Anda di halaman 1dari 72

KEKUASAAN KEHAKIMAN

Bahan Kuliah
Hukum Acara Perdata

Oleh:
Staf Pengajar Fakultas Hukum Unsyiah
Darussalam-Banda Aceh
2010
1
2
STRUKTUR LEMBAGA PERADILAN
MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH KONSTIUSI

UU 14/70 UU 35/99 UU 4/2004 UU 48/09 UU 14/85 UU 5/04 UU 3/09

PERADILAN PERADILAN PERADILAN PERADILAN MILITER


UMUM AGAMA Tata Usaha Negara

UU No.2/1986. UU No.7/1989 UU No. 5/1986 UU No.31/1997


UU No.8/2004 UU No.3/2006 UU No.9 /2004
UU No.49/2009 UU No.50/2009 UU
No.51/2009
PENGADILAN Pengadilan Tinggi Pengadilan Pengadilan Pengadilan Militer
TINGGI Agama/ Makamah Tinggi-TUN Militer Tinggi Pertempuran
( Banda Aceh ) Syar’iyah Aceh (Medan) (Dearah
(Banda Aceh) (Medan) Pertempuran)

Pengadilan Agama/ Pengadilan Tata Mahkamah Militer


Pengadilan Negeri Mahkamah Syar’iyah Usaha Negara (Banda Aceh/
(Kabupaten/Kota) (Kabupaten/Kota) (Banda Aceh)
Lhokseumawe)

3
KEWENANGAN
LEMBAGA PERADILAN
 Kekuasan Kehakiman yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung (MA) dan lain-lain badan
kehakiman merupakan kekuasaan yang utuh dan
tidak terbagi serta bersifat terbuka, lepas dari campur
tangan kekuasaan lembaga negara lainnya.
Kekuasaan yang utuh dan tidak terbagi memberi
pengertian bahwa MA sebagai penyelenggara
kekuasaan kehakiman memiliki otoritas dalam
susunan organisasi, administrasi, finabsial serta
yuridisnya tersendiri.

4
Kewenangan
Mahkamah Agung

1. Memeriksa dan memutus, permohonan kasasi, sengketa tentang


kewenangan mengadili antar pengadilan di lingkungan
peradilan yang berbeda; permohonan peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang
tetap.
2. Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta
maupun tidak kepada lembaga tinggi negara;
3. Memberikan nasihat hukum kepada presiden selaku kepala
negara untuk pemberian atau penolakan grasi;
4. Menguji secara materiil terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah undang2;
5. Melaksanakan tugas dan kewenangan lain brdasarkan undang2.

5
PENYELENGGARAAN KEKUASAAN DAN
KEWENANGAN KEHAKIMAN

WEWENANG PENGAWASAN
1. Jalannya Peradilan;
2. Pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim di semua
lingkungan peradilan;
3. Pengawasan yang dilakukan terhadap penasihat hukum dan
notaris sepnjang yang menyangkut peradilan;
4. /emberian peringatan, tegoran dan petunjuk yang diperlukan;

MEMINTA KETERANGAN DAN PERTIMBANGAN


. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dan
pertimbangan dari Jaksa Agung dan pejabat lain yang disertai
tugas penuntutan perkara pidana.
6
Membuat peraturan pelengkap untuk mengisi
kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran jalannya peradilan.

Mengatur sendiri administrasinya baik


administrasi peradilan maupun
administrasi umum

7
FUNGSI PERADILAN
Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam
penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali
menjaga agar semua hukum dan undang2 di seluruh wilayah ngara RI
diterapkan secara adil, tepat dan benar.

FUNGSI PENGAWASAN
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar
pengadilan2 dilakukan dengan seksama dan wajar dengan
berpedoman pada asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya
ringan, tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara.

8
FUNGSI MENGATUR
MA dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang
belum cukup diatur dalam undanf2 tentang Mahkamah Agung sebagai
pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan.

FUNGSI NASIHAT
MA memberi nasihat dan atau pertimbangan2 dala bidang hukum
kepada lembaga tinggi negara lain, kepada presiden selaku kepala
negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasidan memberi
pertimbangan hukum tentang rehabilitasi.

9
FUNGSI ADMINISTRASI
Badan peradilan PU, PA, PTUN dan PM secara organsasi, administrasi
dan finansial berada di lingkungan Mahkamah Agung karena itu
maka Mahkamah Agung berfungsi sebagai pengawasan tertinggi
kepada semua lingkungan peradilan yang ada di Indonesia.

FUNGSI LAIN-LAIN

Fungsi MA ini adalah di luar tugas pokoknya untuk menerima,


memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya , pemberian tugas dan kewenangan lain tersebut
berdasarkan undang-undang.

10
1. LINGKUNGAN PERADILAN
Menurut peraturan per-uu-an dan ilmu
pengetahuan hukum dikenal 2 macam lingkungan
peradilan yaitu:
1. Peradilan Umum merupakan peradilan bagi
semua WNI serta semua persoalan hukum yg
dihadapi warga ( menyangkut perkara perdata dan
perkara pidana).
2. Peradilan khusus merupakan peradilan yang
khusus mengadili perkara2 tertentu saja serta bagi
golongan tertentu dari warga. (KPPU (komisi
pengawas persaingan usaha), sengketa industri,
perlindungan konsumen). 11
LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
(PASAL 10 UU No. 14/1970 jo Pasal 10 UU No.4/2004)
PERADILAN UMUM : PN, PT dan MA (UU No.2/1986
dirobah dengan UU No. 8/2004 dan UU No. 49/2009).
PERADILAN AGAMA : PA (MS), PTA (MS Aceh) dan
MA (UU No.7/1989 dirobah dg UU No. 3/2006 dan UU
No. 50/2009).
PERADILAN TATA USAHA NEGARA : PTUN, PTTUN,
MA (UU No. 5/1986 dirobah dengan UU No. 9/2004
dirobah dengan UU No.51/2009).
PERADILAN MILITER : MM, MMP-MTM, MA (UU No.
31/1997)

12
Dalam Konsideran UU No. 4/2004 dan UU No. 5/2004
ditentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan yang merdeka yang dilaksanakan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam:
 lingkungan peradilan umum,
 lingkungan peradilan agama,
 lingkungan peradilan militer, dan
 lingkungan peradilan tata usaha negara, serta
 oleh sebuah Mahkamah Konstitusi;

13
PERADILAN SPESIALIS
Di samping peradilan khusus juga dimungkinkan peradilan
spesialis yg prosesnya berlangsung pada PU/PN:
1. Peradilan ekonomi;
2. Peradilan koneksitas;
3. Peradilan Pajak;
4. Peradilan Industrial;
5. Peradilan Niaga;
6. Peradilan Anak (UU No. 3 TAHUN 1997 tentang Pengadilan Anak);
7. Peradilan HAM (Perpu No. 1 tahun 1999 dan telah menjadi
undang-undang dengan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM).

14
Apabila seseorang melakukan suatu tindak pidana ekonomi dan
tindak pidana biasa, keduanya dpt digabung dan diperiksa secara
bersama-sama karena tindak pidana ekonomi hanya bersifat
formil belaka (Pts MA tgl 25 Januari 1975).
Perkara koneksitas adalah suatu perkara pidana yg dilakukan
oleh anggota militer dan sipil secara bersama-sama dan
prosesnya pada PU/PN (Pasal 22 UU No. 14/1970 jo Pasal 1 angka
3 UU No. 35/1999). Sebaliknya MA diberi wewenang utk
menetapkan PM sbg peradilan yg berwenang mengadilinya
(Penjelasan Pasal 1 angka 3 UU No. 35/1999).
Peradilan Pajak (organisasi dan administrasi berada di bawah
MA, sedangkan persoalan teknis berada di bawah Depkeu.
Ruang sidangnya berada di Depkeu Jakarta. Hakimnya terdiri
dari pensiunan pajak, petugas pajak dan wajib pajak, seperti
halnya peradilan industrial).
15
Dengan lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2002 memang
tercipta dualisme, bahwa seolah-olah Pengadilan Pajak
itu diluar kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU
Nomor 14 /1970.
 Namun hal tersebut dapat ditepis karena dalam UU
Peradilan Pajak jelas-jelas dinyatakan bahwa Peradilan
Pajak merupakan salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman di bidang pemeriksaan dan pemutusan
sengketa di bidang perpajakan.
Apabila sengketa pajak sampai pada tingkat kasasi,
maka kasus pajak tersebut menjadi kompetensi dari
Ketua Muda MA bidang perdata dan TUN. ;
16
Pengadilan Pajak hanya ada di ibu kota Jakarta. Karena
karakteristiknya yang unik, maka sifat pengadilan pajak
adalah tidak harus in persona (para pihak harus
dihadirkan).
Dalam pengadilan pajak yang diperiksa hanyalah dokumen,
yaitu berupa laporan keuangan, rekening bank, data trsi,
mengenai omzet, dan sebagainya. ansak
Walaupun Pengadilan Pajak hanya bertempat di Jakarta,
namun tidak menghalangi wajib pajak dan fiskus yang
berdomisili di luar Jakarta dan luar Pulau Jawa untuk bisa
menyelesaikan sengketa pajak masing-masing.
Misalnya, untuk wajib pajak dan fiskus yang bersengeta di
Medan, maka Majelis Pajak dapat bersidang di Medan.
17
Pengadilan pajak memiliki kewenangan untuk memeriksa,
memutus, mengadili sengketa pajak. Sengketa Pajak itu
sendiri terdiri dari pajak pusat maupun pajak daerah. Pajak
pusat itu ada 7, yaitu 5 dikelola oleh Direktorat Jenderal
Pajak, yaitu antara lain PPh, PPN dan PPNBM, PBB, BPHTB,
bea materai. Lihat UU No. 28 tahun 2009.
Sedangkan dua pajak, yaitu bea dan cukai ditangani oleh
Direktorat Bea dan Cukai, sebagaimana diatur dalam UU
kepabeanan UU No. 10 tahun 1995, UU cukai UU No. 11
tahun 1995.  Bea dan cukai termasuk dalam pajak pusat.
Kemudian apabila terdapat WP yang mengajukan keberatan
atas pajak daerah, maka WP tersebut mengajukan
keberatan tersebut kepada Pengadilan Pajak.
 
18
Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah
satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang.
Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan peradilan agama, dan
merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan
peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut
kewenangan peradilan umum (Pasal 15 UU No. 4/2004).

19
Tingkatan Peradilan
Kedua lingkuan peradilan (Peradilan Umum dan Peradilan
Khusus) prosesnya berlangsung dua tingkat:
1. Peradilan tingkat pertama (PN, PA/MS, MM, PTUN)
2. Peradilan tingkat banding (PT, PTA/MS Prov, MTM, PT-
TUN).
3. Mahkamah Agung merupakan peradilan kasasi sebagai
puncak peradilan. Artinya ke-4 lingkungan peradilan
berakhir kpd MA
4. Mahkamah Konstitusi berdiri sendiri dan hanya ada
tingkat pusat di Jakarta yang tidak ada peradilan bawahan.
(Pasal 2 UU No. 4 /2004)
20
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
(Pasal 12 UU No. 4/2004)..

21
Kesatuan Peradilan
 Kesatuan Peradilan tercapai karena Pasal 20 UU No.14/1970 memberikan
kesempatan utk mengajukan kasasi terhadap semua perkara pd semua
lingkungan peradilan kpd MA.
Mahkamah Agung mrpk puncak peradilan bagi semua lingkuan peradilan
di Indonesia (Pasal 11 (1) UU No.4/ 2004).
Pengawasan peradilan menurut Pasal 11 UU No.14/1970 diberikan kpd MA
hanya yg bersifat administratif, sedangkan mengenai organisasi dan
finansial merupakan wewenang masing-masing Departemen. Ketentuan
ini telah dirubah dengan Pasal 11 (4) UU No.4/2004 yang memberikan
wewenang kpd Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas
perbuatan pengadilan
 dalam lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan
ketentuan undang-undang.
Pasal 13 (1) menentukan bahwa Organisasi, administrasi, dan finansial
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya berada
di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.

22
 Mahkamah Agung di samping mempunyai tugas utk melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pengadilan bawahan juga
memberikan pertimbangan kpd lembaga tinggi negara lainnya apabila
diperlukan (Pasal 11 (2) TAP VI/MPR/1973).
 Untuk dpat melaksanakan tugasnya MA mempunyai organisasi,
administrasi dan keuangan tersendiri yg terpisah dg lembaga2 tinggi
negara lainnya.
 Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan
pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh
Komisi Yudisial.
 Berdasarkan Pasal 24B Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang
pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan
pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial.
23
Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial,
administrasi, dan keuangan, sedangkan
pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi
Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim,
termasuk hakim agung.
 Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya
kerja sama yang harmonis antara Mahkamah
Agung dan Komisi Yudisial (Penjelasan Umum
atas UU RI No. 3 tahun 2009 tentang Perubahan
kedua atas UU No. 14 tahun 1985 Tentang
Mahkamah Agung.
24
Tujuan dibentuknya tingkatan peradilan :
1. Untuk tercapainya peradilan yg sesuai dg kebenaran
dan keadilan;
2. Memperkecil kemungkinan kesalahan dan kekeliruan
dlm mengadili dan memutus suatu perkara, sebab
putusan2 pengadilan dibuat oleh hakim sbg manusia
biasa yg tdk luput dari kekeliruan dan kekurangan;
3. Untuk menampung aspirasi pihak2 yg merasa tidak
puas terhadap penyelesaian perkara, maka disediakan
dua tingkat dan tingkat kasasi, agar suatu perkara
dapat diperiksa secara tuntas serta mengurangi
kekeliruan dlm memeriksa suatu perkara.
25
2. Kewenangan mengadili Pengadilan
Hukum Acara Perdata mengenal dua macam kewenangan
mengadili yaitu:
1.Kewenangan mengadili yang absolot (konpetensi
absolot=attributie van rechtsmacht).
 Kekuasaan absolot berkaitan dg kekuasaan pengadilan yg
berhubungan dengan jenis atau tingkatan peradilan,
berkaitan dg jenis perkara (masalah hukum) atau agama yg
dianut oleh pihak2 dalam hubungan dg masalah hukum yg
diperkarakan.
Menyangkut dg pembagian kekuasaan mengadili antar
badan2 peradilan dilihat dari segi macam/jenis peradilan
serta tingkatan peradilan dlm suatu jenis peradilan ybs.
26
Menyangkut dg pemberian kekuasaan pengadilan utk
mengadili suatu perkara.
Menyangkut persoalan hukum apa atau termasuk dlm
bidang hukum apa perkara tsb atau menyangkut dg agama
yg dianut oleh masing2 pihak ybs.
Dengan demikian maka kewenangan mengadili yg absolot
(mutlak) adalah kewenangan mengadili dari suatu lembaga
peradilan antas jenis peradilan (PU, PA, PTUN atau PM).
Untuk menentukan hal ini terlebih dahulu dibedakan
antara wewenang mengadili peradilan khusus, seperti: PA,
PM dan PTUN, kemudian jika tidak termasuk menjadi
wewenang peradilan khusus, maka sudah jelas merupakan
wewenang peradilan umum.

27
Mis. PA/MS berwenang mengadili perkara perkawinan bagi org
yg beragama Islam, sedangkan bagi agama non Muslim
merupakan wewenang PN, demikian juga pertama kali
merupakan wewenang PA/MS dan bukan PTA/MSProv. Atu
bukan langsung ke MA. Sebaliknya juga wewenang PTA/MS
Prov. Dan bukan wewenang PT karena termasuk jenis PU.
Apabila salah satu pihak salah memilih jenis peradilan, maka
pengadilan ybs hrs menyatakan dirinya tdk berwenang
mengadili, misalnya terhadap sengketa murni yg tidak ada
kaitannya dg warisan, maka hal itu merupakan wewenang PU,
maka PA atau PN harus meneliti apakah termasuk wewenang
absolot atau bukan, jika ya maka pengadilan itu dilarang utk
menerimanya.

28
Wewenang mengadili yg mutlak dari suatu pengadilan
menyangkut dg pembagian kekuasaan mengadili antar
badan2 peradilan dilihat dari segi macam/jenisnya serta
tingkatan peradilan dalam satu jenis peradilan ybs. Hal ini
menyangkut dg pemberian kekuasaan pengadilan utk
mengadili suatu perkara (attributie van rechtsmacht).
Apabila pengadilan tsb tetap juga menerimanya, memeriksa
dan mengadilinya, maka pihak tergugat dpt mengajukan
keberatan (eksepsi absolotnya) dan eksepsi ini dpt dijukan
kapan saja, pada tingkat banding atau kasasi. Eksepsi ini
merupakan salah satu alasan yg membolehkan eksepsi dan
dpt menjadi alasan MA untuk membatalkannya krn telah
melampaui batas kewenangan absolotnya (Pasal 30 UU No.
14/1985).
29
2. Kewenangan Mengadili yang Relatif.
Kewenangan/kekuasaan yg relatif adalah kekuasaan pengadilan antar
pengadilan yang sama jenisnya dan sama tingkatan dengan
pengadilan lainnya.
Kewenangan mengadili yg relatif mengatur pembagian kekuasaan
mengadili antar lmbaga pengadilan dalam satu jenis peradilan yg
sama dan sama tngkatnya atau peradilan yg serupa karena:
 tergantung kpd tempat tinggal tergugat;
 Menyangkut dg wilayah hukum dari stau lmbaga pengadilan;
 Objek sengketa yang berupa benda tetap;
 Menyangkut dg pengadilan mana (PN) dlm satu jenis peradilan
(PU) yg berwenang mengadili perkara yg diajukan;
 Misalnya: PN Banda Aceh dg PN Jantho, keduanya sama2 dlm jenis
PU dan sama tingkat (tingkat I) atau PA/MS BNA dg PA/MS Jth,
keduanya dlm satu jenis Peradilan Agama dan sama tingkatnya.

30
Pada prinsipnya pengadilan tkt I (PN/PA/MS) adalah pada setiap
Kab/Kota dan daerah hukiumnya meliputi wilayah Kab/Kota, tetapi tdk
tertutup kemungkinan adanya pengecualian (Psl 4 UU No. 7/1989 dan
penjelasannya).
Untuk Peradilan Militer di Prov.Aceh terdapat dua Mahmilnya,
sedangkan untuk PTUN hanya satu yg terdapat di Banda Aceh.
Pengadilan Tinggi trdapat satu di BNA, PA/MS Prov. Satu di BNA,
sedangkan PT-TUN dan PMT hanya terdapat di Medan (Sumut).
Di setiap pengadilan tingkat I mempunyai wilayah hukum ttt atau sering
disebut “yurisdiksi relatif”ttt. Yurisdiksi ini penting krn kemana orang
akan mengajukan perkaranya, sehingga tergugat tdk akan menggunakan
hak eksepsinya.
Penggugat dapat saja mengajukan perkara kepada pengadilan lain di luar
yuridiksi relatif asal tergugat (lawan) tdk mengajukan eksepsi(Keberatan)
atau mereka dapat saja memilih salah satu pengadilan (PN/PA) mana
saja yg mereka sepakati, asal saja telah ditentukan sebelunya dalam akta.

31
Untuk dapat menentukan pengadilan mana gugatan
diajukan kita dpt mempedomani Pasal 118 HIR, pasal ini
menyangkut kekuasaan relatif (distributie van
rechtsmacht) yg menentukan bahwa pengadilan yg
berwenang mengadali adalah pengadilan dimana
tergugat bertempat tinggal (domicili) atau gugatan
diajukan dimana tergugat berdiam.
Menurut Pasal 17 BW ditentukan bahwa tempat tinggal
seseorang menempatkan kediamannya, artinya tempat
tinggal adalah tempat diam seseorang menjurut hukum
atau alamat yang sah, misalnya melihat KTP-nya, jadi
tdk hanya sekedar singgah saja melainkan tempat
menetap atau sesungguhnya bertempat diam.

32
Cara menentukan Pengadilan
1. Gugatan diajukan ke pengadilan dimana tergugat bertempat tinggal/tempat diam,
apbl tdk diketahui KK di tempat sebelumnya tinggal (KTP);
2. Apbl tergugat lebih dari satu org dan mrk tdk tinggal dlm satu wilayah
pengadilan, maka ggt diajukan ke pengadilan tempt tinggal salah satu yg dipilih
penggugat (Psl 118 (2) HIR);
3. Apbl diantara tergg ada yg berstatus sbg org yg berhutang dan lain sbg penggung,
mk ggt diajukan kpd pengadilan dimana org berhutang bertempat tinggal (Psl
118(2) HIR);
4. Apbl org yg berhutang lebih dari satu org, mk ggt diajukan kpd pengadilan
dimana salah satu yg berhutang berempat tinggal (Pasal 118 (2) HIR);
5. Apbl ggt diajukan kpd terggt yg tdk diketahui tempat tinggal, maka di tempat ia
berdiam atau jika org tdk dikenal, mk ggt diajukan ke pengadilan dimana
penggugat bertempat tinggal atau salah seorang penggugat;
6. Apbl objek ggt merupakan benda tetap mk ggt diajukan ke pengadilan timana
benda tetap terletak, mis. Mengenai Tanah rumah, bukan uang sewa; melainkan
benda tetap itu yg menjadi objek sengketa.

33
7. Apbl pihak2 memilih pengadilan mana yg akan menyelesaikan
sengketa mereka dlm sebuah akta, mk ggt hrs diajukan ke pengadilan
yg tercantum dlm akta tsb;
8. Apbl ggt diajukan terhadap org yg tdk cakap utk menghadap
pengadilan, mk ggt diajukan ke pengadilan tempat tinggal org
tuanya, walinya atau pengampunya (Psl 21 BW);
9. Apbl ggt diajukan terhadap PNS, mk ggt diajukan ke pengadilan
tempat PNS tsb bekerja (Psl 20 BW);
10.Gugatan yg ditujukan kpd buruh dan ia menginap di tempat
majikannya, mk ggt diajukan ke pengadilan tempat tinggal majikan
(Psl 22 BW);
11. Apbl ggt menyangkut ttg kepailitan mk ggt diajukan ke pengadilan
yg meyatakan orag tsb pailit (Psl 15 B.Rv);
12. Apbl ggt menyangkut dg penanggungan (Vrijwaring) mk ggt
diajukan ke pengadilan dimana pemeriksaan pertama dilakukan (Psl
99 (14) B.Rv);
34
13. Gugatan tentang pembatalan perkawinan diajukan
kpd pengadilan dalam daerah hukum dimana
perkawinan dilangsungkan atau tempat tinggal suami
isteri, suami atau isteri (Pasal 25 dan 63 (1) UU
No.1/1974 jo Pasal 38 (1) dan (3) PP No. 9/1975);
14. Gugatan perceraian yg ditujukan kpd tergugat yg
berada di luar negeri, maka gugatan diajukan ke
pengadilan di tempat penggugat bertempat tinggal,
pengadilan tsb menyampaikan pemberitahuannya kpd
tergugat melalui perwakilan RI di luar negeri tsb dan
puusannya akan dijatuhkan secara verstek (Pasal40
dan 63 (1) sub b UU No. 1/1974 jo Pasal 20 (2) dan 30 PP
No. 9/1975).
35
Tujuan Kewenangan Mengadili Relatif:
1. Untuk memperlancar pemeriksaan perkara;
2. Menjamin kepentingan kedua belah pihak secara
proporsional;
3. Menghemat waktu dan biaya yang diperlukan
dlm proses pemeriksaan perkara;
4. Terdapat pelindungan hukum bagi pihak2 yg
membutuhkan;
5. Menghindari terhambatnya proses dalam rangka
penegakan hukum dan keadilan di antara pihak2
yg membutuhkan bantuan pengadilan.
36
KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI
Pengadilan Negeri (Peradilan Umum) berwenang mengadili
masalah2 hukum yg tidak termasuk wewenang mengadili peradilan
khusus (PA/PTUN dan PM), baik yg berbentuk sengketa atau tidak.
Perkara yang ada sengketa, misalnya: jual beli, sewa menyewa,
sengketa milik, ingkar janji, ganti rugi, perbuatan melawan hukum
dll.
Perkara yang tidak mengandung sengketa: penetapan pailit,
pewarganegaraan, penggantian nama, kelahiran dll.
Semua perkara pidana yang dilakukan oleh warga sipil (bukan
anggota militer), baik yg dilakukan sendiri2 atau bersama2, seperti:
pembunuhan, penganianyan, perampokan, perkosaan, terorisme,
kejahatan pebankan, dll, kecuali perkara jinayah yang diatur dalam
qanun (kewenangan Mahkamah Syar’iyah).
37
Perkara perdata yang tidak termasuk kewenangan Mahkamah
Syar’iyah; seperti: masalah pertanahan, hubungan industrial,
perdagangan, perpajakan, perbuatan melawan hukum,
sengketa milik, sewa menyewa, jual beli, dan lain-lain
Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Artinya semua masalah hukum yang tidak termasuk dalam
kewenangan mengadili (yurisdiksi) tiga lingkungan peradilan
lainnya. Ketentuan menganai Peradilan Umum ini diatur
dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2004.
Pengadilan Negeri berkedu-dukan di ibu kota Kabupaten/Kota
dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten /Kota.
Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota
Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

38
Di Aceh mempunyai Pengadilan Negeri di setiap
kabupaten/kota, dan pengadilan tingkat banding
yaitu Pengadilan Tinggi di ibukota Provinsi di
Banda Aceh.
Pengadilan tersebut mempunyai yurisdiksi atas
berbagai macam persoalan, termasuk tindak
pidana dan perdata, masalah pertanahan,
hubungan industrial, perdagangan dan
perpajakan, perbuatan melawan hukum dan
perbuatan hukum lainnya yang tidak termasuk ke
dalam yurisdiksi lingkungan peradilan yang lain. 

39
Sengketa tanah murni ditangani oleh Pengadilan Negeri,
sebagai bagian dari yurisdiksi umumnya berdasarkan
Pasal 50 Undang-Undang No. 2/1986 jo Undang-Undang
No. 8/2004 tentang Peradilan Umum.
Walaupun prinsip ini pada umumnya diterima, posisinya
barangkali kurang jelas di Aceh, khususnya setelah
dikeluarkannya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung
(Tanggal 6 Oktober 2004) yang menyatakan bahwa
sebagian yurisdiksinya dialihkan kepada Mahkamah
Syar’iyah dalam hal perkara jinayah (pidana) dan
muamalah yang termasuk pengaturannya di dalam
Qanun. Biasanya, muamalah meliputi hampir semua
kasus perdata, khususnya kasus komersial, dan termasuk
juga kebanyakan litigasi yang menyangkut tanah
40
 Penyelesaian sengketa sertifikat hak atas tanah pada PN
bukanlah masalah sertifikat hak atas tanah, melainkan
kepentingan masyarakat yg dirugikan akibat keluarnya
sertifikat.
 Pokok sengketanya adalah sengketa hak milik dan bukti
kepemilikannya berupa sertifikat sebagai salah satu alat
bukti.
 Bila dalam suatu kasus terdapat bukti kepemilikan
sertifikat ganda, maka akan dinilai oleh hakim PN, bukti
mana yang benar dan sah.
 Bila salah satu sertifikat tidak benar, maka hakim hanya
menyatakan bahwa sertifikat tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukumnya.

41
 Pengadilan Negeri hanya berwenang menyatakan tidak sah
dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sedangkan
pencabutannya tetap dilakukan oleh BPN atas
permohonan pihak yang berkepentingan.
 Bila suatu sertifikat tedapat cacat administratif dalam
pembuatannya, maka merupakan wewenang PTUN untuk
membatalkan.
 Kekuatan hukum terhadap sertifikat mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna. Artinya harus dianggap benar
sebagai alat bukti sebelum dinyatakan sebaliknya oleh
pihak yang berwenang.
 Meskipun sertifikat hak atas tanah sebagai alat bukti yang
kuat, namun masih dimungkinkan pembuktian sebaliknya
dengan alat-alat bukti lain. Misalnya, dengan saksi,
pengakuan, persangkaan atau dengan sumpah di depan
hakim.
42
PERADILAN AGAMA/
MAHKAMAH SYAR’IYAH
 DASAR HUKUM
1. UU NO 4/2004;
2. UU NO 5/2004;
3. UU No. 7 /1979;
4. UU NO 3/2006;
5. KEPRES 21 TAHUN 2004;
6. PERPRES 13 TAHUN 2005;
7. PERPRES 14 TAHUN 2005;
8. SK SEK MARI NO Nomor:
MA/SEK/07/SK/III/2006
43
Peta Yurisdiksi Mahkamah Syar'iyah Aceh

44
KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA/
MAHKAMAH SYAR’IYAH
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah berwenang
memeriksa dan mengadili perkara-perkara bagi orang
yang beragama Islam, menurut PP No. 45/1957
meliputi: masalah nikah, talak, cerai, rujuk, nafkah,
hadlanah, hibah, wakaf, shadakah, faraidh, baital mal
serta segala hal yang menyangkut dengan perkawinan
dengan orang2 yang beragama Islam.
Dengan lahirnya UU No. 1/1974 tentang Perkawinan,
maka wewenang PA sudah semakin meluas, tetapi masih
dibatasi terhadap pihak2 dlm perkara tsb beragama
Islam, maka hrs diajukan kepada PA/MS baik berupa
perkara gugatan (contentieus) atau yang berupa
permohonan (volunter) seperti yang diatur dalam PP
No. 45/1957 tsb. 45
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang
beragama Islam mengenai perkara: perkawinan,
perceraian, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq,
shadaqah dan ekonomi syariah (Pasal 49 UU No.
3/2006).
Apabila terjadi sengketa hak milik yang ada kaitannya
dengan yurisdiksi (kekuasaan mengadili) terhadap 9
hal tersebut, yang subyek hukumnya antara orang-
orang yang beragama Islam, obyek sengketa tersebut
diputus oleh Mahkamah Syar’iyah bersama-sama
dengan perkara dimaksud (Pasal 50 (2) UU No.
3/2006).
46
 Menurut UU No. 3 tahun 2006 wewenang PA/MS meliputi :
 Perkawinan dan perceraian
 Kewarisan
 Perwalian
 Wakaf, hibah, wasiat dan shadaqah
 Ekonomi Syariah
 Persoalan yang menyangkut tindak pidana tertentu (khamar,
qanun 12/2003, maisir, qanun 13/2003, khalwat, qanun 14/2003).
 Terhadap masalah2 hukum di atas ada yang diajukan ke
pengadilan bebentuk gugatan atau permohonan. Perkara yang
berbentuk permohonan adalah:
 Perkara pengesahan nikah, penetapan ahli waris,
pengangkatan/pemecatan wali, ikrar talak (meskipun adakalanya
perkara ikrar talak ini juga termasuk dalam gugatan) dll. Terhadap
perkara tsb bagi orang yang non Muslim, harus diajukan kpd
Pengadilan Negeri.
47
Pasal 3A (2) dan (3) UU No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas
UU No. 7 tahun 2006 tentang Peradilan Agama menentukan bahwa:
(2)Peradilan Syari’ah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan agama sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam
lingkungan peradilan umum sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan
umum.
(3) Pada pengadilan khusus dapat diangkat hakim ad
hoc untuk memeriksa, mengadili, dan memutus
perkara, yang membutuhkan keahlian dan
pengalaman dalam bidang tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu.

48
Persoalan tanah yang ada kaitannya dengan
Mahkamah Syar’iyah
Harta warisan yang berupa tanah atau harta benda
lainnya
Tanah sebagai harta bersama suami isteri
Objek wakaf, hibah dan wasiat yang berupa tanah
Persoalan hukum yang berkaitan dengan
perekonomian syariah yang objek perjanjiannya
berupa tanah.

49
MAHKAMAH SYAR’IYAH

50
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata
Usaha Negara (Pasal 4 Undang-undang Nomor 9 tahun 2004).
Pada prinsipnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota.
Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan
di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah
provinsi (Pasal 6 UU No. 9/2004). Akan tetapi dalam praktek
jumlah PTUN/PTTUN dan daerah hukumnya belum terpenuhi
seperti diatur dalam undang-undang. Untuk Provinsi NAD baru
ada hanya 1 PTUN yang berada di ibu kota provinsi, sedangkan
PTTUN baru ada di Medan Sumatera Utara.

51
Objek Pengadilan Tata Usaha Negara adalah keputusan tata
usaha negara (Pasal 53 UU No. 5/1986). Akan tetapi pengaturan
yang terdapat dalam Pasal 2 UU No. 9/2004 telah membatasi
keputusan tata usaha negara karena telah membatasi dan tidak
termasuk lagi keputusan tata usaha negara hal-hal berikut :
 perbuatan hukum perdata;
 pengaturan yang bersifat umum;
 yang memerlukan persetujuan;
 keputusan yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan hukum
pidana;
 keputusan yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan peradilan;
 mengenai tata usaha TNI;
 keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di
daerah mengenai hasil pemilihan umum.
52
 Salah satu contoh Keputusan Tata Usaha Negara adalah pembuatan
sertifikat hak atas tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN),
sehingga jika ada sengketa terhadap Sertifikat Hak Atas Tanah yang
berhak memeriksa dan mengadili adalah PTUN yang merupakan
kewenangan (kompetensi absolot) dari PTUN.
 Apabila dengan keputusan pejabat tata usaha negara menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, maka gugatan hanya dapat diajukan dalam
tenggang waktu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya
keputusan pejabat (badan) tata usaha negara tersebut (Pasal 55 UU
No. 5/1986).
 Akan tetapi apabila telah melebihi batas`waktu 90 hari sejak
diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata
usaha negara, maka PTUN tidak dapat menerima gugatan, demikian
juga dengan Pengadilan Negeri ataupun pengadilan lainnya karena
objek gugatannya merupakan keputusan tata usaha negara dan tidak
merupakan kewenangan Pengadilan Negeri.
 
53
Apabila terdapat keputusan pejabat tata usaha yang merugikan siapa
saja, maka penyelesaiannya adalah melalui PTUN, namun sering
juga sengketa tentang sertifikat hak atas tanah disidangkan di
Pengadilan Negeri, padahal telah ada Pasal 50 UU No. 2/1986
tentang Peradilan Umum, yang menentukan bahwa Pengadilan
Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
pertama
Hal ini terjadi karena berdasarkan yurisprudensi tetap Hoge Raad
sejak sebelum tahun-tahun Perang Dunia II yang masih berlakunya
Pasal 2 RO Indonesia, yang diikuti oleh hakim Pengadilan Negeri
untuk memeriksa perkara Tata Usaha Negara terutama kepatusan-
keputusan pemerintah atau penguasa yang sering merugikan hak-
hak atau kepentingan masyarakat, yang sering disebut dengan
Perbuatan melawan Hukum Penguasa (onrechtmatige
overheidsdaadzaken).
54
Objek perkara terhadap sengketa sertifikat hak atas tanah
yang banyak disidangkan di Pengadilan Negeri bukan
merupakan keputusan tata usaha negara atau bukan
persoalan sertifikat hak atas tanahnya, melainkan hak-
hak atau kepentingan-kepentingan masyarakat yang
dilanggar sebagai akibat keluarnya keputusan tata usaha
negara atau keluarnya sertifikat tersebut.
 Objek perkara PTUN adalah hak-hak atau kepentingan-
kepentingan masyarakat yang dirugikan sebagai akibat
dari keluarnya sertifikat. Sedangkan pemeriksaan perkara
pada PTUN objek perkaranya adalah keputusan TUN
yang dikeluarkan oleh pejabat TUN (objektum litis)

55
KEWENANGAN MENGADILI
 Kewenangan PTUN adalah perbuatan tata usaha negara/keputusan
pejabat tata usaha negara (Beschikking).
 Perkara2 yg menyangkut dg admnistrasi negara atau kebijakan
pemerintah, misalnya terhadap PNS atau keputusan pejabat negara,
maka hus diajukan kepada PTUN.
 Contoh: Keputusan tata usaha negara adalah pembuatan sertifikat
hak atas tanah oleh BPN, Keputusan Bupati/Walkot tentang ganti
rugi tanah, sehingga jika ada sengketa terhadap sertifikat hak atas
tanah yang berhak memeriksa dan mengadili adalah PTUN.
 Bila dengan keputusan pejabat TUN menimbulkan kerugian bagi
pihak lain, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan TUN dalam
tenggang waktu 90 hari sejak diterima/diumumkan keputusan
pejabat tersebut, tetapi bila telah lewat waktu maka PTUN tidak
dapat menerima gugatan, begitu juga dengan PN karena bukan
wewenangnya. 56
PEMBATALAN KEPUTUSAN
GANTI RUGI TANAH
Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat
membebaskan tanah dengan ganti rugi apabila
membutuhkan tanah untuk kepentingan umum,
dan jika terbukti bahwa penggunaan tanah tsb
bukan untuk kepentingan umum, maka yang
berkepentingan dapat meminta pembatalannya
melalui PTUN dengan cara mengajukan gugatan
kepada PTUN ybs.

57
PERMOHONAN PEMBATALAN SERTIFIKAT
MELALUI PTUN
Apabila seseorang merasa dalam penerbitan sertifikat terdapat
cacat hukum, maka dapat mengajukan pembatalan hak atas
tanah kepada PTUN.
Keputusan pembatalan hak atas tanah dapat dimohonkan oleh
yang berkepentingan karena Cacat Hukum Administratif
atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan.
Apabila seseorang merasa dalam penerbitan sertifikat
terdapat cacat hukum administratif, maka dapat mengajukan
pembatalan hak atas tanah kepada PTUN. Keputusan
pembatalan hak atas tanah dapat dimohonkan karena cacat
hukum administratif dalam penerbitannya, dapat dimohonkan
karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat
yang berwenang tanpa permohonan (Pasal 106 (1) jo Pasal 119
Permen Agraria No. 9/1999).
58
KRITERIA CACAT HUKUM ADMINISTRATIF
(Pasal 107 Permen Agraria No. 9/1999)
Kesalahan prosedur
Kesalahan penerapan peraturan perundang-
undangan
Kesalahan subjek hak
Kesalahan objek hak
Kesalahan perhitungan luas
Terdapat tumpang tindih hak atas tanah
Data yuridis atau data fisik tidak benar
Kesalahan lainnya yang bersifat administratif.

59
PERADILAN MILITER
Peradilan Militer merupakan pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata untuk
menegakkan hukum dan keadilan dengan memperhatikan
kepentingan penyelenggaraan pertahanan keamanan
negara (Pasal 5 (1) UU No. 31 tahun 1997). Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan militer terdiri dari :
a. Pengadilan Militer;
b. Pengadilan Militer Tinggi;
c. Pengadilan Militer Utama;
d. Pengadilan Militer Pertempuran (Pasal 12 No. 31 tahun
1997).
60
Kewenangan mengadili
Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu
melakukan tindak pidana adalah :
prajurit;
dipersamakan dengan dengan prajurir;
anggota suatu golongan atau jawatan/badan atau yang
dipersamakan/dianggap sebagai prajurit;
atas keputusan panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus
diadili oleh suatu pengadilan dalam lingkungan peradilan militer
Memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha angkatan
bersenjata;
Menggabungkan perkara ganti rugi dalam perakara pidana yang
bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang
ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan dan sekaligus
memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
 

61
Pengadilan Militer (PM) bersidang untuk memeriksa dan
memutus perkara pidana pada tingkat pertama yang
terdakwanya prajurit yang berpangkat kapten ke bawah.
Pengadilan Militer Tinggi (PMT) bersidang untuk memeriksa
dan memutus perkara pidana yang terdakwanya prajurit atau
salah satu prajuritnya berpangkat mayor ke atas.
Di samping itu juga memeriksa dan memutus sengketa tata
usaha angkatan bersenjata pada tingkat pertama serta
memeriksa dan memutus perkara pidana pada tingkat banding
yang terdakwanya prajurit yang berpangkat kapten ke bawah.
Sedangkan Pengadilan Militer Utama bersidang untuk
memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana
dan sengketa tata usaha angkatan bersenjata yang telah
diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi
yang dimintakan banding
62
Pengadilan Militer Utama memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua
sengketa wewenang mengadili :
1. antar PM yang berkedudukan di daerah hukum PMT yang berlainan;
2. antar PMT;
3. antar PMT dan PM;
Sengketa wewenang mengadili terjadi dalam hal apabila dua pengadilan atau lebih
menyatakan dirinya berwenang mengadili perkara yang sama atau apabila
pengadilan tersebut menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang
bersangkutan.
Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di ibukota negara Republik
Indonesia yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik
Indonesia.
Kekuasaan Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat
pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh prajurit/dipersamakan
atau seseorang yang harus diadili oleh Peradilan Militer di daerah pertempuran.
Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan
berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran.
 

63
 Peradilan Militer hanya berwenang mengadili masalah kriminal atau
tindak pidana yang di dalamnya terlibat anggota militer, baik yang
dilakukan sendiri atau bersama-sama anggota militer lainnya.
 Apabila dilakukan secara bersama-sama dengan warga sipil dan militer,
maka hal itu berupa konksitas yang proses pemeriksaannya dilakukan oleh
peradilan umum (PN) atau dapat juga oleh Peradilan Militer dengan
penetapan Mahkamah Agung (Penjelasan Pasal 1 angka 3 UU No. 35/1999).
 Berdasarkan SK Menkeh RI No. J.S.I/7/5 tanggal 4 Agustus 1977 seluruh
Indonesia terdapat 273 Penadilan Negeri dan 14 Pengadilan Tinggi.
 Pengadilan Negeri dan Mahkamah Syar’iyah terdapat di 3 Kota dan 18
kabupaten di Provinsi Aceh.
 Pengadilan Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara hanya ada di Kota
Provinsi di Banda Aceh,
 Pengadilan Militer Pertempuran hanya ada di daerah pertempuran yang
memeriksa dan memutus untuk tingkat pertama dan terakhir di tempat
pertempuran dan pengadilan ini merupakan pengadilan khusus di
lingkungan Peradilan Militer.

64
3. Tuntutan hak ada dua macam:
Tuntutan Hak ke Pengadilan

1. Voluntaire jurisdictie, peradilan yg tdk sesungguhnya atau


peradilan sukarela. Peradilan ini ditekankan kpd adanya
permohonan, yang umumnya tidak ada bantah membantah, kontra
bukti krn tidak adanya dua pihak yg saling bertentangan. Pada
perkara permohonan merupakan tindakan administratif belaka,
hanyalah pengesahan sesuatu perbuatan hukum tertentu dan
putusannya bersifat menerangkan atau menyatakan, sehingga
putusannya disebut penetapan.
2. Contentieuse jurisdictie, peradilan yg berbentuk sengketa atau
gugatan merupakan peradilan sesungguhnya krn mengandung
sengketa, adanya aling bantah membantah sehingga disebut
peradilan contentieuse. Perkara dimulai dengan gugatan dan
diakhiri dg putusan.
65
Perbedaan peradilan Voluntaire dengan Contentieuse:
1. Perkara yg terdiri dari dua pihak (penggugat + tergugat) dan adanya
pertentangan satu sama lain, sehingga disebut contentieuse atau
contradictoir. Sedangkan pada permohonan hanya satu pihak saja.
2. Adanya perselisihan atau persengketaan, pada gugatan terdapat
persengketaan, sedangkan pada permohonan umumnya tidak ada
persengketaan.
3. Dalam gugatan, pihak penggugat meminta dijatuhkan putusan.
Dalam putusan ditentukan siapa yg benar atau salah, penyelesaian
sengketa secara adil dengan mengadili dan memberikan hukumnya
dalam sebuah putusan. Sedangkan pada permohonan tdk meminta
suatu putusan hakim, melainkan meminta penetapan dari hakim
ttg status sesuatu hal, menerangkan suatu hubungan hukum baru,
sehingga mendapat kepastian hukum yg harus dihormati dan
diakui oleh semua orang, sehingga hanya bersifat tindakan
administratif.

66
PENGERTIAN SENGKETA
 Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan
pendapat, pertengkaran, pertikaian, perselisihan, perbantahan
atau perebutan.
 Sengketa sering juga disebut dengan perkara karena adanya
pertentangan kepentingan antara pihak yang satu dengan
pihak lain yang saling berselisih, memperebutkan sesuatu.
 Mempersengketakan juga berarti memperkarakan melalui
pengadilan.
 Ciri-ciri sengketa:
 Sekurang-kurangnya terdapat dua pihak
 Masing-masing pihak menganggap dirinya sebagai pihak yang
benar
 Terdapatnya bukti yang saling berlawanan
 Penyelesaiannya membutuhkan pihak ketiga yang independen
(pihak yang dianggap lebih netral).
67
PEYEBAB MUNCULNYA SENGKETA
1. Tidak terdapatnya bukti hak yang sah secara hukum
2. Hilang/musnahnya alat-alat pembuktian yang diperlukan
3. Masing-masing pihak mempunyai bukti yang meyakinkan
4. Kesalahan penafsiran terhadap hubungan hukum tertentu
5. Salah satu pihak ingkar janji/wanprestasi atau melakukan
suatu perbuatan yang melawan hukum
6. Tidak ada/kurang jelasnya kesepakatan antara para pihak
yang bersangkutan sebelum pelaksanaan suatu hubungan
hukum
7. Salah satu pihak/keduanya tidak teguh pada komitmen
semula.
8. Menunda-nunda dilakukannya pembagian harta warisan

68
Kriteria Tuntutan Hak ke Pengadilan:
1. Diajukan oleh orang yang merasa dirugikan dan
memerlukan perlindungan hukum terhadap hak
yg telah dirugikan oleh pihak lain;
2. Mempunyai kepentingan yang cukup dan layak
serta mempunyai dasar hukum yang cukup.
3. Mempunyai alat2 bukti yang dapat meyakinkan
hakim tentang kebenaran dalil2 yang
dikemukakan di persidangan.

69
KRITERIA KASUS YANG
DAPAT DIAJUKAN KE PENGADILAN
Ada masalah hukum yg disengketakan
Ada kepentingan yg dilanggar oleh salah satu pihak
Jelasnya identitas pihak2 yg terlibat
Mempunyai nilai ekonomis (harga)
Jelasnya waktu dan peristiwanya
Mempunyai hubungan hukum dg objek yg disengketakan
Adanya isisiatif utk menuntut pihak lain
Jelasnya kewenangan suatu pengadilan
Mempunyai biaya perkara (kecuali penyelesaian perkara
secara prodeo)

70
Kekurangan Penyelesaian Perkara
melalui Litigasi
 Prosesnya berlarut-larut atau lama untuk mendapatkan suatu putusan
yang final dan mengikat.
 Menimbulkan ketegangan atau rasa permusuhan di antara para pihak
yang bersengketa.
 Kemampuan dan pengetahuan hakim yang terbatas dan bersifat
umum
 Tidak dapat dirahasiakan tentang persengketaan yang terjadi.
 Kurang mampu meng-akomondasikan kepentingan pihak asing.
 Sistem administrasi dan birokrasi peradilan yang lemah
 Putusan hakim kemungkinan tidak dapat diterima oleh salah satu
pihak karena memihak salah satu pihak atau dirasakan tidak adil
(terutama oleh pihak yang kalah dalam perkara)

  71
Kelebihan Berperkara melalui Litigasi
Proses beracara jelas dan pasti
Putusan menentukan siapa yang salah atau benar
menurut hukum.
Mempunyai kekuatan hukum yang pasti dan mengikat
antara para pihak, ahli warisnya dan pihak lain yang
mendapatkan hak dari mereka.
Putusan dapat dieksekusi atau dapat dijalankan secara
paksa apabila tidak dilaksanakan secara sukarela.

72

Anda mungkin juga menyukai