Anda di halaman 1dari 4

Ada apa dengan RUU P-KS?

Dewasa ini begitu ramai di bicarakan di beberapa media tentang Rancangan Undang-Undang
Pencegahan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Namun walaupun sudah masuk di Prolegnas
Prioritas tahun 2021, ruang perbedaan pandangan tetap terlihat dalam menyingkapi hadirnya
RUU ini. Perbedaan persepsi dalam memandang rancangan undang-undang tersebut bukan
hanya terjadi pada kalangan birokrat namun juga para akademisi sampai aktivis kemanusiaan.
Hal ini membuat kebingungan bagi sebagian kalangan, terkhusus masyarakat yang awam
terhadap pengetahuan hukum. Keadaan ini menyisakan pertanyaan bagi semua, ada apa
dengan RUU P-KS? adakah tabir yang belum terungkap pada RUU ini?

Dalam hal menyingkapi perbedaan pendapat ini, sangat naïf bila kita memutuskan untuk
mendukung atau menolak tanpa adanya alasan. Dan alasan yang tepat bagi seseorang yang
berfikir rasional pastinya dilandasi dengan pengetahuan akan hal tersebut. Sangat penting
bagi kita selaku warga negara yang taat hukum untuk mengetahui isi serta maksud dari
rancangan undang-undang yang akan di sahkan. Karena mentaati tanpa memahami adalah
suatu kesalahan. Paham yang di maksud adalah memahami baik dari isi maupun maksud
undang-undang tersebut secara tersurat maupun tersirat.

Di lansir pada Kompas.com tanggal 25 Januari 2021 alasan mengapa pengesahan RUU P-KS
di anggap penting karena RUU ini merupakan kebijakan yang di nilai banyak pihak dapat
mencegah atau mengurangi kekerasan seksual karena substansi kebijakan sudah mencakup
aspek pidana, aspek pemulihan dan upaya penghapusan kekerasan seksual. Namun di satu sisi
banyak juga yang menganggap bahwa undang-undang saat ini sudah sangat mengakomodir
segala bentuk tindak kekerasan termasuk kekerasan seksual seperti yang terdapat pada
beberapa peraturan yaitu antara lain :

1. Pasal 281 KUHP yang berbunyi "Diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana den da paling banyak empat ribu lima ratus rupiah :
1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar sesusilaan
2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan
dengan kehendaknya melanggar kesusilaan.

2. Pasal 283 ayat 1 KUHP yang berbunyi " Di ancam dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa
menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan
atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan,
maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang
belum dewasa, dan yang di ketahui atau sepatutnya harus di duga bahwa umurnya
belum 17 tahun, jika isi tulisan , gambaran , benda atau alat itu telah di ketahuinya.

3. Pasal 284 KUHP ayat 1 yang berbunyi Diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan bulan :
1. a. Seorang pria yang telah kawin yang telah kawin yang melakukan gendak
(overspel), padahal di ketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal di ketahui
bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal di ketahuinya
bahwa yang turut bersalah karena telah kawin
b. .Seorang wanita yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal di ketahui
olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

4. Pasal 285 KUHP yang berbunyi "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan,
diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana paling lama dua belas tahun"

5. Pasal 286 KUHP yang berbunyi "Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di
luar perkawinan padahal di ketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau
tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun"

6. Pasal 289 KUHP yang berbunyi "barang siapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, di ancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan
kesusilaan, dengan pidana penjara paliang lama Sembilan tahun"

7. Pasal 292 yang berbunyi "Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan
orang lain sesama kelamin, yang di ketahuinya atau sepatutnya harus di duganya
belum dewasa, di ancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun"

8. Pasal 5 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan dalam


Rumah Tangga (PKDRT) Yang berbunyi ; "Setiap orang yang di larang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya
dengan cara :
a. Kekerasan Fisik
b. Kekerasan Psikis
c. Kekerasan Seksual
d. Penelantaran rumah tangga "

9. Pasal 6 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan dalam


Rumah Tangga (PKDRT) Yang berbunyi ; "Kekerasan fisik yang di maksud delam
pasal 5 huruf yang terjadi yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat"

10. Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (PKDRT) berbunyi "Setiap orang yang melakukan perbuatan
fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a di
pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah)".

11. Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Pencegahan Kekerasan
dalam Rumah Tangga (PKDRT) berbunyi " Setiap orang yang melakukan perbuatan
kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana di maksud delam pasal 5
huruf b di pidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling
banyak Rp 9.000.000,- ( Sembilan Juta rupiah)."

Dengan melihat peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku sebenarnya sudah
sangat efektif terhadap tindakan Kekerasan seksual. Tapi mungkin bagi sebagian kalangan
hal ini belum cukup baik dan di perlukan regulasi peraturan yang lebih spesifik dalam
menangani kasus Kekerasan Seksual marak terjadi di Indonesia.

Terlepas dari segala Pro dan kontra RUU P-KS, bila kita melihat dan mendalami secara lebih
teliti isi dari draf yang di usulkan pada tahun 2020 kemaren, terdapat banyak pasal yang
multitafsir sehingga bisa menjadi acuan dasar hukum bagi tindak asusila yang lain. Salah satu
contoh pada :

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Point 1 RUU P-KS yang berbunyi "Kekerasan
seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau
perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi
reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang,
yang ,menyebabkan seseorang tidak mampu memberikan persetujuan dalam
keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau dapat berakibat
penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi,
sosial, budaya dan/atau politik."

Sekilas terlihat Pasal 1 RUU P-KS mengenai pengertian kekerasan seksual ini sangat luar
biasa karena di anggap benar-benar pro korban. Namun bila di telaah lebih mendalam setiap
isi dari pasal tersebut, Frasa "secara paksa", "Bertentangan dengan Kehendak Seseorang" atau
"tidak mampu memberikan persetujuan" memberikan makna tersirat bahwa perbuatan cabul
yang di lakukan atas dasar suka sama suka baik itu berlainan jenis ataupun sama jenis maka
secara undang-undang tidak apa-apa, karena yang hanya bisa di tindak melalui peraturan ini
adalah "Seseorang yang di paksa". Tentunya hal ini bertentangan dengan nilai luhur budaya
kita serta nilai-nilai ketuhanan yang terdapat pada sila pertama pada ideologi Pancasila.

Sehingga bila kita tarik kesimpulan dari segala upaya regulasi undang-undang tersebut. Bila
memang sangat di butuhkan adanya Undang-undang yang secara spesifik mengatur tentang
tindak kekerasan seksual maka isi dari peraturan tersebut tidak boleh menimbulkan makna
ganda atau makna yang tersirat di dalamnya. Karena jangan sampai undang-undang yang di
buat untuk mencegah suatu kejahatan malah bisa membuat peluang suatu bentuk kejahatan
yang lain.
Selaku warga negara yang baik kita tetap percaya bahwa wakil-wakil kita di pemerintahan
baik di badan eksekutif maupun legislatif mampu memberikan keputusan yang terbaik demi
kepentingan seluruh bangsa Indonesia baik dari sisi kemanusian maupun dari sisi moral
budaya..

Anda mungkin juga menyukai