SISTEM
PENCERNAAN
1. Mulut
Rongga mulut dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Atap mulut
tersusun atas palatum keras dan palatum lunak, keduanya diliputi oleh epitel
gepeng berlapis.
– Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir.
– Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
– Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri
dari berbagai macam bau
– Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna.
– Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
– Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
Anatomi Sistem Pencernaan
Lidah
Merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran
mukosa. Permukaan bawah lidah, membran mukosa halus,
sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi banyak tonjolan
epitel yang disebut papile. 4 jenis papile :
a. Papilae filiformis terdapat diseluruh permukaan lidah.
Epitelnya tidak mengandung reseptor
b. Papilae fungiformis menyerupai bentuk jamur, memiliki
reseptor yang tersebar pada permukaan atas
c. Papilae foliate tersusun sebagai tonjolan yang sangat padat
sepanjang pinggir lateral belakang lidah, papilla ini
mengandung banyak reseptor
d. Papilae circumfalatae merupakan papile yang sangat bsar
yang pipih dan luas diatas papillae lain. Memiliki reseptor
Anatomi Sistem Pencernaan
2. Faring
Saluran berbentuk kerucut yang terletak di belakang rongga
hidung dan mulut. Merupakan persimpangan antara saluran
makanan dan saluran pernapasan. Berfungsi sebagai jalan
bagi udara dan makanan, selain itu juga sebagai ruang getar
untuk menghasilkan suara. Faring dibagi menjadi 3 bagian
a. Nasofaring dibelakang hidung, daerah faring yang
membuka ke arah rongga hidung
b. Orofaring dibelakang mulut, membuka ke arah rongga
mulut
c. Laringofaring bagian terendah yang terletak
dibelakang laring.
Anatomi Sistem Pencernaan
3. Esofagus
- Sebuah tabung berotot panjangnya 20-25 cm
- Diatas mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
lambung
- Setelah melalui toraks, menembus diafragma, masuk ke
dalam abdomen, dan menyambung dengan lambung
- Berdinding 4 lapis :
a. Lapisan jaringan ikat yang renggang
b. Dua lapis serabut otot yang satu berjalan longitudinal
dan yang lain sirkuler
c. Lapisan submukosa
d. Paling dalam terdapat selaput lendir (mukosa)
Anatomi Sistem Pencernaan
4. Lambung
- Terdiri dari bagian atas yaitu fundus, batang
utama dan bagian bawah yang horizontal yaitu
antrum pilorik.
- Lambung berhubungan dengan esofagus
melalui orifisium atau kardia dan dengan
duodenum melalui orifisium pilorik.
- Terletak di bawah diafragma, di depan pankreas
dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus.
Struktur Lambung
– Lapisan peritoneal yang merupakan lapisan serosa
– Lapisan otot
– Lapisan longitudinal yg bersambung dgn esofagus
– Lapisan sirkuler yg paling tebal dan terletak di pilorik membentuk spinkter.
– Lapisan obliq yg terdapat pada bagian fundus dan berjalan mulai dari
orifisium kardiak, membelok ke bawah melalui kurvatura minor.
– Lapisan sub mukosa terdiri dari jaringan areolar yg banyak mengandung
pembuluh darah dan limfe.
– Lapisan mukosa berbentuk rugae (kerutan), dilapisi epitelium silindris yg
mensekresi mukus.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
2. Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Pencernaan pada Lambung
5. Usus Halus
– Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan
usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah
yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta.
– Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi
usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-
pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak.
Struktur Usus Halus
DUODENUM
– Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus,
dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
– Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang
bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
Struktur Usus Halus
JEJUNUM
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan
usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Struktur Usus Halus
ILEUM
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
Usus Halus
6. Usus Besar
– Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah
bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses.
– Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus
besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi.
– Bakteri berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk
fungsi normal dari usus.
Anatomi Sistem Pencernaan
6. Usus Besar
Usus besar tdiri dari :
* Kolon asendens (kanan)
* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Usus Besar
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia,
burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki
sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil,
yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
Anatomi Sistem Pencernaan
Rektum
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.
Anus
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari
tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama
anus
Pankreas
Menurut WHO diare adalah buang air besar dengan konsistensi cair sebanyak 3 kali atau
lebih dalam satu hari. Secara umum diare disebabkan dua hal yaitu gangguan absorpsi
atau sekresi.
– Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu
a. Absorpsi
b. Gangguan sekresi
– Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung < 14 hari
b. Diare kronis yang berlangsung > 14 hari non infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung > 14 hari dengan infeksi
– Berdasarkan patofisiologi
a. Osmotic Diarrhoea
b. Secretori Diarrhoea
c. Exudative Diarrhoea
– Diare terjadi karena adanya infeksi alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi
imun adalah kategori terbesar diare. Pada balita penyebab diare terbanyak adalah
akibat infeksi virus terutama Rotavirus.
– mekanisme terjadinya diare adalah gangguan osmotik gangguan sekresi akibat
toksin dinding usus sekresi air dan elektrolit meningkat diare.
– Akibat diare kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) gangguan keseimbangan
asam basa, gangguan gizi, hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
Klasifikasi Diare berdasar derajat dehidrasi
Keinginan untuk Normal, tidak ada Ingin minum terus, Malas minum
minum rasa haus ada rasa haus
Turgor Segera Kembali Kembali Lambat Kembali sangat
lambat
Terapi Diare
Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi
– Peningkatan higiene dan sanitasi – Anti-diare untuk mengurangi peristaltik,
– Hindari konsumsi makanan sembarangan/ spasme usus, menahan iritasi, absorpsi racun
dan sering dikombinasi dengan antimikroba
mentah
– Diare yang menyebabkan dehidrasi ringan dan
– Mengkonsumsi air bersih dan matang
sering infus
– Mencuci tangan setelah BAB atau setelah – Bila tidak disertai muntah cairan garam
bekerja rehidrasi (ORALIT)
– Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan – Pemberian zinc selama 10 hari membantu
dan diteruskan hingga 2 tahun memperbaiki mukosa usus yang rusak dan
– Memberikan MPASI sesuai usia meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Dosis :
a. Balita umur < 6 bulan : ½ tablet (10mg)/hari
– Buang air besar dijamban
b. Balita umur ≥ 6 bulan : 1 tablet (20mg)/hari
Gastritis
– Distensi abdomen
– Borborigimus (gemuruh usus)
– rasa nyeri dan tekanan
– Penurunan nafsu makan
– Sakit kepala
– Kelelahan
– Tidak dapat makan
– Sensasi pengosongan tidak lengkap
– Mengejan saat defekasi
– Serta eliminasi volume feses sedikit, keras dan kering
Terapi Konstipasi
Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi
– Keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau dengan kekuatan. Mual dan
muntah merupakan gejala umum dari gangguan fungsional saluran pencernaan
– Disebabkan karena pengaktifan pusat muntah di otak
– Muntah dapat disebabkan karena makan atau menelan zat iritatif atau zat beracun
atau makanan yang sudah rusak
– Masalah psikis juga dapat menyebabkan mual dan muntah (muntah psikogenik)
– Gejala mual dan salivasi yang berlebihan sering terjadi sesaat sebelum muntah
– Pengobatan muntah dapat dilakukan dengan obat-obat anti emetika seperti :
a. Domperidon
b. Metoklopramid
c. Klorpromazin HCL
Apendisitis
– Merupakan suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda asing batu feses kemudian terjadi
proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari apendiks verivormis.
– Infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
– Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang berbahaya
– Klasifikasi :
a. Apendisitis akut
Radang mendadak di umbai cacing disertai atau disertai rangsangan peritoneum lokal
b. Apendisitis rekuens
Ada riwayat nyeri berulang di perut bagian kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi
c. Apendisitis Kronis
Memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah > 2 minggu dan keluhan hilang setelah
apendiktomi
– Dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh feses yang terlibat / fekalit
– Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa submukosa
melibatkan peritoneal cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan
serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan.
– Dalam stadium tersebut, mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen
yang menjadi distensi dengan pus arteri yang menyuplai apendiks menjadi
bertrombosir dan apendiks kekurangan suplai darah menjadi nekrosis ke rongga
peritoneal.
– Komplikasi yang dapat terjadi :
a. Perforasi
b. Peritonitits
Penatalaksanaan Apendisitis
a. Sebelum operasi
– Observasi
8-12 jam setelah muncul keluhan perlu diobservasi, penderita diminta tirah baring dan dipuaskan.
– Antibiotik
Apendisitis perforasi memerlukan antibiotik, kecuali apendisitis tanpa komplikasi, penundaan
tindakan bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses
b. Operasi
Apendiktomi segera dilakukan untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan
dengan dua metode pembedahan yaitu teknik terbuka (laparatomi) atau dengan teknik laparoskopi.
c. Setelah Operasi
Observasi untuk mengetahui adanya perdarahan di dalam, hipertermia, syok atau gangguan
pernapasan,
Typus
Penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella Typhosa atau salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (radang lambung).
Biasnya dengan gejala demam lebih dari 1 minggu. Mengalami gangguan pencernaan dan gangguan
kesadaran.
Salmonella Thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara yang dikenal dengan 5F, yaitu :
a. Food
b. Fingers
c. Fomitus
d. Fly
e. Feses
– Yang paling menonjol adalah lewat mulut manusia yang baru terinfeksi lambung. Sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lolos masuk ke usus halus dan mengeluarkan
endotoksin sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri primer --> melalui aliran darah dan
jaringan limpoid limfa dan hati.
– Didalam jaringan limpoid kuman berkembang biak --> aliran darah menyebabkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perforasi usus dan
perdarahan.
– Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh meningkat risiko kekurangan cairan
tubuh.
– Jika kondisi terjaga, terbentuk antibodi kuman typus akan mati dan penderita sembuh
– Obat antibiotika yang biasa digunakan ialah : ampisislin dan amoksislin, antipiretika, bila
perlu diberikan laksansia.
– Tirah baring untuk mencegah perdarahan usus atau perforasi usus
– Mobilisasi bertahap bila tidak panas sesuai dengan kekuatan penderita
– Diet makanan yang tidak merangsang saluran cerna dalam bentuk lunak
– Transfusi bila diperlukan pada komplikasi perdarahan
Dispepsia
Dispepsia menggambarkan kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa
panas yang menjalar di dada. Keluhan ini disebabkan oleh berbagai penyakit, termasuk penyakit
yang mengenai lambung atau yang dikenal sebagai penyakit maag.
Klasifikasi Dispepsia :
a. Dispepsia organik
adapun jenis-jenis dispepsia organik yaitu, tukak pada saluran cerna atas, gastritis, gastro-
esophageal Reflux Disease (GERD), karsinoma, pankreatitis, dispepsia pada sindrom
malabsorpsi, gangguan metabolisme, dispepsia akibat infeksi bakteri helicobacter pylori
b. Dispepsia non organik/dispepsia fungsional
tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan). Kriteria Rome III
menetapkan dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok :
c. Postprandial distress syndrom
d. Epigastric pain syndrome
Patofisiologi dispepsia dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, diantaranya
motilitas saluran pencernaan yang tidak normal, hipersensitivitas lambung, faktor
genetik, infeksi bakteri helicobacter pylori, faktor psikososial, dan faktor lain seperti
lingkungan dan pola makan.
Lambung kosong erosi lambung peningkatan produksi asam lambung
dispepsia.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Antasida apabila diperlukan dapat menetralkan asam lambung
2. Perubahan pengobatan yang sedang dilakukan perubahan perlu dilakukan, jika
obat yang dikonsumsi menyebabkan munculnya dispepsia
3. Pengujian terhadap infeksi helicobacter pylori dilakukan jika frekuensi dispepsia
semakin parah. Apabila terinfeksi, penderita harus mengkonsumsi antibiotik
4. Pengobatan penekanan asam lambung
5. Perubahan gaya hidup