Anda di halaman 1dari 27

BEDAH PASAL RUU PENGHAPUSAN

KEKERASAN SEKSUAL (TERKAIT


PERLINDUNGAN KORBAN)
FGD AILA Indonesia
AHAD, 21 FEBRUARI 2021
NURUL AMALIA
RUU P KS mengatur hukum materiil
dan formil sekaligus
• Hukum Materiil  pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap suatu perbuatan pidana. Seperti pasal-
pasal yang mengatur segala bentuk kekerasan seksual (perkosaan, pelecehan seksual, pemaksaan aborsi,
pemaksaan pelacuran, dan sebagainya)
• Hukum Formil  dicantumkan nya pasal-pasal mengenai formil atau hukum acara di dalam RUU P KS,
seperti pada Bab VII “Penanganan Perkara Kekerasan Seksual”
• Lazimnya, dalam peraturan per uu an di Indonesia, pengaturan materiil dan formil dipisah, seperti
materiil dalam KUHP dan Formil dalam KUHAP.
• Atau UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan materiil dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sebagai formiil nya.
RUU P KS rentan mengkriminalisasi Aparat Penegak
Hukum
• Pasal yang mengatur mengenai “Pidana Kelalaian Tidak Melaksanakan Kewajiban”.
- Dari penyidikan
- Penuntutan
- Pemeriksaan perkara di Pengadilan
• Ancaman hukuman satu tahun bagi aparat penegak hukum yang “dianggap” tidak melaksanakan tugas
sebagaimana yang “dikehendaki” oleh RUU P KS ini.
Keseluruhan kinerja dari tingkat penyidikan sampai putusan hakim akan memberi peluang mempidanakan
aparat penegak hukum
Alat negara dalam hal penegakkan hukum (baik formil dan materiil) harus tunduk pada kekuasaan RUU P
KS. (keadilan gender versi kelompok tertentu).
Alih-alih menegakkan perlindungan terhadap korban, malah berpotensi memenjarakan banyak penyidik.
(beban berat bagi penyidik).
Mendefinisikan Bentuk Kekerasan
Seksual dalam RUU P - KS
• Pelecehan Seksual 
Unsur perbuatan :
- kekerasan seksual  bentuk : fisik dan non fisik
- Bagian tubuh seseorang
- Terkait “hasrat seksual” (memberi ruang kriminalisasi tidak dimaknai sebagai perlindungan bagi korban,
mendapatkan pelaku sebanyak-banyak nya tidak diartikan mengefektifkan perlindungan terhadap korban
kejahatan
- Akibat nya  terintimidasi, terhina, direndahkan atau dipermalukan
Bagian penjelasan  terkait seksualitas, dada, payudara, rambut, pantat, dan rambut
Ancaman hukuman  pidana 3 tahu,n rehabilitasi khusus paling lama 1 bulan, tambahan kerja sosial apabila
dilakukan oleh orang tertentu (orang tua atau keluarga, atasan, majikan dsb). Sudah diatur dalam KUHP mengenai
Pencabulan
Bentuk perbuatan non fisik
• Bentuk Perbuatan meliputi : (bagian Penjelasan Pasal 12 ayat 1)
- siulan,
- kedipan mata
- Gerakan atau isyarat atau bahasa tubuh yang memperlihatkan atau menyentuh atau mempermainkan alat
kelamin
- Ucapan atau komentar yang bernuansa sensual atau ajakan yang mengarah pada ajakan melakukan
hubungan seksual
- Mempertunjukkan materi-materi pornografi
- Memfoto secara diam-diam atau mengintip seseorang
Memberi Peluang Kriminalisasi Termasuk
Dalam Perkawinan yang Sah
• Beban pembuktian tidak jelas dan tidak ada batasan untuk perbuatan siulan,
mengintip, memfoto diam-diam
• Delik aduan  bisa dicabut  bisa dijadikan alat pemerasan
• Kriminalisasi terhadap seseorang yang tidak memiliki niat jahat melakukan
perbuatan tersebut, mensrea menjadi hilang.
• Pembuktian nya dengan apa? Subyektif dengan mengacu pada keterangan
korban sebagai saksi.
• Kriminalisasi pesangan sah dalam perkawinan (tidak ada frasa di luar
perkawinan) dapat menjadi Pasal karet
Pelecehan Seksual dalam KUHP
• Perbuatan Pelecehan Seksual  substansi nya sama dengan Pencabulan dalam KUHP
• Pelecehan secara fisik  Dapat diancam dengan Pidana Pasal 292 sampai dengan Pasal 295 ayat (2)
KUHP
• Pelecehan non fisik  Pasal 289 KUHP dengan frasa “Penyerangan kehormatan kesusilaan”
• Pasal Pelecehan seksual dalam RUU P KS mengatur perbuatan yang telah diatur dalam KUHP terkait
perbuatan pencabulan.
Menurut R. Susilo dalam KUHP, mendefinisikan perbuatan cabul sebagai berikut :
“Segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam
lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba
buah dada dan sebagainya”.
Kasus Pelecehan seksual
Contoh kasus :
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Pinang menjatuhkan putusan mendasarkan pada Pasal 290
KUHP kepada Aljanah yang terbukti melakukan perbuatan cabul yaitu memegang payudara seorang
pelayan toko buku, dengan vonis 4 bulan penjara pada Maret 2017.
Perkosaan dalam RUU P KS
Unsur perbuatan Perkosaan :
- Kekerasan seksual
- Dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan atau tipu muslihat, atau menggunakan kondisi
seseorang
- tidak mampu memberikan persetujuan
- Untuk melakukan hubungan seksual
Ancaman hukuman paling singkat  3 tahun
• Paling berat 20 tahun dengan pidana tambahan ganti kerugian terhadap perbuatan perkosaan yang
menyebabkan korban meninggal dunia.
• Termasuk percobaan perkosaan dengan ancaman hukuman 3 tahun
Implikasi frasa “persetujuan”
• Memberi peluang terjadinya “kekerasan seksual” dalam bentuk lain :
Misal perbuatan “Reveng porn”  balas dendam terhadap pasangan dengan menyiarkan foto dan video
sedang bersetubuh dengan persetujuan bersama pasangannya.
Modus geng rape  awalnya bersetubuh dengan persetujuan, kemudian datang teman-teman laki-laki
pasangan si perempuan,
Perempuannya diperkosa secara bergilir, menentukan mensrea (motif atau modus)nya seperti apa?
Akan menjadi “absurd” dalam perlindungan perempuan yang menjadi korban dengan situasi dan kondisi
seperti ini.
Dalam situasi, awalnya bersetuju untuk bersetubuh, kemudian hamil, masih SMU, laki-laki nya kabur,
orang tua dan perempuan menderita (menjadi korban), apakah ini bisa dipidanakan?
• Dalam pidana dikenal dengan istilah “pembalasan Subjektif” dan pembalasan objektif
• Contoh pembalasan objektif 
Pembalasan pidana lebih berat terhadap pelaku pidana dalam kasus perbuatan pidana yang dilakukan
secara bersama-sama (medepleger)
Contoh kasus -->
Dua orang bersepakat dan bekerja sama untuk memperkosa seorang perempuan secara bergantian. Yang
pertama mendapat giliran lebih dahulu, sedangkan yang kedua ketika akan melakukan perbuatannya,
keduanya ditangkap.
Menurut teori pembalasan obyektif --> orang pertama yang seharusnya dipidana lebih berat dibandingkan
orang kedua yang belum melakukan perbuatannya, tetapi keduanya tetap dipidana, meski yang satu orang
belum melakukan perbuatannya. (Kant--> Hukum Pidana Indonesia, Andi Hamzah)
Perkosaan dalam KUHP
• Perkosaan  Pasal 285 KUHP  unsur-unsur “dengan kekerasan, dan
ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita bersetubuh, di luar perkawinan.
• Pasal 286 KUHP  dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya
• Pasal 288 KUHP  menyebabkan luka-luka bahkan kematian dengan
ancaman pidana pemberatan.
• Selama
Pemaksaan Pelacuran
• Unsur perbuatan yang dapat dijerat dengan ancaman “Pemaksaan Pelacuran”
- Setiap orang yang melakukan,
- memudahkan orang lain, dan/atau menyuruh orang lain
- untuk melakukan pemaksaan pelacuran
• maksud menguntungkan diri sendiri.
• Yang dapat diancam dalam delik pemaksaan pelacuran adalah orang yang menyelenggarakan pelacuran
dengan cara memaksa seseorang untuk melacurkan diri  mucikari.
Bagaimana dengan kasus pelacuran yang sukarela 
Ada seorang pelacur melacurkan dirinya, menurut kesepakatan atau persetujuan dengan laki-laki yang
bersetubuh dengannya hanya satu kali, kemudian tiba-tiba si pelacur ini dengan kekerasan dipaksa oleh
pelaku melakukan persetubuhan lagi.
Sementara kegiatan pelacurannya sendiri telah menyebabkan “kekerasan seksual” pada diri pelacur
tersebut. Bagaimana membuktikan adanya kekerasan karena didahului dengan persetujuan dan pembayaran
(komersil).
Perlindungan terhadap perempuan sebagai korban kejahatan tidak akan optimal dan komprehensif.
Pemulihan Korban
• Lembaga saat ini yang “concern” pendampingan korban :
P2TP2A  yang memberikan layanan bagi korban kekerasan perempuan meliputi layanan pengaduan,
kesehatan, penguatas psikologis, pendampingan hukum (sinergi dengan UU Bantuan Hukum yang
memberikan bantuan hukum gratis).
Peluang Hambatan Penanganan Korban dalam RUU
P KS
• Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap korban, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari
PPT tentang kesiapan korban.
• Harus didahului dengan pemeriksaan psikologis (karena disetarakan dengan Berita Acara Pemeriksaan),
waktu yang tidak ditentukan.
• Proses ganti kerugian akan menghambat pelaksanaan proses hukum secara langsung dalam hal
penyidikan (karena ada proses penghitungan ganti kerugian)
• Melanjutkan penyidikan meskipun telah terjadi upaya kekeluargaan atau perdamaian yang bukan delik
aduan. (menegaskan dalam pasal untuk memberi ruang musyawarah pada delik aduan).
• Kekhawatiran penyidik dengan banyaknya aturan pelarangan dalam melaksanakan tugas dalam
pengaturan dalam RUU P KS
Hal-hal yang dilarang
• Menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan atau menyalahkan korban/saksi.
• Menggunakan pengalaman atau latar belakang seksualitas korban dan/atau saksi sebagai alasan untuk
mengabaikan atau tidak melanjutkan penyidikan korban dan/atau saksi.
• Membebankan pencarian alat bukti kepada korban dan/atau saksi.
(implikasi – di RUU P KS meniadakan proses penyelidikan, sedangkan korban tidak memberi support
untuk alat bukti, absurd)
Menyampaikan informasi tentang kasus kekerasan seksual yang sedang ditangani kepada media massa atau
media sosial dengan menginformasikan identitas korban dan keluarganya.
Beban berat bagi penyidik dalam
menjalankan tugas
• Dalam rangka memberikan perlindungan keamanan kepada korban, penyidik dapat melarang
terlapor/tersangka untuk :
1. Tinggal atau berada di lokasi tempat tinggal korban dan keluarga korban, atau tempat korban, atau di
tempat korban dan keluarga korban melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Berkomunikasi dengan korban dan keluarga korban secara langsung atau tidak langsung.
3. Menggunakan pengaruh yang dapat mengintimidasi korban dan keluarga korban
- Larangan sebagaimana dimaksud tersebut, harus didasarkan pada dua alat bukti,
Masih terlapor  bagaimana menentukan alat bukti, penyidikan saja tidak diatur.
Penanganan Perkara Kekerasan Seksual
dalam RUU P KS
• Sebagian Pasal sudah diatur dalam Perma No. 3 tahun 2017 tentang Penanganan Perempuan Berhadapan
Dengan Hukum, pedoman bagi hakim di persidangan dalam penanganan perempuan sebagai korban,
pelaku atau pihak yang berperkara.
• Kekhususan bagi penyidik yang menangani perkara kekerasan seksual  sudah ada Unit Perempuan dan
Anak, dengan penyidik perempuan.
Alat Bukti yang diatur dalam RUU P
KS
• Alat bukti pemeriksaan pada setiap perkara kekerasan seksual dilakukan berdasarkan hukum acara
pidana yang berlaku. (mengacu pada KUHAP)
• Alat bukti lain dalam RUU P KS :
- Surat keterangan psikolog/psikiater
- Rekam medis dan atau hasil pemeriksaan forensik
Ada Pasal yang mencantumkan mengenai :
“Keterangan seorang korban sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai
dengan satu alat bukti lainnya”
Pasal ini bukan termasuk hal yang istimewa dalam perlindungan korban, karena sudah ada putusan MK
terkait saksi yang tidak ada relevansi dengan perkara dapat menjadi saksi serta pada prakteknya keterangan
korban termasuk keterangan sebagai saksi korban.
Pembuktian menurut hukum pidana
(KUHAP)
• Dalam Bahasa Belanda Bewijs --> berdasarkan Pasal 183 KUHAP ada dua alat bukti(bewijs minimmum)
yang sah dan keyakinan hakim (hakim tidak boleh memiliki keraguan yang masuk akal dalam
menjatuhkan hukuman bersalah kepada terdakwa – beyond a reasonable doubt).
• Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai berikut :
Alat bukti yang sah meliputi :
(1). Keterangan Saksi
(2). Keterangan Ahli
(3). Surat
(4). Petunjuk
(5). Keterangan Terdakwa
• Pasal 185 ayat (2) KUHAP Jo Pasal 185 ayat (3) KUHAP menyatakan
Ayat (2)  keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah
terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya;
Ayat (3)  ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu
alat bukti yang sah lainnya.
Perluasan makna keterangan saksi berdasarkan Putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010  “Siapa saja yang
memiliki relevansi dengan perkara untuk memberikan keterangan, dapat diajdikan saksi, tidak harus orang
yang melihat, mendengar, mengalami suatu peristiwa pidana.
Misal : meskipun tidak ada saksi yang menyaksikan perkosaan, dalam praktik penuntut umum akan
memanggil saksi penangkap, saksi dari keluarga korban ataupun saksi lain yang memiliki relevansi dengan
perkara.
Arti Penting Visum et Repertum sebagai
Alat Bukti
• Pasal 187 KUHAP  Surat sebagai alat bukti yang sah dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah termasuk surat keterangan dari seorang Ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahlian.
• Visum et Repertum memiliki nilai pembuktian di persidangan.
• Membantu penyidik dalam hal membuktikan suatu peristiwa, apakah ada hubungannya
dengan tindak pidana atau tidak.
• Membuktikan adanya kejahatan terhadap tubuh seseorang, termasuk perkosaan.
• RUU P KS meniadakan alat bukti surat berupa Visum dan diganti dengan surat keterangan
lainnya.
Instrumen Hukum Versus Penegakkan
Hukum
• Bagaimana RUU P KS dapat menjangkau penegakkan hukum terhadap penanganan kekerasan seksual?
• Mengkriminalisasikan hakim karena sikap dalam menyidangkan perkara kekerasan seksual dengan
klausul pemeriksaan, termasuk pendampingan hukum dan psikologis,
• Bukan termasuk memberikan pertimbangan hukum
• Bisa saja ada peluang dari putusan yang ringan atau tersangka bisa bebas dengan Pra Peradilan.
Permohonan Pra Peradilan tersangka pencabulan
dikabulkan
”Kriminalisasi” terhadap aparat
penegak hukum
• Pasal 140 RUU P KS memberi peluang :
Untuk mengkriminalkan :
(1). Penyidik (tingkat kepolisian) yang tidak melaksanakan kewajiban  pidana penjara 1 tahun.
(pelanggaran Pasal 46, 60 dsb)
(2). Penuntut Umum
(3). Hakim
Termasuk petugas PPT yang melakukan pelanggaran dapat dipidana penjara paling lama 1 tahun.
Selesai
Diskusi

Anda mungkin juga menyukai