Anda di halaman 1dari 10

MODEL DESKRIFTIF

DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Oleh : IRMAWATI (18320027)
A. Model Deskriptif dalam Pengambilan
Keputusan
Menurut Plous (1993) ada beberapa model deskriptif dalam pengambilan
keputusan.
1. Model Kepuasan (Satisficing)
seseorang yang membuat keputusan biasanya lebih mengutamakan
kepuasan dibandingkan sesuatu yang optimal. Dalam teori utilitas
harapan, pembuat keputusan diasumsikan memiliki informasi yang
lengkap mengenai peluang dan konsekuensi yang melekat pada setiap
alternatif tindakan.
2. Teori Prospek
Teori ini dikembangkan oleh Kahneman dan Tversky (1974). Teori ini
berbeda dari teori ekspektasi kegunaan dalam jumlah tanggapan
penting. Pada teori ini kata kegunaan pada teori utilitas yang diinginkan
diganti dengan “nilai”, dimana nilai terebut didefinisikan nilai kerugian.
Lanjutan.

3. Dampak Kepastian (The Certainty Effect)


Ketika seseorang telah yakin akan nilai referensi yang mereka dapatkan dari
teori prospek, maka pembuat keputusan akan berusaha untuk menghilangkan
atau menghindari risiko secara keseluruhan dibandingkan hanya mengurangi
risiko itu.
4. Pseudocertainty
Untuk model pengambilan keputusan ini, pengambil keputusan membuat
suatu kebijakan dimana kebijakan tersebut tidak terlihat jelas atau tidak
terlihat langsung dampaknya.
5. Teori Regret (Teori Penyesalan)
Teori penyesalan berbasis dari bentuk “counterfactual reasoning” di mana
teori ini didapat berdasarkan ketika seseorang membandingkan kausalitas dari
keputusan mereka dengan apa yang akan terjadi jika mereka membuat pilihan
yang berbeda.
Lanjutan.

6. Pilihan Beragam Sifat


Di banyak situasi, hasil tidak dapat diukur dengan satuan ukuran tertentu seperti
uang risiko lain. Sebgaian besar hasil penelitian pilihan beragam sifat lebih fokus
pada “bagaimana” dibandingkan “seberapa baik” orang-orang membuat keputusan.
7. Strategi Non-Kompensasi
Ketika seseorang bertemu dengan pilihan yang rumit di antara sejumlah alternatif
mereka terbiasa menggunakan “strategi tanpa pengganti”. Pembuat keputusan
mengunakan aturan konjungtif, mengeliminasi berbagai alternatif yang berada di
luar batas sebelum definisi. Di sisi lain, seorang pembuat keputusan memakai aturan
disjungtif di mana setiap alternatif dievaluasi pada syarat-syarat sifat terbaik.
8. Dimensi Paling Penting
Hipotesisnya adalah memberi pilihan di antara dua alternatif yang sama. Orang-
orang akan memilih alternatif yang superior pada dimensi yang paling penting. Jadi,
konsep ini mengatakan ini adalah “hipotesis dimensi yang paling penting
B. Pembingkain Informasi (Framing)

Pembingkaian informasi atau sering disebut framing adalah efek pada


penilaian yang kita buat karena cara penyampaian informasi. Informasi
yang sama jika disampaikan dengan cara berbeda akan menimbulkan
penilaian yang berbeda (Hastjarjo, 1991). Misalnya teman anda
mengatakan kepada anda bahwa pacarnya kurang ajar. Ia menyampaikan
hal itu dua kali. Pertama dengan cara bergurau sambil makan bersama
anda. Kedua, teman anda menyampaikan semabari menangis terisak-isak.
Pada penyampaian pertama. Anda kurang memperhatikan sehingga pacar
teman anda sedikit keterlaluan. Namun pada penyampaian kedua, boleh
jadi anda sudah menilai pacar anda telah kelewat batas dan sangat kurang
ajar. Secara umum, jika informasi sifat positif yang diberikan pertama
kali baru kemudian negatif, maka anda akan menilai lebih positif.
C. Fungsi Nilai dan Pembobotan

Kahneman dan Tversky (1979) mencoba memberikan penjelasan atas


kecenderungan subjek dalam menghadapi masalah-masalah di atas,
penjelasan-penjelasan tersebut merupakan ciri-ciri teori prospek.
1. Hasil-hasil (outcomes) diekpresikan dalam bentuk deviasi positif (gains) atau
deviasi negatif (losses) dari satu titik referensi netral yang dianggap bernilai
nol.
2. Mengikuti jejak Bernouli, Kahneman dan Tversky (1979) menandaskan
bahwa dalam mengevaluasi suatu pospek orang tidak mengunakan hasil-
hasil objektif prospek tersebut, akan tetapi orang mengembangkan penilaian
subjektif terhadap hasil-hasil dari prospek tadi.
3. Dalam teori-teori pengambilan keputusan yang normatif, misalnya expected
utility theory, maka nilai dari satu hasil dibobot (weghted) berdasarkan
probabilitasnya. Akan tetapi, dalam teori pospek, nilai satu hasil dikalikan
dengan bobot keputusan (decision weight, (p)).
D. Akuntansi Mental (mental Accounting)

“Flaming” juga dapat diteapkan pada pilihan


terhadap alternatif-alternatif yang mempunyai
banyak artibut. Dalam mengevaluasi satu pilihan
yang mempunyai banyak artibut, maka orang
biasanya mengembangkan satu perhitungan mental
dengan cara memerinci keuntungan dan kerugian
dari alternatif tersebut jika dibandingkan dengan
satu referensi. Masalah-masalah dibawah ini dipakai
dalam menerangkan akuntansi mental (mental
accounting).
E. Penelitian Teori Prospek

Pengaruh perbedaan formulasi satu masalah terhadap perbedaan tingkah laku


memilih (flaming effects) yang merupakan ciri khas Teori Prospek telah
banyak diteliti. McNeil, Pauker, Sox, dan Tversky (1982) dalam Hastjarjo
(1991), misalnya, meminta baik pasien di satu rumah sakit maupun para
dokternya untuk memilih antara terapi pembedahan dan radiasi dalam
mengobati kanker paru-paru. Kelompok pertama diberi informasi mengenai
efektivitas terapi tersebut dalam bentuk survival statistics, yang menunjukan
presentasi pasien yang mampu bertahan hidup sesudah mendapatkan terapi.
Kelompok kedua diberi informasi yang sama hanya dalam bentuk mortality
statistics, yang menyajikan presentasi pasien-pasien yang telah meninggal.
Pilihan subjek terhadap kedua masalah tersebut sangatlah berbeda. Misalnya,
jika efektivitas terapi disajikan dalam bentuk “survival frame”, maka hanya
18% dari subjek yang memilihnya. Sebaliknya, jika efektivitas terapi radiasi
disajikan dalam bentuk “mortality frame”, maka 44% dari subjek memilihnya.
Secara ringkas, satu aplikasi teori prospek sangat
penting ialah bahwa dengan memanipulasi
formulasi suatu masalah (framing) atau dengan
mengubah titik referensi ornag dapat dimotivasi
untuk menunjukkan tingkah laku tertentu, yakni
apakah ia akan cenderung mengambil atau
menghindari risiko.
F. Bagaimana di Akuntansi ?

Banyak penelitian akuntansi pada tahun 1960-an secara implisit


mengasumsikan bahwa investor gagal untuk menyesuaiakan secara penuh
pengaruh dari pemilihan metode akuntansi terhadap alokasi sumber daya.
Pasar tak ubahnya sebuah “fair game” dari investor yang tidak canggih.
Penelitian yang dilakukan oleh Gonedes dan Dopuch (1974) menjadi
tonggak dari perubahan pandangan ini. Pada dekade tahun1980-an
sampai tahun 1990-an, banyak studi yang melaporkan terjadinya
inefisiensi pasar, hal ini ditandai dengan adanya fenomena post
announcement drift yaitu suatu reaksi berkepanjangan atas suatu
peristiwa pasar, padahal esensi terpenting dari pasar efisien adalah
kecepatan informasi dan informasi akan lenyap begitu menerima
informasi baru lagi. Fenomena ini dapat dijelaskan oleh Teori Prospek,
yang intinya adanya prospek (peluang masa depan) sebagai faktor atas
peristiwa masa kini.

Anda mungkin juga menyukai