Anda di halaman 1dari 168

Farmakoterapi

Gangguan
Terapan

Hepatik
Dhia Larissa

Aisyah Nur Nabilah ST                      2006623151
Corry Priscilliana Putri 2006623214
2006623284
Faradhya Annisa Prameswari 2006623366
Hamida Fatimah Zahra 1606924253
Isna Aura Dewayanti 2006623492
Muhammad Farhan Naufal Ma’as 2006623611
Rhima Melati                                       2006623782
Siti Aulia Mahmudah                          2006623845
Pokok Bahasan
1 Fisiologi dan Fungsi Hepar

2 Kelainan Fungsi Hepar

3 Pemeriksaan Fungsi Hepar

4 Sirosis Hepatis
Pengobatan dan Penatalaksanaan Kelainan
5 Fungsi Hepar
Fisiologi dan Fungsi
Hepar
Hati
‐ Hati merupakan kelenjar
terberat pada tubuh, dengan
berat sekitar 1,4 Kg pada rata-
rata orang dewasa.
‐ Hati dibagi menjadi 2 lobus
--> lobus kanan (yang besar)
dan lobus kiri

Hamida Fatimah Zahra - 1606924253


Histologi Hati
Secara histologi, hati terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

Hamida Fatimah Zahra - 1606924253


Hepatosit
‐ Merupakan sel fungsional utama pada hati
‐ Melakukan beragam fungsi metabolik, sekretori,
dan endokrin
‐ Merupakan sel epitel khusus dengan 5-12 sisi yang
membentuk 80% volume hati
‐ Hepatosit membentuk susunan tiga dimensi à
lamina hati
‐ Lamina hati --> bercabang dan struktur nya tidak
teratur
‐ Hepatosit mengeluarkan empedu --> berfungsi
sebagai produk ekskresi dan sekresi pencernaan

Hamida Fatimah Zahra - 1606924253


Bile Canaliculi
‐ Merupakan saluran kecil di antara hepatosit 
‐ Berfungsi untuk mengumpulkan empedu yang diproduksi oleh
hepatosit
‐ Empedu: bile canaliculi --> empedu lewat melalui bile ductules
--> lalu ke bile ducts

Hamida Fatimah Zahra - 1606924253


Hepatic
Sinusoids

‐ Merupakan kapiler darah di antara deretan hepatosit 


‐ Menerima darah beroksigen dari cabang arteri hepatik dan darah deoksigenasi yang kaya
nutrisi dari cabang vena hepatik
‐ Sinusoid hati mengantarkan darah ke vena sentral
‐ Terdapat juga sel retikuloendotelial stellata atau makrofag hepatik --> yang menghancurkan
bakteri dan benda asing lainnya pada darah vena yang mengalir dari saluran GI

Hamida Fatimah Zahra - 1606924253


Suplai Darah pada Hepar
• Hepar menerima darah dari dua sumber:
• Arteri hepatik --> mengandung darah
beroksigen
• Portal vena hepatik --> menerima darah
terdeoksigenasi yang mengandung nutrisi, obat,
mikroba dari GIT yang baru terabsorpsi
• Cabang dari keduanya --> membawa darah menuju
sinusoid hepatik --> dimana oksigen, nutrisi, dan
senyawa toksin diambil oleh hepatosit.
• Produk yang diproduksi dari hepatosit dan nutrisi yg
dibutuhkan sel lain akan disekresikan kembali ke
darah --> yang kemudian mengalir ke central vena
--> masuk vena heptik

Hamida Fatimah Zahra - 1606924253


Fungsi Hati sebagai
Metabolisme Karbohidrat
Pada metabolisme karbohidrat hepar melakukan fungsi:
‐ Menyimpan glikogen.
‐ Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.
‐ Glukoneogenesis.
‐ Membentuk banyak senyawa kimia dari hasil perantara
metabolisme karbohidrat.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Fungsi Hati sebagai
Metabolisme Protein
Pada metabolisme protein hepar melakukan fungsi:
‐ Mensistesis berbagai macam protein dari asam amino.
‐ Pembentukan protein plasma.
‐ Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari
cairan tubuh.
‐ Interkonversi asam amino berbeda.
‐ Mensistesis gula dari asam lemak dan asam amino.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Fungsi Hati sebagai
Metabolisme Lemak
Pada metabolisme lemak hepar berfungsi :
‐ Mengoksidasi asam lemak untuk mensuplai energi bagi
fungsi tubuh lain.
‐ Pembentukan sebagian besar lipoprotein.
‐ Pembentukan sejumlah besar kolesterol dan phospolipid.
‐ Pengubahan sejumlah besar karbohidrat dan protein
menjadi lemak.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Fungsi Hati sebagai
Detoksifikasi
‐ Hati dapat mendetoksikasi/ekresi berbagai obat-obat meliputi
sulfonamide, penisilin, ampisilin dan eritromisin ke dalam
empedu.
‐ Proses detoksikasi dilakukan melalui proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap
berbagai zat racun maupun obat.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Fungsi Hati sebagai Penyimpanan
Vitamin dan Mineral
‐ Semua vitamin disimpan dalam hati, khususnya vitamin-
vitamin yang larut lemak yakni vitamin A, D, E, dan K.
‐ Besi di dalam tubuh biasanya disimpan di hati dalam
bentuk ferritin.
‐ Bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan
disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hati sampai
diperlukan.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Fungsi Hati sebagai Pembentuk
Empedu
‐ Sel hati mensekresikan empedu secara terus menerus yang
nantinya akan disimpan di kandung empedu. Empedu
mengandung garam empedu (terbanyak) dan pigmen
empedu (bilirubin dan biliverdin) kolesterol, dan berbagai
elektrolit.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Fungsi Hati sebagai
Pembekuan Darah
‐ Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-
protein yang membentuk sebagian besar zat-zat darah yang
dipakai untuk proses koagulasi darah seperti
fibrinogen,protrombin, globulin akselerator dan beberapa
faktor koagulasi penting lain.

Faradhya Annisa Prameswari - 2006623366


Kelainan Fungsi
Hepar
HEPATITIS
Hepatitis ditandai dengan peradangan pada organ hati.
Hepatitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus.
Hepatitis juga dapat disebabkan oleh kebiasaan minum
alkohol, penyakit autoimun, serta zat racun atau obat-
obatan tertentu. 

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


HEPATITIS

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


• HEPATITIS A
Virus hepatitis A (HAV)
terdapat dalam feses orang
yang terinfeksi dan paling
sering ditularkan melalui
konsumsi air atau makanan
dan minuman
yangterkontaminasi

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


• HEPATITIS B
• Ditularkan melalui paparan perkutan atau perinatal, darah,
produk darah, atau kontak seksual. 
• HBV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi ke bayi
pada saat lahir atau dari anggota keluarga ke bayi di usia
dini.
• HBV memiliki fase akut (atau jarang, gagal hati akut
[ALF]) dan fase kronis. Fase kronis dapat menjadi sirosis
hati dan berakhir pada kematian. 

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


HEPATITIS B

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


• HEPATITIS C
• Ditularkan melalui paparan perkutan
atau perinatal, darah, produk darah,
atau kontak seksual. 
• HCV memiliki fase akut dan fase
kronis subsekuen (selama beberapa
dekade) yang dapat menyebabkan
sirosis, penyakit hati dekompensasi,
dan kematian. Manifestasi klinis akut
mirip dengan HAV dan HBV. 

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151

HEPATITIS C
• HEPATITIS D
• Hepatitis D merupakan jenis hepatitis
yang jarang terjadi, Virus hepatitis D
tidak bisa berkembang biak di dalam
tubuh manusia tanpa adanya hepatitis
B. 
• Hepatitis D ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh lainnya.

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


• HEPATITIS E
• Hepatitis E mudah menular pada lingkungan
yang memiliki sanitasi yang buruk. Salah
satunya melalui kontaminasinya pada
sumber air.
• Biasanya infeksi hepatitis E akan sembuh
dengan sendirinya dalam waktu 2-6 minggu. 
• HEV memiliki setidaknya 4 tipe berbeda:
genotipe 1, 2, 3 dan 4. Genotipe 1 dan 2
hanya ditemukan pada manusia. Genotipe 3
dan 4 bersirkulasi pada hewan (seperti babi,
babi hutan, dan rusa) tanpa menimbulkan
penyakit apapun, dan terkadang menginfeksi
manusia.

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


JAUNDICE
Perubahan warna kulit, sklera mata, atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan
oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi
darah.

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


METABOLISME BILIRUBIN

Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151


Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151

JAUNDICE
DIBAGI 3 :
Ø PRE-HEPATIK
  Pre-hepatik Jaundice disebabkan oleh hemolisis. Hal ini terjadi karena kekurangan
membran plasma dari sel darah merah, sehingga menyebabkan hemolisis dan kenaikan
bilirubin.
ØINTRA-HEPATIK
  disebabkan oleh kelainan hepatosit. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelainan pada
pengikatan pada albumin, konjugasi, dan ekskresi.
ØPOST-HEPATIK
  Penyebab dair post-hepatik Jaundice adalah terdapatnya permasalahan dalam jumlah
biliary dari sistem hepatobiliari. Sebab utama dari Jaundice ini adalah kehancuran extra-
hepatic biliary. 
Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151

 JAUNDICE
Aisyah Nur Nabilah ST - 2006623151

 JAUNDICE
Fatty Liver Disease  (Perlemakan
pada Hati)
‐ Perlemakan hati merupakan suatu kondisi
terjadinya penumpukan berbagai jenis lipid
(Sebagian besar trigliserida) di hati dengan
jumlah melebihi 5-10% dari total berat hati
normal atau > 30% sel hati dalam lobulus
‐ Hati tampak membesar, kuning, berlemak dan
secara mikroskopik di dalam sel hati terlihat
seperti vakuola besar
‐ Progresi penyakit dari perlemakan hati
mencakup spektrum yang luas, mulai dari
steatosis ke steatohepatitis, fibrosis, lalu
sirosis

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


Fatty Liver Disease (Perlemakan
pada Hati)
‐ Berdasarkan penyebabnya perlemakan hati dibagi menjadi 2
jenis yaitu perlemakan hati alkoholik dan perlemakan hati
non alkoholik
‐ Perlemakan hati alkoholik terjadi akibat akumulasi lemak di
hati pada kategori ini terjadi pada seorang yang
mengonsumsi alkohol. Hal ini disebabkan hati berperan
dalam metabolism alkohol. 
‐ Perlemakan hati non alkoholik adalah kondisi umum
perlemakan hati yang terjadi pada seseorang yang tidak
mengonsumsi alkohol. Penyakit ini timbul akibat terjadinya
akumulasi trigliserida dan asam lemak bebas di hati.
‐ Perlemakan hati dapat dikategorikan sebagai NAFLD
apabila adanya bukti statosit hepatic dan tidak adanya
penyebab sekunder akumulasi lemak pada hati seperti
alkohol

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


Alcoholic Liver Disease
‐ Etanol dioksidasi oleh alkohol dehidrogenase membentuk
asetaldehida yang selanjutnya dioksidasi oleh aldehida
dehidrogenase menjadi asetat . 
‐ Reaksi ini mereduksi NAD+ menjadi NADH. Penurunan
rasio NAD+/NADH mempengaruhi jalur gliserol fosfat,
dimana peningkatan jumlah NADH akan meningkatkan
Pembentukan Asetaldehid produksi gliserol-3-fosfat dari dehidroksiaseton fosfat.
Peningkatan gliserol-3-fosfat menyebabkan peningkatan
esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida dan
menghambat oksidasi asam lemak. Trigliserida yang
terbentuk akan menumpuk di sel hepatosit dan
menyebabkan terjadinya perlemakan hati

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


Non-Alcoholic Fatty Liver

‐ Secara histologis, NAFLD dikelompokkan lagi menjadi :


‐ NAFL didefinisikan sebagai adanya steatosit hepatik tanpa adanya bukti kerusakan
hepatoseluler dalam bentuk hepatosit yang berbentuk seperti balon atau disebut juga
sebagai simple steatosis
‐ NASH disefinisikan sebagai adanya steatohepatik dan peradangan dengan adanya
kerusakan hepatoseluler dengan atau tanpa fibrosis.
‐ NAFLD memiliki hubungan erat dengan kondisi sindrom metabolik lain, seperti obesitas,
kardiovaskuler, dan resistensi insulin 

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


Patogenesis Non-Alcoholic Fatty
Liver
‐ Patogenesis NAFLD, dikenal sebagai “Two Hit” ‐ Penumpukan lipid di hati dimulai dengan
‐ 1st Hit : terjadinya steatosis hepatic yang dimana adanya peningkatan asam lemak bebas di
ketidakseimbangan antara pembentukan dan plasma yang berakibat influks asam lemak ke
perombakan dari trigliserid. Resistensi insulin diduga hati. Tingginya asam lemak di plasma
memiliki pengaruh terhadap NAFLD. Pada resistensi dikarenakan adanya mobilisasi lipid dari
insulin akan terjadi peningkatan sintesis dan transpor jaringan adiposa atau hidrolisis triasilgliserol
trigliserida menuju hati, serta peningkatan lipolysis oleh lipoprotein lipase meningkatkan influx
khususnya pada adiposa dimana asam lemak hasil asam lemak ke hati. Di hati terjadi peningkatan
lipolisis dibawa melalui vena porta ke hati untuk esterifikasi asam lemak menjadi trigliserida.
diporses sehingga asam lemak pada hati tinggi
Peningkatan trigliserida dapat dikompensasi
‐ 2nd Hit: Reactive Oxygen Spesies (ROS) dan lipid dengan transportasi ke jaringan ekstrahepatik
peroksidase meningkat dan mengaktifkan sel-sel stelata, dengan VLDL, namun dalam kondisi ini
menyebabkan terjadi steatohepatitis dan fibrogenesis. jumlah VLDL tidak dapat mengimbangi
influks asam lemak, sehingga trigliserida
terakumulasi di hati 

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


Primary Biliary Cholangitis (PBC)
‐ Primary Biliary Cholangitis (PBC) merupakan
penyakit hati kronis dan progresif lambat terkait
destruksi autoimun pada saluran empedu yang berada
di dalam hati.
‐ Empedu bekerja untuk membantu proses pencernaan
dan membantu tubuh mengeluarkan kolesterol.
Ketika saluran empedu rusak, cairan empedu akan
menumpuk pada hati dan akan menyebabkan
terbentuknya jaringan parut permanen pada jaringan
hati yang dikenal dengan sirosis (cirrhosis) dan pada
akhirnya akan menyebabkan gagal hati.

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


Primary Biliary Cholangitis (PBC)
‐ Patogenesis:
Primary biliary cholangitis (PBC) dimulai ketika sel T
berada di hati. Respon Sel T autoimun ditandai dengan
kerusakan sel epitel bilier yang melapisi saluran empedu
intrahepatic mengakibatkan peradangan, jaringan parut dan
kerusakan saluran empedu interlobular dan septal. Hal ini
menyebabkan empedu bocor melalui saluran empedu ke
parenkim hati, sehingga hepatosit rusak oleh garam
empedu lalu diikuti dengan nekrosis, apoptosis, fibrosis
dan sirosis

Corry Priscilliana Putri - 2006623214


PARAMETER
KELAINAN HATI
1. Alanin Aminotransferase (ALT)
‐ Nilai normal : 5-35 U/L
‐ Deskripsi : Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT lebih banyak terdapat
dalam hati dibandingkan jaringan otot jantung dan lebih spesifik menunjukkan fungsi hati daripada
AST. ALT berguna untuk diagnosa penyakit hati dan memantau lamanya pengobatan penyakit
hepatik, sirosis postneurotik dan efek hepatotoksik obat.
‐ Implikasi Klinik:
‐ Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier
dan hepatitis.
‐ Banyak obat dapat meningkatkan kadar ALT.
‐ Nilai peningkatan yang signifikan adalah dua kali lipat dari nilai normal.
‐ Nilai juga meningkat pada keadaan: obesitas, preeklamsi berat, Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL)

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


2. Aspartat Aminotransferase (AST)
• Nilai normal : 5-35 U/L
• Deskripsi :AST adalah enzim yang memiliki aktivitas metabolisme yang tinggi, ditemukan di jantung, hati, otot rangka,
ginjal, otak, limfa, pankreas dan paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel pada jaringan
tersebut akan mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi.
• Implikasi klinik:
‐ Peningkatan kadar AST dapat terjadi pada MI, penyakit hati, pankreatitis akut, trauma, anemia hemolitik akut, penyakit
ginjal akut, luka bakar parah dan penggunaan berbagai obat, misalnya: isoniazid, eritromisin, kontrasepsi oral.
‐ Penurunan kadar AST dapat terjadi pada pasien asidosis dengan diabetes mellitus.
‐ Obat-obat yang meningkatkan serum transaminase :
 Asetominofen
 Co-amoksiklav
 HMGCoA reductase inhibitors
 INH
 Antiinflamasi nonsteroid
 Fenitoin
 Valproat

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


3. Alkalin Fosfatase (ALP)
‐ Nilai normal : 30-130 U/L
‐ Deskripsi : Enzim ini berasal terutama dari tulang, hati dan plasenta.
Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanakuli bilier, ginjal dan
usus halus. Pada penyakit hati kadar alkalin fosfatase darah akan
meningkat karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


cont
’ Implikasi Peningkatan ALP terjadi karena faktor hati atau non-hati.

Klinik:
Peningkatan ALP karena faktor hati terjadi pada kondisi : obstruksi saluran
empedu, kolangitis, sirosis, hepatitis metastase, hepatitis, kolestasis.

Peningkatan ALP karena faktor non-hati terjadi pada kondisi : penyakit


tulang, kehamilan, penyakit ginjal kronik, limfoma, beberapa malignancy,
penyakit infl amasi/infeksi, pertumbuhan tulang, penyakit jantung kongestif.

Peningkatan kadar ALT dapat terjadi pada obstruksi jaundice, lesi hati,
sirosis hepatik, penyakit paget, penyakit metastase tulang, osteomalasis,
hiperparatiroidisme, infus nutrisi parenteral dan hiperfosfatemia.

Penurunan kadar ALT dapat terjadi pada hipofosfatemia, malnutrisi dan


hipotiroidisme.

Setelah pemberian albumin IV, seringkali terjadi peningkatan dalam jumlah


sedang alkalin fosfatase yang dapat berlangsung selama beberapa hari.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


4. Gamma Glutamil transferase
(GGT)
‐ Nilai normal : Laki-laki ≤94 U/L, Perempuan ≤70 U/L
‐ Deskripsi : Enzim ini merupakan marker (penanda) spesifik untuk fungsi hati dan
kerusakan kolestatis dibandingkan ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di
saluran empedu sehingga meningkat nilainya pada gangguan empedu. Enzim ini
berfungsi dalam transfer asam amino dan peptida. Laki-laki memiliki kadar yang
lebih tinggi daripada perempuan karena juga ditemukan pada prostat.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


CONT’
Implikasi klinik : GGT sangat sensitif Obat-obat yang
tetapi tidak spesifik. menyebabkan
peningkatan GGT antara
lain:
Peningkatan kadar GGT Jika terjadi peningkatan
dapat terjadi pada hanya kadar GGT (bukan Karbamazepin,
kolesistitis, koletiasis, AST, ALT) bukan barbiturat, fenitoin, serta
sirosis, pankreatitis, atresia menjadi indikasi obat yang menginduksi
saluran empedu, obstruksi kerusakan hati. sistem sitokrom P450
saluran empedu, penyakit
ginjal kronis, diabetes
mellitus, pengggunaan
barbiturat, obat-obat
hepatotoksik (khususnya
yang menginduksi sistem
P450).

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


5. ALBUMIN
‐ Nilai Normal : 3,5-5,5 g/dL
‐ Deskripsi : Albumin di sintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan
distribusi air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport
beberapa komponen darah, seperti: ion, bilirubin, hormon, enzim, obat.
‐ Implikasi Klinik:
‐ Nilai meningkat pada keadaan dehidrasi
‐ Nilai menurun pada keadaan: malnutrisi, sindroma absorpsi,
hipertiroid, kehamilan, gangguan fungsi hati, infeksi kronik, luka
bakar, edema, asites, sirosis, nefrotik sindrom, hipoalbuminemia, dan
perdarahan.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


6. Waktu protrombin (Prothrombin
time/PT)
‐ Nilai normal : 10-15 detik (dapat bervariasi secara bermakna antar laboratorium)
‐ Deskripsi : Mengukur secara langsung kelainan secara potensial dalam sistem tromboplastin
ekstrinsik (fibrinogen, protrombin, faktor V, VII dan X).
‐ Implikasi klinik :
‐ PT tinggi biasanya menunjukkan adanya kerusakan hati yang serius atau sirosis.
‐ Nilai meningkat pada defisiensi faktor tromboplastin ekstrinsik, defisiensi vitamin K,
DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), hemorrhragia pada bayi baru lahir,
penyakit hati, obstruksi empedu, absorpsi lemak yang buruk, lupus, intoksikasi salisilat.
Obat yang perlu diwaspadai: antikoagulan (warfarin, heparin).
‐ Nilai menurun apabila konsumsi vitamin K meningkat

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


7. Bilirubin
‐ Nilai normal : Total ≤ 1,4 mg/dL; SI ≤ 24 μmmol/L Langsung ≤ 0,40 mg/dL; SI ≤
7 μmmol/L
‐ Deskripsi : Bilirubin terjadi dari hasil peruraian hemoglobin dan merupakan
produk antara dalam proses hemolisis. Peningkatan bilirubin terjadi jika terdapat
pemecahan sel darah merah berlebihan atau jika hati tidak dapat mensekresikan
bilirubin yang dihasilkan.
‐ Terdapat dua bentuk bilirubin:
‐ Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi, lebih sering terjadi akibat
peningkatan pemecahan eritrosit
‐ Peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi, lebih cenderung akibat disfungsi
atau gangguan fungsi hati.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Siti Aulia Mahmudah - 2006623845

cont’
Peningkatan bilirubin yang disertai penyakit hati dapat terjadi pada gangguan hepatoseluler, penyakit sel parenkim, obstruksi
saluran empedu atau hemolisis sel darah merah.

Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat terjadi pada anemia hemolitik, trauma disertai dengan pembesaran
hematoma dan infark pulmonal.

Bilirubin terkonjugasi tidak akan meningkat sampai dengan penurunan fungsi hati hingga 50%.

Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat terjadi pada kanker pankreas dan kolelitiasis.

Peningkatan kadar keduanya dapat terjadi pada metastase hepatik, hepatitis, sirosis dan kolestasis akibat obat-obatan.

Pemecahan bilirubin dapat menyamarkan peningkatan bilirubin.

Obat-obat yang dapat meningkatkan bilirubin: obat yang bersifat hepatotoksik dan efek kolestatik, antimalaria (primakuin, sulfa,
streptomisin, rifampisin, teofilin, asam askorbat, epinefrin, dekstran, metildopa)

Obat-obat yang meningkatkan serum bilirubin dan ALP : Allopurinol, karbamazepin, kaptopril, klorpropamid, siproheptadin,
diltiazem, eritromisin, co-amoxiclav, estrogen, nevirapin, quinidin.
8. Laktat dehidrogenase (LDH)
‐ Nilai normal : 90-210 U/L
‐ Deskripsi : LDH merupakan enzim intraseluler, LDH terdistribusi secara
luas dalam jaringan, terutama hati, ginjal, jantung, paru-paru, otot
rangka. LDH bersifat non spesifik, tetapi membantu menegakkan
diagnosis infark miokard atau infark pulmonal bersamaan dengan data
klinik lain. LDH juga sangat bermanfaat dalam mendiagnosa distropi
otot atau anemia pernisiosa.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


CO
NT’ Implikasi Pada MI akut, LDH meningkat dengan perbandingan LDH1 : LDH2 >
1, kadar meningkat dalam 12-24 jam infark dan puncaknya terjadi 3-4
klinik: hari setelah infark miokard.

Pada infark pulmonal, LDH meningkat dalam 24 jam setelah onset


nyeri.

Peningkatan kadar LDH dapat terjadi pada infark miokard akut,


leukemia akut, nekrosis otot rangka, infark pulmonal, kelainan kulit,
syok, anemia megalobastik dan limfoma. Penggunaan bermacam obat-
obatan dan status penyakit juga dapat meningkatkan kadar LDH.

Penurunan kadar LDH menggambarkan respon yang baik terhadap


terapi kanker.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


9. Amonia
‐ Nilai normal : 30-70 µg/100 mL 
‐ Deskripsi : Amonia merupakan metabolit hati hasil dari metabolisme asam amino
dan asam nukleat yang bersifat toksik. Konsentrasi amonia bebas dalam darah
sangat ketat diatur. Peningkatan konsentrasi amonia bebas dalam darah
mencerminkan gangguan biokimia atau farmakologis dari fungsi siklus urea atau
kerusakan hati yang cukup luas. Amonia memainkan peran penting dalam
peningkatan cairan otak, yang terjadi pada gagal hati akut.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Nilai normal beberapa parameter tes
fungsi hati

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Profil biokimia pada penyakit hati
‐ Keterangan :
‐ N = normal;
‐ ↓ = menurun;
‐ ↑ = meningkat sedikit;
‐ ↑↑ = meningkat banyak;
‐ Cholestatic = lesi primer
pada saluran empedu;
‐ non-cholestatic = lesi primer
pada sel hati
‐ [Sumber: Remington H,
Swallow R, Daly MJ,
Bramley P. 1992]

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845 55


Pemeriksaan Organ
Hepar
Isna Aura Dewayanti - 2006623492

USG (Ultrasonografi)
‐ Prosedur non-invasif dengan risiko rendah dan
penting dalam penilaian awal penyakit hati.
‐ Menilai ukuran, bentuk, dan tekstur hati dan
skrining untuk adanya dilatasi saluran empedu.
‐ Pada pasien dengan penyakit hati kronis, USG
menilai keadaan vena porta dan dapat mendeteksi
tanda-tanda hipertensi portal misalnya pada
peningkatan ukuran limpa dan asites.

Mekanisme ultrasonografi: transduser mengirimkan gelombang suara frekuensi tinggi yang kemudian
memantul pada jaringan dan membuat gema. Gema dikirim ke komputer kemudian membuat citra yang
disebut sonogram.
Elastografi
‐ Prosedur non-invasif yang digunakan untuk
mengukur kekakuan hati.
‐ Mengukur kecepatan gelombang suara yang
melewati hati dan kemudian mengubah pengukuran
itu menjadi pengukuran kekakuan hati yang disebut
sebagai ultrasonografi elastografi hati.
‐ Pada kekakuan hati, kemungkinan terdapat fibrosis
sehingga dilakukan tes FibroScan.
‐ Hasil FibroScan berkisar antara 2,5 kPa - 75 kPa.
<7 kPa: sehat tanpa penyakit hati
>7 kPa: fibrosis yang signifikan, kekakuan hati
Isna Aura Dewayanti - 2006623492
Computed Tomography Scan (CT Scan)
‐ CT Scan digunakan untuk karakterisasi lebih lanjut dari setiap kelainan
yang diidentifikasi pada USG.
‐ Prosedur pencitraan non-invasif yang menggunakan kombinasi peralatan
sinar- X dan teknologi komputer untuk menghasilkan gambar dari
struktur tulang tubuh. Gambar yang diperoleh dari area tersebut
kemudian diperiksa pada monitor komputer atau dicetak.
‐ Tidak seperti ultrasonografi, ukuran tubuh pasien tidak membatasi
kualitas pencitraan dengan CT scan (Dipiro et al., 2008).

• CT scan pada hati dan saluran empedu (hati, kantong empedu, dan saluran empedu) memberikan informasi yang lebih
rinci tentang hati, kantong empedu, dan struktur terkait.
• Selain itu, CT scan hati dan saluran empedu juga dapat digunakan untuk memvisualisasikan penempatan jarum selama
biopsi hati atau selama aspirasi (penarikan) cairan dari daerah hati dan/atau saluran empedu.

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Magnetic Resonance Imaging (MRI)
‐ MRI digunakan untuk karakterisasi lebih lanjut dari setiap
kelainan yang diidentifikasi pada USG.

‐ Tes pencitraan medis non-invasif yang menghasilkan gambar


rinci dari hampir setiap struktur internal dalam tubuh manusia,
termasuk organ, tulang, otot dan pembuluh darah.

‐ MRI menempatkan pasien dalam jarak yang dekat dengan


medan magnet kekuatan tinggi di mana gelombang radiasi
frekuensi radio diproyeksikan. Sinyal frekuensi radio
dimanipulasi dan direkam oleh komputer sehingga gambar dua
dimensi yang mewakili bagian dari pasien diproduksi.
Isna Aura Dewayanti - 2006623492
‐ Sensitivitas MRI lebih besar untuk mengidentifikasi tumor hati dibandingkan dengan
ultrasonografi, CT, dan pencitraan lainnya. Selain itu, tidak ada radiasi yang dihasilkan
selama pemeriksaan dengan MRI, tidak seperti CT scan yang menggunakan sinar-X.

‐ MRI dapat digunakan untuk mengukur fibrosis hati, besi dan steatosis yang
merupakan komponen penting dalam patologi hati.

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Endoskopi
‐ Endoskopi adalah tindakan pemeriksaan atau
pengobatan ke dalam saluran pencernaan
dengan menggunakan endoskop.

‐ Endoskopi dapat digunakan untuk


mendeteksi keberadaan varises esofagus
atau lambung sebagai indikator hipertensi
portal (Dipiro et al., 2008).

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
‐ ERCP adalah prosedur yang menggabungkan
endoskopi atas dan rontgen (Sinar X).
‐ Dengan menyuntikkan agen kontras melalui kateter
yang ditempatkan di saluran pankreas selama ERCP,
kelainan seperti penghalang, batu, dan penyempitan
dapat diperiksa.
‐ ERCP dilakukan untuk deteksi dan evaluasi
keganasan pankreas, pankreatitis, obstruksi
empedu, batu saluran empedu, penyakit kuning,
dan pasien yang presentasi klinisnya
menunjukkan penyakit empedu (Dipiro et al.,
2008).

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Biopsi
‐ Biopsi digunakan dalam beberapa kondisi untuk memfasilitasi diagnosis ketika
temuan klinis, laboratorium, dan pencitraan terbukti tidak meyakinkan.
‐ Biopsi hati adalah prosedur medis bersifat invasif yang digunakan untuk
mengangkat sepotong kecil jaringan hati.
‐ Biopsi hati, penilaian histologis dari hati, saat ini memiliki tiga peran utama:
- Diagnosis
- Prognosis (stadium penyakit)
- Manajemen terapi

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Diagnos
is
Biopsi hati memainkan peran sentral dalam diagnosis dan penentuan stadium
penyakit hati. Biopsi hati saat ini merupakan pendekatan yang paling dapat
diandalkan untuk

• Mengidentifikasi keberadaan steatohepatitis dan fibrosis pada pasien


dengan NAFLD
• Membedakan hepatitis autoimun dari steatohepatitis nonalkohol (NASH)
pada pasien obesitas dengan tes fungsi hati abnormal
• Serologi autoimun positif

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Prognosis

• Penggunaan biopsi hati lebih lanjut yang penting adalah


dalam menilai keparahan penyakit, terutama fibrosis,
sebagai prekursor untuk sirosis, dapat memprediksi
munculnya komplikasi hipertensi portal dan juga morbiditas
dan mortalitas terkait hati (Rockey et al., 2008).

Manajemen Terapi

• Biopsi digunakan dalam mengembangkan rencana


perawatan berdasarkan analisis histologis.

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Prosedur biopsi hati:

‐ Biopsi dapat dilakukan melalui dinding


perut

‐ Prosedur biopsi juga dapat dilakukan


dengan memasukkan jarum ke dalam
vena jugularis

‐ Jarum dan kateter khusus (tabung tipis)


digunakan untuk mengambil sampel
biopsi

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


PEMERIKSAAN
KELAINAN HATI
1. JAUNDICE
• Tes Fungsi Hati
Untuk memeriksa kadar serum aspartate transaminase (AST), alanine transaminase (ALT),
alkaline phosphatase (ALP), gamma-glutamyltransferase, serum albumin, protein, dan bilirubin.
 Jika kadar transaminase tinggi sementara kadar ALP rendah, maka penyebabnya berasal dari
gangguan hati.
 Jika rasio AST / ALT lebih dari 2:1, merupakan tanda penyakit hati alkoholik.
 Jika kadar ALP lima kali lebih tinggi dari biasanya dan transaminase hati normal atau kurang
dari dua kali normal, mungkin terjadi obstruksi empedu.
 Jika kadar AST, ALT, dan ALP normal, maka jaundice bukan karena cedera hati atau saluran
empedu, penyebabnya mungkin pra-hepatik seperti kelainan bawaan dari konjugasi hati atau
kelainan darah atau defek pada ekskresi hati.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Perbedaan Ikterus Prehepatik, Hepatik
dan Posthepatik
Gambaran Ikterus Pre- Ikterus Hepatik Ikterus Post-
hepatik hepatik
Plasma Tidak Terkonjugasi Konjugasi Konjugasi ↑
Bilirubin ↑ dan/atau tidak
terkonjugasi ↑
Bilirubin Tidak ada Kadang ada, ↑
dalam Urin kadang tidak
Urobilinogen ↑ Bisa Tidak ada
meningkat /tidak
Sterkobilin ↑ dan Gelap Menurun atau Menurun, pucat
dan Warna normal, pucat
Feses atau normal
ALT/AST Normal ↑ Sedikit ↑
Albumin Normal ↓ Normal

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


CONT’
• Serum Bilirubin
 Tes ini dapat mengukur bilirubin tidak terkonjugasi (indirect), yaitu bilirubin yang
dibentuk dari pemecahan sel darah merah (darah ke hati) dan bilirubin
terkonjugasi (direct), yaitu bilirubin setelah mencapai hati dan mengalami
perubahan kimiawi (usus sebelum dikeluarkan melalui feses).
 Untuk pasien di atas usia 18 tahun, bilirubin total normal adalah 1,2mg/dL darah
sementara ntuk pasien dengan usia di bawah 18 tahun, kadar normalnya adalah 1
mg / dL dan hasil normal untuk bilirubin terkonjugasi harus

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


CONT’
• Pencitraan
Dapat dilakukan beberapa tes sebagai berikut:
 Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
Menggambarkan anatomi kantung empedu, untuk membedakan keganasan dan striktur
saluran empedu yang jinak.
 Abdominal sonography
Penggambaran dilatasi duktus empedu, batu empedu, lesi massa hati, atau pankreas
yang membesar atau berbentuk tidak normal mengarahkan diagnosis atau terapi lebih
lanjut.
 Computerized tomography (CT)
Penggambaran pankreas dapat ditampilkan lebih baik dan akurat dengan CT daripada
dengan sonografi.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


CONT’
• Biopsi Hati
 Biopsi adalah pengambilan jaringan tubuh untuk pemeriksaan
laboratorium. Teknik ini dapat memberikan informasi tentang keadaan
sel hati dan sebagian besar digunakan untuk menentukan prognosis.
 Biopsi berguna untuk diagnosis jika studi serum dan pencitraan tidak
mengarah pada diagnosis yang tegas. Biopsi hati dapat sangat membantu
dalam mendiagnosis hepatitis autoimun atau gangguan saluran empedu.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Siti Aulia Mahmudah - 2006623845

2. HEPATITIS
‐ HEPATITIS A

Tanda dan Gejala

>70% pasien Demam, jaundice, ikterus skleral,


hepatomegali.
Jarang Splenomegali, ruam kulit, artralgia.

Hasil Laboratorium

Elevasi Aminotransferase (ALT, AST) >1.000 IU/L (16.7 μkat/L) ALT> AST

Bilirubin Meningkat dan didahului oleh


peningkatan aminotransferase
Tes spesifik virus IgM anti-HAV
Siti Aulia Mahmudah - 2006623845
‐ HEPATITIS B

Tanda dan Gejala


>70% pasien Anicterik atau subklinis. Pasien yang
lebih muda kemungkinan besar
asimtomatik.
Jarang Ikterus, urin berwarna gelap, feses
berwarna pucat, sakit perut, kelelahan,
demam, menggigil, kehilangan nafsu
makan, dan pruritus.
Hasil Laboratorium
Elevasi Aminotransferase (ALT, AST) 1.000 - 2.000 IU/L (16.7 - 33 μkat/L)
ALT> AST
Bilirubin Bisa normal atau meningkat
Tes spesifik virus IgM anti-HBc (+), HBsAg (+)
‐ Hepatitis C
 Hepatitis c akut sekitar 75% asimtomatik sehingga sering kali tidak
terdeteksi. Untuk mendiagnosis di masa awal infeksi dapat dilakukan
dengan pemeriksaan IgM. Namun pada kasus kronis, IgM tidak lagi dan
yang terdeteksi ialah IgG.
 Hepatitis C dapat menyebabkan hepatitis akut dan kronis. Pada infeksi
jangka panjang, RNA-HCV yang bersirkulasi dapat terdeteksi dengan
aminotransferase yang mengalami kenaikan secara berkala.
 Pada sebagian kecil kasus, kadar aminotransferase normal meskipun
histologi hati tetap abnormal.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


‐ HEPATITIS D
 Untuk mendiagnosis infeksi hepatitis D, dapat dilakukan pemeriksaan RNA HDV dan
antigen HDV (HDV Ag) dapat terdeteksi dalam darah dan hati pada tahap awal simtomatik
akut.
 Antibodi IgM anti-HDV merupakan indicator yang paling baik pada paparan HDV.
Sedangkan pada koinfeksi akut HDV dan HBV paling baik ditunjukkan melalui deteksi
dengan IgM terhadap HDV Ag dan HBcAg (menjunjukkan infeksi baru HBV).
‐ HEPATITIS E
 Diagnosis dilakukan dengan menganalisis IgM dan IgG antiHEV dari serum dan virus yang
dapat ditemukan ditinja. Gejala infeksi virus hepatitis E dapat berupa demam, berkurangnya
nafsu makan (anoreksia), mual dan muntah. Beberapa orang mengalami nyeri pada perut,
gatal (lesi pada kulit), nyeri sendi. Jaundice (mata dan kulit menguning), urin berwarna gelap,
dan tinja berwarna pucat serta hepatomagali.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


78 Siti Aulia Mahmudah - 2006623845
3. PERLEMAKAN HATI
‐ ALKOHOLIK
 Pengujian untuk membuktikan kemungkinan terjadinya perlemakan hati alkoholik pada
seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan uji fungsi hati, tetapi biasanya akan
menunjukkan hasil yang normal; uji kadar serum AST, ALT, dan -glutamil transpeptidase;
dan pengujian dengan menggunakan ultrasound
‐ NON ALKOHOLIK(NAFLD)
 Mengukur kadar AST dan ALT; ultrasound (sensitivitas 60-90%, spesifisitas 90%, dan model
yang baru bisa digunakan mengukur derajat dari fibrosis);
 CT scan (sensitivitas 90%),
 MRI (paling sensitif dan mahal, tetapi tidak dapat mengukur derajat penyakit)
 Biopsi (dapat digunakan untuk membedakan NASH dan NAFL).
 NAFLD dapat dibedakan dari perlemakan alkoholik dengan cara mengukur perbandingan
AST dan ALT.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


4. SIROSIS

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Siti Aulia Mahmudah - 2006623845

4.1. PEMERIKSAAN LAB


Pada pemeriksaan lab, data
yang dipakai biasanya adalah
pemeriksaan ALT, AST,
GGP, ALP, bilirubin,
albumin, waktu protombin,
immunoglobulin,
ketidakseimbangan natrium,
trombosit dan leukosit, serta
kadang ditemukan anemia
hemolitik pada penderita
sirosis.
4.2. Klasifikasi Child-Pugh
Merupakan sistem perhitungan yang telah
diterima secara luas sebagai suatu cara
mengukur efek dari proses sirosis di
laboratorium dan manifestasi klinis
penyakit. Menggunakan kombinasi
temuan fisik dan laboratorium.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


4.3. Kalkulasi Skor MELD

Merupakan suatu perhitungan


untuk tahap akhir pada penyakit
hati dengan cara menghitung kadar
kreatinin, bilirubin, international
number ratio, serta kadar natrium
pada pasien.

Siti Aulia Mahmudah - 2006623845


Isna Aura Dewayanti - 2006623492

Asites & SBP


Diagnosis yang dapat dilakukan meliputi:
‐ Pemeriksaan fisik, jenis diagnosis ini hanya dapat dilakukan jika terdapat banyak cairan dalam
rongga peritoneal.
‐ Imaging test yaitu dengan USG dan CT scan. Jenis diagnosis ini lebih sensitif dibanding pemeriksaan
fisik, karena dapat digunakan untuk mendeteksi volume cairan yang jauh lebih kecil (100-200 mL).
‐ Diagnosis dengan mengambil sedikit cairan asites (50-100 mL) dan dianalisis. Hasil yang dikatakan
positif asiter meliputi:
- Asites yang disebabkan hipertensi portal memiliki cairan protein yang rendah, dan jumlah leukosit
polimorfonuklear rendah (< 250 sel/mikro liter), serta Serum-Ascites Albumin Gradient (SSAG) ≥ 1.1
g/dL (11 g/L).
- Jika jumlah leukosit polimorfonuklear (PMN) > 250 sel/mcL menunjukkan bahwa asites disebabkan
oleh SBP.
- Jika total protein < 1.5 g/dl dan ditemukan penyakit liver lanjutan maka ascites disebabkan oleh SBP.
Hepatic Encephalophaty (HE)
1. Pemeriksaan Klinis

2. Uji Neuropsikometri
• System The psychometric He score (PHes)
• The repeatable Battery for the assessment of neurological status (rBans)

3. Uji psikometri terkomputerisasi


• Inhibitory control test
• CDR computerized assessment

4. Penilaian elektrofisiologi
• Critical flicker frequency test
• Elektro ensefalografi
Isna Aura Dewayanti - 2006623492
Hipertensi Portal
Hipertensi portal termasuk splenomegaly, dilatasi vena portal, oklusi vena
portal, pembentukan pembuluh darah kolateral, penurunan jumlah trombosit,
dan asites dengan serum albumin > 1,1 g/dL.

Hipertensi portal ditentukan oleh hepatic vein pressure gradient (HVPG).


‐ 2-5 mmHG: individu sehat
‐ 6 mmHG: hipertensi portal
‐ ≥ 10 mmHG: hipertensi portal yang signifikan secara klinis

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


‐ Pemeriksaan hematologi, menentukan adanya tanda-tanda hipersplenisme anemia,
leukopenia dan trombositopenia, waktu protrombin dan faal pembekuan lainnya.
‐ Pemeriksaan USG, mendeteksi adanya kolateral dan splenomegali.
‐ Endoskopi gastrointestinal, melihat gambaran mukosa seperti gastropati dan varises.
‐ CT Scan dan MRI, mengevaluasi lesi fokal, derajat obstruksi vena, dan keadaan parenkim
liver.
‐ Biopsi Liver (perkutan), bila tidak ada kontra indikasi terutama untuk mengetahui penyebab
intrahepatik. Pada gangguan prehepatik, didapatkan arsitektur liver normal dengan periportal
fibrosis, pada obstruksi vena hepatika didapatkan kongesti ven asentralis disertai nekrosis
hepatosit, pada kasus kronis ditemukan fibrosis dan nekrosis.

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Kolelitiasis
Tes laboratorium untuk mendiagnosis kolelitiasis:
‐ Leukosit tinggi 12.000 - 15.000 /sel (N : 5000 - 10.000 sel).
‐ Bilirubin meningkat ringan (N: < 0,4 mg/dl).
‐ Amilase serum meningkat (N: 17 - 115 unit/100ml).
‐ Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K.
‐ Cek darah untuk mengecek adanya infeksi, penyakit kuning, pankreatitis,
atau komplikasi lain yang disebabkan oleh batu empedu

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Diagnosis lain untuk mendeteksi kolelitiasis, yaitu :
‐ Ultrasonography (USG) adalah modalitas utama untuk diagnosis batu empedu; sensitivitas 95%
untuk batu empedu berukuran> 2 mm tetapi memiliki sensitivitas yang lebih rendah (60%) untuk
kolesistitis akut.
‐ Computed tomography (CT), sensitivitasnya lebih rendah dari USG. Pemindaian CT lebih sensitif
untuk kolesistitis akut tetapi kurang sensitif untuk kolelitiasis dan tidak boleh digunakan sebagai
modalitas pencitraan lini pertama.
‐ Magnetic resonance imaging (MRI) juga tidak direkomendasikan sebagai modalitas pencitraan lini
pertama untuk mendeteksi batu empedu; Namun, MRI berperan dalam diagnosis batu saluran empedu,
dengan sensitivitas 93% (Bang & Sherman, 2018).
‐ Cholescintigraphy (HIDA scan), dengan cara materi radioaktif dimasukan ke dalam tubuh sehingga
mencapai organ, kemudian pergerakan materi tersebut diamati untuk mengetahui apakah kantung
empedu bekerja normal.
‐ Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), endoskop dimasukkan ke dalam usus
halus kemudian diinjeksikan pewarna sehingga dapat melihat saluran empedu pada kamera endoskop.

Isna Aura Dewayanti - 2006623492


Isna Aura Dewayanti - 2006623492

Kolesistitis
Berbagai modalitas pencitraan dapat digunakan untuk memverifikasi diagnosis:
‐ Cholescintigraphy (HIDA Scan) melibatkan suntikan radiolabeled hepatic 2,6-
dimethyliminodiacetic acid (HIDA) atau diisopropyl iminodiacetic acid (DISIDA), yang dalam
keadaan normal diambil oleh hati, diekskresikan di empedu, masuk ke kantong empedu, dan
diekskresikan ke duodenum dalam 1 sampai 2 jam. Tes ini sangat sensitif (95%) dan spesifik
(95%) untuk diagnosis kolesistitis akut, dengan pemindaian positif yang ditandai dengan
nonvisualisasi kandung empedu 1 jam setelah injeksi radioisotop, terkait dengan pengisian saluran
empedu dan duodenum.
‐ USG, CT, dan MRI abdomen menunjukkan pembesaran kandung empedu, penebalan dinding
kandung empedu (> 4 mm), dan adanya cairan pericholecystic.
‐ Pada pasien dengan kolesistitis akalkulus akut, USG biasanya dilakukan karena sensitivitasnya
yang tinggi (hingga 92%), spesifisitas tinggi (sekitar 90%), ketersediaan yang cepat, dan
kenyamanan untuk dapat melakukan penelitian di samping tempat tidur di pasien yang sakit kritis.
Sirosis Hati
Sirosis Hati
‐ Sirosis dapat didefinisikan sebagai pembentuka
n fibrosis hati hasil dari pembentukan nodul
dan perubahan fungsi hati, yang dihasilkan dari
respon penyembuhan luka berkepanjangan
yang disebabkan berbagai macam faktor. 
‐ Kebanyakan kasus sirosis disebabkan oleh
hepatitis kronis dan konsumsi alkohol kronis
(Koda-Kimble, 2013)

Dhia Larissa - 2006623284


Patofisiologi

Dhia Larissa - 2006623284


Diagnosis
Dhia Larissa - 2006623284

a.Tes gangguan fungsi hati


-  Aminotransferase
   Enzim Alanin Transminase (ALT) dan Aspartat Transminase (ALT) terdapat di sitoplasma
hepatosit. AST tidak hanya terdapat dalam hepatosit tapi juga terdapat di organ lain seperti
jantung, otot, ginjal dan otak sehingga kadar AST yang tinggi dalam darah tidak spesifik
menandakan kerusakan hati. Sedangkan ALT sebaliknya. ALT banyak terdapat di hati sehingga
biasanya pemeriksaan kadar AST darah akan bersamaan dengan pemeriksaan kadar ALT darah.
Jika kedua enzim ini kadarnya meningkat drastis dalam darah, maka pemeriksaan ini lebih
memastikan bahwa ada kerusakan pada hati (Dipiro, 2008)
-  Alkalin fosfatase (ALP) dan Gamma-Glutamil Transpeptidase (GGT)
   Kedua enzim ini tidak ditemukan spesifik di hati, maka kadarnya yang meningkat dalam
darah juga bisa menandakan adanya kerusakan pada organ lain. Namun, jika kadar keduanya
meningkat drastis dalam darah secara bersamaan, maka ini bisa menjadi penanda adanya
kerusakan hati (Dipiro, 2008).
Diagnosis
Dhia Larissa - 2006623284

-  Albumin
Sintesis albumin dilakukan oleh sel parenkim hati, sehingga kadar albumin yang rendah dalam
darah dapat menjadi penanda kerusakan hati. Namun, tes ini tidak begitu spesifik (Koda-
Kimble, 2013) 
- Protrombin Time
Faktor koagulasi disintesis di hati. Saat kadar faktor koagulasi berkurang dalam darah, maka
waktu pembekuan darah (Protrombin Time) akan semakin lama (Dipiro, 2008) 
- Trombosit
Trombositopenia (trombosit darah < 150.000) terjadi karena penurunan jumlah trombopoeitin
karena sintesisnya di hati terhambat akibat kerusakan hati. Trombopoeitin berperan dalam
pembentukan platelet atau trombosit (Dipiro, 2008) 
Diagnosis
Dhia Larissa - 2006623284

b. Tes Radiografi
USG dapat mendeteksi adanya batu empedu dan abnormalitas pada saluran empedu pada
pasien dengan nyeri akut dan icterus. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
(ERCP) dapat menjadi pemeriksaan pada pasien dengan choledocholithiasis. Endoskopi dapat
melihat adanya varises esophageal sebagai indikasi terjadinya hipertensi portal. Tomografi
terkomputasi dapat menjadi tes yang cukup sensitif dalam mendeteksi metastase hati dan
menjadi acuan dilakukannya biopsi hati (Dipiro, 2008) 
c. Biopsi Hati
Tes ini menjadi tes yang paling penting dalam penentuan keparahan sirosis karena dapat
melihat langsung separah apa hati telah rusak (Dipiro, 2008) 
d. Skor Child-Pugh
Skor Child-Pugh dapat mengklasifikasi hasil lab dan manifestasi klinis dari sirosis.
The Child-Pugh dan Klasifikasi  Model for End-
stage Liver DIseases (MELD) 
-The Child-Pugh dan Klasifikasi Model for
End-Stage Liver Diseases (MELD)
digunakan untuk mengklasifikasikan
keparahan penyakit dan evaluasi kebutuhan
untuk transplantasi
-The Child-Pugh dapat mengklasifikasi hasil
lab dan manifestasi klinis dari sirosis.
Rekomendasi penyesuaian dosis bagi pasien
sirosis bisa berdasarkan klasifikasi ini.
Semakin tinggi skor yang didapat semakin
parah kerusakan yang terjadi di hati. (Dipiro,
2008)

Dhia Larissa - 2006623284


Tanda dan Gejala
Dhia Larissa - 2006623284

Hepatomegali, splenomegali

Jaundice

Malaise, anorexia

Encephalopthy

Kadang-kadang tidak ada gejala


KOMPLIKASI
SIROSIS
Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782

HIPERTENSI PORTAL
‐ Hipertensi portal adalah kenaikan tekanan darah pada sistem portal.
Darah di vena portal mengandung zat yang diserap dari usus dibawa
menuju hati untuk dimetabolisme. Darah dalam hati melintasi sistem
kapiler resistensi tinggi dalam sinusoid hati. 
‐ Pada sirosis, peningkatan resitensi intrahepatik karena adanya
vasokonstriksi intrahepatik disebabkan oleh kekurangan nitrat oksida,
peningkatan aktivitas vasokonstriktor dan perubahan stuktural dari
regenerasi hati, kompresi sinusoidal, dan fibrosis. Hipertensi portal
dihasilkan dari peningkatan resistensi terhadap aliran portal dan
peningkatan aliran masuk kronis portal karena vasodilatasi limpa dari
peningkatan produksi nitrat oksida.
‐ Tekanan portal normal umumnya di bawah 6 mm Hg, dan pada pasien
sirosis, dapat meningkat menjadi 7 hingga 9 mm Hg. Hipertensi portal
yang signifikan secara klinis berkembang ketika tekanan portal melebihi
10 hingga 12 mm Hg, mengakibatkan komplikasi seperti varises
kerongkongan dan ascites.
HIPERTENSI PORTAL
Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782
ENCEPHALOPATY HATI

Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782
Rhima Melati_2006623782

Tingkatan Gejala Tanda/ Gejala Klinis

 Ensefalopati hati subklinis: perubahan konsentrasi, memori, koordinasi


Tingkat 0
minimal. Asteriksis tidak ada

 Kesulitan konsentrasi, rentang perhatian pendek, gangguan koordinasi. Gejala


Tingkat 1 tambahan adanya indomnisa, perubahan kepribadian minor. Mungkin terdapat
asteriksis tetapi tidak konsisten 

 Konsentrasi buruk, disorientasi, sulit melakukkan tugas mental, perubahan


Tingkat 2 kepribadian yang signifikan, kelesuan, mengantuk, perilaku tidak pantas.
Asteriksis konsisten

 Pingsan, disorientasi tinggi, perubahan prilaku, mengantuk dan bicara tidak


Tingkat 3
koheren dengan kebingungan yang signifikan.  Ada Asteriksis

Tingkat 4  Koma dengan atau tanpa rangsangan nyeri


ALGORITMA MANAJEMEN
ENCEPHALOPATY BERULANG YANG
PARAH

Rhima Melati_2006623782
ASCITES DAN SPONTANEOUS
BACTERIAL PERIOTONITIS
(SBP)
ASCITES
´Ascites adalah
akumulasi dari jumlah
cairan yang berlebihan
dalam rongga
peritoneum.

Dhia Larissa - 2006623284


PATOFISIOLOGI
Dhia Larissa - 2006623284
DIAGNOSIS
     Diagnosis dilakukan dengan mengambil sedikit
cairan ascites. Hasil yang dikatakan positif
ascites meliputi : 
‐ Neutrophil > 250 mm3 menunjukkan
bahwa ascites disebabkan oleh SBP
‐ Serum-Ascites Albumin Gradient
(SSAG) > 1.1 g/dL menunjukkan bahwa
ascites disebabkan oleh hipertensi portal
‐ Jika total protein < 1.5 g/dl dan
ditemukan penyakit liver lanjutan maka
ascites disebabkan oleh SBP

Dhia Larissa - 2006623284


Dhia Larissa - 2006623284

Pengobatan Ascites
SPONTANEOUS BACTERIAL
PERITONITIS (SBP)
SBP didefinisikan sebagai
infeksi spontan dari cairan
asites tanpa adanya sumber
infeksi atau peradangan intra-
abdominal yang
teridentifikasi. Kondisi ini
memiliki tingkat kematian
sekitar 30% hingga 50%.

Dhia Larissa - 2006623284


Dhia Larissa - 2006623284

Diagnosis
Diagnosis SBP didefinisikan oleh jumlah sel poli morfonuklear (PMN) lebih besar atau sama dengan
250 sel/μL atau kultur bakteri positif dari cairan asites. Basil enterik gram-negatif (paling umum oleh
spesies Escherichia coli dan Klebsiella) serta pneumokokus merupakan penyebab sebagian besar
episode SBP. Mekanisme utama untuk SBP adalah translokasi bakteri dari usus. 
Faktor-faktor lain dalam patogenesis SBP mungkin termasuk ketidakmampuan usus untuk menampung
bakteri dan kegagalan sistem kekebalan tubuh untuk membersihkan organisme saat ditranslokasi. Sirosis
dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus, dan permeabilitas usus dapat
meningkat pada pasien sirosis karena hipertensi portal dan edema usus yang mendukung translokasi
bakteri ke vena porta atau limfatik. 
Aktivitas antimikroba endogen berkurang atau tidak ada pada pasien dengan asites rendah protein, dan
jika sistem kekebalan gagal untuk menghancurkan bakteri, bakteri (kultur dari cairan asites positif tetapi
jumlah PMN <250 sel / μL) dalam beberapa kasus dapat berkembang menjadi SBP (kultur positif dan
PMN ≥250 sel / μL) (Koda Kimble). 
Dhia Larissa - 2006623284

TERAPI FARMAKOLOGI
‐ Pasien SBP harus menerima profilaksis antibiotik jangka panjang dengan norfloxacin 400 mg
setiap hari atau trimethoprim-sulfamethoxazole kekuatan ganda.
‐ Profilaksis jangka panjang juga harus dipertimbangkan untuk pencegahan SBP pada pasien
dengan asites rendah protein (kurang dari 1,5 g / dL) yang juga memiliki salah satu dari
kreatinin serum lebih besar dari atau sama dengan 1,2 mg / dL, nitrogen urea darah lebih besar
dari atau sama dengan 25 mg / dL, natrium serum kurang dari atau sama dengan 130 mEq / L,
atau skor ChildPugh lebih besar dari atau sama dengan 9 dengan bilirubin lebih besar dari atau
sama dengan 3 mg / dL.
‐ Profilaksis jangka pendek (7 hari) diindikasikan pada pasien dengan sirosis dan perdarahan
gastrointestinal. Ringkasan rekomendasi perawatan berbasis bukti mengenai asites dengan
ditemukannya SBP (Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach 8th Ed).
Gangguan Empedu
KOLELITIASIS KOLESISTITIS
Gabungan beberapa unsur Peradangan saluran empedu
yang membentuk suatu
material mirip batu ang
terbntuk di dalam kandung
empedu (koledokolitiasis) atau
pada dua-duanya.

Dhia Larissa - 2006623284


BATU EMPEDU (KOLELITIASIS)
‐ Hati merupakan organ yang memproduksi
cairan empedu sebelum kemudian akan
disimpan di kantong empedu. Cairan empedu
digunakan pada proses pencernaan khususnya
di organ pancreas.
‐ Kerusakan yang terjadi pada hati, pastinya
akan mempengaruhi produksi dari cairan
empedu.
‐ Batu empedu adalah endapan cairan
pencernaan yang mengeras yang terbentuk di
kantung empedu

Dhia Larissa - 2006623284


TANDA DAN GEJALA
‐ Nyeri abdomen
‐ Jaundice
‐ Demam
‐ Mual muntah
‐ Intoleransi dengan makanan berlemak
‐ Flatuensi
‐ Eruktasi (bersendawa

Dhia Larissa - 2006623284


DIAGNOSIS
‐ Leukosit: tinggi 12.000 - 15.000/IU (N: 5000 – 10.000 IU)
‐ Bilirubin: mengikat ringan, (N: < 0,4 mg/dl)
‐ Amilasi Serum Meningkat: (N: 17 – 115 UI/100 mL)
‐ Protombin Menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun karena
obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi vitamin K. (Cara
Kapiler : 2-6 menit)
‐ USG: menungjukkan adanya bendungan/hambatan. Hal ini karena adanya
batu empedu dan distensi saluran empedu (Frekuensi sesuai dengan
prosedur diagnostik)

Dhia Larissa - 2006623284


DIAGNOSIS
‐ Endoscopic Retrograde Choledocho Pancreaticography (ERCP), bertujuan
untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran empedu melalui ductus
duodenum
‐ PTC (Perkutaneus Transhepatik Cholengiografi), pemberian cairan kontras
untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas
‐ Cholecystogram (untuk cholesistitis kronik), menunjukkan adanya batu
distim billiar
‐ CT Scan: menunjukkan Gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran
empedu, obstruksi Joundice

Dhia Larissa - 2006623284


TERAPI FARMAKOLOGI
1. Obat asam empedu (Ursodiol)
o Dosis : 8-12 mg/kg/hari (malam hari pada waktu tidur)
o Mekanisme : menekan sintesis dan sekresi kolesterol hati dan juga menghambat penyerapan
kolesterol usus. Melarutkan empedu supaya terbawa bersama urin.
o ES : mual, muntah, diare, sakit kepala, infeksi saluran pernapasan atas, nyeri
o KI : ibu hamil
1. Suntikan MTBE (Metal-Tersier-Butyl Eter)
2. Terapi Extracorporeal Shock Wave Lithotrips (ESWL)
3. Endoscopic REtrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP)
4. Operasi
Dhia Larissa - 2006623284
TATALAKSANA
TERAPI KELAINAN
HEPAR
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725

1. Hepatitis A (HAV)
A. Tujuan terapi: Mengurangi komplikasi, normalisasi fungsi hati, mengurangi infektivitas dan transmisi.
Terapi farmakologis
a. Preventif (Imunoprofilaksis)
1. Pre-exposure profilaksis
o Vaksin Hepatitis A
‐ Untuk menginduksi pembentukan antibodi
‐ Menggunakan vaksin hepatitis A. vaksin heptitis A ini berisi virus hepatitis A yang sudah di inaktivasi. 
‐ Diberikan sebelum terinfeksi Hepatitis A
‐ Imunisasi Hepatitis A dilakukan dengan cara pemberian vaksin Hepatitis A sebanyak dua kali dengan jarak 6
sampai 12 bulan di atas usia 2 tahun.
‐ Efek samping:
ringan dan sementara yaitu reaksi pada tempat penyuntikan (sakit, tenderness, eritema, bengkak, warmth), lemas,
sakit kepala dan sakit abdomen.
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725

2. Post-exposure profilaksis
o Immunoglobulin
‐ Memberikan perlindungan dengan transfer antibodi pasif.
‐ Digunakan pada seseorang pra atau sudah terinfeksi HAV dimana vaksin bukan
pilihan (adanya kontaindikasi).
‐ Paling efektif diberikan saat terinfeksi pada masa inkubasi atau  ≤ 5 bulan setelah
terinfeksi dengan dosis awal 0.02 mL/kg intramuscular. Dilanjutkan dengan dosis
0.06 mL/kg pada 6-18 bulan setelahnya
‐ Untuk yang sudah terpapar tapi sebelumnya belum divaksin, Ig dapat digunakan
untuk pasien diantara 2 tahun sampai 40 tahun, immunocompromised, gangguan hati
kronis, kondisi medis dan kontraindikasi dengan vaksin.
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725

b. Terapi Non Farmakologis


‐ meningkatkan daya tahan tubuh (istirahat dan makan makanan yang
hygienis dan bergizi), rawat inap hanya diperlukan bila penderita tidak
dapat makan dan minum serta dehidrasi berat
‐ Tidak perlu isolasi
‐ Melakukan desinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari penderita
‐ Imunisasi pasif pada orang yang terpapar cairan tubuh penderita
‐ Bisa menggunakan herbal yang berkhasiat sebagai anti hepatotoksik
seperti kunyit
2. Hepatitis B (HBV)
A. Tujuan terapi:
1. Menekan replikasi dan pencegahan HBV
2. mencegah perkembangan penyakit menjadi sirosis dan kanker hati.
3. Penurunan serum DNA HBV rendah sampai tidak terdeteksi (<10 to 15 IU/mL).
4. Kadar serum ALT menurun
5. Normalisasi fungsi hati dan histologinya.
Terapi Farmakologis
a. Preventif
b. Vaksin Hepatitis B: menggunakan DNA rekombinan.
c. Imunisasi pasif
Efek samping: nyeri di bagian suntikan, demam, sakit kepala, kelelahan.
Pasien HBV juga harus melakukan vaksinasi HVA
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725

Vaksin HBV
‐ Pro-exposure imunoprofilaksis
1. Vaksin rekombinan turunan ragi
Mengandung HBsAg sebagai immunogen
2. Vaksin terjadwal
a. Engerix-B : via i.m. protein HBsAg dengan dosis 20 μg untuk dewasa and 10 μg
untuk bayi, anak-anak sampai usia 19 tahun. Ulangi 1 dan 6 bulan setelahnya. Untuk
pasien hemodialisis dosis sebesar 40 μg (dosis ganda dari 20 μg diberikan pada
bulan 0,1,2 dan bulan keenam.
b. Recombivax HB: via im. Protein HBsAg dengan dosis 10 μg untuk dewasa, 5 μg
untuk anak-anak sampai usia 19 tahun diulangi 1 dan 6 bulan setelahnya. Anak-anak
usia 11-15 tahun diberikan dosis 10 μg pada 4-6 bulan. Pasien hemodialisis 40 μg 3
dosis terjadwal.
‐ Post-exposure imunoprofilaksis
Mengandung immunoglobulin yang mengandung anti-HBs yang tinggi
1. Untuk orang yang kontak erat dengan penderita
‐ Diberikan HBIG 0.04 sampao 0.07 mL/kg sedini mungkin setelah terpapar. Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6
bulan setelahnya.
2. Nenotatus dari ibu yang HBsAg positif yang teridentifikasi selama kehamilan
‐ Diberikan 0.5 mL dalam 12 jam setelah lahir atau 5-10 μg dalam 12 jam setelah lahir, diulangi vaksin di bulan ke 1
dan ke 6.
3. Pencegahan penularan ibu-anak

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Rekomendasi yang menggunakan vaksin
HBV

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725

Terapi farmakologis
Immune-mediating agent
1st line:
‐ Interferon (IFN)- Alfa
‐ pegylated (peg) IFN-alfa.
Interferon merupakan protein yang dihasilkan oleh tubuh dan bersifat sebagai imunomodulator.
Mekanisme kerja interferon:
‐ menghambat berbagai tahap replikasi virus meliputi saat virus masuk dalam sel tubuh,
uncoating, sintesis mRNA dan sintesis protein.
‐ Pegylated ditambahkan dalam formula obat untuk membuat interferon bertahan lebih lama
di dalam tubuh.Manfaat lainnya meliputi penurunan toksisitas, meningkatkan stabilitas
obat, perlindungan terhadap proteolisis dan memperbaiki daya larut
‐ Diberikan dalam jangka maksimal 1 tahun
Obat Golongan Mekanisme Dosis Efek samping
Lamivudine Analog Nukleosida Inhibitor enzim reverse 100 mg/hari Pengobatan jangka panjang
transcriptase dapat menyebabkan
resitensi antivirus, sakit
kepala, sakit tenggorokan,
berkeringat malam, weight
loss
Telbivudine Analog nukleosida Inhibitor kompetitif 600 mg/hari Gatal-gatal, kulit
spesifik HBV reverse transcriptase dan mengelupas, nyeri
polimerasi DNA punggung, detak jantung
meningkat,
Adefovir asiklik nukleosida Menghambat polymerase 10 mg/hari dalam Asidosis laktat, urin pekat,
DNA dari HBV 1 tahun lemas, kelelahan, mual.

Entecavir Analog guanosin Menghambat polimerasi 0.5-1 mg Diare, pusing, detak


nukleosida DNA dari HBV jantung cepat, gatal-gatal,
mual, gangguan

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


pernafasan
Tenofovir Analog nukleotida Menghambat DNA dari 300 Sindrom Fanconi(jarang)
HBV mg sehari Penurunan kepadatan
(tenofovir tulang
disoproxil
fumarate)
Atau 25 mg
sehari(tenofovir
alafenamide)
Emtricitabine Analog sitosin Antivirus 200 mg/sehari Asidosis laktat, Diare, sakit
(Alternatif) kepala, mual, sakit
tenggorokan, pilek, hidung
tersumbat.
Algoritma terapi HBV

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Algoritma Terapi HBV (tanpa sirosis)

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Algoritma Terapi HBV (dengan sirosis)

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Efek samping Peginterferon

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Terapi HBV pada kehamilan
‐ Jika tidak ada kelainan hati berlanjut, pengobatan bisa ditunda
hingga trimester ketiga.
‐ Jika terdapat kelainan hati berlanjut, digunakan antiviral oral
yaitu Tenovofir, termasuk kategori B.
‐ Untuk wanita usia subur dan ingin hamil bisa melanjutkan
terapi sesuai indikasi penyakit
‐ Menyusui dianggap aman dengan resiko penularan yang
rendah

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Terapi Non Farmakologis HBV
‐ Harus diberikan konseling mengenai pencegahan penularan penyakit
‐ Menghindari Alkohol
‐ Meningkatkan daya tahan tubuh (istirahat dan makan makanan yang bergizi).
Rawat inap hanya diperlukan bila pasien tidak dapat makan dan minum serta
terjadi dehidrasi berat.
‐ Pasangan suami istri harus di vaksinasi
‐ Menggunakan obat herbal. Umumnya adalah Phyllanthus, milk thistle,
glycyrrhizin (ekstrak akan licorice) : tidak berlaku untuk penderita HBV kronis.

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


3. Hepatitis C (HCV)

• Menurunkan infeksi HCV


• Mencegah perkembangan menjadi HCV kronis
Tujuan terapi
sampai kanker hati.
• Perbaikan histologi, pencegahan penularan.

• Disesuaikan dengan genotype


• Dilakukan 12-24 minggu, tergantung HCV GT dan
Terapi
Subtipe (1a atau 1b)
Farmakologis
• Pasien terinfeksi HCV harus vaksinasi HAV dan
HBV

• neutropenia, trombositopenia, dan paling utama


Efek samping:
adalah anemia hemolitik, insomnia

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


‐ Peginterferon (Peg-IFN) alfa-2a and alfa-2b
‐ Ribavirin: analog guanosin sintetis. Ribavirin harus dikombinasi,
karena tidak efektif jika sebagai monoterapi untuk HCV,
mekanisme obat belum diketahui.

Terapi alternative: terapi alternative untuk HCV kronis


‐ VX-950: bersifat reversible, selektif dan inhibitor spesifik untuk
replikasi HCV. Digunakan secara oral dengan dosis optimal sehari 3
kali.
‐ valopcitabine (NM283): analog ribonukleosida yang menghambat
replikasi virus.

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725
Rekomendasi DosisTerapi HCV Perbandingan terapi
dengan menggunakan interferon
peginterferon/ribavirin

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


‐ Kontraindikasi terapi
kombinasi pada pasien
HCV

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Algoritma Terapi

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


HCV
Terapi non Perubahan gaya hidup
farmakologis

Hindari alcohol

Makan-makanan yang seimbang

Olahraga yang teratur untuk pertahankan berat


badan normal
Hindari merokok

Hindari penggunaan obat-obat telarang

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


4. Hepatitis D (HDV)

Tujuan terapi:

Menangani HDV bersama HBV dimana serum HDV serum dan


HDV antigen tidak terdeteksi kembali

Terapi Farmakologis:

• Preventif: Hepatitis D merupakan replikasi dari hepatitis B


sehingga dengan terapi vaksin HBV juga termasuk mencegah
HDV

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Obat Dosis
IFN-α 5 juta unit/hari atau 9 juta unit/tiga kali seminggu dalam 12 bulan

IFN-α2b 5 juta unit/tiga kali seminggu dalam 4 bulan. Dilanjutkan 3 juta unit/tiga kali seminggu dalam 8 bulan
atau placebo
PegIFN-α 1.5 mcg/kg seminggu dalam 12 bulan). Bisa monoterapi ataupun dikombinasi dengan ribavirin.
Kombinasi PegIFN- 180 mcg/kg seminggu dengan adefovir 10 mg/ plasebo
α2a
Adevofir 10 mg selama 48 minggu. Tindak lanjut tambahan 24 minggu

End-stage HVD bisa dilakukan transplantasi hati

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Terapi non farmakologis HDV
Menggunakan pelindung untuk mencegah penularan
seksual

Tidak menggunakan jarum suntik bergantian untuk


meminimalkan penularan melalui penggunaan narkoba

Perawatan supportif

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725

5. Hepatitis E (HEV)
Preventif: Sanitasi lingkungan harus bersih dan lebih baik di daerah endemis.

Mengkonsumsi air minum yang matang untuk mencegah HEV, pemanasan masakan
sampai ke 850C

Desinfeksi peralatan rumah tangga

Cuci tangan

Hindari makanan mentah atau kurang matang

Sumber air aman dan bersih

Mengkonsumsi sayuran dan buah harus dikupas.

Terapi farmakologis Rekombinan 56-kDa 20 mcg (IgG anti HEV)

Ribavirin oral (12 mg/kg setiap hari selama 12 minggu)


6. Primary Biliary Cholangitis
(PBC)
‐ Terapi untuk symptom dari PBC
‐ Simptom Pruritus
‐ Anti histamine. Dipakai adalah antihistamin non sedative seperti cetirizine, levoseterizine,
loratadin dll.

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


‐ Malabsopsi vitamin larut lemak
-Diberikan pada kadar vitamin A,D,E,K yang rendah
-diberikan sejauh mungin dari penggunaan kolesteramin
-Vit. K : 5 mg/hari
- Vitamin A: 10.000 sampai 25.000 IU/hari
-25-OH vitamin D: 20 μg 3 kali seminggu. Cek kadar serum 25-OH vitamin D
setelah beberapa minggu.
-Supplemental calcium
-Vitamin E: 400 sampai 1000 IU/hari
‐ Steatorrhea
Dengan diet rendah lemak dengan (60 mL minyak MCT/hari) dengan medium-
chain triglycerides (MCT)untuk mempertahankan asupan kalori yang masuk.
Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725
Terapi PBC lain:
‐ Colchicine
‐ Methotrexate
‐ Transplantasi
Hati (untuk
endstage PBC)

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


8. Jaundice
Pengobatan Jaundice/Penyakit kuning ini berdasarkan Terapi Non Farmakologi:
dari penyakit yang mendasarinya.
a. Pada Bayi
Terapi Farmakologi:
- Meningkatkan nutrisi dengan menambah
1. Transfusi Immunoglobulin: diberikan secara IV . suplemen vitamin larut lemak
Protein darah yang dapat mengurangi antibody
yang membuat kerusakan sel darah pada bayi - Fototerapi
sehingga dapat menurunkan penyakit kuning. - Exchange transfusion: dilakukan jika
2. Asam ursodeoksikolat : 15 mg/kg/hari dapat dosis kadar bilirubin sangat tinggi dan dengan
terbagi fototerapi belum efektif.
3. Kolestiramin : 4 g satu atau dua kali sehari.
Mainteance dose 8-16 g dalam 2 dosis terbagi dan
max dose 24 g.
4. Jika terjadi pruritus diberikan antihistamin
selektif, untuk mengurangi gejala.

Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725


Nurafifah Nirmala Dewi - 2006623725
Algoritma terapi jaundice
PENGOBATAN PERLEMAKAN HATI
‐ Terapi Non Farmakologi meliputi Perbaikan pola hidup, mengurangi konsumsi alkohol, olahraga teratur,
penurunan berat badan, diet kaya protein, pengurangan konsumsi karbohidrat dan lemak jenuh.
‐ Pioglitazone bermanfaat bagi beberapa pasien, mungkin dengan meningkatkan sensitivitas insulin adiposit dan
mencegah lipolisis yang tidak tepat; efek sampingnya termasuk penambahan berat badan, eksaserbasi gagal
jantung, dan kemungkinan osteoporosis.
‐ Suplementasi vitamin penting untuk penanganan Perlemakan Hati non Alkoholik. Vitamin dengan sifat
antioksidan, seperti vitamin E dan C, ditemukan dapat menurunkan aktivitas serum ALT dan AST.
‐ asam ursodeoxycholic (UDCA).
‐ Kombinasi UDCA dengan agen lain, seperti vitamin E dan / atau omega-3, mungkin memiliki efek tambahan
dalam mengurangi fibrosis.

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


TATALAKSANA SIROSIS
Meskipun kerusakan hati pada sirosis permanen, tetapi terapi dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dan menurunkan
komplikasi. Terapi bergantung pada penyebab sirosis dan dan komplikasi yang terjadi.
Pendekatan umum untuk terapi pada sirosis harus mencakup sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengeliminasi jika memungkinkan, penyebab sirosis (misalnya, penyalahgunaan alkohol).
2. Mengkaji resiko perdarahan varises dan mulai profilaksis farmakologis bila diindikasikan
3. Mengevaluasi pasien untuk tanda klinis asites dan atasi dengan terapi farmakologis. Pemantauan Peritonitis Bakteri
Spontan harus digunakan pada pasien dengan asites yang mengalami penurunan status klinis akut
4. Mengetahui bahwa Ensefalopati Hepatik adalah komplikasi umum dari sirosis yang memerlukan kewaspadaan
klinis dan pengobatan dengan pembatasan pola makan, menghilangkan faktor pencetus, dan terapi untuk
menurunkan kadar amonia.
5. Memantau pasien untuk mencari tanda-tanda sindrom hepatorenal, insufisiensi paru, dan disfungsi endokrin.

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


PENGOBATAN SIROSIS
‐ Menghindari alkohol untuk sirosis yang ‐ hepatitis autoimun
diinduksi alkohol
‐ Asam ursodeoksikolat dan / atau asam obetikolat untuk
‐ Terapi antivirus untuk hepatitis C kronis kolangitis bilier primer

‐ Obat antivirus untuk hepatitis B kronis ‐ Pada kebanyakan kasus, penatalaksanaan difokuskan pada
pengobatan komplikasi yang timbul pada keadaan sirosis
‐ Penurunan berat badan dan modifikasi faktor (ensefalopati hepatik, asites, bakteri spontan)
risiko (pengelolaan diabetes melitus dan
hiperlipidemia) pada penyakit perlemakan hati ‐ Vaksinasi pasien sirosis terhadap hepatitis A dan B dianjurkan
nonalkohol jika pasien kekurangan bukti serologis imunitas.

‐ Proses mengeluarkan darah untuk ‐ Semua pasien sirosis harus disarankan untuk menghindari
hemochromatosis alkohol dan hepatotoksin lainnya

‐ Glukokortikoid untuk terapi induksi dan


azathioprine untuk pengobatan pemeliharaan

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


PENGOBATAN HIPERTENSI PORTAL
Pada profilaksis primer, obat yang digunakan adalah penghambat beta nonselektif.
Propanolol atau Nadolol menyebabkan penurunan aliran darah vena portal dan
tekanan portal. Dosis awal Propranolol 40 mg 2 kali sehari, dapat ditingkatkan
sampai 80 mg 2 kali sehari sesuai dengan frekuensi jantung. Dosis Nadolol 80 mg
sehari.

Pada terapi perdarahan varises akut prinsip pengobatannya adalah


menurunkan tekanan portal. Obat yang digunakan adalah Okreotid dan
Vasopresin.

Pada profilaksis sekunder, perdarahan ulang adalah resiko terjadinya


kematian. Terapi obatnya adalah kombinasi penghambat beta nonselektif
dengan isosobid dinitrate. Terapi yang dianjurkan adalah endoscopic injection
sclerotherapy (EIS) atau endoscopic band ligation (EBL).

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


PENGOBATAN ASCITES DAN
PERITONITIS BAKTERI SPONTAN
Tujuan pengobatan ascites adalah untuk mengobati penyebab sirosis, memobilisasi cairan
asites; mengurangi ketidaknyamanan perut serta mencegah komplikasi misalnya
peritonitis bakterial

Terapi Farmakologi Spironolakton 100mg/hari

Terapi Farmakologi untuk Ascites yang direkomendasikan adalah kombinasi diuretik


Spironolakton + Furosemid

Terapi Farmakologi untuk Peritonitis Bakteri Spontan adalah antibakteri yang dapat
mengatasi tiga bakteri yang paling umum ditemui yaitu Escherchia coli, Klebsiella
pneumoniae dan Streptococcus pneumoniae. Obat pilihan adalah sefotaksim atau
sefalosporin generasi ketiga lainnya.

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


PENGOBATAN ENSEFALOPATI
HEPATIK
Terapi yang umum adalah menurunkan kadar ammonia darah.

Terapi Non Farmakologi meliputi terapi diet, asupan protein harian 1,2-1,5
g/kg/hari

Terapi Farmakologi Laktulosa 15-30 ml per-oral 2-4x sehari.

Terapi dengan Antibiotik Metronidazol 400-800mg per oral per hari dalam dosis
terbagi atau Neomisin 2-4g peroral perhari dalam dosis terbagi dicadangkan untuk
pasien yang tidak memberikan respon terhadap terapi laktulosa dan diet.

Terapi supportif lainnya adalah Zn pada dosis 600mg/hari diberikan pada pasien
yang kekurangan Zn.

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


PENGOBATAN KOLELITIASIS
Asam Ursodeoxycholic (UDCA) diberikan dalam dosis 8 sampai 10 mg /
kg berat badan / hari, untuk kelompok pasien dengan nyeri empedu tanpa
komplikasi akibat batu kolesterol kecil (ukuran <5 mm)

Terapi Ekstrakorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) melibatkan


pemecahan batu empedu dengan aplikasi gelombang suara eksternal
untuk meningkatkan efikasi Asam Ursodeoxycholic (UDCA).

Pembedahan Laparoskopi Kolesistektomi

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


PENGOBATAN KOLESISTITIS
Kolesistektomi dilakukan sebagai pengobatan lini pertama untuk
kolesistitis akut.

Terapi Endoskopi.

Terapi tambahan antibiotik untuk mencegah komplikasi


peritonitis dapat digunakan sefotaksim atau sefalosporin
generasi ketiga lainnya.

Terapi tambahan analgesik diberikan sesuai derajat nyeri


(Diklofenak,Indometasin, Ketoprofen).

Muhammad Farhan Naufal Ma’as - 2006623611


DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, Brian K., Corelli, Robin L., Ernst, Michael E., Guglielmo, B. Joseph., Jacobson, Pamala A.,
Kradjan, Wayne A., Williams, Bradley R. Koda-Kimble Young’s Applied Therapeutics The Clinical Use of
Drugs Tenth Edition. Wolters Kluwer Health Lippincott Williams & Wilkins. 1149
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Posey L. M., Haines, Stuart T., Nolin, Thomas D., Ellingrod, Vicki.
Eleventh Edition Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.  The McGraw-Hill Companies, Inc., 96,97.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. dan Posey L. M., Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach Seventh Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., 1329
Friedman, Lawrence S., Martin., Paul. (2018). Handbook of Liver Disease, Fourth
Edition.Philadelphia:Elsevier Inc.
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15367-adult-jaundice
https://www.aafp.org/afp/2017/0201/p164.html
Terimakasi
h!

Anda mungkin juga menyukai