Anda di halaman 1dari 9

AJARAN BUNG KARNO

(Soekarnografi)

LEMBAGA PEMBINAAN DAN PENGKAJIAN


AJARAN BUNG KARNO
UNIVERSITAS BUNG KARNO
2020
Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, yang rapat umumnya berlangsung di halaman rumah
kediaman Bung Karno, Jalan Pegangsaan No. 56 Jakarta yakni
pernyataan bahwa revolusi sudah dimulai, dimana National Will
telah di latih baik lewat PETA (Pembela Tanah Air), PUTERA (Pusat
Tenaga Rakyat) dan lain sebagainya.
Bahwa pihak Sekutu bersikap netral atas Proklamasi
Indonesia namun memboncengkan militer Belanda ke Indonesia
yang secara hakiki Sekutu memihak Belanda. Atas sikap ini, maka
terjadilah Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya, yang terpaksa
ditentramkan oleh Bung Karno.
Pada bulan Januari 1946 Bung karno dan Staf Pemerintah
Republik Indonesia hijrah ke Yogya. Dalam periode Yogyakarta ini,
Bung karno selain menghadapi Agresi Militer Belanda ke 1 Tanggal
21 Juli 1947 dan kedua Tanggal 19 Desember 1948 juga
menghadapi tikaman dari dalam oleh Pembrontakan Muso di bulan
September 1948.
Dalam Peristiwa Agresi Militer II Belanda, Bung Karno dan
Bung Hatta ditawan dan di tahan di Berastagi, Prapat kemudiaan di
Bangka, setelah PBB memutuskan ‘harus berunding dengan Bung
Karno, setelah PBB memutuskan “Harus berunding antara Indonesia
dan Belanda”. Akibatnya bulan Juli 1949, Bung Karno dan Bung
Hatta dan kawan-kawan dikembalikan ke Yogya.
Melalui Konperensi Meja Bundar (KMB) Kemerdekaan
Indonesia diakui dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
Bung Karno sebagai Presiden RIS masuk kembali ke Jakarta.
Pemerintah RIS hanya berlangsung 8 bulan dan sejak 17
Agustus 1950 kembali ke NKRI dengan UUD Sementara yang
bercorak liberal. Demokrasi Liberal yang diberlakukan itu
mengakibatkan jatuh bangunnya kabinet, sementara pihak militer
sendiri melalui “Peristiwa 17 Oktober 1952” menolak banyaknya
campur tangan sipil ke tubuh militer. Akan tetapi Bung Karno dapat
meredam aksi militer dengan memberhentikan KSAD A.H.
Nasution.
Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 yang sangat diharapkan
Bung Karno menghasilkan terwujudnya demokrasi politik ternyata
menghasilkan 4 kekuatan besar yang secara mutlak Masyumi dan
NU menolak bekerjasama dengan PKI (Pemenang no. 4) Bung Karno
menganjurkan terbentuknya “Kabinet Kaki Empat” tetapi dengan
mutlak ditolak Masyumi dan NU.
Pada akhir tahun 1956, Kabinet Ali Sastroamjoyo
diberondong oposisi, malah dengan munculnya Dewan Banteng,
Dewan Gajah, Dewan Manguni, Dewan Garuda yang lebih dahulu
dilakukannya “barter” oleh M. Simbolon, Ahmad Husein yang
secara terang-terangan melanggar aturan negara.
Pebruari 1958 Ahmad Husein mengumumkan berdirinya
PRRI yang kemudian berubah menjadi RPI (Republik Persatuan
Islam) yang ternyata mendapat dukungan dari Amerika Serikat,
diantara buktinya Allen Pope yang secara yang tertembak di
Maluku. Bung Karno membebaskan Allen Pope yang secara hukum
sudah divonis mati.
Bersamaan dengan Pembrontakan PRRI di Bandung,
konstituante macet total karena lebih separoh anggotanya
tidak mau menghadiri sidang, untuk menentukan pilihan
apakah Pancasila sebagai dasar negara atau Islam yang
diusulkan Masyumi. Pada tanggal 5 Juli 1959, Bung Karno
membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali UUD
1945 dengan Dekrit Presiden.
Pidato Bung Karno 17 Agustus 1959 yang kemudian
dikenal sebagai Manifesto Politik oleh MPRS dijadikan haluan
negara dan dari situ dilanjutkan sebagai acuan terhadap
“Rencana Pembangunan Nasional Semesta”.
Kembali ke UUD 1945 oleh Bung Karno ditegaskan,
bahwa Revolusi Belum Selesai. Maka Bung Karno
menegaskan : dibidang Politik lewat Demokrasi Terpimpin, di
Bidang Ekonomi lewat Ekonomi Terpimpin, malah Bung Karno
menyentuh “Revolusi di bidang Sosial Budaya”
Setelah kembali ke UUD 1945, Bung Karno
mengkomandokan Trikora untuk membebaskan Irian Barat tanggal
19 Desember 1961 yang mencapai hasilnya di 1963. kemudian di
tahun 1964 dikomandokan lagi Dwikora untuk melepaskan
kepungan Imperialisme lewat Proyek Malaysia.
Perjuangan dalam negeri harus disenyawakan dengan
perjuangan luar negeri seperti yang disampaikan Bung Karno dalam
Pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB di New York tanggal 30
September 1960 dengan judul “To Build the World aNew”
(Membangun Dunia Baru).
Lanjutan dari Membangun Dunia kembali Bung Karno
menghimpun kekuatan-kekuatan Non Blok berhimpin di Beograd
tahun 1961 sebagai pengembangan cita-cita yang sudah dimulai
tahun 1955 dalam Konperensi Asia Afrika.
Rencana Konperensi Asia Afrika kedua di Aljazair dirusak
musuh dengan menggulingkan Perdana Menteri Ben Bella, lalu
dialihkan ke Kairo dan menyebut sebagai Konperensi Non Blok ke 2.
Pada tahun 1963 Bung Karno sudah melontarkan perlunya
CONEFO (Confrence of The New Emerging Force) yang dimulai dengan
GANEFO (Game The New Emerging Force) di Jakarta. Conefo ini sangat
dicemaskan oleh musuh Revolusi Indonesia, terutama dari pihak Nekolim
berusaha membunuh Bung Karno.
Usaha membunuh dan menyingkirkan Bung Karno sudah mulai
dari “Peristiwa Cikini” Nopember 1957, Penembakan dari udara oleh
Maukar, Pembunuhan yang direncanakan oleh Darul Islam (DI),
Penembakan waktu Sholat Idul Adha tahun 1962 di halaman Istana dan
lain-lain.
Upaya menyingkirkan Bung Karno yang paling spektakuler adalah
lewat “Peristiwa Gestok” tahun1965 yang menurut Kahin dalam bukunya
“Subversi” halaman 294 adalah membenarkan apa yang disebut Bung
Karno dalam Nawaksara (Analisa Bung Karno terhadap Gestok) :
1. Keblingeran Pimpinan PKI
2. Lihainya Subversi Nekolim
3. Memang adanya oknum-oknum yang tidak benar.
Sejak Januari 1966 penentang Bung Karno sudah
gentayangan di jalanan dan kemudian Bung Karno
memberikan Surat Perintah 11 Maret tahun 1966 kepada
Soeharto. Bung Karno semakin dijauhkan dari pendukungnya
dan aktivitas-aktivitas politik.
Barisan Soekarno tampil untuk membela Bung Karno.
Hartono Panglima KKO yang minta ijin dari Bung Karno untuk
melakukan pembelaan, maka kata Bung Karno : “Tunggu
Komanduku!”. Ternyata komando itu bermakna “Jangan
berkelahi sesama bangsa, biarkan aku yang menjadi kurban”.
Melalui Ketetapan MPRS XXXIII/1967 bulan Maret
1967, Bung Karno dikenakan tahanan politik dan kemudian
dikenakan tahanan di Wisma yaso selama 3 tahun lebih 2
bulan, untuk kemudian memenuhi panggilan Al Khalik lewat
RSPAD Gatot Subroto tanggal 21 Juni 1970. Innalilahi
Wainnalillahi Roji’un.
TERIMA KASIH
God Bless U

Anda mungkin juga menyukai