Anda di halaman 1dari 7

LEARNING JOURNAL

Angkatan : VII
Nama : Vijae Ricky Septrada, S.Pd
NDH : 38
Instansi : Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah
Nama Mentor : Janu, S.Pd
Jabatan Mentor : Kepala SMAN 1 Karusen Janang

NASIONALISME
A. Pokok Pikiran Nilai Nasionalisme
Nasionalisme sangat penting dimiliki oleh setiap pegawai ASN. Bahkan tidak
sekedar wawasan saja tetapi semangat jiwa nasionalisme dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya merupakan hal yang lebih penting. Dengan nasionalisme yang kuat, maka setiap
pegawai ASN memiliki orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa dan
negara. Nilai-nilai yang senantiasa berorientasi pada kepentingan publik (kepublikan)
mejadi nilai dasar yang harus dimiliki oleh setiap pegawai ASN. Sebagai pelaksana
kebijakan publik tentu setiap pegawai ASN harus memiliki nilai-nilai kepublikan,
berorientasi pada kepentingan publik dan senantiasa menempatkan kepentingan publik,
bangsa dan negara di atas kepentingan lainnya, mengedepankan kepentingan nasional
ketimbang kepentingan sektoral dan golongan.
Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil dan tidak
diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, harus bersikap profesional
dan berintegritas dalam memberikan pelayanan. Tidak boleh mengejar keuntungan pribadi
atau instansinya belaka, tetapi pelayanan harus diberikan dengan maksud memperdayakan
masyarakat, menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Senantiasa menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi, transparan, akuntabel, dan memuaskan
publik. Sebagai perekat dan pemersatu bangsa dan negara, setiap pegawai ASN harus
memiliki jiwa nasionalisme yang kuat, memiliki kesadaran sebagai penjaga kedaulatan
negara, menjadi pemersatu bangsa mengupayakan situasi damai di seluruh wilayah
Indonesia, dan menjaga keutuhan NKRI.
Makna nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran nasional yang
mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan
atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya
maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Nasionalisme dalam arti sempit
adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa
lain sebagaimana mestinya.
Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia
terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip
nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa
Indonesia senantiasa: menempatkan persatuan–kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan; menunjukkan
sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia
dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan
sikap saling mencintai sesama manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa. Untuk itu
setiap Pegawai Negeri Sipil sebagai bagian dari ASN harus menantiasa taat menjalankan
nilai-nilai Pancasila.
Sila ketuhanan dalam Pancasila menjadikan Indonesia bukan sebagai negara sekuler
yang membatasi agama dalam ruang privat. Pancasila justru mendorong nilai-nilai
ketuhanan mendasari kehidupan bermasyarakat dan berpolitik. Namun, Pancasila juga tidak
menghendaki negara agama, yang mengakomodir kepentingan salah satu agama. Karena
akan membawa pada tirani yang memberangus pluralitas bangsa. Indonesia bukan negara
sekuler sekaligus bukan negara agama. Adanya nilai-nilai ketuhanan dalam Pancasila berarti
negara menjamin kemerdekaan masyarakat dalam memeluk agama dan kepercayaan
masing-masing. Tidak hanya kebebasan dalam memeluk agama, negara juga menjamin
masyarakat memeluk kepercayaan. Dalam kehidupan di masyarakat, antarpemeluk agama
dan kepercayaan harus saling menghormati satu sama lain. Dengan berpegang teguh pada
nilai-nilai ketuhanan dapat memperkuat pembentukan karakter dan kepribadian, melahirkan
etos kerja yang positif, dan memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan potensi diri
dan kekayaan alam yang diberikan Tuhan untuk kemakmuran masyarakat.
Embrio bangsa Indonesia berasal dari pandangan kemanusiaan universal yang
disumbangkan dari berbagai interaksi peradaban dunia. Kemerdekaan Indonesia merupakan
ungkapan kepada dunia bahwa dunia harus dibangun berdasarkan kesederajatan antarbangsa
dan egalitarianisme antarumat manusia. Sila kedua Pancasila memiliki konsekuensi ke
dalam dan ke luar. Ke dalam berarti menjadi pedoman negara dalam memuliakan nilai-nilai
kemanusiaan dan hak asasi manusia. Negara menjalankan fungsi melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Konsekuensi ke luar berarti menjadi pedoman politik
luar negeri bebas aktif dalam rangka, ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dengan melandaskan
pada prinsip kemanusiaan ini, berbagai tindakan dan perilaku yang bertentangan dengan
nilai-nilai kemanusiaan tidak sepatutnya mewarnai kebijakan dan perilaku aparatur negara.
Sila ketiga Pancasila yaitu persatuan Indonesia dalam masyarakat plural seperti
Indonesia bukanlah sesuatu hal yang mudah. Sejak awal berdirinya Indonesia, agenda
membangun bangsa (nation building) merupakan sesuatu yang harus terus menerus dibina,
dilakukan dan ditumbuhkembangkan. Misalnya, membangun rasa kebangsaan dengan
membangkitkan sentiment nasionalisme yang menggerakkan suatu I‘tikad, suatu keinsyafan
rakyat, bahwa rakyat ini adalah satu golongan, satu bangsa. Keberadaan Bangsa Indonesia
terjadi memiliki satu nyawa, satu asal akal, yang tumbuh dalam jiwa rakyat sebelumnya
yang menjalani satu kesatuan riwayat, yang membangkitkan persatuan karakter dan
kehendak untuk hidup bersama dalam suatu wilayah geopolitik nyata. Sebagai
persenyawaan dari ragam perbedaan suatu bangsa mestinya memiliki karakter tersendiri
yang bisa dibedakan dari karakter unsur-unsurnya.
Sila ke-4 Pancasila mengandung ciri-ciri demokrasi yang dijalankan di Indonesia,
yakni kerakyatan (kedaulatan rakyat), 2) permusyawaratan (kekeluargaan), dan 3) hikmat-
kebijaksanaan. Demokrasi yang berciri kerakyatan berarti adanya penghormatan terhadap
suara rakyat. Rakyat berperan dan berpengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh pemerintah. Hikmat kebijaksanaan menghendaki adanya landasan etis
dalam berdemokrasi. Permusyawaratan dijalankan dengan landasan sila-sila Pancasila
lainnya, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan keadilan. Landasan Pancasila inilah
yang membedakan model demokrasi di Indonesia dengan demokrasi di negara-negara lain,
termasuk dengan demokrasi liberal dan demokrasi totaliter. Pemerintah dan wakil rakyat
diharapkan bisa mengetahui, memahami, dan merasakan, apa yang diinginkan rakyat dan
idealitas apa yang seharusnya ada pada rakyat, sehingga keputusan yang diambil adalah
keputusan yang bijaksana. Demokrasi permusyawaratan dijalankan tidak hanya dalam
bidang politik dan pemerintahan saja. Demokrasi permusyawaratan juga dijalankan dalam
berbagai pilar kehidupan bernegara. Demokrasi tidak hanya dijalankan secara prosedural
melalui pembentukan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif saja. Demokrasi juga
hendaknya dijalankan dalam bidang ekonomi, sosial, hukum, dan pelayanan publik.
Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, para pendiri
bangsa menyatakan bahwa Negara merupakan organisasi masyarakat yang bertujuan
menyelenggarakan keadilan. Untuk itulah diperlukan dua syarat yaitu adanya emansipasi
dan partisipasi bidang politik, yang sejalan dengan emansipasi dan partisipasi bidang
ekonomi. Kedua partisipasi inilah seringkali disebut dengan istilah Sosio Demokrasi.
Dengan kedua pendekatan tersebut, akan menghindarkan Indonesia dari Negara liberal, tapi
lebih menekankan Negara kesejahteraan. Hal ini sejalan dengan pemikiran para pendiri
bangsa yang lebih menghendaki Negara ini menjadi Negara kesejahteraan, yaitu suatu
bentuk pemerintahan demokratis yang menegaskan bahwa Negara bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat (setidaknya secara minimal). Negara juga berhak mengatur
pembagian kekayaan negara agar rakyat tidak ada yang kelaparan, rakyat bisa memperoleh
jaminan sosialnya. Keadilan sosial juga merupakan perwujudan imperative etis dari amanat
pancasila dan UUD 1945, sebagaimana terncantum dalam pasal 33 UUD 1945 yang
berbunyi; ”Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua
orang”.
Rasa Nasionalisme memberikan dorongan untuk mempertahankan negara  dari
kemungkinan adanya ancaman, gangguan, hambatan maupun tantangan (AGHT)
sehingga bangsa kita harus berkarakter kuat. Secara khusus bagi kita Warga Negara
Indonesia, kita harus memiliki sikap Nasionalisme dengan cara mematuhi hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta melestarikan budaya yang sangat
beragam. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang
menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu
bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan
paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan atau semangat patriotisme.
ASN yang memiliki Nasionalisme kuat akan memahami dan memiliki kesadaran
untuk mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan tugas
jabatannya. Sebagai ASN, nasionalisme diaktualisasikan sesuai dengan fungsi dan tugas
antara lain pada ranah berikut:
1. Pelaksana Kebijakan Publik:
Pelaksana kebijakan publik merupakan salah satu fungsi ASN (pasal 10 UU No. 5 tahun
2010 tentang Aparatur Sipil Negara. ASN sebagai eksekutor yang melaksanakan segala
peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan kebijakan publik di berbagai
bidang dan sektor pemerintahan. Sebagai pelaksana kebijakan publik ASN harus
memiliki karakter dan orientasi kepublikan yang kuat yaitu nilai kepublikan yang
berorientasi pada kepentingan publik, menempatkan kepentingan publik, bangsa dan
negara di atas kepentingan lainnya, kepentingan nasional diatas kepentingan sektoral
atau golongan, dan berintegritas tinggi (konsisten/istiqomah dalam tindakan, nilai,
prinsip, menjadi pribadi yang jujur dan memiliki karakter kuat) dan mampu
mengaktualisasikannya dalam setiap langkah-langkah pelaksanaan kebijakan publik.
2. Pelayanan Publik
Unsur-unsur dalam pelayanan publik adalah adanya organisasi penyelenggara, penerima
layanan, dan kepuasan pelanggan. ASN harus memiliki integritas tinggi dalam melayani
publik yang disesuaikan dengan kode etik dan kode perilaku ASN. Sebagai pelayan
publik kita harus bersikap adil dan tidak diskriminatif; profesional dan berintegritas
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, ASN harus menjunjung
tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi, transparan, akuntabel, dan memiliki
kinerja yang memuaskan publik dengan motto “melayani dengan amanah memberikan
yang terbaik”. Untuk menjadi ASN Profesional tentunya memerlukan keahlian khusus.
ASN menjadi perhatian dan sorotan masyarakat maka harus diketahui diera keterbukaan
informasi ini adanya tuntutan masyarakat agar bebas KKN, adanya kritik masyarakat
untuk bekerja secara professional dan memahami situasi krisis dengan memperhatikan
aspirasi masyarakat.
3. Sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa
Sebagai pemersatu bangsa ASN akan senantiasa setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah (UU No. 5 Tahun 2014 pasal 66 ayat 1-
2). Adanya Potensi Perusak Persatuan harus diwaspadai ditanggulangi seperti adanya
kelompok yang tidak setuju dengan ideologi negara Pancasila, penyalahgunaan
kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi, konflik pemekaran wilayah, konflik
pilkada, pilpres, daerah perbatasan dan munculnya ketidakpercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Sebagai ASN kita harus memiliki jiwa nasionalisme dan wawasan
kebangsaan yang kuat, memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga kedaulatan
negara, menjadi perekat dan pemersatu bangsa serta mengupayakan situasi yang
damai di seluruh wilayah Indonesia dan terus menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Peran ASN dalam menciptakan kondisi damai adalah
dengan bersikap netral dan adil, mengayomi kepentingan kelompok
minoritas dengan tidak membuat kebijakan diskriminatif, dan menjadi figur teladan di
lingkungan masyarakat. Pada akhirnya, rasa nasionalisme yang kuat ini
menjadikan ASN  yang  mampu mengaktualisasikan wawasan kebangsaan dan jiwa
nasionalisme dalam menjalankan profesinya sebagai pelayanan publik yang
berintegritas.

B. Penerapan Nilai Nasionalisme


Penerapan nasionalisme yang dapat dilakukan sebagai seorang guru dalam proses
pembelajaran dengan menerapkan nilai-nilai nasionalisme secara utuh dapat diterapkan
mulai dari sikap nasionalisme yang didasari penerapan sila pertama sampai sila kelima.
Adapun pelaksanaan pembelajaran dengan mengimplementasikan nilai nasionalisme
dilaksanakan dengan langkah-langkah berikut:
1. Pengamalan nilai Pancasila sila pertama yaitu setiap membuka pembelajaran diawali
dengan berdoa sebagai penanaman nilai-nilai religius.
2. Sebagai penanaman nilai sila kedua kemanusiaan khususnya persamSelama
melaksanakan perkuliahan dan praktikum mahasiswa dibrainstormning harus
menghormati dan menghargai semua civitas akademika seperti satpam, laboran,
pustakawan hingga clining service, sebagai penanaman nilai sila kedua kemanusiaan
khususnya persamaan derajat dan saling menghormati. Selain itu, dosen dalam
memperlakukan dan melayani mahasiswa tidak diskriminatif membedakan SARA.
4.     Penguatan rasa bangga dan cinta kepada tanah air, dengan menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Penanaman nilai Pancasila lainnya adalah dengan
memberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa dalam mata kuliah praktikum ini, tidak
mengedepankan kompetisi melainkan rasa solidaritas dan persatuan. Contohnya sebagai
wujud pengamalan nilai sila ke-3 ketika ada mahasiswa yang belum memahami materi
perkuliahan atau praktikum maka mahasiswa lain harus membantu. Petugas piket
membersihkan kelas atau lab sebelum dan sesudah praktikum sebagai penanaman
nilai gotong royong dan tolong menolong. Selain itu, sebagai dosen kita harus
bersifat demokratis, menghindari sikap otoriter selama pelaksanaan perkuliahan serta
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengemukanan
pendapat, musyawarah dan mufakat mengenai rencana kegiatan pretes-postes dan
mekanisme responsi praktikum serta menghargai pendapat mahasiswa dan bijaksana serta
berlapang dada menanggapi kritik dan saran mahasiswa terhadap evaluasi pelaksanaan
kuliah atau praktikum untuk perbaikan kedepan sebagai bentuk mengalaman nilai sila ke-4
kerakyatan.
5.     Melakukan proses penilaian terhadap sikap selain penilaian terhadap pengetahuan dan
keterampilan. Sebagai contoh, ketika mahasiswa telah menyelesaikan praktikum dan laporan
dengan benar, tetapi ketahuan bahwa laporan tersebut merupakan hasil menyontek milik
temannya, maka mahasiswa tersebut harus diberi sanksi sesuai dengan ketentuan dan
peratuaran yang berlaku agar tidak mengulangi perbuatannya serta sebagai bentuk
sikap adil dosen terhadap mahasiswa lain yang menjaga integritas dan kejujuran.
6.     Sebagai pelaksana kebijakan publik, saya siap melaksanakan hasil keputusan rapat atau
kebijakan jurusan/prodi; sebagai pelayan publik, siap melayani mahasiswa bimbingan
akademik (PA), konsultasi dll tanpa membeda-bedakan SARA, serta sebagia perekat dan
pemersatu bangsa senantiasa bersikap netral dan adil; mengayomi kepentingan kelompok
minoritas dengan tidak membuat kebijakan diskriminatif; dan menjadi figur teladan bagi
mahasiswa dan civitas akademika.
A. Pokok Pikiran Nilai Etika Publik
B. Penerapan Nilai Etika Publik

Anda mungkin juga menyukai