
Pasal 73
(1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan
izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku
dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak
dengan hormat dari jabatannya.
Tindakan dalam mengendalikan pembangunan:
Membatasi pemanfaatan lahan dan bangunan, cara
pembangunan dilaksanakan, tampilan bangunan, hubungan
antarbangunan maupun antara bangunan dengan ruang terbuka
Mengendalikan bentuk fisik (e.g. posisi, ukuran, bentuk, jarak,
ruang antarbangunan, tutupan lahan dan penanaman) yang
disertai dengan tingkat pengendalian terhadap kegiatan atau
penggunaan lahan
37
6. KONSEPSI PERIZINAN
Kegiatan yang berpeluang menimbulkan gangguan
pada dasarnya dilarang kecuali dengan izin
Alasan pengendalian kegiatan:
Kesehatan individu, keluarga dan komunitas
Pembangunan fisik sesuai hak, yang tertata, dilengkapi
dengan sirkulasi, akses, prasarana keselamtan,
keamanan, dan prasarana lainnya, dll
Kualitas lingkungan menjamin kegiatan yang tidak
sesuai/tidak diinginkan (e.g. industri, komersial) tidak
berlokasi di kawasan tertentu
Jenis Izin:
Izin Kegiatan/usaha (SIUP, Izin Pariwisata, Izin Industri ) Izin Lingkungan (Amdal, HO)
Izin Lahan (izin Lokasi) Izin Konstruksi (IMB)
Izin Pemanfaatan Ruang (IPR, IPPT, SITU, IPB) Izin Khusus/pemanfaatan SDA (SIPA) 39
JENIS PERIZINAN BERDASARKAN KEWENANGAN
41
PERIZINAN DALAM KONSEP ZONING
42
Regulatory System vs Development
control (discretionary system)
Regulatory System
pemanfaatan ruang yang didasarkan pada kepastian hukum yang
berupa peraturan-perundang-undang
Discretionary System
pemanfaatan ruang yang proses pengambilan keputusannya
didasarkan pada pertimbangan pejabat/lembaga perencanaan
yang berwenang untuk menilai proposal pembangunan yang
diajukan
43
Regulatory System vs Development control
(discretionary system)
Pada konsep zoning (regulatory system), persoalan perijinan hanyalah
sekedar merupakan proses administrasi belaka, dikeluarkan atau
ditolak dengan mengacu pada peta rencana (zoning) yang sudah
sangat detail (rinci), keputusan perijinan yang dikeluarkan pada sistem
ini hanyalah berupa persetujuan atau penolakan cukup satu jenis
perizinan saja? Perizinan pemanfaatan ruang.
Pada konsep development control (discretionary system), maka
persoalan perijinan akan merupakan bagian penting dalam suatu
proses implementasi rencana, persetujuan atau penolakan atas suatu
proposal pembangunan harus didasarkan atas sebuah proses analisis
rinci dengan merujuk pada peraturan (building code, zoning code, dan
sebagainya) yang ada, dan keputusan harus melibatkan beberapa
institusi terkait maupun kelengkapan data yang rinci. Keputusan
perijinan yang dikeluarkan oleh sistem perencanaan seperti ini selain
dapat berupa persetujuan atau penolakan, masih dapat menawarkan
kompromi atau jalan tengah dengan mengeluarkan beberapa
persyaratan (kondisi) yang harus dipenuhi. ~ Planning
Permission/Permit
44
Perizinan dalam Konsep Zoning
45
Di Indonesia?
46
KEDUDUKAN PERATURAN ZONASI DALAM PENATAAN
RUANG
Penyelenggaraan
Penataan Ruang
Peraturan Zonasi
UU No. 26 Tahun 2007 pasal 35 : Perizinan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang dilakukan melalui
penetapan Peraturan Zonasi, perizinan, pemberian insentif Insentif & Disinsentif
dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
Pengenaan Sanksi
PERATURAN ZONASI SEBAGAI RUJUKAN PENERBITAN
IZIN, INSENTIF DAN DISINSENTIF
Penyelenggaraan
Penataan Ruang
- Struktur bangunan
7. RUJUKAN PERIZINAN PEMANFAATAN
RUANG
52
8. KELEMBAGAAN PERIZINAN
Permendagri No. 20/2008:
Dalam rangka meningkatkan pelayanan masyarakat di bidang
perijinan dibentuk unit pelayanan perijinan terpadu dengan
sebutan Badan atau Kantor,
◦ ditetapkan dengan Peraturan Daerah,
◦ berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah melalui Sekretaris Daerah
◦ didukung oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Kepala.
Badan dan/atau Kantor mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi
dibidang perijinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian
BAGAN ORGANISASI
BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU
9. CATATAN PENUTUP
TERKAIT ASPEK HUKUM
Izin sebagai Beschikking (ketetapan Pemerintah) Surat keputusan, ketetapan
dan dalam Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara disebut sebagai
Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
Beschiking: tindakan hukum yang bersifat sepihak di bidang pemerintahan yang
dilakukan oleh badan pemerintah berdasarkan wewenang luar biasa (W.F. Prins)
atau keputusan tertulis admiistrasi negara yang mempunyai akibat HUKUM (S.
basah).
Izin sebagi sebuah ketetapan tertulis.
Keputusan yang dikeluarkan oleh badan/pejabat tata usaha negara.
Keputusan berisi tindakan hukum tata usaha negara.
Keputusan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Bersifat konkret.
Individual
Final Kasus gugatan pembangunan hotel di Bandung (hanya IMB yang
dianggap bersifat final)
Keputusan yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/badan hukum
perdata hak dan kewajiban
Bagaimana penegakan hukum Perizinan?
Hukum administrasi: Sanksi administrasi.
Hukum pidana: merujuk pada peraturan perundangan
lainnya misalnya KKN, UU No. 26/2007?
Hukum perdata: merujuk pada peraturan perundangan
lainnya: perbuatanmengganggu, kegiatan berdampak
dsb.
TERKAIT DENGAN PENERAPAN PZ
Perizinan, dalam konteks regulatory system (sistem peraturan zonasi)
tidak bersifat substanstif, sehingga harus mudah diproses dalam sistem
pelayanan terpadu satu pintu.
Dimasa mendatang dalam penerapan sistem Peraturan Zonasi (PZ) “izin”
hanya bersifat administratif, yaitu pencatatan pemanfaatan ruang
yang tidak melanggar satu aturan pun dalam PZ.
Jenis Perizinan harus disesuaikan dengan sistem pengendalian pemanfaatan
ruang.
Perizinan yang terkait dengan “Izin Pemanfaatan Ruang” haruslah
diterbitkan berdasarkan pada “Zoning Regulation” (atau dalam masa
transisi sekarang sedikitnya didasarkan pada Rencana Rinci/RDTRK
berskala peta 1 : 5.000).
Izin harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang dengan tujuan
melindungi & menjamin pemanfaatan ruang :
◦ sesuai dengan rencana,
◦ sesuai standar dan kualitas minimum yang ditetapkan,
◦ menghindari eksternalitas negatif,
◦ sesuai kepentingan umum.
TERKAIT DENGAN LICENSI vs PERMIT
Harus dibedakan antara License vs Permit
Licensi harus dilengkapi PERMIT,
Jenis Izin Pemanfaatan Ruang, antara lain yaitu:
◦ Izin Lokasi: diberikan untuk penetapan lokasi (pembebasan/pengadaan tanah)
untuk pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang. Izin lokasi ini sebenarnya
bersifat lisensi (ijin untuk melakukan pembebasan lahan dan juga ‘permit’ terkait
dengan lokasi.
◦ Izin Peruntukan Penggunaan Tanah: diberikan untuk perencanaan dan
pemanfaatan lahan.
◦ Izin Site Plan.
◦ Izin pemanfaatan/peruntukan bangunan
Setelah itu, pendirian bangun-bangunan fisik dalam pemanfaatan ruang
harus memperoleh IMB yang ditujukan untuk menjamin keselamatan dan
kehandalan struktur bangunan.
TERKAIT DENGAN PRINSIP PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG
59
TERKAIT DENGAN KEWENANGAN
61
TERKAIT DENGAN PROSES DAN PROSEDUR PERIZINAN
sangat ditentukan oleh sistem ekonomi politik yang dianut:
menyederhanakan, berarti mengurangi keterlibatan dan/atau
intervensi ‘kelembagaan’ sektor publik, dalam rangka memberikan
insentif bagi tumbuh dan berkembangnya inovasi, kreativitas, dan
investasi di segala bidang
memperketat (bahkan ditambah dengan disinsentif) dalam rangka
sikap kehati-hatian terhadap eksploitasi sumberdaya yang
berlebihan dan/atau menjaga efisiensi kinerja lingkungan yang
berkelanjutan
62
TERKAIT DENGAN PENDAYAGUNAAN PERIZINAN
63
DAFTAR PUSTAKA
Alder, John (1989). Development Control. London: Sweet and Maxwell Ltd.
Altshuler, Alan A.; Jose A. Gomez-Ibanez (1993). Regulation for Revenue:The
Political Economy of Land Use Exactions. Washington, DC: The
Brookings Institution.
Ansari, Jamal H.; Nathaniel von Einsedel, eds. (1998). Urban Land
Management: Improving Policies and Practices in Developing
Countries of Asia. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. PVT Ltd.
Beatley, Timothy (1993). Ethical Land Use Principles of Policy and
Planning. Baltimore: The John Hopkins University Press.
Bryant, R.W.G. (1972). Land: Private Property Public Control. Montreal:
Harvest House Ltd.
Dankerley, Harold B., Ed. (1983). Urban Land Policy: Issues and
Opportunities. Washington DC: IBRD/World Bank.
Darin-Drabkin, H. (1977). Land Policy and Urban Growth. Oxford:
Pergamon Press.
Doebele, William A., ed. (1982). Land Readjustment. Lexington:
LexingtonBooks.
64
Fabos, Julius Gy (1985). Land Use Planning: From Global to Local
Challenge. London: Dowden and Culver.
Greer, Gaylon E; Michael D. Farreli (1983). Contemporary Real Estate
Practice: Theory & Practice. Chicago: The Dreyden Press.
Goldberg, Michael; Peter Chinloy (1984). Urban Land Economics. New
York: John Wiley & Sons.
Harrison, M. L.; R. Mordney (1987). Planning Control: Philosophies,
Prospects, and Practice. London: Croom Helm.
Kaiser, Edward J.; D.R. Godschalk; F.S. Chapin, Jr. (1995). Urban Land Use
Planning, 4th ed. Chicago: Univ. of Illinois Press
Kitay, Michael G. (1985). Land Acquisition in Developing Countries:
Policies and Procedures of the Public Sector. Boston: Oelgeschlager,
Gunn & Hain
Kivell, Philip (1993). Land and the City. London: Routledge.
Lean, W.; B. Goddal (1983). Aspects of Land Economics. London: The
Estates Gazette Ltd.
Leung, Hok Lin (1989). Land Use Planning Made Plain. Kingston: Ronald P.
Rye & Co.
Mather, A.S. (1986). Land Use. London: Longman.