Anda di halaman 1dari 16

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda

antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31"
terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB,
Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar
mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan
antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan
muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan
dalam Perang Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di
Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa
yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung
rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung
Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan
Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di
lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga
tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton
saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur
No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Bendera Merah
Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai
persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan
pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya
menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke
Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo
mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan
Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan
dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melikmenggunakan mesin
ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan
Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan
melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya
tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan
agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir
apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia,
menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga
bakteriologi di Pegangsaan TimurJakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini
diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji
kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya
tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.
Status quo adalah satu struktur yang berfungsi untuk mengekalkan apa yang sedia ada. Contoh
yang boleh kita lihat bagi mentakrifkan status quo adalah seperti berikut:
Petani A telah membuka tanah baru untuk tujuan pertanian. Tidak lama selepas itu, petani B
telah membuat aduan kepada pihak berkuasa bahawa petani A telah membuka tanah di kawasan
petani B. Petani A mengatakan bahawa tanah tersebut adalah miliknya dan petani B juga
mendakwa bahawa tanah itu adalah miliknya. Kes ini telah dibawa ke mahkamah untuk tujuan
pengadilan dan kedua-dua petani tersebut gagal mengemukakan dokumen sah sebagai pemilik
yang sah kepada tanah tersebut. Oleh yang demikian, mahkamah telah mengeluarkan surat
perintah bahawa tanah itu harus dibiarkan dalam keadaan sebagaimana adanya. Arahan perintah
inilah yang dinamakan sebagai status quo.
RAPAT RAKSASA IKADA Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi hari bertempat
dimuka rumah dijalan Pegangsaan Timur no.56 telah diadakan upacara PROKLAMASI
KEMERDEKAAN INDONESIA. Dalam peristiwa ini Ir Sukarno dihadapan rakyat Jakarta Raya
membacakan teks Proklamasi yang berbunyi : Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan
KEMERDEKAAN INDONESIA, hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain,
diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Peristiwa ini
dapat berlangsung berdasarkan musyawarah para pemuka rakyat dari seluruh Indonesia
menjelang pagi hari dirumah Laksama Maeda jalan Imam Bonjol no.1[1] Jakarta, yang
berpendapat bahwa telah tiba saatnya untuk menyatakan kemerdekaan itu. Mengingat lembaga
dimana para pemuka rakyat Indonesia ini bergabung pada zaman Jepang bernama PANITIA
PERSIAPAN KEMERDEKAAN INDONESIA (disingkat PPKI) maka dapat dikatakan lembaga
inilah yang kemudian bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan tindak lanjut amanat
PROKLAMASI. Pada tanggal 18 Agustus 1945 bertempat digedung BP7 sekarang[2], Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengambil keputusan, mensahkan dan menetapkan UUD
dasar negara Republik Indonesia. Isi UUD ini yang utama adalah membentuk Pemerintahan
Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan ditangan rakyat
yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk
kemudian. Setelah itu PPKI melaksanakan pemilihan Presiden dan wakil Presiden yang dalam
hal ini secara aklamasi disetujui Bung Karno sebagai Presiden dan Bung Hatta sebagai wakil
Presiden. Selain itu ditetapkan pula bahwa untuk sementara waktu Presiden dibantu oleh sebuah
Komite Nasional (KNI). Pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI menetapkan adanya 12
Kementerian dalam Pemerintahan NKRI dan pembagian daerah menjadi 8 Propinsi yang
dikepalai seorang Gubernur. Setiap Propinsi dibagi dalam Kresidenan yang dikepalai oleh
seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional daerah. PPKI berhubung
dengan semangat baru dalam alam kemerdekaan, secara singkat kemudian disebut PANTIA
KEMERDEKAAN (PK) [3]. Dalam sidangnya tanggal 22 Agustus 1945 PK membentuk Komite
Nasional, Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat. Anggota KNI pusat
(KNIP) dilantik pada tanggal 29 Agustus 1945 oleh Presiden Sukarno.bertempat digedung
Kebudayaan (sebelumnya bernama gedung Komidi sekarang gedung Kesenian). Dalam sidang
KNIP malam hari telah terpilih Mr Kasman Singodimedjo sebagai ketua, Sutardjo
Kartohadikusumo sebagai wakil ketua I, Mr.J.Latuharhary sebagai wakil ketua II dan Adam
Malik sebagai wakil ketua III. Pada tanggal 31 Agustus 1945, atas perintah Presiden dikeluarkan
maklumat Pemerintah yang berisi, berhubung dengan pentingnya kedudukan dan arti KNI untuk
memusatkan segala tindakan dan susunan persatuan rakyat maka gerakan dan persiapan PNI
untuk sementara waktu ditunda dan aktivitasnya harus dicurahkan kedalam KNI. Kabinet
pertama (Presidensiel) baru terbentuk pada tanggal 5 September 1945 dimana Bung Karno
bertindak selaku perdana menteri dan sejumlah pemuka ditunjuk sebagai menteri dalam 12
Kementerian yang disebut diatas. Pemerintahan ini juga memiliki 4 orang menteri negara dan 4
pimpinan lembaga lainnnya yaitu, Ketua Mahkamah Agung, Jakasa Agung, Sekretaris Negara
dan Juru bicara negara.
IBUKOTA JAKARTA
Daerah Jakarta Raya dizaman Jepang berbentuk daerah khusus kota besar (Tokobetsu) dan
Soewiryo menjabat wakil walikota. Pada saat kemerdekaan tahun 1945 Soewirjo mengambil alih
jabatan walikota tersebut kemudian menunjuk Mr Wilopo sebagai wakilnya. Meskipun Pak
Wirjo begelar Walikota namun dia lebih dikenal sebagai Bapak Rakyat Jakarta. Sebagai orang
yang berkecimpung lama dalam Pemerintahan Kota aktifitas beliau amat khusus. Kantornya
dibalai kota jalan Merdeka selatan Jakarta sekarang. Saat Proklamasi 17 Agustus 1945
dipegangsaan timur 56, Pak Wiryo bertindak selaku ketua panitia mempersiapkan dan
menyelenggarakan acara tersebut. Ketua KNI Jakarta Raya adalah Mr Mohammad Roem.
Pengurus pusat Komite Nasional dan cabang kota Jakarta serta pengurus besar PNI berkantor
dibekas gedung Jawa Hokokai (sekarang gedung Mahkaman Agung disamping Departemen
Keuangan lapangan Banteng Jakarta). Gedung milik RI inipun dipergunakan sebagai tempat
rapat-rapat kabinet yang pertama. Setelah 17 Agustus 1945, berita Proklamasi dari Jakarta segera
menyebar kseluruh tanah air melalui media elektronik (saat itu radio dan kontak-kontak
telegrafis) dan cetak maupun dari mulut kemulut. Dengan sendirinya timbullah reaksi spontan
yang amat bergelora. Akibatnya selama bulan Agustus dan September 1945 telah diadakan
berbagai kegiatan massa seperti rapat-rapat regional wilayah maupun rapat-rapat lokal ditingkat
kecamatan-kelurahan atau pada tempat-tempat berkumpul lainnya. Rapat wilayah kota Jakarta
yang cukup besar terjadi pada ahir bulan Agustus 1945. Yaitu rapat rakyat dalam rangka
menyambut berdirinya KNI yang bertempat dilapangan Ikada. Setelah rapat bubar, sebahagian
massa mengadakan gerakan pawai berbaris mengelilingi kota dengan mengambil rute Ikada,
Menteng Raya, Cikini dan Pegangsaan Timur. Dimuka rumah Pegangsaan Timur 56, Presiden
Sukarno dan Ibu Fatmawati serta sejumlah menteri menyambut[4].
RAPAT RAKSASA IKADA
Kegiatan rakyat seperti ini menarik perhatian pihak Jepang dan khawatir akan menimbulkan hal-
hal yang berlawanan dengan dengan ketentuan penguasa Jepang sesuai instruksi sekutu [5]. Maka
pada tanggal 14 September 1945 dikeluarkan larangan untuk berkumpul lebih dari 5 orang.
Ditambah larangan untuk melakukan kegiatan-kegiatan provokasi yang memunculkan
demonstrasi melawan penguasa Jepang. Padahal saat itu sedang dipersiapkan sebuah rapat yang
lebih besar dan sudah bersifat rapat raksasa yaitu Rapat Raksasa Ikada. Ide pertama rencana
tersebut, datangnya dari para pemuda dan mahasiswa dalam organisasi Commite van Actie yang
bermarkas di Menteng 31 Jakarta[6], untuk mengadakan peringatan 1 bulan Proklamasi pada
tanggal 17 September 1945. Gagasan ini didukung oleh Pak Wirjo selaku walikota Jakarta Raya
dan ketua KNI Jakarta Raya, Mr Mohammad Roem. Maka dengan serentak Pemuda-Mahasiswa
menyelenggarakan persiapan teknis berbentuk panitia. Lebih lanjut kemudian mereka
mengkomunikasikan rencana tersebut pada pimpinan rakyat tingkat kecamatan (saat itu bernama
Jepang, Siku) maupun kelurahan. Akibatnya berita ini menyebar amat luas sampai keluar
Jakarta. Tapi rencana ini tidak dapat segera terlaksana karena Pemerintah Pusat menolak
menyetujuinya dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya bentrokan fisik dengan tentara
Jepang yang masih berkuasa yang seperti dikatakan diatas, sudah befungsi sebagai alat sekutu.
Melihat situasi ini pihak panitia kemudian memundurkan acara menjadi tanggal 19 September
1945 dengan harapan Pemerintah mau menyetujuinya Menurut Pemuda-Mahasiswa Rapat
Raksasa ini amat penting. Karena meskipun gaung Kemerdekaan sudah menyebar kemana-mana
sejak Proklamasi, namun rakyat belum melihat terjadinya perubahan-perubahan nyata ditanah
air. Misalnya hak dan tanggung jawab Pemerintah belum nampak dalam aktifitas kenegaraan
sehari-hari, apalagi kalau dikaitkan dengan amanat Proklamasi. Maka Rapat Rksasa amat perlu
untuk menggambarkan bahwa NKRI memiliki legitimasi sosial-politik dengan cara
mempertemukan langsung rakyat dan pemerintah.. Dan dalam kesempatan ini diharapkan rakyat
mendukung Pemerintah RI yang merdeka dan berdaulat. Mungkin Presidenpun akan
memberikan komando-komandonya. Dalam perkembangan selanjutnya meskipun telah diadakan
pertemuan antara panitia dan Pemerintah tetap tidak dicapai kata sepakat. Ahirnya pada tanggal
19 September 1945 tiba juga. Sejak pagi hari rakyat yang sudah yakin akan diadakan rapat
raksasa tersebut sejak subuh pagi hari berduyun-duyun mendatangi lapangan ikada dan
berkumpul membentuk kesatuan massa yang amat besar. Untuk menenangkan massa rakyat ini,
pihak Pemuda-Mahasiswa mengajak bernyanyi. Atas usaha panitia, telah siap sistim pengeras
suara yang cukup memadai, ambulance kalau-kalau diperlukan ada yang membutuhka
pertolongan medis, dokumentasi yang dilaksanakan oleh juru foto dari kelompok ikatan
jurnailistik profesional maupun amatir serta camera man Berita Film Indonesia (BFI). Pihak
penguasa Jepang yang melihat derasnya arus rakyat yang menuju Ikada dan telah berkumpulnya
massa yang besar, memanggil para penaggung jawab daerah Jakarta. Pak Wiryo dan Mr Roem
mendatangi kantor Kempetai dan berusaha menjelaskan maksud dan tujuan dari berkumpulnya
rakyat di Ikada dan mengatakan gerakan spontan ini hanya bisa diatasi oleh satu orang yaitu
Presiden Soekarno sendiri. Tapi pihak Jepang tidak mau mengambil resiko dan mengirim satuan
tentara yang dilengkapi kendaraan lapis baja. Penjagaan segera dilaksanakan oleh pasukan
bersenjata dengan sangkur terhunus dilengkapi peluru tajam. Sementara kabinet Pemerintah RI
tetap menolak. Bahkan ada berita kalau Presiden dan kabinetnya kalau perlu akan bubar.
Mahasiswa segera mengambil inisiatip. Mereka mendatangi Presiden Soekarno pagi subuh
tanggal 19 September 1945. Dijelaskan bahhwa Jepang tidak mungkin akan bertindak keras
karena sesuai dengan tugas`sekutu, amat berbahaya bagi keselamatan kaum interniran [7]. Selain
itu tentara Jepang akibat kalah perang telah kehilangan semanngat. Nampaknya Presiden mau
diajak kompromi dan berjanji akan membicarakannya dalam rapat kabinet pagi hari.
RAPAT KABINET
Pada tanggal 19 September 1945 pagi hari memang berlangsung rapat kabinet untuk
membicarakan antara lain akan dibentuknya Bank Negara Indonesia. Rapat yang sedang
berlangsung digedung ex Jawa Hokokai[8] tidak kunjung selesai juga sampai waktu telah
menunjukkan pukul 16.00. Para Pemuda-Mahasiswa mendesak terus agar Presiden segera
berangkat ke Ikada. Mereka mengatakan bahwa tidak akan bertanggung jawab kalau masa
berbuat sesuatu diluar kontrol, padahal rakyat hanya menginginkan kedatangan para pemimpinya
untuk menyampaikan amanat sebagai kelanjutan Proklamasi. Sebagai jaminan Pemuda-
Mahasiswa akan menjaga keselamatan para anggota kabinet tersebut. Ahirnya Presiden Sukarno
mengambil keputusan akan ke Ikada. Bagi para anggota kabinet lainnya yang berkeberatan
dipersilahkan untuk tidak ikut. Namun nyatanya semua yang hadir dalam gedung ex Jawa
Hokokai dengan kendaraan masing-masing juga menuju Ikada. Presiden Sukarno dikawal
Pemuda-Mahasiswa dengan menggunakan mobil menuju lapangan Ikada dengan lebih dahulu
mampir di Asrama Prapatan 10 Jakarta karena akan bertukar pakaian. Ketika Presiden tiba
rombongannya ditahan oleh sejumlah perwira Jepang utusan dari Jenderal Mayor Nishimura
yaitu yang dipimpin oleh Let.Kol Myamoto. Jelas ini bukan Kempetai dan menggambarkan
Jepang memakai kebijaksanaan lunak. Dalam pembicaraan tersebut Presiden menjamin akan
mampu mengendalikan massa meskipun nampaknya massa rakyat sudah siap bentrok fisisk. Hal
ini dapat terlihat dimana rakyat yang mempersenjatai diri dengan bambu runcing, golok, tombak
dan sebagainya[9].
PIDATO 5 MENIT
Ternyata Presiden hanya bebicara tidak lebih dari lima menit lamanya. Yang isinya : Percayalah
rakyat kepada Pemerintah RI. Kalau saudara-saudara memang percaya kepada Pemerintah
Republik yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu, walaupun dada kami akan
dirobek-robek, maka kami tetap akan mempertahankan Negara Republik Indonesia. Maka
berilah kepercayaan itu kepada kami dengan cara tunduk kepada perintah-perintah dan tunduk
kepada disiplin. Setelah pidato Presiden selesai rakyat yang sudah bertahan di Ikada selama lebih
dari 10 jam ahirnya bubar dengan teratur tampa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Padahal kalau diperhitungkan massa yang besar tersebut sudah bersifat ancaman (prediksi)
terjadinya konflik fisik yang mungkin dapat memunculkan pertumpahan darah yang tidak terkira.
Nampaknya semua pihak puas. Rakyat puas atas kemunculan Presiden dan para menterinya.
Demikian pula Pemerintah senang karena dapat memenuhi tuntutan pemuda mahasiswa. Lebih-
lebih Jepang yang terhindar dari sikap serba salah. Rupanya mereka takut mendapat sangsi pihak
sektu kalau tidak mampu mengatasi keadaan Jakarta dari keadaan yang teteram dan damai.
ARTI DAN MAKNA RAPAT RAKSASA IKADA 19 SEPTEMBER 1945.
1. Sebagai titik pangkal dukungan politik dan kesetiaan rakyat secara langsung atas
telah berdirinya NKRI pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai realisasi amanat
Proklamasi, rakyat kemudian melakukan pemindahan kekuasaan dari tangan Jepang
termasuk pengambil alihan semua fasilitas pemerintahan.
2. Kesetiaan rakyat ini merupakan awal dari gerakan mempertahankan kemerdekaan
selanjutnya. Tindakan yang segera dilakukan adalah pengambil alihan fasilitas militer
dari Jepang. Dan setelah September 1945, muncullah perlawanan bersenjata rakyat
terhadap kaum penjajah diberbagai daerah seperti, pertempuran Surabaya, disekitar
Jakarta, Bandung lautan Api, pertempuran 5 hari di Semarang, di Magelang, Ambarawa,
di Palembamg, di Medan dan masih banyak lagi.
3. Pihak sekutu yang wakil-wakilnya sudah mulai berdatangan ke Indonesia, melihat
bahwa informasi Pemerintah Hindia-Belanda dipengasingan tidak benar bahwa
Pemerintah RI yang baru berdiri hanya semata-mata bikinan Jepang atau merupakan
boneka Jepang. Pemerintah RI adalah Pemerintah sah yang legitimate yang didukung
rakyat. Dan rakyat Indonesia tidak bersedia untuk dijajah kembali. Kekhawatiran pihak
sekutu terutama pada keselamatan ratusan ribu kaum interniran yang berada
dipedalaman. Mereka masih bertanya-tanya langkah apa yang terbaik yang harus
dilakukan. Melihat kepatuhan rakyat dalam Rapat Raksasa Ikada ini kepada Soekarno,
mereka mengambil sikap untuk mengajak kerja sama pemerintah RI dalam penyelesaian
pengangkutan Jepang dan evakuasi para interniran dan mengumpulkannya di Jakarta.
Panitia kerja sama Inggris-Indonesia ini dalam tahun 1946 resmi bernama PANITIA
OEROESAN PENGANGKUTAN DJEPANG DAN APWI (POPDA)
Reaksi berbagai daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
Reaksi berbagai daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah terjadinya
perebutan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan. Pada bulan September 1945,
beberapa pemimpin karesidenan di Jawa menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan menyatakan diri sebagai
bagian dari Pemerintahan Republik Indonesia dan mengancam akan melakukan tindakan keras terhadap segala
tindakan yang menentang Pemerintah Republik Indonesia. Pegawai-pegawai Jepang dirumahkan dan dilarang
memasuki kantor-kantor mereka.
Tahap berikutnya, para pemuda berusaha untuk merebut senjata dan gedung-gedung vital. Selama bulan September
di Surabaya terjadi perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco, perebutan Markas Pertahanan Jawa
Timur, perebutan Pangkalan Angkatan Laut Ujung, dan perebutan markas-markas Jepang lainnya serta perebutan
pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh kota.
Pada tanggal 19 September 1945, terjadi Insiden Bendera di Hotel Yamato. Insiden ini terjadi ketika orang-orang
Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu oleh serombongan pasukan Sekutu,
mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel. Hal ini memancing kemarahan para pemuda. Oleh karena itu
Residen Sudirman dengan cara baik-baik meminta agar bendera Belanda tersebut diturunkan. Setelah permintaan
itu ditolak, maka hotel itu diserbu oleh para pemuda dan bentrokan pun tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda
berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda. Selanjutnya mereka merobek warna birunya dan
mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.
Sasaran berikutnya adalah Markas Kempetai yang terletak di depan kantor gubernur sekarang, karena dianggap
sebagai lambang kekejaman Jepang. Markas tersebut diserbu oleh rakyat pada tanggal 1 Oktober 1945. Setelah
melalui pertempuran selama kurang lebih 5 jam, gedung itu jatuh ke tangan rakyat. Dalam pertempuran itu 25 orang
pemuda gugur dan 60 luka-luka serta sebanyak 15 orang prajurit Jepang Meninggal.

Tindakan Heroik di Berbagai Daerah di Indonesia


Sejak dikumandangankan proklamasi kemerdekaan, bendera Merah Putih berkibar dimana-mana. Di samping itu,
pekik “Merdeka” menjadi salam nasional. Keadaan itu mengambarkan dukungan luas rakyat terhadap proklamasi
kemerdekaan.

Tindakan Heroik Terhadap Jepang


Tindakan terhadap Jepang terutama untuk merebut dan melucuti senjata-senjata Jepang. Tujuan melucuti senjata
Jepang :
• Mendapatkan senjata untuk modal perang.
• Mencegah senjata Jepang agar tidak jatuh ke tangan sekutu.
• Mencegah agar senjata Jepang tidak digunakan untuk membunuh rakyat.

 Pertempuran di Surabaya dan sekitarnya


Selama bulan September 1945, rakyat dan BKR merebut senjata di gudang mesiu Don Bosco. Merebut kompleks
penyimpanan senjata dan pemancar radio di Embong, Malang. Dan pada tanggal 1 Oktober 1945, rakyat merebut
Markas Kompetai (polisi rahasia) yang dianggap lambing kekejaman Jepang.

 Pertempuran di Yogyakarta
Pada tanggal 26 September 1945, para pegawai pemerintah dan perusahaan yang dikuasai Jepang mengadakan
aksi mogok. Mereka memaksa pihak Jepang untuk menyerahkan semua kantor kepada pihak Indonesia. Tindakan
itu diperkuat oleh Komite Nasional Indonesia daerah Yogyakarta yang mengumumkan berdirinya pemerintah RI di
Yogyakarta. Pada tanggal 7 Oktober 1945, rakyat dan BKR merebut tangsi Otsukai Butai.

 Pertempuran Lima Hari di Semarang


Pertempuran Lima Hari di Semarang merupakan pertempuran besar yang terjadi setelah Jepang menyerah kepada
Sekutu. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 – 20 Oktober 1945. Pertempuran Lima Hari di Semarang diawali dari
peristiwa kaburnya para tawanan bekas tentara Jepang yang akan dijadikan buruh pabrik di daerah Cepiring.
Kaburnya tentara-tentara Jepang ke wilayah Semarang ini menimbulkan ketakutan pada diri rakyat Semarang.
Apalagi kemudian Jepang menguasai pusat persediaan air yang ada di daerah Candi. Keadaan semakin
meresahkan rakyat saat tersiar desas-desus bahwa Jepang telah meracuni persediaan air minum di daerah Candi.
Untuk membuktikan desas-desus itu, Dr. Karyadi memberanikan diri untuk memeriksa air minum tersebut. Ketika
sedang melakukan pemeriksaan, ia ditembak Jepang dan kemudia gugur. Peristiwa ini menimbulkan amarah rakyat
sehingga berkobarlah pertempuran Lima Hari di Semarang. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 2. 000 rakyat
Semarang menjadi korban dan 100 orang Jepang tewas.
Pertempuran ini berhasil diakhiri setelah pimpinan TKR berunding dengan pasukan Jepang. Usaha perdamaian
tersebut akhirnya lebih dipercepat setalah pasukan Sekutu (Inggris) mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober
1945. Untuk selanjutnya, pasukan Sekutu menawan dan melucuti senjata Jepang.
 Pertempuran di Kalimantan
Di Kalimantan dukungan Proklamasi Kemerdekaan dilakukan dengan berdemokrasi, pengibaran Bendera Merah-
Putih dan mengadakan rapat-rapat. Pada 14 November 1945 dengan beraninya sekitar 8000 orang berkumpul di
komplek NICA dengan mengarak Bendera Merah-Putih.

 Pertempuran di Makassar
Para pemuda mendukung Gubernur Sulawesi, Dr. Sam Ratulangi dengan merebut gedung-gedung Vital dari tangan
polisi. Di Gorontalo para pemuda berhasil merebut senjata dari markas-markas Jepang pada 13 Sepember 1945. Di
Sumbawa pada bulan Desember 1945, rakyat berusaha merebut markas-markas Jepang. Pada 13 Desember 1945
secara serentak para pemuda melakukan penyerangan terhadap Jepang.

 Pertempuran di Aceh
Di Aceh pada 6 Oktober 1945 para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). 6
hari kemudian Jepang melarang berdirinya organisasi tersebut. Pimpinan pemuda menolak dan timbulah
pertempuran. Para pemuda mengambil alih kantor-kantor pemerintah Jepang, melucuti senjatanya dan mengibarkan
Bendera Merah-Putih.

 Pertempuran di Palembang
Di Palembang pada 8 Oktober 1945 Dr. A. K. Gani memimpin rakyat mengadakan upacara pengibaran Bendera
Merah-Putih. Perekutan kekuasaan di Palembang dilakukan tanpa Insiden.

 Pertempuran di Sumbawa
Pada bulan Desember 1945, para pemuda Indonesia di Sumbawa melakukan aksi. Mereka melakukan perebutan
terhadap pos-pos militer Jepang, yaitu terjadi di Gempe, Sape, dan Raba.

Tindakan Heroik Terhadap Sekutu

 Peristiwa bendera di Surabaya


Pada tanggal 19 September 1945, terjadi insiden bendera di hotel Yamato, yaitu peristiwa penyobekan bendera
Belanda merah putih biru, menjadi bendera merah putih. Peristiwa itu disebut Insiden Bendera atau Insiden
Tunjungan.
Lalu, saat terbunuhnya Jenderal Mallaby pada tanggal 28 Oktober 1945, pihak sekutu menuduh para pemuda
Indonesia yang menuduhnya. Inggris mengeluarkan ultimatum agar pemuda Indonesia yang merasa membunuh
menyerahkan diri sampai batas waktu tanggal 10 November 1945. Karena ultimatum tidak ditanggapi maka terjadi
pertempuran antar Sekutu dengan Arek-arek Surabaya yang dipimpin Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo
untuk mempertahankan Surabaya dari gempuran sekutu hampir satu bulan lamanya. Akhirnya, tanggal 10 November
dijadikan sebagai Hari Pahlawan.

 Peristiwa Bandung Lautan Api


Pertempuran ini terjadi pada tanggal 10 Oktober 1945 di kota Bandung, disebabkan oleh adanya tuntutan sekutu
agar para pemuda menyerahkan senjata dan meninggalkan kota Bandung paling lambat 29 November 1945.
Pasukan TRI akhirnya menyerbu Sekutu serta membumi hanguskan kota Bandung Selatan. Tokoh dalam Bandung
Lautan Api diantaranya : Kol. A. H. Nasution, Kol. Hidayat, Moh. Toha, dan Aruji Kartawinata.

 Peristiwa Medan Area


Tentara yang dipimpin oleh Jenderal Ted Kelly mendarat di Medan dan ternyata diboncengi oleh tentara NICA yang
dipimpin oleh Kapten Westerling. Mereka menuntut para pemuda menyerahkan senjatanya, namun tidak dipenuhi
sehingga terjadi pertempuran pada tanggal 13 Oktober 1945.

 Pertempuran Lima Hari di Semarang


Pertempuran Lima Hari di Semarang merupakan pertempuran besar yang terjadi setelah Jepang menyerah kepada
Sekutu. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 – 20 Oktober 1945.
Pertempuran Lima Hari di Semarang diawali dari peristiwa kaburnya para tawanan bekas tentara Jepang yang akan
dijadikan buruh pabrik di daerah Cepiring. Kaburnya tentara-tentara Jepang ke wilayah Semarang ini menimbulkan
ketakutan pada diri rakyat Semarang. Apalagi kemudian Jepang menguasai pusat persediaan air yang ada di daerah
Candi. Keadaan semakin meresahkan rakyat saat tersiar desas-desus bahwa Jepang telah meracuni persediaan air
minum di daerah Candi.
Untuk membuktikan desas-desus itu, Dr. Karyadi memberanikan diri untuk memeriksa air minum tersebut. Ketika
sedang melakukan pemeriksaan, ia ditembak Jepang dan kemudia gugur. Peristiwa ini menimbulkan amarah rakyat
sehingga berkobarlah pertempuran Lima Hari di Semarang.
Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 2. 000 rakyat Semarang menjadi korban dan 100 orang Jepang tewas.
Pertempuran ini berhasil diakhiri setelah pimpinan TKR berunding dengan pasukan Jepang. Usaha perdamaian
tersebut akhirnya lebih dipercepat setalah pasukan Sekutu (Inggris) mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober
1945. Untuk selanjutnya, pasukan Sekutu menawan dan melucuti senjata Jepang.

 Peristiwa Palagan Ambarawa


Pertempuran ini terjadi tanggal 21 November sampai 15 Desember 1945. Pertempuran terjadi antara TKR dengan
Belanda dan Sekutu. Pertempuran bermula ketika tentara Sekutu secara sepihak membebaskan orang-orang
Belanda yang ditahan di Magelang dan Ambarawa. Setelah mendapat bantuan dari Devisi V pimpinan Kolonel
Soedirman, pasukan Sekutu dapat dipukul mundur. Untuk mengenang pertempuran ini, didirikan monument dan
museum Palagan Ambarawa.

 Pertempuran Margadana di Bali


Pertempuran ini terjadi di desa Margadana pada tanggal 18 November 1946 yang dipimpin oleh I Gusti Ngura Rai
dengan pasukannya Ciung Wanara. Peristiwa ini terjadi karena menentang pembentukan NIT. Dalam pertempuran
ini, I Gusti Ngurah Rai mengadakan perlawanan habis-habisan sehingga disebut dengan Perang Puputan.

 Pertempuran di Biak
Rakyat Irian (Papua Barat) di berbagai kota di seperti Jayapura, Sorong, Serui, dan Biak member sambutan hangat
dan mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 14 Maret 1948, terjadi pertempuran antara rakyat
Biak dengan tentara NICA. Peristiwa ini diawali dari penyerangan tangsi militer Belanda di Sosido dan Biak yang
dilakukan oleh rakyat. Para pemuda yang dipimpin Joseph berusaha mengibarkan bendera merah putih di seluruh
Biak. Serangan itu gagal dan dua orang pemimpinnya dihukum mati, sedangkan yang lainnya dihukum seumur
hidup.

SEJARAH ( Dukungan Spontan dan Tindakan Heroik di Berbagai Daerah terhadap Pembentukan Negara dan
Pemerintah Republik Indonesia )
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan perwujudtan niat
dan tekad rakyat Indonesia untuk merdeka melepaskan diri dari penjajahan. Proklamasi Kemerdekaan, menimbulkan
tanggapan dari rakyat Indonesia berupa gerakan spontan rakyat Indonesia yang mendukung Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Rakyat Indonesia berupaya menegakkan kedaulatan Indonesia yang baru saja merdeka.
Dukunagn spontan tersebut bertujuan untuk mengusahakan secepat mungkin tegaknya kekuasaan Republik
Indonesia baik ditingkat pusat maupun di daerah sehingga rakyat Indonesia berani menghadapi baik dengan
pasukan Sekutu maupun Jepang yang masih berada di Indonesia. Wujud dukungan spontan rakyat Indonesia,
sebagai berikut :
1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 memunculkan permasalahan baru. Belanda sangat
menampakan ketidak setujuannya atas kemerdekaan Indonesia. Belanda menunjukan keinginannya untuk berkuasa
kembali atas wilayah anah air Indonesia. Dipihak lain sekutu yang semula hanya berkepentingan dengan Jepang
justru mendukung keinginan Belanda. Pemerintah Jepang sendiri, tanggal 10 September 1945 telah mengumumkan
akan menyerahkan Indonesia pada Sekutu.
Menghadapi kenyataan tersebut para pemuda yang tergabung dalam komite Van Acctie Menteng 31 berperan
sebagai pelopor gerakan pemuda di Jakarta. Memunculkan gagasan untuk mengerahkan massa dalam suatu rapat
raksasa di Lapangan Ikada dan rakyat siap mendengarkan pidato para pemimpin bangsa Indonesia. Suasana di
Lapangan Ikada menjadi tegang setelah pasukan Jepang datang dan mengepung lengkap dengan senjatanya
sehingga sewaktu – waktu dapat terjadi bentrokan dan pertumpahan darah.
Dalam rapat Presiden Soekarno mengemukakan pidatonya dengan inti :
a. Meminta dukungan dan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah Republik Indonesia.
b. Menuntut rakyat untuk mematuhi kebijakan – kebijakan pemerintah dengan disiplin.
c. Memerintahkan rakyat untuk bubar meninggalkan lapangan dengan tenang.
Perintah yang dikeluarkan Presiden Soekarno dipatuhi sehingga rapat raksasa
diLapangan Ikada berakhir dengan aman dan tertib.
Makna yang sangat besar pada Rapat raksasa di Lapangan Ikada :
a. Rapat berahasil mempertemukan pemerintah RI dengan rakyat.
b. Rapat merupakan perwujudtan kewibawaan pemerintah RI di hadapan rakyat.
c. Rapat berhasil menggugah kepercayaan rakyat akan kekuatan bangsa Indonesia sendiri.
2. Pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, Kesultanan Yogyakarta merupakan salah satu pecahan dari Kerajaan
Mataram akibat perjanjian Giyanti tahun 1755 dan Perjanjian Salatiga tahun 1757. Sekitar tahun 1945 Kesultanan
Yogyakarta berada di bawah pimpinan Sultan Hamengkubowono IX.
Ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mulai tersebar di penjuru tanah air, Sultan Hamengkubowono IX spontan
menyatakan bahwa Yogyakarta tergabung dengan Republik Indonesia.
Tanggal 5 September 1945 Sultan Hamengkubowono IX mengeluarkan pernyataan sebagai bentuk dukungan
terhadap Republik Indonesia, sebagai berikut :
a. Negeri Yogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa bagian dari negara Republik
Indonesia.
b. Hubungan antara Yogyakarta dengan pemeritah pusat negara Indonesia bersifat langsung dan akan bertanggung
jawab langsung kepada presiden Republik Indonesia.
c. Sultan Hamengkubowono IX memerintahkan segenap penduduk Yogyakarta untuk mengindahkan amanat
tersebut.
3. Tindakan Heroik di Berbagai Daerah sebagai Bentuk Dukungan terhadap Negara dan Pemerintah RI.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945 mendapat dukungan dari
rakyat Indonesia yang melahirkan keberanian untuk menegakkan kedaulatan Indonesia di wilayah masing – masing.
Cara yang dilakukan, dengan melakukan tindakan – tindakan kepahlawanan ( heroik ) di berbagai tempat di
Indonesia. Rakyat Indonesia segera merebut tempat – tempat strategis yang masih dikuasai oleh Jepang, berusaha
melucuti senjata Jepang dengan tujuan :
a. Mendapatkan senjata sebagai modal perjuangan selanjutnya.
b. Mencegah agar senjata Jepang tidak jatuh ke tangan Sekutu/Belanda.
c. Mencegah agar senjata Jepang tidak digunakan untuk membunuh rakyat.
Beberapa tindakan Heroik di Indonesia :
a. Tindakan heroik di Yogyakarta
Tanggal 26 September 1945, sejak pukul 10 pagi semua pegawai instansi pemerintah dan perusahaan yang dikuasai
Jepang melaksanakan aksi mogok. Memaksa agar orang – orang Jepang menyerahkan aset dan kantornya kepada
orang Indonesia.
Tanggal 27 September 1945 Komite Nasional Indonesia Daerah Yogyakarta mengumumkan bahwa kekuasaan di
daerah tersebut telah di tangan Pemerintah Republik Indonesia, hari itu diterbitkan surat kabar Kedaulatan Rakyat.
b. Tindakan Heroik di Surabaya / Insiden Bendera
Tanggal 19 September 1945, orang orang Belanda mengibarkan bendera mereka di puncak Hotel Yamato sehingga
memancing kemarahan para pemuda. Hotel tersebut diserbu para pemuda, setelah permintaan Residen Sudirman
untuk menurunkan bendera ditolak. Bentrokan tak dapat dihindarkan. Beberapa orang pemuda berhasil memanjat
atap hotel serta menurunkan bendera Belanda, merobek warna biru dan mengibarkan kembali bendera Merah Putih
ke tempatnya semula.
c. Tindakan Heroik di Semarang/Pertempuran 5 Hari di Semarang
Terjadi tanggal 15 -20 Oktober 1945. Pertempuran berawal dari adanya bentrokan antara polisi Indonesia dengan
tentara Jepang dan adanya desas desus bahwa Jepang meracuni cadangan air minum di daerah Candi ( daerah
Semarang bagian selatan ). Dr. Karyadi yang sedang memeriksa cadangan air minum tersebut ditembak oleh
pasukan Jepang sehingga menimbulkan kemarahan rakyat. Terjadilah pertempuran selama 5 hari yang banyak
menimbulkan korban. Untuk mengenang peristiwa tersebut dan mengenang keberanian para pemuda maka didirikan
Monumen Tugu Muda.
d. Tindakan Heroik di Makasar
Tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapinia, Bulukumba.
Setelah sampai di Ujung Pandang, Gubernur segera membentuk pemerintahan daerah. Mr. Andi Zainal Abidin
diangkat sebagai Sekretaris Daerah. Para pemuda mengorganisasi diri dan merencanakan merebut gedung –
gedung vital seperti studio radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda terdiri dari kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei
Taishin), bekas Kaigun Heiho dan pelajar SMP. Tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran. Akibat
peristiwa tersebut pasukan Australia yang telah ada bergerak dan melucuti mereka. Sejak peristiwa tersebut gerakan
pemuda dipindahkan dari Ujung Padang ke Polombangkeng.
e. Tindakan Heroik di Bali
Para pemuda Bali membentuk berbagai organisasi pemuda, seperti AMI, Pemuda Republik Indonesia ( PRI ), pada
akhir Agustus 1945. Mereka berusaha untuk menegakkan Republik Indonesia melalui perundingan tetapi mendapat
hambatan dan pasukan Jepang. Tanggal 13 Desember 1945 dilakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan
dari tangan Jepang meskipun gagal.
f. Tindakan Heroik di Banda Aceh
Sejak tanggal 6 Oktober 1945 para pemuda membentuk Angkatan Muda Indonesia ( API ) segera bergerak
mengambil alih dan merebut kantor – kantor pemerintahan yang masih dikuasai oleh Jepang. Di tempat yang sudah
berhasil direbut, dikibarkan bendera Merah Putih. Dibeberapa tempat mereka juga berhasil melucuti senjata Jepang.
g. Tindakan Heroik di Bandung
Diawali dengan usaha para pemuda untuk merebut pangkalan Udara Andir dan pabrik senjata bekas ACW (Artillerie
Constructie Winkel, sekarang Pindad). Berlangsung sampai pasukan Sekutu datang tanggal 17 Oktober 1945.
h. Tindakan Heroik di Sumatra Selatan
Tanggal 8 Oktober 1945 Residen Sumatra Selatan Dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu dalam suatu
upacara menaikan bendera Merah Putih. Diumumkan Juga bahwa seluruh Karisidenan Palembang hanya ada satu
kekuasaan yakni kekuasaan Republik Indonesia. Perbutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden
sebab orang-orang Jepang telah menghindar saat terjadi demonstrasi.
i. Tindakan Heroik di Sulawesi Utara
Tanggal 14 Februari 1946, para pemuda Indonesia anggota KNIL tergabung dalam Pasuka Pemuda Indonesia (PPI)
mengadakan gerakan Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan tawanan yang
mendukung Republik Indonesia antara lain Taulu, Wuisan, Sumanti, G.A Maengkom, Kusno Dhanupojo, G.E. Duhan,
juga menahan Komandan Garnisun Menado dan semua pasukan Belanda di Teling dan Penjara Manado. Diawali
peristiwa tersebut para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tordano. Berita dan perebutan
kekuasaan tersebut dikirim ke Pemerintah Pusat yang saat itu di Yogyakarta dan mengeluarkan maklumat no 1 yang
ditandatangi oleh Ch.Ch.Taulu. Pemerintah sipil dibentuk tanggal 16 Februari 1946 sebagai rasiden dipilih B.W.
Lapian.
j. Tindakan Heroik di Pulau Sumbawa
Bulan Desember 1945, para pemuda berusaha merebut senjata dari pasukan Jepang sehingga terjadi bentrokan
dengan tentara Jepang di daerah Gempe dan Sape.
k. Tindakan Heroik di Kalimantan
Di beberapa kota Kalimantan mulai timbul gerakan yang mendukung proklamasi. Akibatnya tentara Australia yang
sudah mendarat atas nama Sekutu mengeluarkan ultimatum melarang semua aktifitas politik seperti demonstrasi dan
mengibarkan bendera Merah Putih, memakai lencana Merah Putih dan mengadakan rapat. Namun kaum nasionalis
tetap melaksanakannya. Tanggal 14 November 1945, sejumlah tidak kurang 8000 orang berkumpul di depan
komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
l. Tindakan Heroik di Gorontalo
Tanggal 13 September 1945 di kota Gorontalo terjadi perebutan senjata terhadap markas – markas Jepang.
Kedaulatan Republik Indonesia berhasil ditegakkan dan para pemimpin republik menolak ajakan untuk berunding
dengan pasukan pendudukan Australia.
4. Pembentukan Lembaga – lembaga Pemerintah di Daerah
Dalam naskah asli UUD 1945 pasal 18 disebutkan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang dengan memandang dan mengingati
dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak – hak asal usul dalam daerah – daerah yang
bersifat istimewa. Untuk itulah pemerintah RI berusaha membentuk dan menyempurnakan lembaga lembaga
pemerintahan di daerah – daerah. Tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain :
a. Mengluarkan peraturan perundang undangan mengenai lembaga pemerintah daerah yang diinstruksikan presiden
dan wakil presiden lewat radio.
b. Soekarno, Hatta dan Syahrir dalam waktu-waktu tertentu berkeliling ke daerah-daerah untuk memasyarakatkan
pembentukkan lembaga-lembaga pemerintah daerah.
Instruksi tersebut ditindaklanjuti Sultan Hamengkubowono IX dengan menyusun kembali struktur, fungsi, dan
personalia pemerintahan daerah Yogyakarta yang lepas dari kontrol Jepang. Awal Desember 1945 dimulai
pembenahan yang tersusun menjadi :
a. Daerah Istimewa Yogyakarta
b. Kabupaten
c. Kapanewon
d. Kelurahan
Sejak April 1946, lembaga eksekutif didampingi legislatif tersusun menjadi :
a. Provinsi dikepalai Gubernur
b. Kotamadya/Kabupaten dikepalai Walikota/Bupati
c. Kecamatan dikepalai Camat
d. Desa/Kelurahan dikepalai Kepala Desa/Lurah.
Syarat mutlak suatu negara yang berdaulat
Suatu negara dikatakan memiliki kedaulatan atau suatu negara yang berdaulat apabila
memenuhi syarat-syarat berikut ini:

1) Rakyat
Rakyat atau warga negara merupakan syarat mutlak dan pokok berdirinya sebuah negara.
Rakyat merupakan sekumpulan individu yang berada di sebuah wilayah dan memiliki
aktivitas sehari-hari yang berlangsung terus-menerus. Rakyat dalam suatu negara dapat
dibedakan menjadi beberapa kelompok, antara lain:

 Penduduk : individu yang memiliki tempat tinggal dalam suatu wilayah yang ditandai
dengan adanya kartu identitas atau kartu tanda penduduk (KTP).
 Bukan penduduk : suatu individu yang tinggal dalam suatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu, biasanya mereka adalah warga negara asing yang sedang bekerja atau sedang
mengenyam pendidikan, dan untuk bisa menetap di wilayah tersebut mereka hanya
memiliki pasport dan visa.
2) Wilayah
Wilayah adalah sebuah tempat dimana seorang individu menetap untuk melakukan segala
aktivitasnya. Wilayah sebuah negara dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, antara
lain:

 Daratan : wilayah berupa tanah, pegunungan, serta perbukitan yang memiliki batas
teritorial.
 Lautan : wilayah yang berupa perairan yang kekayaannya dimiliki oleh negara tersebut
serta diatur dan dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat membangun infrastruktur
serta dapat mensejahterakan warganegaranya. Lautan dapat digolongkan menjadi 5
bagian, yaitu:
 Laut teritorial : batas yang telah diatur dalam hukum konvensi yaitu 12 mil dari pinggir
pantai.
 Zona bersebelahan : batas yang memiliki lebar sekitar 24 mil diukur dari pinggiran
pantai.
 Zona ekonomi eksklusif : batas wilayah laut yang telah diatur oleh perserikatan
bangsa-bangsa yang dimiliki oleh negara kepulauan seperti Indonesia, Jepang,
Taiwan, dan Australia yang memiliki lebar 200 mil diukur dari garis pasang surut air
laut.
 Landasan benua : laut yang berada di area terluar dari zona ekonomi eksklusif dan
merupakan laut bebas yang biasanya dilalui oleh jalur pelayaran internasional.
 Landasan kontinen : daratan di bawah permukaan laut yang memiliki kedalaman dari
200 meter sampai seterusnya.
 Udara : sebuah wilayah yang berada di atas daratan untuk dapat melakukan sebuah
misi atau kegiatan yang berguna, seperti untuk penempatan satelit cuaca, lalu lintas
penerbangan lokal dan internasional, dan lain-lain.
 Ekstrateritorial : sebuah wilayah yang keberadaannya berada di luar wilayah
jangkauannya dan diakui oleh hukum internasional dan perjanjian bilateral yang
bersangkutan.
3) Pengakuan dari Wilayah Lain
Pengakuan dari wilayah lain merupakan sebuah unsur konstitusi adanya sebuah
pemerintahan yang berdaulat, serta unsur deklarasi yang merupakan pengakuan
identitasnya. Bentuk pengakuan ini dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Pengakuan de facto : pengakuan yang bersifat sementara dan hanya menyangkut kedua
belah pihak, contohnya wilayah yang terjajah lalu memerdekakan diri namun hanya
diakui oleh penjajahnya.
2. Pengakuan de jure : pengakuan yang secara sah yang diakui hukum internasional
seperti PBB yang merupakan kunci untuk melakukan kerjasama internasional.
Sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 tersebut dilaksanakan di Pejambon, Gedung Kesenian
Jakarta (sekarang gedung Departemen Luar Negeri) yang dihadiri oleh semua anggota PPKI yang
berjumlah 27 orang. Pada saat itu, suasana kebatinan dan situasi politik Indonesia telah berubah secara
dramatis, menyusul proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Sekitar pukul 11.30 sidang ini
dibuka di bawah pimpinan Ir. Soekarno. Dalam sidang tersebut dihasilkan 3 keputusan penting tentang
kehidupan ketatanegaraan serta landasan politik Negara Indonesia yang merdeka, yaitu:

1. Mengesahkan UUD 1945


Mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia adalah salah satu keputusan sidang PPKI
saat itu. UUD disusun dan digunakan sebagai alat untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pada saat itu, UUD 1945 terdiri atas tiga bagian, yaitu
sebagai berikut:

3. Pembukaan atau mukadimah


4. Batang Tubuh atau isi yang terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat
aturan tambahan.
5. Penjelasan UUD yang terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia


Hasil sidang selanjutnya dari PPKI adalah memilih pemimpin negara (Presiden dan wakilnya). Pemilihan
umum tidak diselenggarakan karena saat itu negara dalam situasi darurat. Soekarno dan Moh. Hatta
secara aklamasi terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama. Terpilihnya Soekarno-
Hatta tidak lepas dari peran Otto Iskandardinata. Dialah yang mengusulkan agar Soekarno dan Moh.
Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Usul itu kemudian disetujui oleh PPKI dan dengan
suara bulat semua peserta sidang menyetujuinya.

3. Sebelum MPR terbentuk, tugas Presiden dibantu oleh Komite Nasional


6. Secara organisasi, Komite Nasional dalam sidang ini belum terbentuk. Jadi, hasil sidang ini
merupakan bentuk rekomendasi untuk ditindaklanjuti pada sidang-sidang berikutnya.

Berdasarkan hasil-hasil sidang PPKI di atas, maka secara ketatanegaraan berdirinya Negara
Republik Indonesia sudah memenuhi persyaratan utama, yaitu rakyat, wilayah, dan
pemerintahan, yakni Presiden dan Wakil Presiden.
tokoh-tokoh penting dalam perjuangan PROKLAMASI kemerdekaan
Indonesia beserta perannya :
7. Ir. Soekarno. Membaca teks Proklamasi dan menandatangani teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia
8. Drs. Mohammad Hatta. Mendampingi Ir. Soekarno pada waktu pembacaan
teks proklamasi dan ikut menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia bersama Ir. Soekarno.
9. Ibu Fatmawati (Istri Ir. Soekarno). Menjahit Sang Saka Merah Putih.
10. Sukarni. Mengusulkan agar naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno-
Hatta, atas nama Bangsa Indonesia dan menghadiri Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
11. Ahmad Soebarjo. Merumuskan teks proklamasi.
12. Chairul Saleh. Tidak menyetujui apabila anggota PPKI ikut menandatangani
teks proklamasi.
13. Wikana. Mengusulkan agar Proklamasi diadakan di Jakarta.
14. Darwis. Menyampaikan hasil rapat para pemuda Indonesia di gedung
Bakteriologi.
15. Latief Hendraningrat. Pengibar Sang Saka Merah Putih.
16. S. Suhud. Pengibar Sang Saka Merah Putih.
17. Suwirjo. Sebagai walikota Jakarta menyampaikan Pidato Sambutan.
18. Ki Hajar Dewantara. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
19. A.G. Pringgodigdo. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
20. Mr. A.A. Maramis. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
21. Dr. Muwardi. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
22. Dr. Buntaran Martoatmodjo. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia.
23. Mr. Latuharhary. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
24. Abikusno Tjokrosujoso. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
25. Anwar Tjokroaminoto. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
26. Otto Iskandardinata. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
27. Pandu Kartawiguna. Menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
28. Sayuti Melik. Mengetik Naskah Proklamasi
Rapat Raksasa Lapangan Ikada terjadi pada 19 September 1945,
saat Soekarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat di Lapangan Ikada dalam
rangka memperingati 1 bulan proklamasi kemerdekaan. Di berbagai tempat, masyarakat dengan
dipelopori para pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad
menyambut kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada tanggal 19
September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada
sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas.

Makna[sunting | sunting sumber]


Makna rapat raksasa di Lapangan Ikada antara lain sebagai berikut:

 Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemerintah Republik Indonesia dengan rakyatnya.


 Rapat tersebut merupakan perwujudan kewibawaan pemerintah Republik Indonesia terhadap
rakyat.
 Menanamkan kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia mampu mengubah nasib dengan
kekuatan sendiri.
 Rakyat mendukung pemerintah yang baru terbentuk. Buktinya, setiap instruksi pimpinan mereka
laksanakan.

Anda mungkin juga menyukai