Anda di halaman 1dari 94

Pendahuluan

Ketergantungan dan penyalahgunaan zat >300 tahun yang lalu sejenis zat psikoaktif yang
bukan merupakan masalah baru di Indonesia disebut opium terlah di perdagangkan dan disalah
gunakan oleh sekeolompok masyarakat di jawa dan
sumatera.

Tahun 1970 peredaran morfin dimulai lalu


1990 peredaran gol opioid menanjak tajam
diikuti penurunan opioid lainnya seperti
terutama dari heroin diikuti gol.
petidin
Amphetamine type stimulants

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Epidemiologi Jenis
Snyder menyebutkan, setiap zat berpengaruh terhadap susunan saraf
pusat tersebut sebagai: psychoactive drugs (zat psikoaktif) yangSintesis
Tumbuhan
•2008 prevalensi (Natural,
penyalah Alami)
gunaan
membaginya atasNAPZA sebesar 1,99%
golongan:
umur 10-29 tahun sekitar 3,6 juta jiwa
•2010 naik jd 2,21%
• 5,1-5,6
•2016 2,8% atau setara Opiat atau opioid,
juta jiwa misalnya morfin atau heroin
• Meuroleptik (antipskiotik), misalnya khlorpromazin, haloperidol
• Stimulans, misalnya amfetamin dan kokain
• Anti-ansietas, misalnya diazepam dan khlordiazepolsid
Semi Sintesis
• Anti-depresan, misalnya amitriptilin dan imipramin
• Psikedeliks, misalnya LSD dan meskalin
• Sedatif-hipnotik, misalnya fenobarbitol dan kloralhidrat

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.
Adiksi, Ketergantungan dan
penyalahgunaan NAPZA

• Adiksi berasal dari Bahasa inggris addiction yang berarti ketagihan atau kecanduan
• Adiksi membuat seseorang baik secara fisik maupun psikologi mengurangi kapasitasnya sebagai manusia
untuk berfungsi sebagimana mestinya  sehingga membuatnya mengalami perubahan perilaku menjadi
kompulsif dengan demikian mengganggu hubungan dengan oranglain.
• Morse dan Falvin mendeifinisikan adiksi sebagai penyakit primer kronis yang dipengaruhi oleh factor-faktor
genetil psikososial dan lingkungan dalam proses perkembangannya.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Gangguan adiksi merupakan gangguan yang
bersifat kronis dan kemungkinan kambuh yang
tinggi, ditandai dengan:
Menurut PPDGJ-III, gangguan penggunaan
NAPZA, terdiri atas 2 bentuk, yaitu:
1.Perilaku kompulsif dalam mencari NAPZA
ketergantungan lainnya
1.Penyalahgunaan, yaitu yang mempunyai harmful
effects terhadap kehidupan
2.Kehilangan control dalam menggunakan orang, menimbulkan problem
kerja, mengganggu hubungan dengan orang lain serta
NAPZA atau ketergantungan
mempunyai aspek lainnya
legal
3.Timbulnya keadaan emosi
2.Adiksi yang negative
atau ketergantungan, yaitu yang megalami
toleransi, putus
ketika tidak mendapatkan zat, tidak
NAPZA mampu menghentikan
atau
kebiasaan
ketergantungan lainnya menggunakan, menggunakan dosisi NAPZA
lebih dari yang diinginkan

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Tahapan Penggunaan NAPZA

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


1.ALKOHOL

Alkoholisme adalah salah satu masalah psikiatri yang paling umum diamati di dunia barat. Masalah terkait alcohol
di Amerika Serikat berkontribusi 2 juta cedera setiap tahunnya termasuk 22.000 kematian. Di Indonesia terutama di
daerah Indonesia Timur terdapat 2- 3 juta orang yang menggunakan minuman alkohol dari ringan sampai berat.
Penyalahgunaan dikalangan remaja sukar dicegah karena kurangnya pengawasan. Laki-laki lebih banyak dari
perempuan tetapi populasi peminum perempuan meningkat. Psikiater perlu khawatir tentang alkoholisme karena
kondisi ini dapat menyebabkan; keracunan, gangguan jiwa, gangguan fisik, dan gangguan lainnya. sebagian besar
menunjukkan bahwa orang dengan gangguan terkait alkohol memiliki tingkat bunuh diri yang jauh lebih tinggi
daripada populasi umum.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


ETIOLOGI

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan untuk mengkonsumsi minuman alkohol pada remaja berumur
20-an :
• Sosial dan Lingkungan
• Agama
• Psikologis
• Genetik

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


TEORI PSIKOLOGIS

Berbagai teori berkaitan dengan penggunaan alkohol yaitu dapat mengurangi ketegangan, meningkatkan
perasaan berkuasa, mengurangi efek psikologis rasa sakit. Orang dengan masalah terkait alcohol sering
melaporkan bahwa alkohol dapat mengurangi rasa gugup dan membatu mereka mengatasi masalah sehari-
hati (tekanan hidup).

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


GAMBARAN KLINIS

Minuman beralkohol memberikan berbagai gambaran klinis, antara lain:


1. Intoksikasi  euphoria, nystagmus, ataksia, bradikardia, hipotensi, kejang, koma
2. Keadaan putus alcohol  halusinasi, ilusi, kejang, delirium, tremens, gemetar, keluhan gastrointestinal, muka
merah dan hipertensi.
3. Gangguan fisik  radang hati hingga kanker hati, gastritis, ulkus peptikum, pneumonia, gangguan vaskuler dan
jantung.
4. Gangguan Mental  depresi hingga skizofrenia

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


2. OPIOID

Merupakan salah satu golongan NAPZA yang sangat kuat potensi ketergantungannya. Yang teramasuk
kedalam golongan opioid seperti; Morfin, petidin, heroin, metadon, kodein. Golongan opioid yang sering
disalahgunakan adalah heroin (putaww). Heroin merupakan opioid semi-sintetik yang berasal dari morfin
dengan bentuk kristal putih yang larut dalam air.
Di Indonesia, sekurangnya terdapat 300-500 rb orang dengan adiksi heroin, penggunaan pemula
terutama remaja terus bertambah meski tidak signifikan.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


EFEK DARI PENGGUNAAN OPIOID

1. Problem fisik :
- abses pada kulit sampai septicemia
- infeksi karena emboli sampai stroke
- endocarditis
- hepatitis (B dan C)
- HIV/AIDS
- opiate neonatal abstinence syndrome

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


2. Psikiatri :
- gejala withdrawl menyebabkan perilaku agresif
- suicide
- depresi berat sampai skizofrenia
3. Problem Sosial:
- gangguan interaksi di lingkungan sekitar
- kecelakaan lalu lintas
- perilaku criminal sampai tindakan kekerasan
- gangguan perilaku ( mencuri, menodongm menipu sampai membunuh)

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


3. GANJA

Daun ganka berasal dari tanaman perdu Cannabis Sativa. Bahan aktifnya berasalah dari tanaman ganja
yang bersifat adiktif, disebut deltatetra hidrokannabinol (THK) yang hanya larut dalam lemak, sehingga THK
tinggal lama di lemak jaringan (lemak otak, menyebabkan brain damage)
Di Indonesia, ganja dapat disebut cimenk, gelek, marihuana. Bentuk umumnya; serpihan daun atau
kembang ganja, budha stick dan minyak ganja. Terdapat 2- 3 juta orang yang pernah mengisap ganja di
Indonesia. Penggunaan ganja meningkat 4-5 tahun treakhir terutama kalangan anak usia muda.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


EFEK DARI PENYALAHGUNAAN GANJA
1. Problem Fisik :
• Gangguan system reproduksi (infertilitas, kehilangan libido, impotensi)
• Fetal damage saat kehamilan
• Infeksi pernapasan (sinusitis, brinkhitis menahun)
• Mengandung agen penyebab timbulnya epitel sel kanker
• Empisema
• Gangguan kardiovaskuler
• Gangguan imunitas
• Gangguan syaraf : sakit kepala, gangguan fungsi koordinasi motoric

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


2. Problem Psikiatri :
• Gangguan memori sampai kesulitan belajar
• Sindrom amotivasional
• Ansietas
• Paranoid sampai skizofrenia
• Depresi berat sampai suicide
• Apatis, perilaku antisosial.

3. Problem Sosial :
• Kesulitan belajar  hancurnya academic
• Kenalakan remaja
• Gangguan dalam mengendarai kendaraan

4. Sebab kematian
• Suicide
• Infeksi berat
Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.
4. KOKAIN

Adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia belum terlalu popular di Indonesia. Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang
disebut Erythroxylon Coca. Daun tanamanya mengandung 14 jenis alkaloid yang salah satu diantaranya adalah kokain. Bentuk
kokain di Indonesia dalam bentuk bubuk putih.
Terdapat 3 cara penggunaan kokain untuk memasukkan kedalam tubuh:
1. Bubuk kokain (langsung di inhalasi (snorting)
2. Free-base kokain (dikonversikan dengan larutan yang mudah menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir
(seperti merokok)
3. Garam kokain (di suntikkan melalui intravena)

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


EFEK PENGGUNAAN KOKAIN

1. Problem Fisik
• Snorting  pilek, sinusitis, epistaksis, luka-luka pada rongga hidung
• Suntikan  infeksi local pada kulit sampai sistemik, HIV/ AIDS
• Inhalasi melalui merokok  radang tenggorokan, melanopysis, bronchitis, pneumonia
2. Problem psikiatri
• Ketergantungan
• Agitasi , depresi, high craving, cemas, marah, mudah marah- marah, mudah tersinggung, mual, otot-otot pegal
hingga letarghy.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


3. Problem sosial:
• Interpesonal  perceraian
• Finansial
• Pekerjaan  kehilangan pekerjaan
• Legal  dipenjara, dihukum hingga pidana

4. Sebab – sebab kematian


• Umumnya karena overdosis (> 1,2 – 1,5 gram bubuk kokain asli)
• Kelumpuhan alat pernapasan, kejang berulang, reaksi alergi, stroke

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


5. AMFETAMIN DAN TURUNANNYA

Senyawa kimia yang bersifat stimulansia (lebih sering dikenal sebagai Amphetamine Type Stimulants
(ATS)). Dulu ampfetamin sulfat digolongkan sebagai obat obesitas, epilepsi dan depresi, tetapi
disalahgunakan untuk tahan tidak tidur untuk belajar dan untuk diet agar badan tetap langsing.
Di Indonesia, amfetamin dalam bentuk ecstasy (MDMA, 3,4 methilenedioxy-methamphetamine) dalam
bentuk pil, tablet atau kapsul dan Shabu (methamphetamine) dalam bentuk bubuk kristal putih.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Cara penggunaan ATS bergantung pada jenis yang digunakan:
1. Amfetamin : dapat berupa tablet atau suntikan
2. Ecstasy: digigit dengan gigi sedikit demi sedikit kemudia ditelan
3. Shabu: uap yang dipanaskan melalui tabung air kemudia dihisap melalui bibir (dengan bong plastic)

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


EFEK DARI PENGGUNAAN AMFETAMIN
1. Problem Fisik
• Melnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan
• Hipertensi
• Gagal ginjal, emboli paru dan stroke
• Hepatitis
• HIV/AIDS
2. Problem Psikiatri
• Perilaku agresif
• Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia
• Kondisi putus zat: letarghy, fatigue, exhausted, serangan panik, gg tidur
• Depresi berat sampai suicide
• Halusinasi
Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.
3. Problem Sosial
• Tindakan kekerasan
• Kecelakaan lalu lintas
• Aktivitas criminal

4. Sebab kematian
• Suicide
• Serangan jantung
• Tindakan kekerasan dan kecelakaan lalulintas

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


6. BENZODIAZEPIN

Di Indonesia, penyalahgunaan turunan benzodiazepan mulai berkurang, terutama setelah kelahiran zat
adiktif keras seperti heroin dan shabu. Pengguna umumnya berasal dari tingkat social ekonomi menengah
kebawah.
Derivat benzodiazepine dikenal dalam bentuk tablet (nitrazepam, flunitrazepam, flurazepam,
bromazepam) dan suntikan (injeksi diazepam). Nama julukan: benzo, lekso, pil kebo, koplo, emji, rohip, R
Jerman, nipam.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


EFEK PENGGUNAAN BENZODIAZEPIN
1. Problem Fisik
• Penggunaan suntikan dapat menyebabkan infeksi, HIV/AIDS
• Gangguan gastrointestinal
• Gangguan neurologic
• Malnutrisi

2. Problem Psikiatri
• Perilaku agresif
• Anxietas, panik, confusional state
• Withdrawal state menimbulkan agresid dan violence

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


3. Problem Sosial
• Menggangu interaksi dalam rumah tangga dan lingkungan masyarakat
• Problem marital
• Berkelahi
• Menganggu pelajaran
• Tindakan pidana dan terlibat hukum
• Finansial

4. Kematian disebabkan
• Kecelakaan lalulintas
• Infeksi sistemik membawa pada kematian
• Depresi berat Sampai suicide

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Adiksi sebagai Gangguan
Otak

Adiksi merupakan penggunaan zat yang berulang


Penggunaan NAPZA yang lama dan berulang-ulang dan meningkat, dan
jika tidak menggunakan zat maka akan muncul gejala kesusahan dan
menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme kimiawi dan
dorongan yang tak tertahankan untuk menggunakan agen lagi dan yang
fungsi otak.
juga mengarah pada kerusakan fisik dan mental.

Sadock, B. J., Sadock, V. A., dan Ruiz, P. 2015. Kaplan & Sadock’s Synopsis Of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry 11th ed. Wolters
Kusumawardhani,
Kluwer: Philadelphia. A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.
Adiksi mengubah otak
Volkow menemukan berkurangnya reseptor D2 pada individu
Masuknya NAPZA keketergantungan
dengan dalam otak akan Prefrontal Cortex
kokain yang mengalami memegang peran dalam
gejala putus
mengaktivasi reward
zat. system. adiksi NAPZA

Fungsinya terganggu akibat NAPZA Penggunaan berkelanjutan akan membuat tubuh


Jumlah NAPZA yang dikonsumsi berbanding
mengandalkan diri terhadap NAPZA
terbalik dengan jumlah reseptor D2
Muncul pikiran yang intrusif dan keinginan kuat
untuk menggunakan NAPZA

Seseorang menjadi tidak mampu merasakan


reward alami (seperti makanan dan sex)
Terjadi toleransi terhadap NAPZA CRAVING
Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.
Pendekatan Diagnosis
Berdasarkan PPDGJ - III

Kondisi
Sindrom putus obat
Ketergantungan: diagnosis ketergantungan NAPZA  ditemukan 3 atau lebih dari gejala berikut dalam 1 tahun:
1. DitemukanKetergantungan NAPZA
dorongan yang sangat kuat adalah
untuk memakai suatu
zat psikoaktif. jenis penyakit atau
Merupakan salah satu indikator sindrom ketegantungan
“disease entity” yang dalam ICD-10 dikeluarkan WHO
2. Tidak mampu mengontrol perilaku penggunaan zat dan mempertimbangkan
sebagai
3. Timbul diagnosis utama bila gejala yang ditimbulkan
digolongkan “Mental and behavioral disorders due to
gejala putus zat ketika zat psikoaktif dihentikan atau dikurangi cukup
penggunaannya parah. Gejala sistemik
yang timbul bervariasi
psychoactive
4. Adanya toleransi
tergantung
substance
dosis dalam penggunaan
zat
use”.psikoaktif
zat psikoaktif
yang digunakan.
5. Penderita cenderung tidak peduli pada kesenangan lain di sekitarnya karena telah mendapatkannya lewat penggunaan  zat
psikoaktif.
6. Penderita menggunakan  zat terus menerus meskipun memahami  akibat yang dapat ditimbulkan.

Kusumawardhani, A. A. A. Jilid
Kapita Selekta Kedokteran A. dkk. 2017.
II Edisi Buku
ke-4, Ajar Psikiatri
Fakultas Ed. 3.
Kedokteran FKUI: Jakarta.
Universitas Indonesia
REHABILITAS
I
DEFINISI
● Rehabilitasi adalah suatu proses pemulihan pasien gangguan penggunaan NAPZA
baik dalam jangka waktu pendek ataupun panjang yang bertujuan mengubah
perilaku mereka agar siap kembali ke masyarakat (Kemenkes, 2010).

● Rehabilitasi NAPZA juga merupakan upaya terapi (intervensi) berbasis bukti yang
mencakup perawatan medis, psikososial atau kombinasi keduanya baik perawatan
rawat inap jangka pendek ataupun jangka panjang (Kemenkes, 2011). Definisi lain
mengatakan bahwa rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang
dilakukan bagi pencandu narkoba (Psychologymania, 2012).

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Rehabilitasi dibedakan menjadi 2 macam :

Rehabilitasi medis Rehabilitasi Sosial


Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses
pengobatan secara terpadu untuk membebaskan kegiatan pemulihan secara terpadu baik
pecandu dari ketergantungan narkotika. secara fisik, mental maupun sosial agar
Rehabilitasi Medis pecandu narkotika dapat bekas pecandu narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
dilakukan di Rumah Sakit
masyarakat.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Fase Penilaian (assesment phase)

1. Penilaian yang sistematis terhadap tingkat intoksikasi, keparahan-keparahan putus zat, dosis
zat terbesar yang digunakan terakhir, lama waktu setelah penggunaan zat terakhir, awitan
gejala, frekwensi dan lama penggunaan, efek subyektif dari semua jenis-jenis NAPZA yang
digunakan termasuk jenis-jenis NAPZA lain selain yang menjadi pilihan utama pasien/klien.
2. Riwayat medik dan psikiatri umum yang komprehensif
3. Riwayat gangguan penggunaan NAPZA dan terapi sebelumnya
4. Riwayat keluarga dan sosial ekonomi
5. Pemeriksaan urin untuk jenis-jenis NAPZA yang disalahgunakan
6. Skrining penyakit infeksi seperti HIV, tuberculosis, hepatitis

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi)

Detoksifikasi NAPZA merupakan proses atau tindakan medis untuk membantu klien
dalam mengatasi gejala putus NAPZA (Kemenkes, 2011). Tahap detoksifikasi sering
disebut dengan fase terapi withdrawal atau fase terapi intoksikasi

Tahap ini pecandu diperiksa seluruh kesehatannya baik fisik dan mental oleh
dokter terlatih. Dokterlah yang memutuskan apakah pecandu perlu diberikan
obat tertentu untuk mengurangi gejala putus zat (sakau) yang ia derita.

Bila program terapi selanjutnya adalah terapi substitusi maka tidak perlu dilakukan program
detoxifikasi, tetapi terapi withdrawal. Namun bila program terapi selanjutnya adalah terapi yang
berorientasi abstinensia maka mutlak dilakukan detoxifikasi.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Tahap rehabilitasi nonmedis (sosial)

● Tahap ini pecandu ikut dalam program rehabilitasi. Di tempat rehabilitasi ini, pecandu
menjalani berbagai program diantaranya program therapeutic communities (TC), pendekatan
keagamaan, dan lain-lain

Tahap bina lanjut (after care)


Merupakan layanan pascarehab. Bisa bersifat reguler (rawat jalan), dimana
pecandu dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja namun tetap berada di
bawah pengawasan atau bersifat intensif (rumah damping)

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Metode Rehabilitasi

● Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI no 420/MENKES/SKIII/2010, rehabilitasi pecandu narkotika dibedakan


menjadi dua yaitu:

1. Rehabilitasi Jangka Pendek (Short Term)


Lama perawatan berlangsung antara 1 sampai dengan 3 bulan tergantung dari kondisi dan kebutuhan pasien.
Pendekatan yang dapat dilakukan ke arah medik dan psikososial

2. Rehabilitasi Jangka Panjang


Lama perawatan rehabilitasi jangka panjang adalah 6 bulan atau lebih. Dalam hal ini modalitas terapi yang
dimaksudkan adalah Therapeutic Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan perilaku. Therapeutic
Community (TC) direkomendasikan bagi pasien yang sudah mengalami masalah penggunaan NAPZA dalam waktu
lama dan berulang kali kambuh atau sulit untuk berada dalam kondisi abstinen atau bebas dari NAPZA.

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Metode pemulihan

1. Detoksifikasi
Detoksifikasi diartikan oleh WHO sebagai berikut: proses dimana individu diputuskan dari efek zat psikoaktif ; sebagai
prosedur klinis, proses pemutusan tersebut dilakukan dengan cara yang aman dan efektif, sehingga gejala putus zat bisa
diminimalisir

2. Terapi substitusi zat opium (OST)


Terapi substitusi dapat diartikan sebagai: ‘pemberian resep atas zat substitusi yang tetap menimbulkan dampak yang
sama. OSTdapat mengurangi resiko terinfeksi HIV dan penyakit lain yang ditularkan melalui darah, dengan cara
mengurangi aktivitas penyuntikkan jarum suntik, dan dengan demikian juga berarti mengurangi kegiatan berbagi alat
suntik;

3. Intervensi psiko-sosial
Intervensi psiko-sosial merujuk pada segala campur tangan non-farmasi yang dilakukan dalam konteks terapi bagi
individu, keluarga atau kelompok. Beragam jenis intervensi psiko-sosial dapat digunakan, termasuk terapi perilaku
kognitif, wawancara yang memotivasi, terapi kelompok, dan terapi naratif. Bantuan atau asistensi dan dukungan dapat
ditawarkan untuk mengatasi atau meliputi beragam isu seperti pencegahan relaps (kondisi menggunakan Napza kembali
setelah abstinen), kemampuan mengatasi persoalan, manajemen emosi, penyelesaian masalah, pelatihan kemampuan, d

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Program pencegahan

Pengertian pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses,
cara, Tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.

● Programpencegahan penyalahgunaan obat bertujuan untuk mencegah, memperlambat atau


mengurangi timbulnya masalah yang akibat penyalahgunaan obat terlarang; misalnya
timbulnya berbagai penyakit penyerta dan psikopatologi.

1. Peran Pendidikan
2. Peran Orang Tua
3. Peran Lingkungan Sosial
4. Peran Masyarakat dan teman sebaya
5. Peran Pendidikan Agama

Kusumawardhani, A. A. A. A. dkk. 2017. Buku Ajar Psikiatri Ed. 3. FKUI: Jakarta.


Alcohol-Related Disorders
yang bermanifestasi sebagai setidaknya dua dari gejala berikut, selama minimal 12 bulan:

• Alkohol dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau dalam durasi yang lebih lama dari yang dikehendaki
• Ada keinginan terus menerus atau upaya yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaan alkohol
• Menghabiskan sebagian besar waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan, menggunakan, atau pulih dari penggunaan
alkohol
• Craving atau keinginan yang kuat untuk menggunakan alkohol
• Kegagalan melakukan tugas di kantor, sekolah, atau di rumah sebagai akibat penggunaan alkohol yang berulang
• Terus menggunakan alkohol meskipun mengalami masalah-masalah sosial atau interpersonal yang terus menerus atau
berulang, yang disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan alkohol
• Aktivitas-aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting tidak lagi dilakukan atau menurun intensitasnya
akibat penggunaan alkohol
• Terus menggunakan alkohol bahkan dalam situasi yang berbahaya secara fisik
• Penggunaan alkohol terus dilakukan meskipun mengetahui bahwa dirinya mengalami gangguan fisik atau psikologis
yang terus menerus atau berulang yang sangat mungkin disebabkan oleh penggunaan alkohol
• Toleransi didefinisikan sebagai
– Konsumsi alkohol yang semakin meningkat jumlahnya untuk mencapai efek yang diinginkan atau untuk mengalami
intoksikasi
– Efek yang semakin menurun ketika mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sama
• Putus zat (withdrawal), bermanifestasi sebagai
– Tanda dan gejala sindrom putus zat
– Membutuhkan alkohol atau zat lainnya (misalnya benzodiazepine) untuk meredakan atau menghindari gejala putus
zat
Opioid-related Disorders
DSM V
F12 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat
Kanabinoida
1. Gangguan Penggunaan Cannabis
2. Keracunan Cannabis
3. Keadaan Putus Zat Cannabis
4. Gangguan yang disebabkan oleh Cannabis lainnya
5. Gangguan terkait cannabis yang tidak ditentukan

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
1. Gangguan Penggunaan Cannabis
Karakteristik Diagnostik :
Pola masalah penggunaan kanabis mengarah ke gangguan klinis yang signifikan,
manifestasi setidaknya terdapat 2 dari berikut dan terjadi dalam periode 12 bulan:
1. Kanabis sering dikonsumsi dalam jumlah yang besar
2. Ada keinginan terus menerus atau gagal mengurangi penggunaan kanabis
3. Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan, menggunakan dan pulih
dari efek kanabis
4. Keinginan kuat untuk penggunaan ganja
5. Penggunaan ganja mengakibatkan kegagalan memenuhi kewajiban peran
utama di tempat kerja, sekolah dan rumah
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
6. Penggunaan ganja terus menerus meskipun memiliki sosial yang buruk
akibat efek dari penggunaan kanabis
7. Berkurangnya Kegiatan sosial, pekerjaan karena penggunaan kanabis
8. Menggunakan kanabis dalam situasi dimana berbahaya secara fisik
9. Penggunaan ganja dilanjutkan meskipun memiliki masalah fisik dan
psikologis yang diperburuk atau disebabkan oleh kanabis
10. Toleransi,:
a. Kebutuhan akan jumlah kanabis meningkat tajam untuk mencapai efek yang
diinginkan
b. Efeknya sangat berkurang dengan terus menggunakan jumlah kanabis yang sama

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
2. Keracunan Canabis
Karakteristik Diagnostik :

• A. Penggunaan baru ganja.


• B. Perubahan perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis (mis., Terganggu
koordinasi motorik, kecemasan, sensasi waktu yang lambat, gangguan penilaian, penarikan
sosial) yang dikembangkan selama, atau segera setelah, penggunaan ganja.
• C. Dua (atau lebih) dari gejala-gejala berikut mengikuti gejala yang sedang berkembang
dalam 2 jam sehari canabis gunakan:
• 1. Conjunctival injection.
• 2. Nafsu makan meningkat.
• 3. Mulut kering.
• 4. Takikardia.
• D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
3. Keadaan Putus Zat Cannabis

• Karakteristik Diagnostik :

• A. Penghentian penggunaan ganja yang berat dan berkepanjangan (yaitu, penggunaan sehari-hari atau hampir setiap hari
selama periode setidaknya beberapa bulan).
• B. Tiga (atau lebih) dari tanda-tanda berikut dan gejala-gejalanya berkembang kira-kira 1 minggu setelah Kriteria A:
• 1. Cepat marah, atau agresif.
• 2. Gugup atau gelisah.
• 3. Kesulitan tidur (mis., Susah tidur, mimpi yang mengganggu).
• 4. Penurunan nafsu makan atau penurunan berat badan.
• 5. Kegelisahan.
• 6. Suasana hati yang depresi.
• 7. Setidaknya satu dari gejala fisik berikut ini yang menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan:nyeri kepala, gemetar / gemetaran,
berkeringat, demam, menggigil, atau sakit kepala.
• C. Tanda-tanda atau gejala dalam Kriteria klinis signifikan atau gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lainnya.
• D. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan
mental lain, termasuk keracunan atau penarikan dari zat lain.
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
F13 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat
Penggunaan Sedativa atau Hipnotika
1. Gangguan Penggunaan Obat Penenang, Hipnotis, atau Anxiolytic
2. Keracunan Sedatif, Hipnotis, atau Anxiolytic
3. Putus zat Sedatif, Hipnotis, atau Anxiolytic Lainnya
4. Gangguan yang disebabkan oleh zat Sedatif, Hipnotis, atau
Anxiolytic lainnya
5. Gangguan terkait zat Sedatif, Hipnotis, atau Anxiolytic yang tidak
ditentukan

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
1. Gangguan Penggunaan Obat Penenang,
Hipnotis, atau Anxiolytic
• Karakteristik Diagnostik :

• Pola bermasalah dari penggunaan obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik yang mengarah ke penurunan signifikan secara
klinis, sebagaimana dimanifestasikan oleh setidaknya dua hal berikut, terjadi dalam periode 12 bulan:

• 1. Obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik sering diambil dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama
dari yang dimaksudkan.
• 2. Ada keinginan yang terus-menerus atau upaya yang gagal untuk mengurangi atau mengendalikan penggunaan obat
penenang, hipnotis, atau ansiolitik.
• 3. Banyak waktu dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk mendapatkan obat penenang, hipnosis, atau ansiolitik;
gunakan obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik; atau pulih dari efeknya.
• 4. Keinginan, atau keinginan kuat atau dorongan untuk menggunakan obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik.
• 5. Penggunaan obat penenang berulang, hipnotis, atau ansiolitik yang mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban
peran utama di tempat kerja, sekolah, atau rumah (misalnya, ketidakhadiran yang berulang dari pekerjaan atau kinerja kerja
yang buruk terkait dengan penggunaan obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik; obat penenang-, absen yang terkait dengan
hipnosis, atau ansiolitik, suspensi, atau pengusiran dari sekolah;mengabaikan anak-anak atau rumah tangga).

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
• 6. Terus-menerus menggunakan obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik meskipun sudah persisten atau
kembalimasalah sosial atau interpersonal saat ini yang disebabkan atau diperburuk oleh efek obat penenang, hipnotik,
atau ansiolitik (mis., argumen dengan pasangan tentang konsekuensi keracunan intoksikasi; perkelahian fisik).
• 7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi penting dihentikan atau dikurangi karena penggunaan obat penenang,
hipnotik, atau ansiolitik
• 8. Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik berulang dalam situasi yang berbahaya secara fisik (mis.,
Mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin saat terganggu oleh penggunaan obat penenang, hipnotis, atau
ansiolitik).
• 9. Penggunaan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik dilanjutkan meskipun pengetahuan memiliki masalah fisik atau
psikologis yang persisten atau berulang yang kemungkinan disebabkan atau diperburuk oleh obat penenang, hipnotik,
atau ansiolitik.
• 10. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari berikut ini;
• A. Sebuah ebutuhan akan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik yang meningkat tajam untuk mencapai keracunan
atau efek yang diinginkan.
• B. Efek yang sangat berkurang dengan penggunaan terus-menerus dari jumlah yang sama obat penenang, hipnosis,
atau ansiolitik.

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Prevalensi
• Prevalensi 12-bulan gangguan penggunaan obat penenang, hipnotik,
atau ansiolitik DSM-IV diperkirakan 0,3% di antara usia 12 hingga 17
tahun dan 0,2% di antara orang dewasa berusia 18 tahun ke atas.
• lebih besar di antara laki-laki dewasa (0,3%) dibandingkan di antara
perempuan dewasa, tetapi untuk perempuan usia 12 hingga 17 tahun,
tingkat untuk perempuan (0,4%) melebihi untuk laki-laki (0,2%)

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
2. Keracunan Sedatif, Hipnotis, atau
Anxiolytic
• Karakteristik Diagnostik :

• A. Penggunaan baru-baru ini dari obat penenang, hipnotis, oranxiolytic.


• B. Perubahan perilaku atau psikologis maladaptif yang signifikan secara klinis (misalnya, tidak
• priate perilaku seksual atau agresif, mood mood, gangguan penilaian) yang dikembangkan
• selama, atau segera setelah itu, obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik.
• C. Satu (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut berkembang selama, atau tidak lama setelah,
• penggunaan obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik:
• 1. Bicara cadel.
• 2. Koordinasi.
• 3. Nystagmus.
• 4. Gangguan dalam kognisi (mis., Perhatian, memori).
• 5. Stupor atau koma.
• D. Tanda-tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan
mental lain, termasuk keracunan dengan sikap lain.
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
3. Putus zat Sedatif, Hipnotis, atau Anxiolytic Lainnya

• Karakteristik Diagnostik :

• A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan obat penenang, liypnotic, atau anxiolytic yang telah lama
didambakan.
• B. Dua (atau lebih) dari tindak lanjut, berkembang dengan beberapa jam untuk beberapa hari setelah
pemberian obat penenang (atau pengurangan) obat penenang, hipnotis, atau ansiolitik yang dijelaskan dalam
Kriteria A:
• 1. Hiperaktif otonom (mis., Berkeringat atau denyut nadi lebih dari 100 bpm).
• 2. Getaran tangan.
• 3. Insomnia.
• 4. Mual atau muntah.
• 5. Halusinasi visual, taktil, atau pendengaran atau ilusi.
• 6. Kecemasan.
• 7. Kejang
• C. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh
gangguan mental lain, termasuk keracunan atau penarikan dari zat lain.
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
GANGGUAN MENTAL DAN
PRILAKU AKIBAT
PENGGUNAAN KAFEIN
Caffeine Use Disorder
Dimanifestasikan oleh setidaknya 3 dari kriteria berikut yang terjadi dalam periode 12 bulan:

Keinginan yang terus-menerus atau upaya yang tidak berhasil untuk mengurangi atau mengendalikan
penggunaan kafein
Penggunaan kafein terus menerus meskipun memiliki masalah fisik yang persisten /berulang atau
masalah psikologis yang kemungkinan disebabkan atau diperburuk oleh kafein.
Withdrawal, yang dimanifestasikan oleh salah satu tanda berikut :
1. The characteristic withdrawal syndrome for caffeine.
2. Zat kafein (atau yang terkait erat) digunakan untuk menghilangkan atau menghindari withdrawal
syndrome.
Kafein sering dikonsumsi dalam jumlah besar atau dalam periode yang lebih lama dari
Penggunaan kafein berulang yang mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama di tempat
kerja, sekolah, atau rumah (mis., keterlambatan berulang atau absen dari pekerjaan atau sekolah yang terkait
dengan penggunaan atau withdraw
Caffeine Use Disorder
Penggunaan kafein terus menerus meskipun memiliki masalah sosial atau interpersonal yang
persisten atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh efek kafein mis., argumen dengan
pasangan tentang konsekuensi penggunaan, masalah medis, biaya)

Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu :


• Tanda adanya kebutuhan akan peningkatan jumlah kafein untuk mencapai efek yang diinginkan.
• Efek berkurang ketika terus menggunakan kafein dengan dosis yang sama

Banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan kafein, menggunakan kafein, atau pulih dari
efeknya.
Keinginan atau keinginan kuat untuk menggunakan kafein.

Diagnosis ketergantungan zat karena kafein diakui oleh


World Health Organisasi dalam ICD-10.
Diagnostic Features
Ditandai dengan penggunaan kafein yang terus menerus dan kegagalan untuk mengontrol
penggunaan meskipun ada konsekuensi fisik dan / atau psikologis yang negatif

Dokter atau konselor telah menyarankan mereka untuk


menghentikan atau mengurangi penggunaan kafein dalam
setahun terakhir

Masalah medis dan psikologis yang dikaitkan


14% pengguna kafein dengan penggunaan kafein, seperti masalah
memenuhi kriteria jantung, perut, dan kemih, dan keluhan
kecemasan, depresi, susah tidur, lekas marah,
dan kesulitan berpikir.
pengguna kafein melaporkan ketidakberhasilan dalam upaya atau
45 % keinginan untuk mengendalikan penggunaan kafein

18 % pengguna kafein mengalami withdrawl

8% pengguna kafein mengalami toleransi

28 % menggunakan lebih dari yang dimaksudkan

Memiliki tanda dan gejala yang memenuhi kriteria di DSM-IV


93 % dalam bab ketergantungan kafein
DIAGNOSIS

Bergantung pada riwayat komprehensif asupan pasien terhadap produk yang mengandung
kafein, apakah pasien pernah mengalami gejala withdrawl Ketika penggunaan dihentikan atau
dikurangi, Diferensial diagnosis untuk gangguan yang berhubungan dengan kafein harus
mencakup diagnosis psikiatrik berikut: gangguan kecemasan umum, gangguan panik dengan
atau tanpa agorafobia, gangguan bipolar II, attention-deficit / hyperactivity disorder (ADHD),
dan gangguan tidur.

Diagnosis banding harus mencakup penyalahgunaan obat-obatan bebas yang mengandung


kafein, steroid anabolik, dan stimulan lainnya, seperti amfetamin dan kokain.
Caffeine Intoxication
kriteria diagnostik untuk intoksikasi kafein
biasanya berdasarkan apakah pasien baru
mengkonsumsi kafein baru-baru ini,
biasanyalebih dari 250 mg.
Intoksikasi Kafein
Gejala yang terkait dengan keracunan kafein termasuk kecemasan, agitasi psikomotor, gelisah,
mudah marah, dan keluhan psikofisiologis seperti otot berkedut, muka memerah, mual, diuresis,
gangguan pencernaan, keringat berlebih, kesemutan di jari-jari tangan dan kaki, dan insomnia.
Konsumsi lebih dari 1 g kafein dapat menghasilkan suara yang tidak jelas, kebingungan dalam
berpikir, aritmia jantung, kelelahan, agitasi yang ditandai, tinitus, dan halusinasi visual ringan
(cahaya berkedip).

Caffeine Withdrawal
Gejala yang paling umum adalah sakit kepala dan kelelahan; gejala lainnya termasuk
kecemasan, lekas marah, ringan gejala depresi, gangguan kinerja psikomotorik, mual,
muntah, keinginan untuk kafein, dan nyeri otot dan kekakuan.
Caffeine-Induced Anxiety Disorder
Kecemasan yang terkait dengan penggunaan kafein dapat menyerupai gangguan kecemasan umum

Pasien dengan kelainan itu mungkin dianggap terlalu banyak bicara, dan mudah marah; mereka mungkin
mengeluh karena tidak bisa tidur nyenyak dan panic attact. Kafein dapat menyebabkan dan memperburuk
serangan panik pada orang dengan gangguan panik
Stimulant Use
Disorder
Pola zat jenis amfetamin, kokain, atau penggunaan
stimulan lainnya mengarah ke gangguan atau tekanan Diagnostic Criteria
klinis yang signifikan, seperti yang dimanifestasikan
oleh setidaknya 2 dari tanda berikut, dan terjadi dalam
periode 12 bulan:

1. Stimulan sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau periode yang lebih lama dari yang
dimaksudkan.
2. Ada keinginan yang terus-menerus atau kegagalan upaya untuk mengurangi atau mengendalikan
penggunaan stimulan
3. Spent banyak waktu yang dihabiskan untuk mendapatkan stimulan, menggunakan stimulan, atau
pulih dari efeknya
4. Keinginan, atau keinginan kuat atau dorongan untuk menggunakan stimulan.
5. Penggunaan stimulan berulang yang mengakibatkan kegagalan untuk memenuhi kewajiban peran
utama di tempat kerja, sekolah, atau rumah
6. Penggunaan stimulan secara terus-menerus meskipun memiliki masalah sosial atau inte-personal
yang persisten atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh efek stimulan.
7. Kegiatan sosial, pekerjaan, atau rekreasi penting dihentikan atau dikurangi karena penggunaan
stimulant
8. Penggunaan stimulan dilanjutkan meskipun memiliki masalah fisik atau psikologis yang
kemungkinan disebabkan atau diperburuk oleh stimulan.
9. Recurrent stimulant use in situations in which it is physically hazardous
10. Toleransi, sebagaimana didefinisikan oleh salah satu dari berikut
ini:
A.Kebutuhan akan stimulan yang meningkat pesat untuk
mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan
B.Pengurangan Efek yang sangat berkurang walau terus
menggunakan dosis yang sama

11. Withdrawal, dinyatakan oleh salah satu dari berikut kriteria berikut
:
A. The characteristic withdrawal syndrome for the stimulant
(refer to Criteria A and B of the criteria set for stimulant
withdrawal, p. 569).
B. The stimulant (or a closely related substance) is taken to
relieve or avoid withdrawal symptoms.
Stimulant Intoxication
Diagnostic Criteria
1. Penggunaan zat amfetamin, kokain, atau stimulan lainnya baru-baru ini
2. Perubahan perilaku atau psikologis yang bermakna secara klinis (mis., Euforia atau tumpahan afektif:
perubahan kemampuan bersosialisasi: hypervigilance: sensitivitas interpersonal: kecemasan, ketegangan, atau
kemarahan; perilaku stereotip: gangguan penilaian) yang berkembang selama atau segera setelah penggunaan
stimulan.
3. Dua (atau lebih) dari tanda atau gejala berikut yang berkembang selama atau tidak lama setelah penggunaan
stimulan:
A. Takikardia atau bradikardia
B. Pelebaran pupil.
C. Tekanan darah tinggi atau rendah.
D. Keringat atau kedinginan.
E. Mual atau muntah.
F. Bukti penurunan berat badan.
G. Agitasi atau keterbelakangan psikomotor.
H. Kelemahan otot, depresi pernapasan, nyeri dada, atau aritmia jantung.
I. Kebingungan, kejang, diskinesia, distonia, atau koma.
Stimulant Withdrawal

1. Penghentian (atau pengurangan) zat jenis amfetamin yang berkepanjangan, kokain, atau penggunaan
stimulan lainnya.
2. Suasana hati dysphoric dan dua (atau lebih) dari perubahan fisiologis berikut, berkembang dalam
beberapa jam hingga beberapa hari setelah Kriteria A :
A. Kelelahan.
B. vivid, mimpi yang tidak menyenangkan
C. Insomnia atau hipersomnia.
D. Nafsu makan meningkat.
E. Retardasi atau agitasi psikomotor.

3. Tanda-tanda atau gejala dalam Kriteria B menyebabkan tekanan atau gangguan klinis yang signifikan
dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Tanda atau gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain
F16 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat
Penggunaan Halusinogen
1. Phencyclidine Use Disorder
2. Other Hallucinogen Use Disorder
3. Phencyclidine Intoxication
4. Other Hallucinogen Intoxication
5. Hallucinogen Persisting Perception Disorder
6. Other Phencyclidine-induced Disorders
7. Other Hallucinogen-induced Disorders
8. Unspecified Phencyclidine-Related Disorder
9. Unspecified Hallucinogen-Related Disorder

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Phencyclidine Use Disorder
Karakteristik Diagnostik
A. Sebuah pola penggunaan phencyclidine (atau zat yang serupa) yang
mengarah ke gangguan atau tekanan klinis yang signifikan, seperti yang
dimanifestasikan oleh setidaknya 2 dari tindak berikut, yang terjadi
dalam periode 12 bulan:
1. Phencyclidine sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau periode
yang lebih lama dari yang ditentukan
2. Ada keinginan yang persisten atau upaya yang gagal untuk mengurangi atau
mengendalikan penggunaan phencyclidine
3. Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan phencyclidine, menggunakan phencyclidine, dan pulih dari efeknya

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
4. Keinginan kuat menggunakan phencyclidine
5. Kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama di tempat kerja, sekolah dan rumah
6. Tetap menggunakan phencyclidine meskipun sudah terdapat masalah internal atau
interpersonal karena efek buruk dari phencyclidine
7. Mengurangi kegiatan sosial
8. Pengunaan berulang phencyclidine dalam suasana dimana ia berbahaya secara
fisik
9. Penggunaan phencyclidine dilanjutkan walaupun memiliki masalah fisik ataupun
psikologis yang persisten
10. Toleransi, bagaimana didefinisikan salah satu dari:
a. Kebutuhan jumlah zat meningkat untuk mencapai efek yang diinginkan
b. Efek yang sangat berkurang dengan terus menggunakan jumlah yang sama dari phencyclidine

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Phencyclidine Intoxication
Kriteria Diagnosis
A. Penggunaan phencyclidine (atau zat serupa) baru-baru ini.
B. Perubahan perilaku yang signifikan secara klinis yang muncul selama, atau setelah,
penggunaan phencyclidine
C. Dalam 1 jam, muncul 2 atau lebih gejala:
1. Nistagmus vertical atau horizontal
2. Hipertensi atau takikardia
3. Kebas atau hilangnya persepsi terhadap nyeri
4. Ataksia
5. Dysarthria
6. Kaku otot
7. Kejang atau koma
8. hiperakusis
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
D. Gejala bukan termasuk ke dalam gangguan medis lainnya dan tidak dapat
dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental lainnya, termasuk keracunan
akibat subtansi lain

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Other Halucinogen Intoxication
Karakteristik Diagnostik
A. Penggunaan halusinogen lain (selain phencyclidine) baru-baru ini
B. Perubahan perilaku yang signifikan secara klinis yang berkembang selama, atau setelah,
penggunaan halusinogen
C. Perubahan persepsi yang terjadi dalam keadaan terjaga penuh dan kewaspadaan yang
berkembang selama, atau segera setelah, penggunaan halusinogen.
D. Muncul 2 atau lebih gejala selama atau setelah penggunaan halusinogen:
1. Dilatasi pupil
2. Takikardi
3. Berkeringat
4. Palpitasi
5. Pandangan kabur
6. Tremor
7. inkoordinasi
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
E. Gejala bukan termasuk ke dalam gangguan medis lainnya dan tidak dapat
dijelaskan dengan baik oleh gangguan mental lainnya, termasuk keracunan
akibat subtansi lain

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Halucinogen Persisting Perception Disorder
Karakteristik Diagnostik
A. Setelah penghentian penggunaan halusinogen, mengalami kembali satu atau
lebih dari gejala persepsi yang dialami saat mabuk dengan halusinogen
B. Gejala-gejala dalam Kriteria A menyebabkan distres atau gangguan signifikan
secara klinis pada bidang-bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi-fungsi penting
lainnya.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis lain dan tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lainnya (atau halusinasi hypnopompic.

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
F17 Tobacco-Related Disorder
1. Tobacco Use Disorder
2. Tobacco Withdrawal
3. Other Tobacco-Induced Disorders
4. Unspecified Tobacco-Related Disorder

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Tobacco Use Disorder
Kriteria Diagnostik
A. Sebuah pola penggunaan tembakau yang mengarah ke gangguan
atau tekanan klinis yang signifikan, seperti yang dimanifestasikan
oleh setidaknya 2 dari tindak berikut, yang terjadi dalam periode 12
bulan:
1. Tembakau sering dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar atau periode
yang lebih lama dari yang ditentukan
2. Ada keinginan yang persisten atau upaya yang gagal untuk mengurangi atau
mengendalikan penggunaan tembakau
3. Banyak waktu yang dihabiskan dalam kegiatan yang diperlukan untuk
mendapatkan atau menggunakan tembakau
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
4. Keinginan kuat menggunakan tembakau
5. Kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama di tempat kerja, sekolah dan
rumah
6. Tetap menggunakan tembakau meskipun sudah terdapat masalah internal atau
interpersonal karena efek buruk dari tembakau
7. Mengurangi kegiatan sosial
8. Pengunaan berulang tembakau dalam suasana dimana ia berbahaya secara fisik
9. Penggunaan tembakau dilanjutkan walaupun memiliki masalah fisik ataupun
psikologis yang persisten
10. Toleransi, bagaimana didefinisikan salah satu dari:
a. Kebutuhan jumlah zat meningkat untuk mencapai efek yang diinginkan
b. Efek yang sangat berkurang dengan terus menggunakan jumlah yang sama dari tembakau

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Tobacco Withdrawal
Kriteria Diagnostik
A. Penggunaan tembakau harian selama beberapa minggu
B. Penghentian secara tiba-tiba atau pengurangan penggunaan tembakau, diikuti dengan 4 (atau
lebih) gejala berikut ini dalam 24 jam:
1. Iritabilitas, frustasi, atau marah
2. Ansietas
3. Sulit berkonsentrasi
4. Peningkatan nafsu makan
5. Kegelisahan
6. Suasana hati yang depresi
7. Insomnia
C. Tanda-tanda atau gejala dalam Kriteria B menyebabkan tekanan klinis signifikan atau gangguan
dalam bidang sosial, pekerjaan, atau bidang fungsi penting lainnya.
D. Tanda-tanda atau gejala tidak dikaitkan dengan kondisi medis lain dan tidak lebih baik dijelaskan
oleh gangguan mental lain, termasuk keracunan atau penarikan dari zat lain.
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
F18 Gangguan Mental dan Perilaku akibat
penggunaan pelarut yang mudah menguap
1. Gangguan Inhalant disorder
2. Intoksikasi Inhalan
3. Gangguan induksi inhalan lainnya
4. Gangguan terkait-pengihurpan yang tidak spesifik

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
1. Gangguan Penggunaan Inhalant
Kriteria Diagnosis :
Pola masalah penggunaan zat inhalasi berbahan dasar hidrokarbon yang
mengarah pada penurunan klinis, terdapat 2 dari hal berikut dan terjadi dalam
periode 12 bulan :
1. Zat inhalansi digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau dalam periode
yang lebih lama.
2. Keinginan terus menerus / gagal unyuk mengurangi penggunaan zat inhalasi
3. Banyak waktu yang terbuang untuk mendapatkan, menggunakan dan pulih
dari zat inhalasi
4. Keinginan kuat menggunakan zat inhalasi
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
5. Kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama di tempat kerja, sekolah dan
rumah
6. Tetap menggunakan zat inhalasi meskipun sudah terdapat masalah internal
atau interpersonal karena efek buruk dari zat inhalasi
7. Mengurangi kegiatan sosial
8. Pengunaan berulang bahan inhalasi dalam suasana dimana ia berbahaya
secara fisik
9. Penggunaan zat inhalan dilanjutkan walaupun memiliki masalah fisik
ataupun psikologis yang persisten
10. Toleransi, bagaimana didefinisikan salah satu dari:
• Kebutuhan jumlah zat meningkat untuk mencapai efek yang diinginkan
• Efek yang sangat berkurang dengan terus menggunakan jumalh yang sama dari zat
halant.

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
• Tentukan inhalan tertentu : jika memungkinkan, zat tertentu yang terlibat
harus dinamai
• Tetapkan, pada remisi awal : apakah kriteria terpenuhi, pada gangguan
penggunaan inhalasi kriteria terpenuhi minimal 3 bulan atau kurang dari 12
bulan (kecuali A4).
• Ringan : memenuhi 2-3 kriteria, Sedang: memenuhi 4-5 kriteria, berat: >6
kriteria.

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Penentu
• Hidrokarbon yang mudah menguap adalah gas beracun dari lem,
bahan bakar, cat dan senyawa volatile lainnya.

• Sebagian besar senyawa yang dihidup adalah campuran dari beberapa


zat yang dapat menghasilkan efek psikoaktif dan sulit untuk
memastikan zat yang tepat yang menyebabkan gangguan tsb.

• Kecuali ada bukti jelas bahwa zat tunggal yang tidak dicampur telah
digunakan.
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
2. Intoksikasi Inhalan
Kriteria diagnosis
a. Terjadi pajanan secara tidak sengaja, dosis tinggi zat inhalan
(toluene atau bensin)
b. Perubahan perilaku/ psikologis secara klinis (penyerangan, apatis, gg
penilaian) yang terjadi selama atau setelah paparan inhalasi
c. Dua atau lebih gejala : pusing, nystagmus, inkoordinasi, bicara cadel,
kelesuan, kurang reflex, pengurangan psikomotor, tremor,
kelemahan otot, pandangan kabur, stupor / koma, euphoria

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
F19 Gangguan Mental dan Perilaku YTT
(unspecified)
1. Gangguan Penggunaan Zat Lain (atau Tidak Diketahui)
2. Intoksikasi Zat Lainnya (atau Tidak Diketahui)
3. Withdrawal Zat Lainnya (atau Tidak Diketahui).
4. Gangguan yang disebabkan oleh zat lain (atau tidak diketahui) tidak
ditentukan
5. Gangguan Terkait Zat Lainnya (atau tidak diketahui)

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
1. Gangguan Penggunaan Zat Lain (atau Tidak Diketahui)

• Adalah gangguan mental dimana penggunaan berulang zat lain atau


tidak dikenal biasanya berlanjut, meskipun individu mengetahui
bahwa zat tersebut menyebabkan masalah serius bagi dirinya.
• Gangguan terkait zat yang tidak diketahui dikaitkan dengan zat yang
tidak dikenal, seperti keracunan di mana individu tersebut tidak dapat
mengidentifikasi obat yang dicerna, atau gangguan penggunaan zat
yang melibatkan obat baru.

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
• Pola masalah penggunaan zat intoksikasi yang tidak dapat diklasifikasikan dalam alkohol; kafein; ganja; halusinogen
(phencyclidine dan lainnya); opioid; obat penenang, hipnotik, atau ansiolitik; perangsang; atau kategori tembakau
dan menyebabkan penurunan klinis yang signifikan. Ditemukan 2 dari gejala berikut :
1. Zat ini sering dikonsumsi dalam jumlah yang besar
2. Ada keinginan terus menerus, atau gagal mengurangi zat ini
3. Banyak waktu yang terbuang
4. Keinginan menggunakan zat inhalasi
5. Kegagalan untuk memenuhi kewajiban utama di sekolah, tempat kerja atau rumah
6. Tetap menggunakan zat ini meskipun terdapat masalah internal dan interpersonal
7. Mengurangi kegiatan social
8. Penggunaan berulang walaupun situasi sudah berbahaya secara fisik
9. Penggunaan zat ini dilanjutkan walaupun memiliki masalah fisik dan psikologis yang disebabkan atau diperburuk
olah zat ini
10. Toleransi,
a. Kebutuhan akan zat ini meningkat tajam untuk mencapai efek yang diinginkan
b. Efek ytang sangat berkurang dengan menggunakan jumlah substansi yang sama

11. Membutuhkan zat ini untuk meringkankan atau menghindari gejala withdrawal
American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
Zat-Zat Lainnya
• Zat zat tersebut termasuk : steroid, NSAID, kortisokol, antihistamin,
dinitrogen oksida, amyl-, butyl-, atau isobutyl-nitrit, yang dikunyah
untuk menghasilkan eurofia rengan dan sensasi melayang.
• Kava (tanaman lada); menghasilkan sedasi, inkoordinasi, penurunan
berat badan
• Kation; menghasilkan efek stimulan

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
2. Intoksikasi Zat Lainnya (atau Tidak Diketahui)
Kriteria Diagnostik:
a. Paparan suatu zat yang tidak terdaftar ditempat lain atau tidak
diketahui
b. Perubahan perilaku yang signifikan;mgangguan koordinasi motorik,
agitasi atau retardasi psikomotor, euforia, kecemasan, pertengkaran,
mood mood, gangguan kognitif, gangguan penilaian, penarikan
sosial) dan berkembang selama, setelah, penggunaan zat tersebut.
c. Tanda-tanda atau gejala tidak dapat menyebabkan kondisi medis
lain dan tidak bisa dijelaskan oleh gangguan mental lain.

American Psyhiatric Association. 2013. Diagnostic and Statisical Manual if Mental Disorder 5th Ed. Washington DC: American Psychiatric Publisher.
3. Other (or Unknown) Substance Withdrawal
Kriteria Diagnosis:
A. Penghentian / pengurangan dalam penggunaan suatu zat yang telah berat dan berkepanjangan.

B. Perkembangan sindrom spesifik-zat tak lama setelah penghentian (atau


pengurangan) penggunaan narkoba.

C. Sindrom spesifik-zat menyebabkan distres atau gangguan signifikan secara klinis


dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.

D. Gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis lain, termasuk penarikan dari zat lain.

E. Zat yang terlibat tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori zat lain (alkohol; kafein; ganja; opioid;
obat American
penenang, hipnotik,
Psyhiatric Association. 2013. atau
Diagnosticansiolitik; stimulan,
and Statisical Manual atau
if Mental Disorder tembakau)
5th Ed. atauPsychiatric
Washington DC: American tidak Publisher.
diketahui.

Anda mungkin juga menyukai