Anda di halaman 1dari 18

MASALAH ETIKA MORAL DALAM ETIKA KEPERAWATAN

1. PENGERTIAN MASALAH ETIKA MORAL


1) Pengertian Etika
Etika adalah ilmu tentang kesusuilaan yang bagaimana sepatutnya
manusia hidup di dalam masyarakat yang melibatkan aturan atau prinsip
yang menentukan tingkah laku yang benar.
Etika itu bersifat relatif yaitu dapat berubah rubah sesuai dengan
kemajuan zaman. Etika juga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan
manusia yang di dorong oleh kehendak serta di dasari pikiran yang
jernih dengan pertimbangan perasaan.

2) Pengertian Moral
Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang
merupakan “standar perilaku” dan “nilai yang harus diperhatikan bila
seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal.
Menurut asal usul “moral” berasal dari kata “mores” dari bahasa
latin, lalu kemudian diartikan atau diterjemahkan jadi “aturan kesusilaan”
ataupun suatu istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-
batas dari sifat orang lain, kehendak, pendapat atau batasan perbuatan
yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk.

3) Perbedaan Etika dan Moral


Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari
ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai
yang ada.
Moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang
dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyrakat. Nilai atau sistem hidup
tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan
harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada
yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan
kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri
seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang
yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan
tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
2. Metode Pendekatan Dalam Masalah Etika
Sebelum membahas masalah etika, perawat paling memahami metode
pendekatan yang digunakan dalam diskusi masalah etika. Dari Ladd J, 1978,
dikutip oleh Frell (McCloskey, 1990), menyatakan ada empat metode utama,
yaitu otoritas, consensum hominum, pendekatan intuisi atau self-avidence,
dan metode argumentasi.
1) Metode Otoritas
Menyatakan bahwa dasar setiap tindakan atau keputusan berdasarkan
pada otoritas pimpinan. Penggunaan metode ini terbatas hanya kepada
penganut yang percaya. Metode ini menyatakan bahwa dasar setiap
tindakan atua keputusan adalah otoritas. Ooritas dapat berasal dari
manusia atau sutau institusi, seperti majelis ulama, dewan gereja, atau
pemerintah .Sebagai contoh, dalam melakukan tindakan, perawat selalu
mengikuti perintah pimpinan rumah sakit atau kepala ruangan tanpa
menindahkan anjuran dari orangblain.

2) Metode Consensum Hominum


Menggunakan pendekatan berdasarkan pada persetujuan masyarakat luas
atau pada sekelompok manusia yang terlibat dalam pengkajian suatu
masalah. Sebagai contoh, perawat memberi tahu klien tentang tindakan
yang akan dilakukan kepada klien dan memberikan hak kepada klien dan
keluarganya untuk menerima atau menolak tindakan yang akan
diberikan. Tindakan yang dilakukan perawat berdasarkan hasil keputusan
bersama antara klien dan keluarganya.
3) Metode Pendekatan Intuisi atau Self-Evidence
Disebut juga konsep teknik intuisi. Metode ini tetatas hanya pada
individu yang mempunyai intuisi tajam. Intuisi dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional.

4) Metode Argumentasi atau Metode Sokratik


Menggunakan pendekatan dengan mengajukan pertanyaan atau mencari
jawaban yang mempunyai alasan tepat. Metode analitik ini digunakan
untuk memahami fenomena etika dengan penelaahan berdasarkan teori
rasional.
Bandman (1990) secara umum menjelaskan bahwa maslah etika
keperawatan pada dasarnya terdiri atas lima jenis. Kelima masalah
tersebut akan diuraikan dalam rangka perawat “mempertimbangkan
prinsip etika yang bertentangan”.
Terdapat lima factor yang pada umumnya harus dipertimbangkan:
a) Pertanyaan dari klien yang pernah diucapkan kepada anggota
keluarga, teman-temannya, dan petugas kesehatan.
b) Agama dan kepercayaan klien yang dianutnya.
c) Pengaruh terhadap anggota keluarga klien.
d) Kemungkinan akibat sampingan yang tidak dikehendaki.
e) Prognosis dengan atau tanpa pengobatan.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, prinsip yang sama
pentingnya dapat slaing bertentangan, akan terjadi benturan-benturan
karena semua pihak menganggap sama-sama berhak.Beauchamp dan
Childress (2000) telah mengembangkan teori dan metode terhadap
principlism tersebut. Mereka mengusulkan bahwa apabila ada
pertentangan antara dua prinsip, keuda prinsip yang bertentangan itu
harus dianggap sebagai titik pemulaan.
Dilihat dari sudut ini, prinsip tersebut tidak dianggap lagi sebagai
sesuatu yang mutlak, tetapi harus dipertimbangkan, dan salah satu harus
mengalah jika berhadapan dengan prinsip yang dianggap lebih penting.
Jika tujuan dari sudut pemikiran adalah memperoleh hasil yang terbaik,
bagaimana kita dapat menjamin bahwa keputusan yang diambil itu tidak
akan bersifat subjektif.
Beuchamp an childess mengakui bahwa dalam mengadakan
pertimbangan factor intuisi dan penilaian subjektif tidak dapat dielakan
dengan alas an yang adekuat.Sebagai ilustrasi, pada situasi saat seorang
perawat berhadapan dengan suatu pilihan antara pulang kerumah sudah
berjanji dengan anak lelakinya untuk pergi kesuatu tempat, atau tetap
berdiam dirumah sakit untuk menolong klien memenuhi kebutuhan yang
dalam keadaan gawat darurat. Tindakanya untuk memilih membatalkan
janji dengan anaknya walaupun sangat tidak enak, dapat dibenarkan dan
sesuai etika daripada meninggalkan kesibukannya, untuk menolong
memenuhi kebutuhan kliennya.
Dalam masalah keperawatan, ada lima masalah dasar etika
keperawatan yang berhubungan dengan “pertimbangan prinsip etika yang
bertentangan”. Secara lebih rinci, kelima maslah berikut contohnya akan
diuraikan dibawah ini:
a. Kuantitas versus kualitas hidup. Contoh: seorang ibu meminta perawat
melepas semua slang yang dipasang kepada anaknya yang berusia 14
tahun, yang telah koma selama delapan hari. Dalam keadaan seperti
ini, perawat menghadapi masalah tentang posisi yang dimilikinya
dalam menentukan keputusan secara moral. Sebenarnya perawat
berada dalam posisi kuantitas versus kualitas hidup karena keluarga
klien menanyakan apakah slang-slang yang dipasang hamper pada
semua bagian tubuh, dapat mempertahankan klien tetap hidup.
b. Kebebasan versus peanganan dan pencegahan bahaya. Salah satu
contoh adalah seorang klien berusia lanjut yang meolak untuk
mengenakan sabuk pengaman sewaktu berjalan. Ia ingi berjalan
dengan bebas. Pada situasi ini, perawat menghadapi maslah upaya
menjaga keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan
klien.
c. Berkata jujur versus berkata bohong. Contohnya adalah seorang
perawat yang mendapati teman kerjanya menggunakan narkotika.
Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada pilihan apakah akan
mengatakan hal ini secara terbuka atau diam karena diancam akan
dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal itu pada orang
lain.
d. Kegiatan terhadap pengethauan yang bertentangan dengan filsafat
agama, politik, ekonomi, dan ideology. Beberapa masalah yang dapat
diangkat sebagai contoh adalah seorang klien yang memilih
penghapusan dosa daripada berobat ke dokter.
3. Masalah Etika Dalam Praktik Keperawatan
Berbagai masalah etis yang di hadapi perawat dalam praktik keperawatan
telah menimbulkan konflik antara kebutuhan klien dengan harapan perawat dan
falsafah keperawatan.masalah etika keperawatan pada dasarnya merupakan
masalah etika kesehatan,dalam kaitan ini di kenal istilah etika biomedis atau
bioetis.istilah bioetismengandung arti ilmu yang mempelajari masalah yang
timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan.terutama di bidang bilogidan
kedokteran. Untuk memecahkan berbagai masalah bioetis,telah di bentuk suatu
organisasi internasional.para ahli telah mengidentifikasi masalah bioetis yang di
hadapi oleh para tenaga kesehatan,termasuk juga perawat.masalah etis yang akan
di bahas secara singkat di sini adalah berkata jujur, AIDS, abortus: menghentikan
pengobatan,cairan dan makanan;euntanasia,transplantasiorgan,inseminasi,artifisial
dan beberapa masalah etis yang langsung berkaitan dengan praktik keperawatan.
1) Berkata Jujur
Dalam konteks berkata jujur ( truth telling ). Ada suatu istilah yang disebut
desepsi.berasal dari kata decive yang berarti membuat orang percaya terhadap
suatu hal yang tidak benar,meniru,atau membohongi.desepsi meliputi berkata
bohong,mengingkari,atau menolak,tidak memberikan informasi dan memberikan
jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan atau memberikan penjelasan sewaktu
informasi di butuhkan. Berkata bohong merupakan tindakan desepsi yang paling
dramatis karena dalam tindakan ini, seorang di tuntut untuk membenarkan suatu
yang di yakini salah.salah satu contoh tindakan desepsi adalah perawat
memberikan obat plasebo dan tidak memebritahu klien tentang obat apa yang
sebenarnya yang di berikan tersebut.
Tindakan desepsi ini secara etika tidak di benarkan.para ahli etika
menyatakan bahwa tindakan desepsi membutuhkan keputusan yang jelas terhadap
siapa yang di harapkan melalui tindakan tersebut.konsep kejujuran merupakan
prinsip etis yang mendasari berkata jujur.seperti juga tugas yang lain,berkata jujur
bersifat prima facie ( tidak mutlak ) sehingga desepsi pada keadaan tertentu di
perbolehkan.berbagai alasan yang di kemukakan dan mendukung posisi bahwa
perawat harus berkata jujur, yaitu bahwa berkata jujur merupakan hal yang paling
penting dalam hubungan saling percaya perawat-klien,klienmempunyai hak untuk
mengetahui,berkata jujur merupakan kewajiban moral,menghilangkan cemas dan
penderitaan,meningkatkan kerja bersama klien maupun keluarga,dan memenuhi
kebutuhan perawat. Menurut free,alasan yang mendukung tindakan desepsi,
termasuk berkata bohong, mencakup bahwa klien tidak mungkin dapat menerima
kenyataan.secara profesional perawat mempunyai kewajiban tidak melakukan hal
yang merugikan klien dan desepsi mungkinmempunyai manfaat untuk
meningkatkan kerja sama klien.
2) AIDS
AIDS ( Acquired Immune Deficiency Syndrome) pada awalnya ditemukan pada
masyarakat gay di amerika serikat pada tahun 1980 atau 1981. AIDS juga pada mulanya
ditemukn di afrika. Saat ini AIDS hampir ditemukan di setiap negara, terutama indonesia. Oleh
karna pada awalnya di temukan pada masyarakat gay (homo seksual) maka kemuadian muncul
anggapan yang tidak tepat bahwa AIDS merupakan gay disease.Menurut forrester, pada
kenyataanya AIDS juga mengenai biseksual, hoteroseksual, kaum pengguna obat, dan
prostitusi.Keseimpulannya, AIDS tidak saja menimbulkan dampak pada penatalaksanaan klinis,
tetapi juga dampak sosial, kekhawatiran masyarakat, serta masalah hukum dan etika. Oleh karna
sifat virus penyebab AIDS yaitu HIV, dapat menular pada orang lain maka muncul ketakutan
masyarakat untuk berhubungan dengan penderita AIDS dan kadang-kadang penderita AIDS
sering di perilakukan tidak adil dan didiskriminasikan. Perilaku diskriminasi ini tidak saja terjadi
di masyarakat yang belum paham AIDS, tetapi juga di masyarakat yangsudah tau AIDS, juga
masyarakat yang paham AIDS.
Perawat yang bertanggung jawab dalam merawat klien AIDS akan mengalami berbagai
stres pribadi, termasuk takut tertular atau menularkan pada keluarga dan ledakan emosi bila
merawat klien AIDS fase terminal yang berusia muda dengan gaya hidup yang
bertentangandengan gaya hidup perawat. Pernyataan profesional bagi perawat yang mempunyai
tugas merawat klien yang terinfeksi virus HIV, membutuhkan klasifikasi nilai-nilai yang di
yakini perawat tentang hubungan homoseksual dan penggunaan/penyalahgunaan obat.Perwat
sangat berperan dalam perawatan klien, sepanjang infeksi HIV masih ada dengan berbagai
komplikasi sampai kematian tiba.Perawat terlibat dalam pembuatan keputusan tentang tindakan
atau terapi yang dapat di hentikan dan tetap menghargai martabat manusia.Pada saat tidak ada
terapi medis lagi yang dapat diberikan kepada klien, seperti mengidentifikasikan nilai-nilai,
menggali makna hidup klien, memberikan rasa nyaman, memberikan dukungan manusiawi, dan
membantu meninggal dunia dalam keadaan tentram dan damai.

3) Fertilasi in vitro, Inseminasi, Artifisial dan Pengontrolan Reproduksi


Fertilisasi in vitro, inseminasi artifisial, merupakan dua dari berbagai metode baru yang di
gunakan untuk mengontrol reproduksi. Menurut olshanky, kedua metode ini memberikan
harapan bagi pasangan infertil untuk mendapat kan keturunan.Fertilisasi in vitro merupakan
metode konsepsi yang dilakukan dengan cara membuat by pass pada tuba falopi wanita.
Tindakan ini di lakukan dengan cara memberikan hiperstimulasi ovarium untuk mendapatkan
bebrapa sel telur atau folikel yang siap dibuahi. Sel-sel telur ini kemuadian di ambil melalui
prosedur pembedahan. Proses pembuahan dilakukan dengan cara meletakan sel telur dalam
tabung dan mencampurinya dengan sperma pasangan wanita yang bersangkutan atau dari donor.
Sel telur yang telah dibuahi kemudian mengalami rangkaian proses pembelahan sel sampai
menjadi embrio, kemudian embrio ini di
pindahkan dalam uterus wanita dengan harapan dapat terjadi kehamilan. Inseminasi artifisial
merupakan prosedur untuk menimbuakan kehamilan dengan caramengumpulakan sperma
seorang pria yang kemudian di masukan ke dalam uterus wanita saat terjadi ovulasi.
Teknologi yang lebih baru pada inseminasi artifisial adalah dengan menggunakan
ultrasound dan stimulasi ovarium sehingga ovulasi dapat di harapkan pada waktu yang
tepat.Sperma di cuci dengancairan tertentu untuk mengendalikan motilitasnya, kemudian
dimasukan ke dalam uteruswanita. Berbagai masalah etika muncul berkaitan degan
teknologitersebut.masalah ini tidak saja dimiliki oleh para pasangan infertil, tim kesehatan yang
menangani, tetapi juga oleh masyarakat. Berbagai pertanyaan diajukan apa sebenarnya
hakikat/kemurnian hidup? Kapan awal hidup manusia?Hakikat keluarga?Apakah pendonor sel
telur atau sel sperma bisa dikatakan sebagai bagian keluarga? Bagaimana bila teknologi
dilakukan pada pasangan lesbian atau homoseksual ?Pendapat yang di ajukan oleh para ahli
cukup bervariasi. Pihak yang memberikan
dukukungan manyatakan bahwa teknologio btersebut pada dasar nya bertujuan untuk
memberikan harapan atau membantu pasangan intertil untuk mempunyai keturunan.
Pihak yang menolak menyatakan bahwa tindakan ini tidak di benarkan, terutama bila telur
atau sperma berasal dari donor beberapa gerakan wanita yang menyatakan bahwa tindakan
fertilisasi in vitro maupun inseminasi memperlakukan wanita secara tidak wajar dan hanya
wanita kalangan atas yang mendapat kan teknologi tersebut biaya yang cukup tinggi dalam
praktek ini sering pula hak para wanita untuk memilih di langgar. Kesimpulannya teknologi ini
memang merupakan masalah yang kompleks dan cukup jelas dapat melanggar nilai-nilai
masyarakat dan wanita tetapi cukup memberi harapan kepada pasangan infertil. Untuk
mengantisifasi nya di perlukan atauran atau undang-undang yang jelas perawat mempunyai
peran penting terutama memberikan konseling pada klien yang memutuskan akan melakukan
tindakan tersebut.

4) Abortus
Abortus telah menjadi salah satu perdebatan internasional masalah etika.Berbagai pendapat
bermunculan baik yang pro maupun yang kontra.Abortus secara umum dapat di artikan sebagai
penghemtian kehamilan secara spontan atau rekayasa.Pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi
adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan sedangkan pihak yang
antiaborsi cenderung mengartikan abprsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah.Dalam
membahas abortus biasanya di lihat dari dua sudut pandang , yaitu moral dan hukum. Secara
umum ada tiga pandangan yang dapat di pakai dalam memberi tanggapan terhadap abortus yaitu
pandangan konservatif, moderat, dan liberal.
a. Pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi apa pun
abortus tidak boleh di lakukan, termasuk dalam alasan penyelamatan (misalanya, bila
kehamilan di lanjutkan, akan menyebabkan ibu meninggal dunia).
b. Pandangan moderat, menurut pandangan moderat, abortus hanya merupakan suatu prima
fasia, kesalahan morarl dan hambatan penentangan abortus dapat di abaikan dengan
pertimbangan moral yang kuat. Contoh : abortus dapat dilakukan selama tahan
presentienc (sebelum vetus mempunyai kemampuan merasakan) contoh lain : abortus
dapat dilakukan bila kehamilan merupakan hasil Pemerkosaan atau kegagalan
kontrasepsi.
c. Pandanagn liberal, pandangan liberal menyatakan bahwa abortus secara moral di
perboleh kan atas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menganggap bahawa
vetus belum menjadi manusia.Vetus hanyalah sekelompok sel yang menempel di
dinding rahim wanita. Menurut pandangan ini,secara genetik vetus dapat di anggap
sebagai bakal manusia, tetapi secara moral vetus bukan manusia. Kesimpulannya,
apapun alasan yaang di kemukakan, abortus sering menimbulkan konflik nilai bagi
perawat bila ia haruss terlibat dalam tindakan abortus. Di beberaa negara, seperti
amerika serikat, inggris, ataupun australia di kenal dengan tatanan hukum
conscienceclauses yang memperbolehkan dokter, perawat, atau petugas rumah sakit
untuk menolak membantu pelaksanaan abortus.
Di indonesia, tindakan abortus di larang sejak tahun 1989 sesuai dengan pasal 346
sampai dengan 3349 KUHP, dinyatakan bahwa “barang siapa melakukan sesuatu
dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan, dapat dikenai
penjara”. Masalah abortus memang kompleks namun perawat profesional tidak
memperkenan kan memaksakan nilai-nilai yang ia yakini kepada klien yang memiliki
nilai berbeda, termasuk pandangan terhadap abortus.

5) Eutanasia
Eutanasia merupaka masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan utama di dunia
barat.Eutanasia berasal dari bahasa yunani. Eu (berarti mudah,bahagia, atau baik) thanatos
(bearti meninggal dunia) jadi bila di padukan bearti meninggal dunia dengan baik atau bahagia.
Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunter, involuter, aktif dan pasif.Pada
kasus eutanasia volunter, klien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal dunia.Pada
eutanasia involuter tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar
persetujuan dari klien dan sering kali melanggar keinginan klien.Eutanasia aktif melibatkan suatu
tindakan sengaja yang menyebabkan klien meninggal.Eutanasia aktif merupakan tindakan yang
melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359.Eutanasia pasif
dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan
hidup, (misalnya antibiotik, nutrisi, cairan, respirator, yang tidak di perlukan lagi oleh
klien).Eutanasia pasif sering disebut sebagai eutanasia negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan
fatwa IDI.Kesimpulannya berbagai argumentasi telah diberikan oleh para ahli tentang eutanasia
baik yang mendukung maupun yang menolaknya.

6) Penghentian Pemberian Makanan, Cairan, dan Pengobatan


Makanan dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia.Memenuhi kebutuhan makanan
dan minuman adalah tugas perawat.Selama perawatan sering kali perawat menghentikan
pemberian makanan dan minuman, terutama bila pemberian tersebut justru membahayakan
klien.Masalah etika dapat muncul pada keadaan terjdi ketidak jelasaan antara pemberi
menghentikan makanan dan minuman serta ketidak pastian tentang hal yang lebih
menguntungkan klien.Ikatan perawat amerika (ANA, 1988) menyatakan bahwa tindakan
peenghentian dan peemberian makan kepada klien oleh perawat secara hukum di perbolehkan
dengan pertimbangan tindakan ini menguntungkan klien.
7) Transplantasi Organ
Pada saat ini dunia kedokteran di indonesia telah memasuki teknologi yang lebih tinggi.
Transplantasi organ yang dahulu hanya dilakukan hanya di lakukan ddi rumah sakit luar negeri
untuk saat ini telah dapat di lakukan di indonsia (misalnya: transplantasi kornea, ginjal, dan
sumsum tulang)Menurut helsinki tidak semua perawat terlibat dalam tindakan ini namum dalam
beberapa hal perawat cukup berperan seperti merawat dan meningkatkankesehatan pemberi donor
membntu di kamar operasi dan merawat klien setelah transpalntasi. Pelaksanaan transplantasi
organ di indonesia di atur dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1981 tentang bedah mayit
klinis dan bedah mayat anatomis/transplantasi alat atau jaringan tubuh merupakan pemindahan
alat/jaringan tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan alat/jaringan
tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Tindakan transplantasi tidak menyalahi semua agama
dan kepercayaan kepada tuhan YME asalkan penentuaan saat mati dan penyelenggaraan jenazah
terjamin dan tidak terjadi penyalahgunaan

4. Masalah Perawat dengan Perawat

Dalam membina hubungan antarsesama perawat yang ada, baik dengan lulusan S.Kep
maupun DIII Keperawatan (Am.Kep) diperlukan adanya sikap saling menghargai dan saling
toleransi sehingga sebagai perawat baru dapat mengadakan pendekatan yang baik dengan kepala
ruangan, dan juga para perawat lainnya.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan sesama
perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap klien. Dalam
menjalankan tugasnya, perawat harus dapat membina hubungan baik dengansesama perawat
yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat
harus mempunyai rasa saling menghargai dan saling toleransi yang tinggi agar tidak terjadi sikap
saling curiga dan benci. 33
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien komunikasi antartenaga kesehatan
terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana
tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan
atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural, dan hubungan
intrapersonal.

a. Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu
organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi
ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan
sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat
menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku
ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di
sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau
palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan
ejekan dan hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan
menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang
timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan
kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang
menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam
organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-
kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam
ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang
terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau
bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter
juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-
usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak
mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan
saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh
suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam
pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-
kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak
puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu
percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin
dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan
semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan
pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang
muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di
dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang
lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya
konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan
tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu,
lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut
karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali
mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada
waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan
dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh
peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada
klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing
mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini
sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu
oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya,
sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu
tugas pada individu atay kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber
absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu
terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik
yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa
segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani
klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau
kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu
tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat
memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang
perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan
perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan
dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh
dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang
tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik.
Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem
imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering
menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan
suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan
bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali
berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
b. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika dan
daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah
untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus
diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki
dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus dapat
diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi yang akurat,
tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan
keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi
pendukung tersebut.
5. Perawat dengan Profesi Lain yang Terkait
Dalam melaksanakan tugasnya. Perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan
profesi lain. Profesi lain diantaranya dokter,ahli gizi,tenaga laboratorium, tenaga rontgen dan
sebagainya.
Dalam menjalakan tugasnya. Setiap profesi di tuntut untuk mempertahankan kode etik
profesi masing-masing. Kelanacaran tugas masing-masing profesi tergantung dari ketaatannya
dalam menjalankan dan mempertahankan kode etik profesi.Bila setiap profesi telah dapat saling
menghargai. Maka hubungan kerjasama akan dapat terjalin dengan baik. Walaipun pada
pelaksanaannya sering juga terjadi konflik-konflik etis.
Hubungan perawat dan dokter telah seiring dengan perkembangan kedua profesi ini.
Tetapi tidak terlepas dari sejarah. Yaitu berkaitan dengan sifat disiplin ilmu/pendidikan. Latar
belakang personal dan lain-lain. Bila dilihat dari sudut sejarah. Bidang kedokteran telah
dikembangkan lama sebelum bidang keperawatan.
Kedokteran dan keperawatan walaupun kedua disisplin ilmu ini sama-sama berfokus pada
manusia.Pathernalistik,yang mencerminkan figur seseorangBapak.
Pemimpin dan pembuat keputusan. Sedangkan keperawatan lebih bersifat mothernalistic. Yang
mencerminkan figur ibu (mother instinct)dalam memberikan asuhan, kasih sayang dan bantuan.
Perkembangan ilmu keperawatan saat maju pesat, terlihat dari berbagai perkembangan
teori dan konsep dalam sikap dan pandangan terhadap keperawatan
serta pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan pandangan tentang keperwatan sebagai
pelayanan profesional.mendorong berkembangnya dan dimanfaatkannya keperawatan saat ini
maju pesat, terlihat dari berbagaiperkembangan teori dan konsep dalam sikap dan pandangan
terhadapkeperawatan serta pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan pandangantentang
keperawatan sebagai pelayanan profesional, mendorongberkembangnya dan dimanfaatkannya
ilmu keperawatan, yaitu pemberianpelayanan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan denganmenggunakan pendekatan penyelesaian masalah serta berdasarkan
kepadaetika dan etiket keperawatan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien serta hubungandengan dokter,
dikenal beberapa peran perawat, yaitu peran mandirimerupakan peran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang dapatdipertanggungjawabkan oleh perawat secara
mandiri, kemudian perawatdelegatif perawat dalam melaksanakan program kesehatan yang
pertanggungjawabannya dipegang oleh dokter, misal dalam pemberian obat-obatandidelegasikan
tugas dokter kepada perawat dan peran kolaborasi merupakanperan perawat dalam mengatasi
permasalahan secara team work dengan timkesehatan.
Dalam pelaksanaannya, apabila setiap profesi telah dapat salingmenghargai,
menghormati, hubungan kerja sama akan dapat terjalin denganbaik walaupun pada
pelaksanaannya sering terjadi konflik etisberkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut
diantaranya adalahdokter, ahli gizi, tenaga laboratorium, tenaga rontgen, dan sebagainya.
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap profesi dituntut untukmempertahankan kode etik
profesi masing-masing. Tergantung dariketaatannya dalam menjalankan serta mempertahankan
kode etik profesinya.Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, hubungan kerja sama
akanterjalin dengan baik, walaupun pada pelaksanannya sering juga terjadi konfliketis antara
perawat, klien dan dokter.
Contoh 1 : Seorang ahli bedah, kepala staf pembedahan, mengunjungi unitkeperawatan rumah
sakit di suatu petang untuk membahas pembedahan klienpada keesokan harinya.
Perawat mencium bau

alkohol dalam napas ahli bedahtersebut dan pembicaraan ahli bedah tersebut
sambung-menyambung sertalangkahnya tidak seimbang.
Pertanyaan : Apakah perawat melaporkan hal ini atau mengabaikannya
Contoh 2 : Seorang dokter merawat klien lansia di bagian rawat jangka
panjang. Peraturan di bagian tersebut menyebutkan , “setiap klien harus
dikunjungi oleh dokternya paling sedikit 30 hari dan kunjungan tersebut
didokumentasikan pada catatan klien.”
Langkah-langkah dalam penyelesaian konflik di atas adalah :
1. Mengakui adanya konflik
2. Mengidentifikasi konflik
3. Mendengarkan semua pandangan
4. Mengeksplorasi cara mengatasi konflik
5. Mencapai kesepakatan solusi
6. Menjadwalkan tindak lanjut, mengkaji wewenang yang jelas
a. Upaya untuk Mencegah Konflik
1. Uraian tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang jelas
2. Komunikasi vertikal dan horizontal
3. Adanya mekanisme penyampaian keluhan
4. Keterbukaan
5. Keadilan
6. Pengamatan atau pemantauan gairah kerja
7. Keikutsertaan semua tim kesehatan dalam mengambil keputusan
8. Bimbingan dan penyuluhan
Berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalahdokter, ahli
gizi, tenaga laboratorium, tenaga rontgen, dan sebagainya.Dalam melaksanakan tugasnya, setiap
profesi dituntut untukmempertahankan kode etik profesi masing-masing. Tergantung
dariketaatannya dalam menjalankan serta mempertahankan kode etik profesinya.
Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, hubungan kerja sama akanterjalin
dengan baik, walaupun pada pelaksanannya sering juga terjadi konflik
etis antara perawat, klien dan dokter.

6. Konflik Etis Antara Perawat, Klien dan Dokter


Dalam melaksanakan praktik keperawatan, tindakan mandiri perawatprofesional melalui kerja
sama yang bersifat kolaboratif, baik dengan klienmaupun tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatanholistik sesuai wewenang tanggung jawabnya (CSH, 1992).
Oleh karena itu,dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa
7. Profil Perawat yang Diharapkan oleh Masyarakat
Untuk masa-masa mendatang, dengan ditetapkannya dasar pendidikankeperawatan
jenjang perguruan tinggi, perawat diharapkan dapatmelaksanakan tugas-tugas keperawatan
dengan lebih profesional. Padaumumnya, masyarakat, terutama pasien yang sedang dirawat,
sangatmengharapkan perawatnya berpenampilan ideal baik fisik maupun mentalnya.Penampilan
perawat yang diharapkan (Hj. Nila Ismani, SKM, 2000)adalah sebagai berikut :
1. Sehat dengan postur tubuh yang ideal sehingga dapat memberikan
pertolongan dengan baik
2. Pakaian seragam yang digunakan bersih, rapi, dan sesuai ukuran tubuh
sehingga tidak terlalu sempit atau tidak terlalu longgar
3. Dandanannya sederhana, tidak menyolok atau berlebihan
4. Anggun dan murah senyum
5. Ramah dan sopan santun
6. Memberi perhatian pada pasien
7. Jujur dan selalu menepati janjinya
8. Bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan dan bertanggung gugat
atas akibat yang mungkin terjadi
9. Dapat bekerja sama baik dengan pasien dan keluarganya serta dengan
teman sejawat serta teman sekerjanya
10. Tugas dalam bertindak sesuai dengan pengetahuan dan kebijakan serta
pertimbangan yang matang
11. Bekerja dengan menggunakan sarana dan fasilitas yang ada secara efektif
dan efisien
12. Sabar, penuh perhatian, dan percaya diri
13. Menguasai ilmu pengetahan, ketrampilan, dan sikap profesional
keperawatan

Anda mungkin juga menyukai