Anda di halaman 1dari 7

B.

Kerangka pembuatan keputusan


Kerangka pembuat keputusan
Nilai dan kepercayaan Pribadi
Kode etik perawat Indonesia
Konsep Moral keperawatan
Teori/prinsip-prinsip etika
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi
perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat keputusan
etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode etik keperawatan,
konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis (gambar 1)
Keputusan dan tindakan moral

Gambar 1: Unsur-unsur utama yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan tindakan moral
dalam praktik keperawatan (diadaptasi dari Fry, 1991, lih, Prihardjo, 1995)
Berbagai kerangka model pembuatan keputusan etis telah dirancang oleh banyak ahli etika, di mana
semua kerangka tersebut berupaya menjawab pertanyaan dasar tentang etika, yang menurut Fry
meliputi:
1. Hal apakah yang membuat tindakan benar adakah benar?
2. Jenis tindakan apakah yang benar?
3. Bagaimana aturan-aturan dapat diterapkan pada situasi tertentu?
4. Apakah yang harus dilakukan pada situasi tertentu?
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan dengan mengacu pada
kerangka pembuatan keputusan etika medis. Beberapa kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah
praktik keperawatan, sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan
masalah seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh model yang
dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat

digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan pasien. Kerangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari enam tahap:
a.

Identifikasi masalah. Ini berarti mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati
nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya terhadap masalah etika yang timbul dan
mengkaji parameter waktu untuk protes pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban
pada perawat terhadap pernyataan: Hal apakah yang membuat tindakan benar adalah benar?
Nilai-nilai diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi yang terjadi diidentifikasi.

b.

Perawat harus mengumpulkan data tambahan. Informasi yang dikumpul-kan dalam tahap ini meliputi:
orang-orang yang dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi pasien,
harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan. Perawat kemudian
membuat laporan tertulis kisah dari konflik yang terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua
pilihan atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua tindakan yang memungkinkan harus terjadi termasuk hasil yang mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini
memberikan jawaban: Jenis tindakan apa yang benar?

c.

Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan. Ini berarti perawat
mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia
yang menjadi pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan masalah.
Tahap ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan tertentu diterapkan pada situasi
tertentu?

d.

Pembuat keputusan harus membuat keputusan. Ini berarti bahwa pem-buat keputusan memilih
tindakan yang menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan etika: Apa
yang harus dilaku-kan pada situasi tertentu?

e.

Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.
Tahap
Tahap 1
Tahap 2

Model Keputusan Bioetis


Review situasi yang dihadapi untuk mendeterminasi masalah kesehatan,
keputusan yang dibutuhkan, komponen etis individu keunikan.

Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Tahap 7
Tahap 8
Tahap 9
Tahap 10

Kumpulkan informasi tambahan untuk memperjelas situasi.


Identifikasi aspek etis dari masalah yang dihadapi.
Ketahui atau bedakan posisi pribadi dan posisi moral profesional.
Identifikasi posisi moral dan keunikan individu yang berlainan.
Identifikasi konflik-konflik nilai bila ada.
Gali siapa yang harus membuat keputusan.
Identifikasi rentang tindakan dan hasil yang diharapkan.
Tentukan tindakan dan laksanakan.
Evaluasi/review hasil dari keputusan/tindakan.

Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb (1989), adalah
sebagai berikut:
1. Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan pengumpulan
informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi: Orang yang terlibat, Tindakan
yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
2. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
3. Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut.
4. Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang
tepat.
5. Mendefinisikan kewajiban perawat.
6. Membuat keputusan.
Sumber: J.B Thompson and HO Thompson, Ethic ini Nursing, New York: MacMilan Publishing Co. Inc., 1981,
diadaptasikan oleh Kelly, 1987. dalam Priharjo, 19

Disamping beberapa bentuk kerangka pembuatan keputusan dilema etik yang terdapat diatas,
penting juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan etik.
Diantaranya adalah factor agama dan adat istiadat, social, ilmu pengetahuan/tehnologi,
legislasi/keputusan yuridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode
etik keperawatan dan hak-hak pasien (Priharjo, 1995).
Beberapa kerangka pembuatan dan pengambilan keputusan dilema etik diatas dapat diambil
suatu garis besar langkah-langkah kunci dalam pengambilan keputusan, yaitu:

a.

Klarifikasi dilema etik, baik pertanyaan fakta dan komponen nilai etik yang seharusnya

b.

Dapatkan informasi yang lengkap dan terinci, kumpulkan data tambahan dari berbagai
sumber, bila perlu ada saksi ahli berhubungan dengan pertanyaan etik dan apakah ada
pelanggaran hukum/legal

c.

Buatlah beberapa alternatif keputusan dan identifikasi beberapa alternative tersebut dan
diskusikan dalam suatu tim (komite etik).

d.

Pilih dari beberapa alternative dan paling diterima oleh masing-masing pihak dan buat suatu
keputusan atas alternative yang dipilih

e.

Laksanakan keputusan yang telah dipilih bila perlu kerjasama dalam tim dan tentukan siapa
yang harus melaksanakan putusan.
Observasi dan lakukan penilain atas tindakan/keputusan yang dibuat serta dampak yang
timbul dari keputusan tersebut, bila perlu tinjau kembali beberapa alternative keputusan dan
bila mungkin dapat dijalankan. (3)
C. Langkah-langkah pembuatan keputusan
Ada tiga langkah yang biasa digunakan dalam pengambilan keputusan moral. Mereka adalah
utilitarianisme, intuisionisme, dan situasional. Paham utilitarianisme adalah paham yang
berpendapat bahwa yang baik itu adalah yang berguna, menguntungkan, berfaedah, dan yang
jahat atau buruk adalah yang tidak bermanfaat, tak berfaedah, merugikan. Berasal dari kata
Latin utilis tersusunlah teori tujuan perbuatan ini. Secara umum, utilitarianisme menilai
sebuah tindakan berdasarkan hasil yang dicapainya, apakah mereka membawa kebaikan bagi
manusia atau tidak. Paham ini juga disebut dengan paham teleologis, bahwa semua sistem
terarah kepada tujuan. Ends justifies means. (pemerintah: menggusur, demi kepentingan
orang banyak, sedikit dikorbankan).
Salah satu kekuatan utilitarianisme adalah bahwa mereka menggunakan sebuah prinsip
dengan jelas dan rasional. Dengan prinsip ini, pemerintah sering membangun pegangan
mereka atas pembentukan kebijakan untuk mengatur masyarakat. Kekuatan lain dari teori ini
adalah hasil perbuatan yang dihasilkan.
Intuisionisme adalah sistem etika lainnya yang tidak mengukur baik tidaknya sesuatu
perbuatan berdasarkan hasilnya melainkan semata-mata berdasarkan maksud si pelaku dalam
melaksanakan perbuatan tersebut. Sistem ini menyoroti wajib tidaknya perbuatan dan

keputusan ini. Sistem lain tersebut adalah intuisionisme. Intuisionisme, berasal dari bahasa
Inggris: intuition, adalah pandangan bahwa manusia memiliki sebuah kacakapan, yang biasa
disebut hati nurani, yang memampukan mereka untuk melihat secara langsung apa yang
disebut benar atau salah, jahat atau baik secara moral. Pengetahuan intuitif ini adalah
pengetahuan langsung tentang suatu hal tanpa melalui proses logika baik deduktif maupun
induktif. Teori ini juga dikenal sebagai teori deontologi (dari kata Yunani: deon: apa yang
harus dilakukan; kewajiban). (berdasarkan hati nurani) Intuisionisme memang memiliki
kebenaran
Pendekatan yang ketiga ditawarkan oleh seorang tokoh etika, Joseph Fletcher, adalah
pendekatan situasional. Bagi Fletcher tidak ada sistem yang benar-benar dapat digunakan
bagi semua situasi. Menurut dia, semuanya tergantung kepada situasi yang dihadapi oleh
pelaku. Pandangan ini memang lebih condong kepada paham intuisionisme, namun kadangkadang juga bisa menjadi utilitarianisme. (4)
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
SECARA ETIS DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN
1. PEMBUATAN KEPUTUSAN TERHADAP MASALAH ETIS
Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, perawat harus mempunyai
kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya. Beberapa ahli menyatakan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari, perawat sebenarnya telah menghadapi permasalahan etis, bahkan
Thompson dan Thompson menyatakan semua keputusan yang dibuat dengan, atau tentang
pasien mempunyai dimensi etis. Setiap perawat harus dapat mendeterminasi dasar-dasar yang
ia miliki dalam membuat keputusan misalnya agama, kepercayaan atau falsafah moral
tertentu yang menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa
orang membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari
keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya. Dalam
membuat keputusan etis, seseorang harus berpikir secara rasional, bukan emosional.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan
Faktor-faktor ini antara lain : faktor agama, sosial, ilmu pengetahuan/teknologi,
legislasi/keputusan juridis, dana/keuangan, pekerjaan/posisi pasien maupun perawat, kode
etik keperawatan dan hak-hak pasien.
a. Faktor agama dan adat istiadat
Indonesia merupakan negara kepulauan yang dihuni oleh penduduk dengan berbagai
agama/kepercayaan dan adat istiadat. Setiap penduduk yang menjadi warga negara Indonesia

harus beragama/berkepercayaan.
Contohnya adalah sebelum program KB diluncurkan sebagai program nasional sudah
dilakukan suatu diskusi dengan pemuka agama tentang metode kontrasepsi, sehingga tenaga
kesehatan tidak ragu-ragu saat mempromosikan program tersebut.
Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh dalam membuat keputusan etis.
Contohnya adalah falsafah budaya jawa makan tidak makan asalkan kumpul. Falsafah ini
masih dipegang erat oleh masyarakat jawa sehingga jika ada anggota keluarga yang sakit
biasanya seluruh anggota keluarga akan ikut menanggung biaya RS dan sebagainya.
b. Faktor sosial
Faktor ini antara lain meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi,
hukum dan peraturan perundang-undangan.
Contohnya adalah kaum wanita yang pada awalnya hanya sebagai ibu rumah tangga yang
tergantung pada suaminya telah beralih pada pendamping suami yang mempunyai pekerjaan
dan bahkan banyak yang telah menjadi wanita karir. Dengan semakin meningkatnya orang
yang menekuni profesinya, semakin banyak pula yang menunda perkawinan dan banyak pula
yang mempertahankan kesendirian.
Perkembangan sosial dan budaya juga berpengaruh terhadap sistem kesehatan nasional.
Pelayanan kesehatan yang tadinya berorientasi pada program medis lambat laun menjadi
pelayanan komprehensif dengan pendekatan tim kesehatan. Ini menyebabkan perubahan
beberapa kebijakan pemerintah termasuk mahalnya biaya pengobatan.
c. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi
Kemajuan yang telah dicapai meliputi berbagai bidang. Kemajuan di bidang kesehatan telah
mampu meningkatkan kualitas hidup serta memperpanjang usia manusia dengan
ditemukannya berbagai mesin mekanik kesehatan, cara prosedur baru dan bahan-bahan/obatobatan baru.
Misalnya pasien dengan gangguan ginjal dapat diperpanjang usianya berkat adanya mesian
hemodialisa, ibu-ibu yang mengalami kesulitan hamil dapat dibantu dengan berbagai jenis
inseminasi, kemajuan-kemajuan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan etika.
d. Faktor legislasi dan keputusan juridis
Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap perubahan sosial atau
legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang merupakan reaksi perubahan tersebut.

Legislasi merupakan jaminan tindakan menurut hukum sehingga orang yang bertindak tidak
sesuai dengan hukum dapat menimbulkan konflik.
Hampir disemua negara, pemerintah berupaya untuk melindungi hak-hak asasi manusia
dengan menyusun suatu undang-undang.
Misalnya masalah abortus merupakan topik pembicaraan yang hangat secara nasional. Di
Amerika Serikat beberapa negara bagian mengijinkan adanya aborsi dengan alasan setiap ibu
berhak menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan dibeberapa negara lain melarang aborsi
dengan alasan perlindungan nyawa calon bayi. Selain masalah pengaturan abortus aktivitas
lain juga menjadi masalah hukum, diantaranya pengaturan pengangkatan dan penjualan bayi,
fertilisasi in vitro, ibu pengganti, hak pilih mati dan hak untuk menolak perawatan.
e. Faktor dana/keuangan
Dana/keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan dapat menimbulkan konflik.
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak berupaya dengan
mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah. Walaupun pemerintah telah
mengalokasikan dana yang besar untuk pembangunan kesehatan, namun dana ini belum
sepenuhnya dapat mengatasi berbagai program atau masalah kesehatan sehingga partisipasi
swasta dan masyarakat banyak digalakkan.
Contohnya program JamKesMas.
f. Faktor pekerjaan
Dalam pembuatan suatu keputusan. Perawat perlu mempertimbangkan posisi pekerjaannya.
Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang praktik sendiri tetapi bekerja di rumah
sakit, dokter praktik swasta atau institusi kesehatan yang lain.
Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan
keputusan/aturan tempat ia bekerja.
g. Kode etik keperawatan
Merupakan salah satu ciri/persyaratan profesi yang memberikan arti penting dalam
penentuan, pemertahanan, dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa
tanggung jawab dan kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi.
Apabila seorang anggota melanggar kode etik profesi, maka organisasi profesi dapat memberi
sanksi atau mengeluarkan anggota tersebut

Anda mungkin juga menyukai