Anda di halaman 1dari 144

PENCEGAHAN DAN

PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

dr. Mulyadi Halim


PERMENKES
NO. 27 TAHUN 2017
PERMENKES NO. 27/ 2017
ttg PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
PENCEGAHAN DAN
FAS
PENGENDALIAN
YAN
INFEKSI HAI’s dan
Infeksi KES
yg
PENGGU bersumber PENDIDI
KEWASPA
NAAN dari KAN
DAAN
ANTI Masya- SURV
STANDAR BUNDLE &
MIKROB rakat EI
& S PELATIH
A LANS
TRANSMI AN
SECARA
SI PPI
BIJAK

Ruang Lingkup :  FASYANKES


(RS, Puskesmas, Klinik, Praktek Mandiri Nakes)
Permenkes No. 27 Tahun 2017
Pasal 1 : Pengertian

• Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adh


upaya utk mencegah & meminimalkan terjadinya
infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, &
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
Permenkes 27 Tahun 2017
Pasal 3
(1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus

melaksanakan PPI.

(2) PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

melalui penerapan:

a. prinsip kewaspadaan standar dan berdasarkan

transmisi;

b. penggunaan antimikroba secara bijak; dan

c. bundles.

(3) Bundles : merupakan sekumpulan praktik berbasis


bukti

sahih yang menghasilkan perbaikan keluaran poses

pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif &

konsisten.
Permenkes 27 Tahun 2017
Lanjutan Pasal 3
(5) Dalam pelaksanaan PPI
sebagaimana dimaksud pd ayat (1),
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
harus melakukan:
a. surveilans; dan
b. pendidikan dan pelatihan PPI.
Tim PPI
• Ps 5 (1). Pelaksanaan PPI di Fasyankes sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dilakukan melalui pembentukan Komite PPI atau
Tim PPI.
• Ps 6 (1) Pembentukan komite/tim PPI untuk menyelenggarakan tata
kelola PPI yang baik agar mutu pelayanan medis serta keselamatan
pasien dan pekerja di faskes terjamin dan dilindungi
• Ps 6 (2) disesuaikan dengan jenis, kebutuhan, beban kerja,
dan/atau klasifikasi fasilitas pelayanan kesehatan
• Ps 7 (1): tugas melaksanakan pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pembinaan
• Ps 7 (2): wajib melaporkan pada pimpinan faskes paling
sedikit dua kali setahun
• Ps 9 (1): pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan
PPI
• Ps 9 (2): pelaporan ke Dinas Kesehatan secara berkala
tiap 6 bulan sekali
Tim
PPI
• Ketua tim:
– Dokter yang

mempunyai
minat PPI
– Mengikuti diklat
dasar PPI
– Leadership
• Anggota:
– IPCN
– Anggota lain
Tugas &
tanggungjawab
Ketua Tim PPI
Terselenggaranya dan evaluasi program PPI. :
• Penyusunan rencana (strategis) program PPI.
• Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI.
• Tersedianya SOP-SOP PPI.
• Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
• Memberikan kajian KLB infeksi
• Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI.
• Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko
infeksi.
• Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait dengan PPI.
• Terselenggaranya pertemuan berkala.
• Pelaporan kepada Pimpinan Faskes
• Kriteria IPCN :
– Perawat dengan
pendidikan minimal
Diploma III
– Keperawatan
– Mempunyai minat dalam
PPI.
– Mengikuti pendidikan dan
pelatihan dasar PPI dan
IPCN.
– Memiliki pengalaman
sebagai Kepala Ruangan
atau
– setara.
– Memiliki kemampuan
leadership dan inovatif.
– Bekerja purnawaktu.
• Tugas dan tanggung jawab IPCN:
– Melakukan kunjungan kepada
pasien yang berisiko di ruangan
setiap hari untuk
mengidentifikasi kejadian infeksi
pada pasien di baik rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
– Memonitor pelaksanaaan
program PPI, kepatuhan
penerapan SOP dan memberikan
saran perbaikan bila diperlukan.
– Melaksanakan surveilans infeksi
dan melaporkan kepada Tim PPI
– Turut serta melakukan kegiatan
mendeteksi dan investigasi KLB.
– Memantau petugas kesehatan yang
terpajan bahan infeksius / tertusuk
bahan tajam bekas pakai untuk
mencegah penularan infeksi.
– Melakukan diseminasi prosedur
kewaspadaan isolasi dan
memberikan konsultasi tentang PPI
yang diperlukan pada kasus
tertentu yangterjadi di fasyankes.
– Melakukan audit PPI di seluruh
wilayah fasyankes dengan
menggunakan daftar tilik.
– Memonitor pelaksanaan pedoman
penggunaan antibiotika bersama
Komite/Tim PPRA.
– Mendesain,melaksanakan, memonitor,
mengevaluasi dan melaporkan surveilans
infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan bersama Komite / Tim PPI
– Memberikan motivasi kepatuhan
pelaksanaan program PPI.
– Memberikan saran desain ruangan rumah
sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.
– Meningkatkan kesadaran pasien dan
pengunjung faskes tentang PPI.
– Memprakarsai penyuluhan bagi petugas
kesehatan, pasien, keluarga dan
pengunjung tentang topik infeksi yang
sedang berkembang (New-emerging dan
re- emerging) atau infeksi dengan insiden
tinggi.
– Sebagai coordinator antar
departemen/unit dalam mendeteksi,
mencegah dan mengendalikan infeksi
dirumah sakit.
– Memonitoring dan evaluasi peralatan
medis single use yang di re –use.
Yang harus disusun

• Kebijakan PPI
• Pedoman/Panduan PPI
• Program Kerja PPI
• SOP-SOP terkait dengan PPI:
– SOP kebersihan tangan
– SOP penggunaan APD
– SOP dekontaminasi
– SOP penatalaksanaan limbah
– ….dsb
KONSEP DASAR PPI
Pengantar PPI
• Latar belakang:
– HAIs merupakan salah satu masalah kesehatan yang
dapat dicegah jika faskes melaksanakan program PPI
secara konsisten
– Untuk pelaksanaan PPI diperlukan petugas dan
pengambil kebijakan yang memahami konsep dasar PPI
MENGAPA PPI ?
 Peningkatan kasus
 Penyakit infeksi (new emerging, emerging & re-emerging diseases)
 Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAI’s)
  gambaran mutu pelayanan FASYANKES
 KLB unpredictable
 Keselamatan Pasien dan Keselamatan Petugas Kesehatan
 Data HAI’s :
1 dari 20 pasien dirawat mengalami infeksi akibat yankes (healthcare
associated infection), dimana 70 % diantaranya BISA DICEGAH !!
 < 10% dipengaruhi lingkungan; > 90% dipengaruhi perilaku
Pengertian
• Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated
Infections = HAIs adalah infeksi yg terjadi pada pasien
selama perawatan di RS & Fasyankes lainnya dimana ketika
masuk tdk ada infeksi & tdk dlm masa inkubasi, termasuk
infeksi dlm RS tapi muncul setelah pasien pulang, juga
infeksi karena pekerjaan pada petugas RS & tenaga
kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di
Fasyankes.
FAKTOR RISIKO HAI’s
Instrinsik Ekstrinsik
Usia
Status Gizi PETUGAS
Diabetes
Perubahan respon
imunitas PERALATAN
Infeksi di tempat lain
Lama rawat inap
Pre operatif LINGKUNGAN
Obesitas
Merokok
Kolonisasi PENGGUNAAN
mikroorganisme ANTI BIOTIKA
Perioperative
hypothermia
Estimated rates of HAIs worldwide
– Lebih dari 1,4 juta orang di dunia mengalami infeksi
yang didapat dari fasilitas pelayanan kesehatan
– Pada fasilitas pelayanan kesehatan modern di negara
majur: 5–10% pasien mengalami satu atau lebih
infeksi
– Di negara berkembang risiko HAIs = 2–20 kali
lebih tinggi dibandingkan negara maju
– Proporsi pasien yang terkena dampak HAIs dapat lebih
dari 25 %
– Di ICU, HAIs mengenai lebih kurang 30 % pasien ICU
dan berdampak pada kematian dapat mencapai 44 %
PROGRAM PENCEGAHAN DAN HH
APD
PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) Limbah

HAIs Lingkungan
Peralatan Perawatan Ps
PPRA Penanganan Linen
Kes. Karyawan
Penempatan Pasien
Etika batuk
Penyuntikan yang aman
Praktil lumbal punksi

VAP,IAD
P
ILO,ISK
Airborne
Droplet
Contact
Menerapkan
Bundles of
HAIs
Komite PPI
Tim PPI
IPCN
Audit
IPCN
ICRA
TUJUAN DAN SASARAN
• Pedoman PPI di Fasyankes bertujuan utk meningkatkan
kualitas pelayanan di fasyankes sehinggga melindungi
sumber daya manuasia kesehatan, pasien dan
masyarakat dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan.

• Sasaran Pedoman PPI di Fasyankes disusun utk


digunakan oleh seluruh pelaku pelayanan di fasyankes yg
meliputi tingkat pertama, kedua, & ketiga.
Tujuan PPI
• Tujuan: Meningkatkan mutu
pelayanan di faskes sehingga
melindungi SDM Kesehatan,
pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Ruang Lingkup
Program PPI :
- Kewaspadaan isolasi.
- Penerapan PPI terkait pelayanan
kesehatan (Health Care Associated
Infections/HAIs) berupa langkah yg harus
dilakukan utk mencegah terjadinya HAIs
(bundles).
- Surveilans HAIs.
- Pendidikan dan pelatihan.
- Penggunaan anti mikroba yang bijak.

Disamping itu, dilakukan monitoring


melalui :
- Infection Control Risk Assesment (ICRA).
- Audit.
- Monitoring lainnya secara berkala.
KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI

• Sumber infeksi:
– Dari masyarakat (community acquired infections)
– Dari fasilitas pelayanan kesehatan (healthcare associated
infections)
• Infeksi:
– merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
– Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated
Infections) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien
pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan
tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
• Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections) adalah
infeksi yang didapat penderita ketika penderita itu
dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan, baik itu
puskesmas, klinik, maupun rumah sakit.

• Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien


kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari
pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun
dari petugas kepada pasien.
Enam (6) Komponen Rantai Infeksi
Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yg
harus ada utk menimbulkan infeksi.
Enam (6) komponen rantai penularan infeksi, yaitu:
1. Agen infeksi (infectious agent) adh mikroorganisme
penyebab infeksi. Pada manusia, agen infeksi dpt berupa:
bakteri, virus, jamur dan parasit.
Ada 3 faktor pada agen penyebab yg mempengaruhi
terjadinya infeksi yaitu:
a. patogenitas
b. virulensi dan
c. jumlah (dosis, atau “load”).

2. Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dpt


hidup, tumbuh, berkembang-biak & siap ditularkan kpd
pejamu atau manusia.
Lanjutan .....
3. Portal of exit (pintu keluar) adh lokasi tempat agen infeksi
(mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran
napas, saluran cerna, saluran kemih serta transplasenta.

4. Metode Transmisi / Cara Penularan adh metode transport


mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yg rentan.
Ada beberapa metode penularan yaitu:
a. Kontak: langsung dan tidak langsung.
b. Droplet.
c. Airborne.
d. Melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah).
e. Melalui vektor (biasanya serangga & binatang pengerat).
Lanjutan .....
5. Portal of entry (pintu masuk) adh lokasi agen infeksi
memasuki pejamu yg rentan dpt melalui saluran napas,
saluran cerna, saluran kemih & kelamin atau melalui kulit yg
tdk utuh.

6. Susceptible host (Penjamu rentan) adh seseorang dgn


kekebalan tubuh menurun sehingga tdk mampu melawan
agen infeksi. Faktor yg dpt mempengaruhi kekebalan adh
umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar
yg luas, trauma, pasca pembedahan & pengobatan dgn
imunosupresan.
TUJUAN KEWASPADAAN ISOLASI

Memutus mata rantai infeksi

Memutus rantai 6 link : cara transmisi, mikroba penyebab infeksi,


reservoir,
portal, portal of entry, pejamu rentan
Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu,
status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.

Gambar skema rantai penularan penyakit infeksi


Cara Penularan Infeksi
1. Penularan secara kontak
Penularan dpt terjadi secara kontak langsung (mis: penularan infeksi
hepatitis A virus secara fekal oral), kontak tidak langsung (mis:
kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme) dan droplet.
2. Penularan melalui common vehicle.
Penularan ini melalui benda mati yg telah terkontaminasi oleh kuman
& dpt menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun
jenis-2 common vehicle adh darah/produk darah, cairan intra vena,
obat-obatan, cairan antiseptik, dsb.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan terjadi, karena mikroorganisme mpy ukuran yg sangat
kecil shg dpt mengenai penjamu dlm jarak yg cukup jauh & melalui
saluran pernafasan. Mis: mikroorganisme yg terdapat dlm sel-2 kulit
yg terlepas akan membentuk debu yg dpt menyebar jauh
(Staphylococcus) & tuberkulosis.
Lanjutan .....

4. Penularan dengan perantara vektor


Penularan ini dpt terjadi secara eksternal maupun internal.
Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi
pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yg menempel
pada tubuh vektor, mis. shigella & salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dlm
tubuh vektor & dpt terjadi perubahan biologik, mis. parasit
malaria dlm nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik,
mis. Yersenia pestis pada ginjal (flea).
5. Penularan melalui makanan & minuman
Penyebaran mikroba patogen dpt melalui makanan/minuman
yg disajikan utk penderita. Mikroba patogen dpt ikut
menyertainya shg menimbulkan gejala baik ringan maupun
berat.
Jenis dan Faktor Risiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan atau HAIs, meliputi:
1. Jenis HAIs yg paling sering terjadi di fasyankes,
mencakup:
a. Ventilator associated pneumonia (VAP)
b. Infeksi Aliran Darah (IAD)
c. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
d. Infeksi Daerah Operasi (IDO)

2. Faktor Risiko HAIs, meliputi:


a. Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
b. Status imun yg rendah/terganggu (immuno-
compromised): penderita dgn penyakit kronik,
penderita tumor ganas, pengguna obat-2
imunosupresan.
Lanjutan Faktor Risiko HAIs .....
c. Gangguan/Interupsi barier anatomis:
- Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi
saluran kemih.
- Prosedur operasi dpt menyebabkan infeksi
daerah operasi (IDO) atau “surgical site infection”
(SSI).
- Intubasi & pemakaian ventilator: meningkatkan
kejadian “Ventilator Associated Pneumonia”
(VAP).
- Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD
- Luka bakar dan trauma.
Lanjutan Faktor Risiko HAIs .....
d. Implantasi benda asing:
- Pemakaian mesh pada operasi hernia.
- Pemakaian implant pd operasi tulang,
kontrasepsi, alat pacu jantung.
- “cerebrospinal fluid shunts”.
- “valvular / vascular prostheses”.

e. Perubahan mikroflora normal: pemakaian


antibiotika yg tdk bijak dpt menyebabkan
pertumbuhan jamur berlebihan & timbulnya
bakteri resisten thp berbagai antimikroba.
Dampak Infeksi Nosokomial/HAIs

Infeksi nosokomial/HAIs memberikan dampak sbb:


1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional & dpt
menyebabkan cacat yg permanen serta kematian
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dgn prevalensi
HIV/AIDS yg tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yg tdk
mampu dgn meningkatkan lama perawatan di RS /
Fasyankes, pengobatan dgn obat-2 mahal & penggunaan
pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
KEWASPADAAN STANDAR

Kewaspadaan standar yaitu


kewaspadaan yg utama,
dirancang utk diterapkan secara
rutin dlm perawatan seluruh
pasien di RS & Fasyankes
lainnya, baik yg telah didiagnosis,
diduga terinfeksi atau kolonisasi.
Diterapkan utk mencegah
transmisi silang sebelum pasien di
diagnosis, sebelum adanya hasil
pemeriksaan lab. & setelah pasien
didiagnosis.
Pd th 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas)
komponen utama yg harus dilaksanakan & dipatuhi dlm
Kewaspadaan Standar:
1. Kebersihan tangan.
2. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) secara tepat & benar.
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien.
4. Kesehatan lingkungan.
5. Pengelolaan limbah.
6. Penatalaksanaan linen.
7. Perlindungan kesehatan petugas.
8. Penempatan pasien.
9. Kebersihan pernapasan/etika batuk dan bersin.
10. Praktik menyuntik yang aman.
11. Praktik lumbal pungsi yang aman.
Pemrosesan peralatan perawatan pasien

Pemrosesan alat
adalah satu cara
untuk
menghilangkan
sebagian besar
mikroorganisme
berbahaya yang
berada di peralatan
pasien habis
dipakai.
PERALATAN

Salah satu strategi pencegahan


HAIs adalah dekontaminasi
(pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi)
 Memutus mata rantai penularan
infeksi dari peralatan medis kepada
pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan lingkungan rumah
sakit
Dekontaminasi:
Suatu proses untuk menghilangkan /
memusnahkan mikroorganisme dan
kotoran yang melekat pada peralatan
medis/objek, sehingga aman untuk
penggunaan selanjutnya, meliputi
pembersihan, disinfeksi, sterilisasi
 Alat medis habis pakai
 Permukaan meja/ permukaan lain yang
tercemar / tumpahan darah atau cairan
tubuh pasien
 Linen bekas pakai yang tercemar
darah / cairan tubuh pasien
DEKONTAMINASI PERALATAN PERAWATAN PASIEN

Spaulding, (1968) membagi 3 kategori risiko berpotensi infeksi


utk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan
yg akan digunakan sewaktu merawat pasien, yaitu:
a. Kritikal
Bahan & praktik ini berkaitan dgn jaringan steril atau sistem
darah sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi.
b. Semikritikal
Berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.
c. Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/bahan & praktik yg berhubungan
dgn kulit utuh yg merupakan risiko terendah.
Klasifikasi alat-alat medis
menurut Dr. Earl Spaulding :
Risiko Definisi Peralatan Cara

Kontak dengan jaringan Instrumen bedah, DISTERILKAN :


Tinggi
steril, sistem peredaran laparoskop, kateter Sterilisasi Autoklaf,
( Critical ) darah (Vaskuler) jantung, Scapel, ETO atau strilisasi
implant temperatur rendah,
chemical sterilans
Disposible
Kontak dengan Endoskopi/anestesi, , Disinfeksi Tingkat
Sedang
membran mukosa yang ETT, termometer Tinggi: pasteurisasi,
( Semi utuh, mudah rectal steam, disinfektan
terkontaminasi dengan kimiawi
Critical ) mikroba.
Kontak dengan kulit Stetoskope, Tidak perlu Steril :
Rendah
yang utuh dan tidak tensimeter, linen, pembersihan fisik /
( Non- mengenai membran bedpan, urinal, disinfeksi tingkat
mukosa, lingkungan apron,alat makan rendah (deterjen dan
Critical ) secara tidak langsung. air)
lantai, dinding,
tempat tidur
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien
dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas pakai
perawatan pasien yg terkontaminasi darah atau cairan
tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi)
sesuai Standar Prosedur Operasional sbb:
a. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen
atau enzyme lalu dibersihkan dgn menggunakan spons
sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
sterilisasi.
b. Peralatan yg telah dipakai utk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan utk
pasien lainnya.
c. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang & dimusnahkan
sesuai prinsip pembuangan sampah & limbah yg benar. Hal
ini juga berlaku utk alat yg dipakai berulang, jk akan dibuang.
d. Untuk alat bekas pakai yg akan di pakai ulang, setelah
dibersihkan dgn menggunakan spons, di DTT dgn klorin
0,5% selama 10 menit.
e. Peralatan nonkritikal yg terkontaminasi, dpt
didisinfeksi menggunakan alkohol 70%. Peralatan
semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan
peralatan kritikal harus didisinfeksi & disterilisasi.
f. Utk peralatan yg besar seperti USG dan X-Ray, dpt
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di
ruangan isolasi.
Alur sterilisasi
Peralatan Pra-
kotor pembersihan

Digunakan
Dibersihkan

Disterilkan

Dikemas Dikeringkan
METODE
STERILISASI

Suhu Tinggi Suhu Rendah

EO Radias
i
Uap Panas kering Hydrogen Paracetic
Peroxide Acid

Gravitas Formadehyde
i
Prevakum
(Pembersihan Awal : Proses yg membuat benda
mati lebih aman utk ditangani o/ petugas sebelum
di bersihkan, dan mengurangi tapi tdk
menghilangkan jlh mikroorganisme yg
mengkontaminasi).
(Pembersihan : Proses yg secara fisik
membuang semua kotoran, darah,
atau cairan tubuh lainnya dari
permukaan benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme
untuk mengurangi risiko bagi mereka
(Sterilisasi : Proses yg menyentuh kulit atau menangani
menghilangkan semua objek tsb. Proses ini ttd: mencuci
mikroorganisme sepenuhnya dgn sabun/detergen & air
termasuk endospora atau menggunakan enzim, membilas
menggunakan uap dgn air bersih, & mengeringkan).
tekanan tinggi (otoklaf),
panas kering (oven),
sterilisasi kimiawi, atau
radiasi).

(DTT : Proses menghilangkan


semua mikroorganisme, kecuali
beberapa endospora bakterial dari ALUR DEKONTAMINASI
objek, dgn merebus, menguapkan PERALATAN PASIEN
atau memakai disinfektan kimiawi).
Cara pembersihan

Manual Mesin
 Sterilisasi dengan suhu tinggi
 Sterilisasi uap (Steam Heat)
 Sterilisasi panas kering (Dry Heat)
 Sterilisasi dengan suhu rendah
 Ethylene Oxide
 Hydrogen Peroxide Plasma Sterilization
(STERRAD)
 Liquid Paracetic Acid
 Metode sterilisasi paling tua, aman, efektif,
relatif tidak mahal, bersifat non toksik
 Suhu dan waktu:
 121 ° C (250° F) selama 30 menit
 132 ° C (270° F) selama 4 menit .
 Direkomendasikan untuk peralatan yang
tahan panas dan tahan uap.
 Keuntungan:
 dapat mensterilkan bahan yang tidak dapat
ditembus steam
 tidak bersifat korosi, mencapai seluruh
permukaan alat
 Kelemahan:
 penetrasi panas lambat - waktu lama
 perlu suhu tinggi
 dapat merusak bahan karet
 Penggunaan untuk:
 minyak, serbuk halus, syringe, kaca, gelas,
benda tajam

 Suhu dan waktu:


 170° C (340° F) selama 60 menit
 160° C (320° F) selama 120 menit
 150° C (300° F) selama 150 menit
 Untuk sterilisasi alat medis yang sensitif terhadap
panas dan uap.
 ETO tidak berwarna, mudah terbakar
 Suhu 29° - 65 °C atau 45 °C -85 °C.
 Keuntungan:
 non korosif terhadap plastik, metal , karet.
 tidak berbau
 Kelemahan:
 waktu lama (2 – 5 jam), biaya tinggi, bersifat toksik,
mutagenik, karsinogenik, iritasi saluran pernapasan, dalam
konsentrasi tinggi dapat menimbulkan pusing, mual, muntah.
 Pembersihan tidak adekuat
 Konsentrasi larutan disinfektan tidak tepat
 Penyimpanan tidak benar
 Penyimpanan basah setelah sterilisasi
Mesin Disinfector
AUTOCLAVE STERILIZATOR
Humidifier
• Untuk rawat inap:
satu pasien tiap tiga
hari s/d seminggu
sekali
• Tiap ganti pasien
ganti humidifier
• Cuci dengan air sabun
• Nasal canule or
oxygen mask every
week
 Salah satu upaya pencegahan HAIs
adalah melakukan dekontaminasi
meliputi pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi
 Agar mutu sterilisasi terjamin baik
diperlukan kegiatan monitoring,
evaluasi dan tindakan lanjut
7. PERLINDUNGAN KESEHATAN PETUGAS

Pengantar tatalaksana pajanan


TUJUAN PERLINDUNGAN PETUGAS
KESEHATAN

Mencegah terjadinya Healthcare


Associated Infections (HAIs) akibat
pekerjaan
Sumber infeksi pada petugas kesehatan

• Pasien
• Petugas kesehatan lainnya
• Peralatan yang

terkontaminas
i
• Lingkungan yang tidak
RISIKO TERHADAP PETUGAS KESEHATAN
BERUPA :

- Pemaparan terhadap zat kimia


- Radiasi
- Fisik bangunan
- Peralatan yang terkontaminasi infeksi:
HIV
Hepatitis B (HBV)
Hepatitis C (HBC)
AKIBAT LUKA TUSUK PADA NAKES
(CANADA COMUNICABLE DISEASES REPORT 2001)

Risiko terinfeksi Persentase


HBV 10-35 %
HCV 2.7 %
HIV 0.3 %
Akibat Luka Tusuk Jarum
Tahun 1985, terjadi epidemik HIV pada petugas
kesehatan di US

Karena Luka tusuk jarum

Universal Precaution
EPIDEMIOLOGI
56 kasus tertular HIV pada kecelakaan
kerja (JUNI 1997, US-CDC)

52 terpajan dengan darah


1 terpajan cairan tubuh tercampur darah
3 terpajan langsung dengan virus di Lab

50 terpajan melalui luka tusuk


- 5 terpajan percikan cairan tubuh yang tercemar melalui mukosa
- 1 terpajan melalui tusukan dan percikan
Luka tusuk jarum

21.5% selama tindakan

78.5% setelah tindakan


Recapping
Melepas jarum / scalpel
Penempatan jarum
• Terluka kena benda tajam habis pakai saat
menangani limbah infeksius
• Terluka saat membuang jarum bekas pakai,
ternyata terdapat jarum lain yang menonjol
keluar
• Tertusuk jarum bekas pakai oleh diri sendiri
saat melakukan tindakan
• Tertusuk jarum bekas pakai saat merapikan
peralatan bekas pakai
• Tertusuk jarum saat re-capping jarum bekas pakai
• Tertusuk jarum bekas pakai saat memasang
vena dalam terhadap pasien
• Tertusuk jarum bekas pakai saat membuang
jarum bekas skin test .
• Jarum disarungkan kembali, jarum menembus
tutupnya
PENYEBAB KECELAKAAN

- Kurangnya kesadaran karyawan


- Kualitas dan ketrampilan kerja kurang memadai
- Meremehkan risiko kerja, tidak

menggunakan alat pelindung diri yang sesuai


ketentuan
- Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan
- Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh
- Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
TUJUAN PROGRAM PERLINDUNGAN PETUGAS
KESEHATAN

1. Meningkatkan rasa aman karyawan


2. Mempertahankan kesehatan karyawan
3. Mengurangi biaya perawatan
4. Mencegah timbulnya wabah
5. Mencegah tuntutan hukum
PROGRAM PERLINDUNGAN PETUGAS
KESEHATAN
► Pemeriksaan kesehatan secara berkala
► Pencegahan penularan infeksi terhadap
petugas kesehatan
► Penyediaan Sarana Kewaspadaan Standar
► Pemberian immunisasi /profilaksis anti virus
dan vaksin flu
► Penatalaksanaan pasca luka tusuk benda
tajam bekas pakai
► Senantiasa menjaga perilaku hidup sehat
Perlindungan Kesehatan Petugas
• Pemeriksaan berkala terhadap semua tenaga
kesehatan dan non kesehatan
Ada kebijakan tentang tata laksana akibat tusukan
jarum atau benda tajam bekas pakai pasien: harus
jelas siapa yang harus dihubungi pada saat terjadi
kecelakaan, dan pemeriksaan serta konsultasi yang
dibutuhkan untuk petugas tsb
Waspada dan hati-
hati dalam bekerja
untuk mencegah
terjadi trauma saat
menangani jarum,
scalpel, alat tajam
lain, dan saat
membersihkan
instrumen dan saat
membuang jarum
Jangan melakukan penutupan kembali (recap)
jarum yang telah dipakai, memanipulasi dengan
tangan, menekuk, mematahkan, atau melepas
jarum dari spuit
Buang jarum, spuit, pisau, scalpel, dan peralatan
tajam habis pakai dalam wadah khusus tahan
tusukan/tidak tembus
Apabila terjadi kecelakaan: tertusuk jarum bekas
pasien, terpercik bahan infeksius perlu pengelolaan
cermat dan tepat untuk mencegah semaksimal
mungkin terjadinya infeksi yang tidak diharapkan
• Insiden pajanan okupasional:
– Infeksi melalui darah: HIV, hepatitis B, hepatitis C yang berpotensi
paling berbahaya dan mencemaskan
– Risiko hepatitis B dan C lebih tinggi dibandingkan HIV
• Kewaspadaan standar merupakan layanan standar minimal
untuk mencegah penularan patogen melalui darah
PERLINDUNGAN KESEHATAN PETUGAS
• Lakukan pemeriksaan kesehatan berkala terhadap semua petugas baik
tenaga kesehatan maupun tenaga nonkesehatan. Fasyankes harus
mempunyai kebijakan utk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda
tajam bekas pakai pasien, yg berisikan antara lain siapa yg harus dihubungi
saat terjadi kecelakaan & pemeriksaan serta konsultasi yg dibutuhkan oleh
petugas yg bersangkutan.

• Petugas hrs selalu waspada & hati-2 dlm bekerja utk mencegah terjadinya
trauma saat menangani jarum, scalpel & alat tajam lain yg dipakai setelah
prosedur, saat membersihkan instrument dan saat membuang jarum.

• Jangan melakukan penutupan kembali (recap) jarum yg telah dipakai,


memanipulasi dgn tangan, menekuk, mematahkan atau melepas jarum dari
spuit. Buang jarum, spuit, pisau, scalpel, & peralatan tajam habis pakai
lainnya ke dalam wadah khusus yg tahan tusukan/tidak tembus sebelum
dimasukkan ke insenerator. Bila wadah khusus terisi ¾ harus diganti dgn yg
baru utk menghindari tercecer.
• Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk
jarum suntik bekas pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu
pengelolaan yang cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah
semaksimal mungkin terjadinya infeksi yang tidak diinginkan.
• Sebagian besar insiden pajanan okupasional adalah infeksi melalui darah
yang terjadi dalam fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). HIV,
hepatitis B dan hepatitis C adalah patogen melalui darah yang
berpotensi paling berbahaya, dan kemungkinan pajanan terhadap
patogen ini merupakan penyebab utama kecemasan bagi petugas
kesehatan di seluruh dunia.
• Risiko mendapat infeksi lain yang dihantarkan melalui darah (bloodborne)
seperti hepatitis B dan C jauh lebih tinggi dibandingkan mendapatkan
infeksi HIV. Sehingga tatalaksana pajanan okupasional terhadap penyebab
infeksi tidak terbatas pada PPP HIV saja.
• Di seluruh fasyankes, kewaspadaan standar merupakan layanan
standar minimal untuk mencegah penularan patogen melalui darah.
a. Tata Laksana Pajanan
 Perlukaan seperti tertusuk jarum suntik
bekas pasien, terpercik bahan infeksius,
perlu pengelolaan yang cermat dan tepat
untuk mencegah infeksi yang tidak
diinginkan.
 Pajanan yang memiliki risiko : perlukaan
kulit, pajanan selaput mukosa dan kulit yang
luka
a. Tatalaksana Pajanan

Tujuan tatalaksana pajanan adh utk mengurangi waktu


kontak dgn darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber
pajanan & utk membersihkan & melakukan dekontaminasi
tempat pajanan.

Tatalaksana :
1). Pertolongan Pertama
2). Pelaporan Pajanan
3). Telaah Pajanan
1). Pertolongan Pertama (Cuci) :
- Bila tertusuk jarum segera bilas dgn air mengalir & sabun
/ cairan antiseptik sampai bersih.
- Bila darah / cairan tubuh mengenai kulit yg utuh tanpa
luka atau tusukan, cuci dgn sabun & air mengalir.
- Bila darah / cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan &
kumur-2 dgn air beberapa kali.
- Bila terpecik pada mata, cucilah mata dgn air mengalir
(irigasi), dgn posisi kepala miring kearah mata yg
terpercik.
- Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar &
bersihkan dgn air.
- Bagian tubuh yg tertusuk tdk boleh ditekan & dihisap
dgn mulut.
b. Tatalaksana Pajanan Bahan Infeksius di Tempat Kerja

Langkah 1) : Cuci
1). Tindakan darurat pd bagian yg terpajan spt tsb di atas.

Langkah 2) : Pelaporan Pajanan


- Setiap pajanan dicatat & dilaporkan kepada yg berwenang
yaitu atasan langsung & Tim PPI atau K3.
- Laporan tsb sangat penting utk menentukan langkah
berikutnya.
- Memulai PPP (Profilaksi Pasca Pajanan) sebaiknya
secepatnya kurang dari 4 jam & tidak lebih dari 72 jam,
setelah 72 jam tidak dianjurkan karena tidak efektif.
- Alur Penanganan / Pelaporan Pajanan.
Langkah 3) : Telaah Pajanan
1). Pajanan
2). Bahan Pajanan
3). Status Infeksi
4). Kerentanan
Risiko untuk setiap Needle Stick Injury
(Guidance Note on Health Care Safety from HIV and other Blood Borne Viruses,
2002)

PETANDA INFEKSI RISIKO


PADA PASIEN TERTULAR/NSI(%)
HbeAg positif 30 – 40%
HCV-PCR positif 10 %
HbsAg positif 9,4 %

HIV positif 0,4 %


8. PENEMPATAN PASIEN
a) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan
pasien non infeksius.
b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola
transmisi infeksi penyakit pasien (kontak, droplet,
airborne) sebaiknya ruangan tersendiri.
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan
dirawat bersama pasien lain yang jenis infeksinya
sama dengan menerapkan sistem cohorting.
d) Jarak antara tempat tidur minimal 1-2 meter.
Untuk menentukan pasien yang dapat disatukan
dalam satu ruangan, dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada Komite atau Tim PPI.
e) Semua ruangan terkait cohorting harus
diberi tanda kewaspadaan berdasarkan jenis
transmisinya (kontak,droplet, airborne).
f) Pasien yang tidak dapat menjaga
kebersihan diri atau lingkungannya
seyogyanya dipisahkan tersendiri.
g) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya
melalui udara (airborne) agar dibatasi di lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada
yang lain.
h) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat
bersama dengan pasien TB dalam satu ruangan
tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan
sesama pasien TB.
KEBERSIHAN PERNAPASAN / ETIKA BATUK & BERSIN

• Diterapkan untuk
semua orang terutama
pada kasus infeksi
dengan jenis transmisi
airborne dan droplet.
• Fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyediakan sarana cuci tangan seperti
wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair,
tempat sampah infeksius dan masker bedah.
Langkah-langkah
Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran
napas, harus melaksanakan dan mematuhi
langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau
sapu tangan atau lengan atas.
b) Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan
kemudian mencuci tangan.
• Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS) dan fasilitas pelayanan kesehatan lain
dapat dilakukan melalui:
– audio visual,
– leaflet,
– poster, banner,
– video melalui TV di ruang tunggu atau
– lisan oleh petugas
PRAKTIK MENYUNTIK YANG AMAN
• Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk
setiap suntikan, berlaku juga pada penggunaan vial
multidose untuk mencegah timbulnya kontaminasi
mikroba saat obat dipakai pada pasien lain.
• Buang spuit dan jarum suntik bekas pakai ke tempatnya
dengan benar (safety box).
Rekomendasi penyuntikan yang aman
• Menerapkan aseptic
technique untuk mecegah
kontaminasi alat-alat injeksi
(kategori IA).
• Tidak menggunakan semprit
yang sama untuk
penyuntikan lebih dari satu
pasien walaupun jarum
suntiknya diganti (kategori
IA).
• Semua alat suntik yang
dipergunakan harus satu
kali pakaiuntuk satu pasien
dan satu prosedur (kategori
IA).
• Gunakan cairan
pelarut/flushing hanya
untuk satu kali (NaCl, WFI,
dll) (kategori IA).
• Gunakan single dose untuk
obat injeksi (bila
memungkinkan) (kategori
IB).
• Tidak memberikan obat-
obat single dose kepada
lebih dari satu pasien atau
mencampur obat-obat sisa
dari vial/ampul untuk
pemberian berikutnya
(kategori IA).
• Bila harus menggunakan obat-obat multi dose,
semua alat yang akan dipergunakan harus steril
(kategori IA).
• Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan
rekomendasi dari pabrik yang membuat (kategori
IA).
• Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih
dari 1 pasien (kategori IB)
X
X
PRAKTIK LUMBAL FUNGSI YANG AMAN
• Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih,
sarung tangan steril saat akan melakukan tindakan lumbal
pungsi, anestesi spinal/epidural/pasang kateter vena sentral.
• Penggunaan masker bedah pada petugas dibutuhkan agar tidak
terjadi droplet flora orofaring yang dapat menimbulkan
meningitis bakterial.
KEWASPADAA Diterapkan pada semua klien
N STANDAR yang ke fasilitas
pelayanan kesehatan, setiap
waktu

KEWASPADAA
Hanya diterapkan pada
N
BERDASARKAN pasien yang dicurigai
TRANSMISI terinfeksi
KEWASPADAAN
TRANSMISI

8
KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI

Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai tambahan Kewaspadaan


Standar yang dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan setelah
terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan
transmisi sebagai berikut:
1. Melalui kontak

2. Melalui droplet

3. Melalui udara (Airborne Precautions)

4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)

5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)


1. Kewaspadaan Transmisi Melalui Kontak
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan risiko timbulnya Healthcare

Associated Infections (HAIs), terutama risiko transmisi mikroba yang


secara
epidemiologi diakibatkan oleh kontak langsung atau tidak langsung.
a) Kontak langsung meliputi kontak dengan permukaan kulit yang terbuka dengan
kulit terinfeksi atau kolonisasi. Misalnya pada saat petugas membalikkan tubuh
pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, mengganti perban, merawat
oral
pasien Herpes Simplex Virus (HSV) tanpa sarung tangan.
b) Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci atau
benda mati dilingkungan pasien, misalnya instrumen, jarum, kasa, mainan
anak,
dan sarung tangan yang tidak diganti.
c) Hindari menyentuh permukaan lingkungan lain yang tidak berhubungan
dengan perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas kebersihan
tangan
(hand hygiene).
Permukaan lingkungan dapat terkontaminasi melalui kontak dengan tangan
pasien atau petugas, gaun/alat/saputangan/tissue yang telah dipakai
dan benda yang terkontaminasi cairan tubuh

d) Petugas harus menahan diri untuk tidak menyentuh mata, hidung,


mulut
saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi / tanpa sarung
tangan.
2. Kewaspadaan Transmisi Melalui Droplet
Transmisi droplet terjadi ketika partikel droplet berukuran >5 μm yang
dikeluarkan pada saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkhoskopi, melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak <2
m dan mengenai mukosa atau konjungtiva, untuk itu dibutuhkan APD atau
masker yang memadai, bila memungkinkan dengan masker 4 lapis atau
yang mengandung pembunuh kuman (germ decontaminator). Jenis
transmisi percikan ini dapat terjadi pada kasus antara lain common cold,
respiratory syncitial virus (RSV), Adenovirus, H5N1, H1N1.
3. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara (Air-Borne Precautions)
Transmisi melalui udara secara epidemiologi dapat terjadi bila seseorang
menghirup percikan partikel nuklei yang berdiameter 1-5 μm (<5 μm)
yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara >2 m dari sumber, dapat terhirup oleh individu
rentan di ruang yang sama atau yang jauh dari sumber mikroba.
Penting mengupayakan pertukaran udara >12 x/jam (12 Air Changes
per Hour/ACH).
• Pertukaran udara alamiah (natural ventilation)
dapat dikombinasikan dengan pertukaran udara
mekanis yang menggunakan kipas angin dan
ekshaust fan untuk mengatur udara di dalam
suatu ruangan agar menghindari/meminimalkan
terjadinya penularan. Hal ini selaras dengan
rekomendasi dari WHO.
Langkah-Langkah Penerapan
Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara

• Pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien


dan ventilasi mekanis di dalam suatu ruangan
dengan memperhatikan arah suplai udara bersih
yang masuk dan keluar.
• Penempatan pasien TB yang belum pernah
mendapatkan terapi OAT, harus dipisahkan dari
pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah
mendapat terapi OAT secara efektif berdasarkan
analisis resiko tidak berpotensi menularkan TB baru
dapat dikumpulkan dengan pasien lain.
• Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan
penggunaan APD pada pasien, petugas dan
pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan
rawat pasien sesuai kewaspadaan transmisinya.
• Ruang rawat pasien TB/MDR TB sebaiknya
menggunakan ruangan bertekanan negatif. Untuk RS
yang belum mampu menyediakan ruang tersebut,
harus memiliki ruang dengan ventilasi yang memadai,
minimal terjadi pertukaran udara 12x/jam (diukur
dengan alat Vaneometer).  untuk rumah sakit
dengan ruang isolasi
Contoh penghitungan pertukaran udara
• Jendela terbuka : tinggi 0.5 m, lebar 0,5 m
• Luas jendela 0.5 x 0.5 = 0,25m2
• Kecepatan udara rata-rata lewat jendela = 0,5 m/detik
• Dimensi ruangan: lebar 3 m, panjang 5 m, tinggi 3 m
• Isi ruangan = 3 x 5 x 3 = 45 m3
• Perkiraan laju aliran udara rata-rata:
• Luas jendela x kecepatan udara rata-rata lewat jendela = 0,25 m2 x
0,5m/detik x 3600 detik/jam = 450 m3/jam
• Pertukaran udara setiap jam:
Laju aliran udara rata-rata dibagi isi ruangan = 450m3/jam : 45m3
= 10 kali/jam
Gambar Alur Pasien Infeksius
PENERAPAN PENCEGAHAN INFEKSI
PADA PEMAKAIAN ALAT KESEHATAN

Ventilator
– Kebersihan tangan
– Posisi tidur 30 ° -45 °
– Kebersihan mulut
– Manajemen sekresi
– Sedasi dan extubasi
PENERAPAN PENCEGAHAN INFEKSI
PADA PEMAKAIAN ALAT KESEHATAN
Central Line Insertion Bundle Central Line Maintenance Bundle
(CLIB) (CLMB)

1. Lokasi pemilihan optimal 1. Kaji setiap hari pentingnya


2. Kebersihan tangan pemakaian CVL
3. Alcohol-based chlorhexidine 2. Kebersihan tangan
skin preparation; 3. Disinfeksi hub dan pergantian
4. Penggunaan APD maksimal devices
4. Teknik dressing aseptik dan tepat
5. Standar penggantian administasi
set
Central
Vena
Line
PENERAPAN PENCEGAHAN INFEKSI
PADA PEMAKAIAN ALAT KESEHATAN

Bundles insersi Bundles Pemeliharaan


1. Kaji kebutuhan 1. Kebersihan tangan
2. Pemasangan oleh petugas 2. Perawatan kateter
yang terlatih 3. Pemeliharaan kateter
3. Kebersihan tangan 4. Segera lepas jika tidak
4. Tehnik steril dibutuhkan lagi
PENERAPAN PENCEGAHAN INFEKSI PADA
TINDAKAN OPERASI

PRE -OP INTRA-OP PASKA-OP


1. Tidak melakukan 1. Kebersihan tangan 1. Rawat luka tehnik
pencukuran,kecuali bedah aseptik
mengganggu 2. Preparasi kulit 2. Luka balutan
jalannya operasi ditutup 24-48 jam,
3. Lingkungan;
2. Antibiotka kecuali ada indikasi
pertukaran udara 15
profilaksis lain
X/jam. Kelembaban
3. Temp.tubuh normal 40-60% 3. Nutrisi
4. Gula darah normal
dibawah 200
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai