Anda di halaman 1dari 17

POLITIK DALAM HINDU

• Pertama, komitmen pengorbanan tanpa pamrih kepada bangsa dan


negara sebagaimana diajarkan Sri Kresna kepada Arjuna.
• Kedua, komitmen tanpa pamrih itu dilandasi oleh nasionalisme yang
kental sebagai implementasi konsep dharma negara.
• ketiga, dalam proses mengisi kemerdekaan umat Hindu di seluruh
Indonesia menjadi warga negara yang komitmen untuk berpartisipasi
secara aktif dalam proses pembangunan tanpa pernah menyulitkan
kekuasaan.
• Bagi pemeluk Hindu, menurut Ida Bhagawan Dwija, etika
berpolitik terdapat dalam kitab suci Veda yaitu Rgveda,
Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda. Politik dalam Veda
menitikberatkan pada kewajiban pemimpin pemerintahan
dan rakyat untuk bersama-sama menegakkan kejayaan
bangsa dan negara, yang dikenal dengan istilah “dharma
negara”. Jika dikaji, ternyata prinsip kedaulatan rakyat diatur
dalam Veda.
• sejalan dengan perjuangan bangsa kita untuk mengisi
Kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia melalui
Pembangunan Nasional yang meliputi segala aspek
guna menuju masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur, merata material dan sepiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, maka pembangunan itu
berhasil apabila ada keseimbangan antara kebutuhan
material dan sepiritual masyarakat.
• Kewajiban moral agama untuk ikut mengarahkan politik agar tidak
berkembang menurut seleranya sendiri yang bisa membahayakan
kehidupan. Agar agama dapat menjalankan peran moral tersebut,
maka agama harus dapat mengatasi politik, bukan terlibat langsung ke
dalam politik praktis. Karena bila agama berada di dalam kooptasi
politik, maka agama akan kehilangan kekuatan moralnya yang mampu
mengarahkan politik agar tidak berkembang menjadi kekuatan yang
menekan kehidupan dan menyimpang dari batas-batas moral dan
etika agama, masyarakat, dan hukum. 
• Dalam konteks keterkaitan ilmiah, maka hubungan antara agama dan
politik harus kita waspadai sehingga ia tidak sampai berjalan pada
posisi yang salah. Salah satu ukuran atau kunci yang paling mudah
dikenali agar kita dapat menarik batas yang mana politik yang harus
dihindari sehingga kita tidak terjebak ke dalam arus politik kotor.
• Jadi ada 2 hal keterkaitan yang menjadi wacana diskusi kita,
• pertama bagaimana agama dapat membentengi diri mereka dari
setiap kecenderungan/kekuatan politik yang berkembang di sekitar
mereka, sehingga agama dapat tetap menjadi kekuatan pembebas
dan bukan sebaliknya menjadi yang dibebaskan atau pencipta
masalah karena telah terdistorsi oleh kekuatan-kekuatan politik
tersebut.
• Kedua bagaimana agama dapat memainkan peran moral mereka
untuk ikut mengarahkan politik agar tidak berkembang menjadi
kekuatan yang menyimpang dan menekan kehidupan.
• Tetapi kedua hal di atas hanya dapat berjalan dengan baik bila kita
memiliki pemahaman yang cukup mendalam atas setiap proses politik
yang berjalan. Tanpa adanya pemahaman atas proses politik, sulit
bagi kita untuk membentengi diri karena proses pemahaman tersebut
akan menimbulkan kepekaan nurani pada saat politik berjalan pada
arah yang salah, sekaligus menimbulkan suatu perencanaan
bagaimana arah politik yang seharusnya dan diharapkan, dengan
mempertimbangkan nilai-nilai yang menjadi keyakinan kita, baik
menyangkut rasa keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan.
• Sebaliknya, kebutaan kita atas persoalan politik akan membuat kita
begitu mudah dibodohi oleh kepentingan-kepentingan dan muatan-
muatan politik yang tidak jelas arahnya. Jadi usaha agar agama tidak
dikotori dan diberi muatan politik tidak berarti agama harus
mengalami pendangkalan fungsinya sebagai agen pembebas. Justru
pemahaman atas proses politik diperlukan karena agama memiliki
peranan yang penting agar nilai-nilai moral dan spiritual mampu
memberikan muatan bagi politik, bukan sebaliknya.
• Berikut deretan sloka suci yang menurut Ida Bhagawan Dwija
bermakna amat dalam:
• Bentuk pemerintahan menurut Veda adalah berkedaulatan rakyat:
mahate janarajyaya (yajurveda ix. 40)
• Semoga Tuhan membimbing kami ke sebuah negara yang
berkedaulatan rakyat.
Lebih jauh diulas pula bahwa rakyat yang merdeka, sejahtera dan
berdaulat adalah kekuatan utama bagi tegaknya suatu bangsa:
Uttaram rastram prajaya uttara vat (atharvaveda xii.3.10)
• Para politisi yang bersaing menguasai pemerintahan disyaratkan
dalam Veda agar selalu memperhatikan kepentingan rakyat karena
landasan seorang pemimpin adalah rakyatnya:
Visi raja pratisthitah (yayurveda xx.9)
• karena itu pemimpin hendaklah berupaya meningkatkan kualitas
rakyat:
Pra jam drmha (yayurveda v.27)
• memelihara kesejahteraan rakyat:
Sivam prajabhyah (yayurveda xi.28)
• membahagiakan rakyat:
Panca ksitinam dyumnam a bhara (samaveda 971)
• memperhatikan keluhan rakyat:
Visam visam hi gacchathah (samaveda 753)
• Visam visam hi gacchathah (samaveda 753)
• dan memakmurkan rakyat:
Prajam ca roha-amrtam ca roha (atharvaveda xiii.1.34)
• Sebaliknya rakyat pun wajib mematuhi perintah-perintah pemimpin
bangsa:
Tasya vratani-anu vas caramasi (rgveda viii.25.16)
• selalu waspada pada hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan
bangsa:
vayam rastre jagryama purohitah (yayurveda ix.23)
• dan berani berkorban untuk kejayaan bangsa:
Vayam tubhyam balihrtah syama (atharvaveda xii.1.62)
• Kutipan-kutipan ayat-ayat suci yang disebutkan di atas memberikan
batasan kriteria, kualitas pemimpin yang bagaimana patut dipilih oleh
rakyat agar rakyat mendapatkan hak-haknya sebagai warganegara dan
kewajiban politik apa pula yang perlu dilakukan oleh rakyat. Rakyat
tidak dibenarkan untuk pasif atau apatis dalam kegiatan politik baik
sebagai pemilih maupun tergabung dalam kegiatan politik praktis,
karena itu merupakan swadarma warganegara dalam wujud bhakti.
• Dalam kehidupan berpolitik, menurut Ida Bhagawan Dwija, kasih sayang itu tetap
dipegang sebagaimana ditulis dalam kitab suci Bhagawadgita XII.13:
• Advesta Sarva Bhutanam Maitrah Karuna Eva Ca, Nirmamo Nirahankarah Sama
Duhkha Sukhah Ksami (Dia yang tidak membenci semua mahluk, yang senantiasa
bersikap ramah dan bersahabat, bebas dari rasa keakuan dan kemilikan serta
pemaaf, berkeadaan sama dalam kesedihan maupun kesenangan).
• Sifat-sifat manusia pada umumnya dapat dibagi dua, yaitu sifat-sifat “kedewataan”
(Daiwi sampad) dan sifat-sifat “keraksasaan” (Asura Sampad). Sifat-sifat
kedewataan adalah tanpa kekerasan, menjunjung tinggi kebenaran, bebas dari
kemarahan, tanpa pamrih, tenang, tidak mencari-cari kesalahan orang lain, welas
asih, tidak lobha, sopan, dan rendah hati (Bhagawadgita XVI-2). Selain itu ia juga
berani, pemaaf, teguh, murni, tidak dengki, tidak sombong (Bhagawadgita XVI-3).
• Sifat-sifat keraksasaan adalah berlagak, angkuh, membanggakan diri,
marah, kasar, bodoh (Bhagawadgita XVI-4). Ia juga tidak bisa bekerja
dengan baik, jauh dari kebajikan dan kebenaran (Bhagawadgita XVI-7).
Tidak bermoral, tidak memuja Tuhan dengan mantap, dan penuh
nafsu keduniawian (Bhagawadgita XVI-8).
• Keranjingan dengan keinginan yang tak terhitung banyaknya yang
hanya berhenti pada kematian, memandang pemuasan keinginan
sebagai tujuan tertinggi, dan memastikan itulah segala-galanya
(Bhagawadgita XVI-11).
• Gambaran di atas meletakkan lebih utuh lagi bahwa sejatinya Agama
Hindu demikian memuliakan jalan politik dalam mencapai tujuan
kehidupan sejahtera lahir batin. Sederet ayat suci di atas menjadi
landasan filosofis dan normatis bagi tokoh Hindu dalam berkiprah di
dunia politik.
• Tujuan hidup umat hindu dan tujuan negara Republik Indonesia,
mempunyai arah yang sama yaitu ingin mensejahterakan warganya.
Hanya saja negara mempunyai tujuan mensejahterakan warganya
secara menyeluruh, sedangkan pada  umat Agama Hindu mempunyai
tujuan peribadi umat beragama namun disamping itu umat hindu juga
melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dalam membantu
mewujudkan tujuan Negara. Hindu membawa pengaruh yang sangat
kuat, Agama Hindu telah memberikan ciri untuk perjuangan dan
budaya kita termasuk budaya politik di Indonesia. Pengaruh politik
Hindu dalam Politik Indonesia, sudah melebur bersama budaya
Indonesia, yang terus berkembang

Anda mungkin juga menyukai