2) Pengertian Moral
Moral adalah perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang
merupakan “standar perilaku” dan “nilai yang harus diperhatikan bila
seseorang menjadi anggota masyarakat tempat ia tinggal.
Menurut asal usul “moral” berasal dari kata “mores” dari bahasa
latin, lalu kemudian diartikan atau diterjemahkan jadi “aturan kesusilaan”
ataupun suatu istilah yang digunakan untuk menentukan sebuah batas-
batas dari sifat orang lain, kehendak, pendapat atau batasan perbuatan
yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik maupun buruk.
4) Abortus
Abortus telah menjadi salah satu perdebatan internasional masalah etika.Berbagai pendapat
bermunculan baik yang pro maupun yang kontra.Abortus secara umum dapat di artikan sebagai
penghemtian kehamilan secara spontan atau rekayasa.Pihak yang pro menyatakan bahwa aborsi
adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan sedangkan pihak yang
antiaborsi cenderung mengartikan abprsi sebagai membunuh manusia yang tidak bersalah.Dalam
membahas abortus biasanya di lihat dari dua sudut pandang , yaitu moral dan hukum. Secara
umum ada tiga pandangan yang dapat di pakai dalam memberi tanggapan terhadap abortus yaitu
pandangan konservatif, moderat, dan liberal.
a. Pandangan konservatif, abortus secara moral jelas salah, dan dalam situasi apa pun
abortus tidak boleh di lakukan, termasuk dalam alasan penyelamatan (misalanya, bila
kehamilan di lanjutkan, akan menyebabkan ibu meninggal dunia).
b. Pandangan moderat, menurut pandangan moderat, abortus hanya merupakan suatu prima
fasia, kesalahan morarl dan hambatan penentangan abortus dapat di abaikan dengan
pertimbangan moral yang kuat. Contoh : abortus dapat dilakukan selama tahan
presentienc (sebelum vetus mempunyai kemampuan merasakan) contoh lain : abortus
dapat dilakukan bila kehamilan merupakan hasil Pemerkosaan atau kegagalan
kontrasepsi.
c. Pandanagn liberal, pandangan liberal menyatakan bahwa abortus secara moral di
perboleh kan atas dasar permintaan. Secara umum pandangan ini menganggap bahawa
vetus belum menjadi manusia.Vetus hanyalah sekelompok sel yang menempel di
dinding rahim wanita. Menurut pandangan ini,secara genetik vetus dapat di anggap
sebagai bakal manusia, tetapi secara moral vetus bukan manusia. Kesimpulannya,
apapun alasan yaang di kemukakan, abortus sering menimbulkan konflik nilai bagi
perawat bila ia haruss terlibat dalam tindakan abortus. Di beberaa negara, seperti
amerika serikat, inggris, ataupun australia di kenal dengan tatanan hukum
conscienceclauses yang memperbolehkan dokter, perawat, atau petugas rumah sakit
untuk menolak membantu pelaksanaan abortus.
Di indonesia, tindakan abortus di larang sejak tahun 1989 sesuai dengan pasal 346
sampai dengan 3349 KUHP, dinyatakan bahwa “barang siapa melakukan sesuatu
dengan sengaja yang menyebabkan keguguran atau matinya kandungan, dapat dikenai
penjara”. Masalah abortus memang kompleks namun perawat profesional tidak
memperkenan kan memaksakan nilai-nilai yang ia yakini kepada klien yang memiliki
nilai berbeda, termasuk pandangan terhadap abortus.
5) Eutanasia
Eutanasia merupaka masalah bioetik yang juga menjadi perdebatan utama di dunia
barat.Eutanasia berasal dari bahasa yunani. Eu (berarti mudah,bahagia, atau baik) thanatos
(bearti meninggal dunia) jadi bila di padukan bearti meninggal dunia dengan baik atau bahagia.
Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunter, involuter, aktif dan pasif.Pada
kasus eutanasia volunter, klien secara sukarela dan bebas memilih untuk meninggal dunia.Pada
eutanasia involuter tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar
persetujuan dari klien dan sering kali melanggar keinginan klien.Eutanasia aktif melibatkan suatu
tindakan sengaja yang menyebabkan klien meninggal.Eutanasia aktif merupakan tindakan yang
melanggar hukum dan dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345, dan 359.Eutanasia pasif
dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan
hidup, (misalnya antibiotik, nutrisi, cairan, respirator, yang tidak di perlukan lagi oleh
klien).Eutanasia pasif sering disebut sebagai eutanasia negatif, dapat dikerjakan sesuai dengan
fatwa IDI.Kesimpulannya berbagai argumentasi telah diberikan oleh para ahli tentang eutanasia
baik yang mendukung maupun yang menolaknya.
Dalam membina hubungan antarsesama perawat yang ada, baik dengan lulusan S.Kep
maupun DIII Keperawatan (Am.Kep) diperlukan adanya sikap saling menghargai dan saling
toleransi sehingga sebagai perawat baru dapat mengadakan pendekatan yang baik dengan kepala
ruangan, dan juga para perawat lainnya.
Sebagai anggota profesi keperawatan, perawat harus dapat bekerja sama dengan sesama
perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terhadap klien. Dalam
menjalankan tugasnya, perawat harus dapat membina hubungan baik dengansesama perawat
yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Dalam membina hubungan tersebut, sesama perawat
harus mempunyai rasa saling menghargai dan saling toleransi yang tinggi agar tidak terjadi sikap
saling curiga dan benci. 33
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien komunikasi antartenaga kesehatan
terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana
tindakan yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan
atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi hubungan profesional, hubungan struktural, dan hubungan
intrapersonal.
a. Penyebab Konflik
Banyak faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam suatu
organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang, stres, kondisi
ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan
sumber daya, proses perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1. Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional, dapat
menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan orang lain. Perilaku
ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan
menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di
sengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau
palsu dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan
ejekan dan hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan
menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres, juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang
timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan
kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang
menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam
organisasi, misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan kegiatan-
kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam
ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang
terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau
bangsal, dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter
juga mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan usulan-
usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang tidak
mau menerima umpan balik dari perawat, atau perawat yang merasa tidak acuh dengan
saran-saan dari dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh
suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam
pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal. Misalnya kata-
kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari perawat sebagai bentuk ketidak
puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi lain.
5. Perbedaaan nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu
percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga menjadi tidak yakin
dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim kesehatan lain. Keadaan ini akan
semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan
pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang
muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable di
dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang
lebih dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan terjadinya
konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok didalam tatanan organisasi (seperti bangsal keperawatan) diberikan
tanggung jawab oleh manager untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu,
lantas memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut
karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan dengan kelompo lain.
7. Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan seringkali
mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih dari satu peran pada
waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak ditemukan
dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di komunitas. Contoh
peran ganda, antara lain satu sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada
klien, namun pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing
mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi ini
sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus dikerjaka terlebih dahulu
oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya,
sering terjadi kegagalan melakukan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu
tugas pada individu atay kelompok.
8. Kekurangan sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber
absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia, sering memicu
terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan organisasi. Contoh konflik
yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk memperoleh uang melalui pemikiran bahwa
segala sesuatu pasti di hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani
klien, dan tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau
kedudukan.
9. Perubahan dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu
tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, dapat
memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan perubahan, memandang
perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan
perubaan akan menjadi tidak nyaman bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan
dilakukan terlalu dalam tatanan organisasinya.
10. Imbalan, beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh
dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan pembagian yang
tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering menyebabkan munculnya konflik.
Terlebih lagi bila individu yang bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem
imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan professional sering
menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat memunculkan
suatu konflik.
11. Komunikasi dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager, penggunaan
bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang tidak tepat sering kali
berujung dengan terjadinya konflik ditatanan organisasi yang bersangkutan.
b. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika dan
daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan. Sekalipun tidak mudah
untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus
diambil dalam setip kegiatan yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki
dampak pada waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil harus dapat
diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi yang akurat,
tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan
keputusan yang mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi
pendukung tersebut.
5. Perawat dengan Profesi Lain yang Terkait
Dalam melaksanakan tugasnya. Perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi dengan
profesi lain. Profesi lain diantaranya dokter,ahli gizi,tenaga laboratorium, tenaga rontgen dan
sebagainya.
Dalam menjalakan tugasnya. Setiap profesi di tuntut untuk mempertahankan kode etik
profesi masing-masing. Kelanacaran tugas masing-masing profesi tergantung dari ketaatannya
dalam menjalankan dan mempertahankan kode etik profesi.Bila setiap profesi telah dapat saling
menghargai. Maka hubungan kerjasama akan dapat terjalin dengan baik. Walaipun pada
pelaksanaannya sering juga terjadi konflik-konflik etis.
Hubungan perawat dan dokter telah seiring dengan perkembangan kedua profesi ini.
Tetapi tidak terlepas dari sejarah. Yaitu berkaitan dengan sifat disiplin ilmu/pendidikan. Latar
belakang personal dan lain-lain. Bila dilihat dari sudut sejarah. Bidang kedokteran telah
dikembangkan lama sebelum bidang keperawatan.
Kedokteran dan keperawatan walaupun kedua disisplin ilmu ini sama-sama berfokus pada
manusia.Pathernalistik,yang mencerminkan figur seseorangBapak.
Pemimpin dan pembuat keputusan. Sedangkan keperawatan lebih bersifat mothernalistic. Yang
mencerminkan figur ibu (mother instinct)dalam memberikan asuhan, kasih sayang dan bantuan.
Perkembangan ilmu keperawatan saat maju pesat, terlihat dari berbagai perkembangan
teori dan konsep dalam sikap dan pandangan terhadap keperawatan
serta pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan pandangan tentang keperwatan sebagai
pelayanan profesional.mendorong berkembangnya dan dimanfaatkannya keperawatan saat ini
maju pesat, terlihat dari berbagaiperkembangan teori dan konsep dalam sikap dan pandangan
terhadapkeperawatan serta pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan pandangantentang
keperawatan sebagai pelayanan profesional, mendorongberkembangnya dan dimanfaatkannya
ilmu keperawatan, yaitu pemberianpelayanan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan denganmenggunakan pendekatan penyelesaian masalah serta berdasarkan
kepadaetika dan etiket keperawatan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien serta hubungandengan dokter,
dikenal beberapa peran perawat, yaitu peran mandirimerupakan peran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang dapatdipertanggungjawabkan oleh perawat secara
mandiri, kemudian perawatdelegatif perawat dalam melaksanakan program kesehatan yang
pertanggungjawabannya dipegang oleh dokter, misal dalam pemberian obat-obatandidelegasikan
tugas dokter kepada perawat dan peran kolaborasi merupakanperan perawat dalam mengatasi
permasalahan secara team work dengan timkesehatan.
Dalam pelaksanaannya, apabila setiap profesi telah dapat salingmenghargai,
menghormati, hubungan kerja sama akan dapat terjalin denganbaik walaupun pada
pelaksanaannya sering terjadi konflik etisberkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut
diantaranya adalahdokter, ahli gizi, tenaga laboratorium, tenaga rontgen, dan sebagainya.
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap profesi dituntut untukmempertahankan kode etik
profesi masing-masing. Tergantung dariketaatannya dalam menjalankan serta mempertahankan
kode etik profesinya.Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, hubungan kerja sama
akanterjalin dengan baik, walaupun pada pelaksanannya sering juga terjadi konfliketis antara
perawat, klien dan dokter.
Contoh 1 : Seorang ahli bedah, kepala staf pembedahan, mengunjungi unitkeperawatan rumah
sakit di suatu petang untuk membahas pembedahan klienpada keesokan harinya.
Perawat mencium bau
alkohol dalam napas ahli bedahtersebut dan pembicaraan ahli bedah tersebut
sambung-menyambung sertalangkahnya tidak seimbang.
Pertanyaan : Apakah perawat melaporkan hal ini atau mengabaikannya
Contoh 2 : Seorang dokter merawat klien lansia di bagian rawat jangka
panjang. Peraturan di bagian tersebut menyebutkan , “setiap klien harus
dikunjungi oleh dokternya paling sedikit 30 hari dan kunjungan tersebut
didokumentasikan pada catatan klien.”
Langkah-langkah dalam penyelesaian konflik di atas adalah :
1. Mengakui adanya konflik
2. Mengidentifikasi konflik
3. Mendengarkan semua pandangan
4. Mengeksplorasi cara mengatasi konflik
5. Mencapai kesepakatan solusi
6. Menjadwalkan tindak lanjut, mengkaji wewenang yang jelas
a. Upaya untuk Mencegah Konflik
1. Uraian tugas, tanggung jawab, dan wewenang yang jelas
2. Komunikasi vertikal dan horizontal
3. Adanya mekanisme penyampaian keluhan
4. Keterbukaan
5. Keadilan
6. Pengamatan atau pemantauan gairah kerja
7. Keikutsertaan semua tim kesehatan dalam mengambil keputusan
8. Bimbingan dan penyuluhan
Berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalahdokter, ahli
gizi, tenaga laboratorium, tenaga rontgen, dan sebagainya.Dalam melaksanakan tugasnya, setiap
profesi dituntut untukmempertahankan kode etik profesi masing-masing. Tergantung
dariketaatannya dalam menjalankan serta mempertahankan kode etik profesinya.
Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, hubungan kerja sama akanterjalin
dengan baik, walaupun pada pelaksanannya sering juga terjadi konflik
etis antara perawat, klien dan dokter.