Anda di halaman 1dari 52

REFERAT

PERDARAHAN POSTPARTUM
Oleh :
Juzaini Dika Nasriati
G1A217118

Pembimbing :
Dr. Rudy Gunawan, Sp.OG (K) Onk
Pendahuluan
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat
01 kesehatan masyarakat di suatu negara.

02 Trias tertinggi penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah


perdarahan (30,3%), preeklampsia / eklampsia (27,1%), dan infeksi
(7,3%).

03 Pada negara berkembang kejadian HPP sebanyak 60 % pada 100


ribu kematian ibu setiap tahun dan disebabkan oleh karena
manajemen persalinan yang masih buruk terutama pada kala 3

04 Penelitian melalui studi kohort sebanyak 103.726 persalinan selama


tahun 1978 sampai 2007 di rumah sakit tersier Montreal, Kanada,
Etiologi tersering HPP adalah Atonia uteri (60%)
BAB II
Tinjauan Pustaka

 Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari


500 cc yang terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau l
ebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal

 Perdarahan post partum dibagi menjadi :


 PP primer

 PP sekunder
Etiologi
 Atonia uteri
 Luka jalan lahir
 Retensio plasenta
 Gangguan pembekuan darah
 Inversio Uteri
Kriteria Diagnosis
 Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nad
i cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina
terus menerus
 Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdara
han mungkin karena luka jalan lahir
 Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan umum baik atau telah diperbaik
i, pada pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan la
hir dan retensi sisa plasenta
 4
Atonia Uteri
 Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus un
tuk berkontraksi dan memendek
 Lemahnya kontraksi miometrium  perdarahan terbuka pada implantasi plasenta setelah
plasenta lahir

PREDISPOSISI TERHADAP ATONIA UTERI


 Grandemultipara.

 Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ B

B > 4000 gram).


 Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).

 Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).


 Partus lama
 Partus presipitatus.
 Hipertensi dalam kehamilan.
 Infeksi uterus.
 Anemia berat.
 Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi part
us).
 Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.
 Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dor
ong uterus sebelum plasenta terlepas.
Atonia Uteri
Etiologi
1. Disfungsi uterus
2. Penatalaksanaan yang salah pada kala III
3. Anestesi yang dalam dan lama
4. Overdistensi uterus
5. Grande-multipara
6. Mioma uteri
7. Kelemahan akibat partus lama
Tanda dan gejala
 Relaksasi uterus terjadi secara tiba-tiba palpasi fund
us uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontrak
si yang lembek
• Perdarahan pervaginam (banyak/sedikit)
•Terjadi gejala syok dan kehilangan darah, ditandai :
– Penurunan tekanan darah
– Nadi cepat, kecil dan lemah
– Pernafasan dangkal dan meningkat.
Bagan penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Langkah pencegahan atonia uteri
 Melakukan penanganan kala III secara aktif :
 1. Menyuntikkan oksitosin
 2. Penegangan tali pusat terkendali
 3. Mengeluarkan plasenta
 4. Mencegah robeknya selaput ketuban
 5. Massase uterus
 6. Periksa adanya perdarahan
Retensio plasenta
Definisi
 Tertahannya atau belum lahirnya plasenta hing

ga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir.


Etiologi

1. Fungsional
His kurang kuat
• Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar
karena atonia uteri dan akan menyebabkan
perdarahan yang banyak.
• Atau karena adanya lingkaran konstriksi
pada
bagian bawah rahim (ostium uteri) akibat
kesalahan penanganan kala III, yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta
Plasenta sukar terlepas karena tempatnya
inkarserata).
(insersi di sudut tuba), bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan
ukurannya (plasenta yang sangat kecil).
Etiologi

2. Patologi-anatomi
• Plasenta akreta: vili korialis berimplantasi
menembus desidua basalis dan Nitabuch layer.
Pada jenis ini plasenta melekat langsung pada
miometrium
• Plasenta inkreta: vili korialis sampai
menembus miometrium, tapi tidak menembus
serosa uterus
• Plasenta perkreta: vili korialis sampai menem
Faktor Predisposisi
Dalam ulasannya terhadap 622 kasus
yang dikumpulkan antara tahun 1945
dan 1969, Fox (1972) mencatat
karakteristik berikut:
• Plasenta previa diidentifikasi pada
sepertiga kehamilan yang terkena Perlengketan plasenta
• Seperempat pasien pernah
menjalani seksio sesarea yang abnormal terjadi
• Hampir seperempat pernah apabila
menjalani kuretase pembentukan desidua
• Seperempatnya adalah gravida 6
atau lebih
terganggu
• plasenta previa
Fox 1972
• riwayat SC atau insisi
uterus lainnya
• riwayat kuretase
• multiparitas
Diagnosis
1. plasenta belum lahir setelah
30 menit
2. perdarahan segera
3. kontraksi uterus baik.

Tanda-tanda gejala yang selalu ada Gejala yang kadang-kadang timbul

1. Tali pusat putus akibat kontraksi


berlebihan
2. Inversio uteri akibat tarikan
3. Perdarahan lanjutan
Jenis Retensio Plasenta
Gejala Akreta parsial Inkarserata Akreta
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid


Perdarahan Sedang- banyak Sedang Sedikit/ tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Pelepasan plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali, kecuali
akibat inversio oleh
tarikan kuat pada tali
pusat
plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
01 tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam
uterus

Pada pemeriksaan plasenta yang lahir


02 menunjukkan bahwa ada bagian tidak ada atau
Pemeriksaan Pervaginam tertinggal

pada eksplorasi secara manual terdapat kesulitan


03 dalam pelepasan plasenta atau ditemukan sisa
plasenta
Tatalaksana
• Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak
akan
menimbulkan perdarahan.
• Bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan-persalinan
yang lalu ada riwayat perdarahan postpartum, maka tak boleh menunggu,
sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan dengan tangan.
• kalau perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbekken, sebaiknya
plasenta langsung dikeluarkan secara manual dan diberikan uterotonika,
meskipun kala III belum lewat setengah jam.
• Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan.
Coba 1 – 2 kali dengan perasat Crede’

Perasat Crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas


dengan ekspresi. Syaratnya yaitu uterus berkontraksi baik dan vesika
urinaria kosong.

• Fundus uteri dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa,


sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan uterus
sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan
belakang.
• Setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi
baik, maka uterus ditekan ke arah jalan lahir.
• Gerakan jari-jari seperti memeras jeruk.
Manual Plasenta
Indikasi:
1. retensio plasenta dan
2. perdarahan banyak pada kala III yang tidak
dapat dihentikan dengan uterotonika dan
masase,
3. suspek ruptur uterus, dan
4. retensi sisa plasenta.
Pelaksanaan Setelah memakai sarung tangan dan disinfeksi
tangan dan vulva, termasuk daerah
sekitarnya, maka
labia dilebarkan dengan tangan kiri
sedangkan tangan kanan dimasukkan secara
obstetrik ke dalam
vagina.
Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk
mencegah kolpaporeksis. Tangan kanan
dengan gerakan memutar-mutar menuju
ostium uteri dan terus ke
lokasi plasenta; tangan dalam ini menyusuri
tali pusat agar tidak terjadi false route.
Supaya tali pusat mudah teraba, dapat
diregangkan
oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke
plasenta maka tangan tersebut pergi ke pinggir
plasenta dan
mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentukan bidang pelepasan yang tepat.
Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking
plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah
terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang
Periksa cavum uterus untuk memastikan
bahwa seluruh plasenta telah dikeluarkan.

Lakukan masase untuk memastikan kontraksi


tonik uterus.

Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa


bahwa
plasenta lengkap, sementara kontraksi uterus
belum baik segera dilakukan kompresi
bimanual
uterus dan disuntikkan ergometrin 0,2 mg IM
atau IV sampai kontraksi uterus baik.
Apabila kontraksi uterus tetap buruk setelah
15 detik, dilanjutkan dengan tindakan sesuai
prosedur tindakan pada atonia uteri.
Tatalaksana

Kuretase
Seringkali pelepasan sebagian plasenta dapat dilakukan dengan manual plasenta
dan kuretase digunakan untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan yang
tersisa.
Kuretase mungkin diperlukan jika perdarahan berlanjut atau pengeluaran manual
tidak lengkap.
Tindakan bedah
Jika faktor risiko dan gambaran prenatal sangat mendukung diagnosis perlengketan
plasenta, Cesarean hysterectomy umumnya di rencanakan, terutama pada pasien
yang tidak berharap untuk mempertahankan kehamilan.
Tatalaksana

Tindakan bedah
• Jika plasenta akreta ditemukan setelah melahirkan bayi, plasenta sesegera
mungkin dikeluarkan untuk mengosongkan cavum uteri. Walaupun dalam
banyak kasus pengeluaran plasenta akan menimbulkan perdarahan massif
yang akan berakhir dengan histerektomi.
• Pada kasus plasenta akreta kompleta, tindakan terbaik ialah histerektomi.
Uterotonika
Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara IV : 20 IU dalam 1 L larutan IM atau IV (lambat) : Oral atau rektal 400
pemberian garam fisiologis dengan 0,2 mg μg dapat diulang
tetesan cepat sampai 1200 μg
IM : 10 IU

Dosis lanjutan IV : 20 IU dalam 1 L larutan Ulangi 0,2 mg IM 400 μg 2-4 jam


garam fisiologis dengan 40 setelah 15 menit setelah dosis awal
tetes/menit
Dosis maksimal Tidak lebih dari 3 L larutan Total 1 mg atau 5 dosis Total 1200 μg atau 3
perhari dengan oksitosin dosis
kontraindikasi Pemberian IV secara cepat Preeklampsia, vitium Nyeri kontraksi, asma
atau bolus cordis, hipertensi
Your Picture Here

Pencegahan
Manajemen aktif kala III
Menyuntikkan oksitosin
Segera (dalam 1 menit pertama setelah
bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 unit IM
pada 1/3 bagian atas paha bagian luar
(aspektus lateralis).

Melakukan peregangan tali pusat terkendali


Jika plasenta belum lahir dalam 15 menit,
berikan 10 IU oksitosin IM dosis kedua.
Kosongkan kandung kemih jika teraba
penuh.

Masase fundus uteri segera setelah lahir.


Sisa Plasenta
 Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarah
an postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca per
salinan).
 Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahi
m setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik.
 Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan ya
ng berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta j
arang menimbulkan syok.
 Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan me
meriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh oran
g lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta dite
ntukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi.
 Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik diang
gap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
Sisa Plasenta
Laserasi jalan lahir
Klasifikasi
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam:
 Tingkat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau
kulit perineum
 Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina d
an perineum dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma uroge
nital
 Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menye
babkan muskulus sfingter ani eksternus terputus di depan
 Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
Faktor Resiko
 - Makrosomia
 - Malpresentasi
 - Partus presipitatus
 - Distosia bahu
Pengelolaan
Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
 Robekan perineum tingkat I
Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang dijahitkan s
ecara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan ( figure of eight).
 Robekan perineum tingkat II
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika dijumpai pingg
ir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terle
bih dahulu.
 Robekan perineum tingkat III
Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian fasia peri
rektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali.
 Robekan perineum tingkat IV
Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan cukup ting
gi , maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan perb
aikan di rumah sakit kabupaten/kota.
Kelainan darah
 Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak menye
babkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah
perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki
peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah
ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari s
ebab lain, terutama trauma3.
 Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositope
nia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP seku
nder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini
jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis3.
 Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinog
enemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi
masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HE
LLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis.
Inversio Uteri

Definisi
Adalah suatu keadaan dimana bagi
an atas uterus (fundus uteri) mema
suki kavum uteri sehingga fundus u
teri sebelah dalam menonjol ke dala
m kavum uteri, bahkan ke dalam va
gina atau keluar vagina dengan din
ding endometriumnya sebelah luar.
KLASIFIKASI
 Ada beberapa macam klasifikasi inversio uteri
a. Berdasarkan waktu kejadian :
1. Inversio akut, terjadi segera setelah persalinan.
2. Inversio subakut
3. Inversio kronik, lebih dari 4 minggu pasca persalinan.
b. Berdasarkan derajat kelainan :
 Derajat satu (inkomplit), korpus uteri tidak melewati kanalis servikalis.
 Derajat dua (komplit), korpus uteri keluar melalui cincin servik tetapi tidak mencapai introi
tus vagina.
 Derajat tiga (totalis), korpus uteri mencapai atau keluar introitus vagina.
c. Berdasarkan Etiologi:
 Inversio Uteri Non Obstetri  mioma uteri, neoplasma lainnya
 Inversio Uteri Obstetri setelah persalinan
 Spontan grande multipara, atonia ateri
 Tindakan  tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan
Etiologi

 Biasanya dijumpai pada atau sesudah kala III


 Tekanan pada fundus uteri yang dilakukan ketika uteru
s tidak berkontraksi baik
 Kontraksi uterus yang tidak normal, dapat merupakan
permulaan masuknya fundus uteri ke dalam kavum ute
ri dan kontraksi uterus berturut-turut mondorong fund
us yang terbalik ke bawah

Tarikan pada tali pusat
Diagnosis
Diagnosis inversio uteri akut, gejala-gejalanya :
 Syok
 Nyeri dan perdarahan
 Tidak terabanya fundus uteri di bawah pusat
 Adanya massa lembek di vagina yang keluar dari serviks uteri ya
ng sedikit terbuka.
Diagnosis

Pada inversio uteri kronik :

 Terlihat serta teraba pada pemeriksaan gi


nekologik sebuah tumor kenyal
 Ostium uteri eksternum sedikit terbuka
 Diatas serviks uteri tidak teraba adanya kor
pus uteri.
Pada inversio uteri yang sudah terjadi :

 Sambil mengatasi syok dilakuka


n reposisi manual.
 Tangan kanan seluruhnya dima
sukkan ke dalam vagina dan tel
apak tangan mendorong perla
han-lahan uterus keatas melalu
i serviks yang masih terbuka.
 Setelah reposisi berhasil, tangan dip
ertahankan sampai dirasakan uteru
s telah berkontraksi, dan kalau perl
u dimasukkan tampon ke dalam ka
vum uteri dan vagina.
 Tampon dibuka setelah 24 jam. Seb
elumnya diberikan uterotonika lebi
h dulu sebelum tampon diangkat.
Bila reposisi per vaginam gagal, maka
dilakukan reposisi melalui laparotomi
KESIMPULAN
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan pervaginam
500 cc atau lebih, sesudah anak lahir. perdarahan pasca
01 persalinan terbagi menjadi 2, yaitu ppp dini dan masa nifas

Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan


02 oleh Atonia uteri, Robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio
plasenta dan sisa plasenta, Gangguan pembekuan darah (koagulopati).

Gejala klinis yang ditemui adalah Perdarahan pervaginam yang terus-


03 menerus setelah bayi lahir., Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok,
tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan halus, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
04
Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/
atasi syok., dan ganti darah yang hilang .
TERIMAKASIH

Insert Your Image

Anda mungkin juga menyukai