Anda di halaman 1dari 8

2.

2 PENGAMBILAN KEPUTUSAN LEGAL ETIS

Pengambilan keputusan yang etis merupakan suatu proses yang sistematis atau
strategi atau metode yang digunakan oleh staf perawat maupun mahasiswa
perawat ketika berhadapan dengan dilema etik di praktik keperawatan berdasarkan
konsep dan prinsip etika untuk melakukan tindakan moral (Purba, J. M, dkk,
2009) .

Dalam membuat keputusan, perawat akan berpegang teguh pada pola pikir
rasional serta tanggung jawab moral dengan menerapkan prinsip etik dan hukum
yang berlaku. Dalam kode etik perawat terkandung adanya prinsip-prinsip dan
nilai-nilai utama yang dianggap fokus dalam praktik keperawatan. Prinsip dan
nilai bermuara pada interaksi profesional dengan klien serta menunjukkan
kepedulian perawat terhadap hubungan yang telah dilakukannya.

A. Pengambilan Keputusan Etis dalam Keperawatan

1. Langkah pertama yang penting dalam pengambilan keputusan etik adalah


memastikan bahwa masalah memiliki muatan etik dan moral.

2. Ketika orang yang mengambil keputusan adalah klien, fungsi perawat


adalah peran suportif.

3. Suportif: Perawat membagi pengetahuan dan keahlian kasus mereka


dengan klien agar memungkinkan mereka mengambil keputusan
berdasarkan infomasi.

Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembangkan


dengan mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis. Beberapa
kerangka disusun berdasarkan posisi falsafah praktik keperawatan, sementara
model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah seperti
yang diajarkan di pendidikan keperawatan.
Berikut ini merupakan contoh model yang dikembangkan oleh Thompson dan
Thompson dan model oleh Jameton: Metode Jameton dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan etika keperawatan yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan pasien.
Kerangka Jameton, seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari enam tahap:
a. Identifikasi masalah.
Yaitu mengklasifikasi masalah dilihat dari nilai-nilai, konflik dan hati
nurani. Perawat juga harus mengkaji keterlibatannya terhadap masalah
etika yang timbul dan mengkaji parameter waktu untuk protes
pembuatan keputusan. Tahap ini akan memberikan jawaban pada
perawat terhadap pernyataan : Hal apakah yang membuat tindakan benar
adalah benar? Nilai-nilai diklasifikasi dan peran perawat dalam situasi
yang terjadi diidentifikasi.
b. Perawat harus mengumpulkan data tambahan.
Informasi yang dikumpulkan dalam tahap ini meliputi: orang-orang yang
dekat dengan pasien yang terlibat dalam membuat keputusan bagi
pasien, harapan/keinginan dari pasien dan orang yang terlibat dalam
pembuatan keputusan. Perawat kemudian membuat laporan tertulis kisah
dari konflik yang terjadi. Perawat harus mengindentifikasi semua pilihan
atau alternatif secara terbuka kepada pembuat keputusan. Semua
tindakan yang memung-kinkan harus terjadi termasuk hasil yang
mungkin diperoleh beserta dampaknya. Tahap ini memberikan jawaban:
Jenis tindakan apa yang benar?
c. Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
Hal Ini berarti perawat mempertimbangkan nilai-nilai dasar manusia
yang pen-ting bagi individu, nilai-nilai dasar manusia yang menjadi
pusat dari masalah, dan prinsip-prinsip etis yang dapat dikaitkan dengan
masalah. Tahap ini menjawab pertanyaan: Bagaimana aturan-aturan
tertentu diterapkan pada situasi tertentu?
d. Membuat Keputusan.
Hal Ini berarti bahwa pembuat keputusan memilih tindakan yang
menurut keputusan mereka paling tepat. Tahap ini menjawab pertanyaan
etika: Apa yang harus dilaku-kan pada situasi tertentu?
e. Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etik


Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat
keputusan etis. Faktor ini antara lain faktor agama, sosial, ilmu pengetahuan atau
teknologi, legislasi atau keputusan yuridis, dana atau keuangan, pekerjaan atau
posisi klien maupun perawat, kode etik keperawatan, dan hak klien (dalam
kutipan Purba, J. M, dkk, 2009).

1. Tingkat Pendidikan

Rhodes (1985) berpendapat bahwa semakin tinggi latar belakang


pendidikan perawat akan membantu perawat untuk membuat suatu keputusan
etis. Salah satu tujuan dan program pendidikan tinggi bagi perawat adalah
meningkatkan keahlian kognitif dan kemampuan membuat keputusan (Pardue,
1987).

Penelitian oleh Hoffman, Donoghue dan Duffield (2004) menunjukkan


bahwa taraf pendidikan dan pengalaman tidak terkait secara signifikan dengan
pembuatan keputusan etis dalam keperawatan klinis. Faktor yang bertanggung
jawab terhadap variabilitas yang besar dalam pembuatan keputusan etis dalam
keperawatan klinis adalah nilai peran.

2. Faktor Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Kemajuan di bidang kesehatan telah mampu meningkatkan kualitas hidup


serta memperpanjang usia manusia dengan ditemukannya berbagai mesin
mekanik kesehatan, cara prosedur baru, dan bahan atau obatan baru. Misalnya,
klien dengan gangguan ginjal yang dapat diperpanjang usianya berkat adanya
mesin hemodialisa. Wanita yang mengalami kesulitan dapat dibantu dengan
berbagai inseminasi. Kemajuan ini menimbulkan pertanyaan yang
berhubungan dengan etika.

3. Pengalaman

Yung (1997) mengusulkan pengalaman yang lalu dalam menangani


dilema etik mempengaruhi mahasiswa keperawatan dalam mengembangkan
pembuatan keputusan etis.
Hasil temuan dari sebuah penelitian yang yang dilaksanakan Cassels dan
Redman (1989) tentang perawat yang sedang menjalani studi tingkat sarjana
menunjukkan bahwa pengalaman yang lalu dalam menangani masalah-
masalah etika atau dilema etik dalam asuhan keperawatan dapat membantu
proses pembuatan keputusan yang beretika.

Oleh karena itu, penggalian pengalaman lalu yang lain dari pengalaman
keperawatan secara umum memungkinkan pendekatan yang lebih relevan.

4. Faktor Agama dan Adat Istiadat

Agama serta latar belakang adat istiadat merupakan faktor utama dalam
membuat keputusan etis. Setiap perawat disarankan memahami nilai yang
diyakini maupun kaidah agama yang dianutnya. Untuk memahami ini
dibutuhkan proses. Semakin tua seseorang akan semakin banyak pengalaman
dan belajar, mereka akan lebih mengenal siapa dirinya dan nilai yang
dimilikinya (Suhaemi, 2003).

Selain faktor agama, faktor adat istiadat juga berpengaruh pada seseorang
dalam membuat keputusan etis. Faktor adat istiadat yang dimiliki perawat atau
pasien sangat berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis. Bila ada
anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit, biasanya ada salah
satu keluarga yang ingin selalu menungguinya. Ini berbeda dengan sistem
kekerabatan orang Barat yang bila ada anggota keluarga yang sakit maka
sepenuhnya diserahkan kepada perawat dalam keperawatan sehari-hari.

Setiap rumah sakit di Indonesia mempunyai aturan menunggu dan


persyaratan klien yang boleh ditunggu. Namun, hal ini sering tidak dihiraukan
oleh keluarga pasien, misalkan dengan alasan rumah jauh, klien tidak tenang
bila tidak ditunggu keluarga, dan lain-lain.

Ini sering menimbulkan masalah etis bagi perawat antara membolehkan


dan tidak membolehkan senang bila tidak ditunggu keluarganya, dan lain-lain
(Suhaemi, 2003).

5. Komisi Etik
Komisi etik merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi pembuatan
keputusan etis yang dibuat oleh perawat dalam praktiknya. Komisi etik tidak
hanya memberi pendidikan dan menawarkan nasehat melainkan pula
mendukung rekan-rekan perawat dalam mengatasi dilema etik yang ditemukan
dalam praktik sehari-hari. Dengan adanya komisi etik, perawat mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk semakin terlibat secara formal dalam
pengambilan keputusan yang etis dalam organisasi perawatan kesehatan
(Haddad, 1998).

6. Faktor Dana atau Keuangan

Dana atau keuangan untuk membiayai pengobatan dan perawatan klien


dengan gangguan jiwa kronis seperti skizofrenia dapat menimbulkan konflik.
Untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat, pemerintah telah banyak
berupaya dengan mengadakan berbagai program yang dibiayai pemerintah.
Walaupun pemerintah telah mengalokasikan dana yang besar untuk
pembangunan kesehatan, dana ini belum seluruhnya dapat mengatasi berbagai
masalah kesehatan sehingga partisipasi swasta dan masyarakat sangat
diharapkan.

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung jawab atas perawatan


klien di rumah sakit sering menerima keluhan dari keluarga mengenai
pendanaan anggota keluarga mereka yang mengalami skizofrenia.

7. Faktor Pekerjaan

Dalam pembuatan suatu keputusan, perawat perlu mempertimbangkan


posisi pekerjaannya. Sebagian besar perawat bukan merupakan tenaga yang
praktik sendiri, tetapi bekerja di rumah sakit, dokter praktik swasta atau
institusi kesehatan lainnya. Tidak semua keputusan pribadi perawat dapat
dilaksanakan; namun harus disesuaikan dengan keputusan atau aturan tempat
perawat bekerja. Perawat yang mengutamakan kepentingan pribadi sering
mendapat sorotan sebagai perawat pembangkang. Sebagai konsekuensinya,
perawat mendapat sanksi administrasi atau mungkin kehilangan pekerjaan.
8. Faktor Legislasi dan Keputusan Yuridis

Perubahan sosial dan legislasi secara konstan saling berkaitan. Setiap


perubahan sosial atau legislasi menyebabkan timbulnya suatu tindakan yang
merupakan reaksi perubahan tersebut. legislasi merupakan jaminan tindakan
menurut hukum sehingga orang yang bertindak sesuai hukum dapat
menimbukan suatu konfilk (Ellis & Hartley, 2005).

Saat ini aspek legislasi dan bentuk keputusan yuridis tentang masalah etika
kesehatan sedang menjadi topik yang banyak diicarakan. Hukum kesehatan
telah menjadi suatu bidang ilmu dan perundangundangan baru yang banyak
disusun untuk menyempurnakan perundang-undangan lama atau untuk
mengantisipasi perkembangan masalah hukum kesehatan. Oleh karena itu,
diperlukan undangundang praktik keperawatan dan keputusan menteri
kesehatan yang mengatur registrasi dan praktik perawat.

Upaya pengendalian mutu praktik keperawatan melalui legislasi


keperawatan. Legislasi berarti suatu ketetapan hukum atau ketentuan hukum
yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan
tindakan (Lieberman, 1970). Keputusan Menteri Kesehatan No.1239 Tahun
2001 tentang Registrasi dan praktik Keperawatan.

9. Faktor Sosial

Berbagai faktor sosial berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis.


Faktor ini meliputi perilaku sosial dan budaya, ilmu pengetahuan dan
teknologi, hukum dan peraturan perundangundangan (Ellis & Hartley, 2005).

C. Model Pengambilan Keputusan Etis

Proses pengambilan keputusan etis menyediakan metode dari perawat untuk


kunci jawaban pertanyaan tentang dilema etik dan untuk mengatur atau berpikir
lebih logikal dan sekuensial (Catalano, 2003).

Ada tiga model pengambilan keputusan etis, yaitu :

1. Model Berpusat pada Pasien


Pengambilan keputusan berdasarkan model ini mengambarkan
tanggungjawab perawat kepada pasien/keluarga. Ketika pasien benar dan
terjadi konflik dengan dokter dan lembaga. Perawat melihat mereka
sendiri sebagai penasehat untuk pasien dan melindungi otonomi pasien.
Model pengambilan keputusan berpusat pasien mereflesikan
tanggung jawab perawat atas sikap dokter atau pemegang otoritas
(Murphy, dkk 1984 & MCElmurry, dkk 1985).
2. Model Berpusat pada Dokter
Pengambilan keputusan berdasarkan model ini mengambarkan
tanggungjawab sikap dokter atau wewenang, atau komunitas kesehatan.
Perawat mengikuti model ini mereka sendiri melihat yang
bertanggungjawab hanya dokter dan mempersepsikan bahwa tugas penting
mereka adalah menjaga kepercayaan dalam hubungan dokter-pasien.
3. Model Berpusat pada Birokrasi
Pengambilan keputusan berdasarkan model ini mengambarkan
tanggungjawab wewenang dari rumahsakit atau sistem lembaga bahwa
memperkerjakan perawat. Perawat seharusnya mengikuti perintah, aturan,
atau kebijakan dari institusi dan tidak ada penyebab masalah dalam
institusi.
Model yang berpusat pada birokrasi keputusan yang diambil
bedasarkan model yang berpusat pada birokrasi mereflesikan tanggung
jawab perawat kepada otoritas rumah sakit atau sistem institusi tempat
perawat bekerja. Perawat berpendapat bahwa untuk mengikuti instruksi,
peran, atau kebijakan institusi sebaiknya tidak membuat permasalahan
dalam institusi (Murphy, dkk 1984 & MCElmurry, dkk 1985).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Pengambilan Keputusan Klinik Pada Perawat Keperawatan dan


Kebidanan Poltekes Semarang. Semarang: Poltekes

Kusnanto. Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta,


EGC, 2004.

Priharjo.1995. Pengantar Etika Keperawatan. Yogyakarat: Kanisius

Anda mungkin juga menyukai