Anda di halaman 1dari 59

KESELAMATAN PASIEN

(PATIENT SAFETY)

dr. Izati Rahmi, SpS


Sub Komite Keselamatan Pasien
RSUD PASAR MINGGU
• Hampir 1.200 terjadi KTD peristiwa serius di
rumah sakit di Inggris
• April 2012 dan Maret 2013 290 kasus
• Tahun 2013/14 338 kasus
• Tahun 2014/15 306 kasus

• Pada 2014/15 :
• 27 kasus gigi yang salah diekstraksi,
• kasus operasi ke mata yang salah
• 102 kasus di mana benda asing tertinggal di dalam
tubuh ketika luka dijahit.
• 4 kasus kesalahan identifikasi pasien
ACCESS TO HEALTHCARE
 KJS, BPJS, INA-CBG: Pemda vs. Masyarakat vs. Provider

QUALITY OF HEALTHCARE
 Ekspektasi masyarakat terhadap kualitas RS – tinggi
 Masyarakat majemuk dengan motivasi ekonomis tinggi
 Gemar menggugat (litigious Society)
▪ Capaian Saat ini:
▪ Terdiseminasinya pemahaman keselamatan pasien secara nasional melalui pelatihan dan akreditasi
RS
▪ Dilaksanakannya manajemen risiko di rumah sakit dan dipantau melalui mekanisme akreditasi RS
▪ Masuknya keselamatan pasien kedalam kurikulum pendidikan kedokteran dan kesehatan
▪ Tantangan Saat ini:
▪ Sistem pelaporan insiden, umpan balik, dan pembelajaran melalui web
▪ Kerjasama antar institusi
▪ Budaya keselamatan pasien
DASAR HUKUM
Resiko di rumah sakit

• RESIKO  Potensi terjadinya kerugian yang dapat timbul akibat proses kegiatan sekarang atau
kejadian dimasa yang akan datang
(ERM, Risk management handbook for healthcare organization)

• RESIKO KLINIS  semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien
yang bermutu tinggi, aman dan efektif.

• RESIKO NON KLINIS (Corporate risk)  semua isu yg dapat berdampak terhadap tercapainya
tugas pokok & kewajiban hukum dari RS sebagai korporasi
KATEGORI RESIKO
• PATIENT CARE RELATED RISKS : resiko yang berhubungan dengan perawatan pasien
• Ketidaktepatan pelayanan klinis,
• transfer / transport pasien,
• Kurang menjaga kerahasiaan informasi medis,
• Kurang baiknya komunikasi antar staf medis, dll

• MEDICAL STAF RELATED RISKS : resiko yang berhubungan dengan tenaga medik
• Ketidaktepatan credensial,
• Tindakan tidak sesuai kompetensi/kewenangan klinis,
• Tidak tersedianya PPK/SPO,
• Kurangnya pelatihan staf medik, dll
KATEGORI RESIKO (2)
• EMPLOYEE RELATED RISKS : resiko yang berhubungan dengan karyawan
Lingkungan kerja yang tidak aman
Penurunan pengendalian kesehatan karyawan
Tidak adanya kebijakan tentang kesehatan kary,dll

• PROPERTY RELATED RISKS : resiko yang berhubungan dengan properti/sarana/bangunan


Rendahnya perlindungan bangunan / lingkungan dari bahaya (kebakaran, gempa, dll)
Kurangnya proteksi catatan medik
Pemeliharaan alat medik tidak terencana baik
Pengendalian infeksi lingkungan, limbah, dll
KATEGORI RESIKO (3)
• FINANSIAL RISKS : resiko keuangan
Gangguan pada SIM-RS berakibat pada klaim / transaksi keuangan
Bad debt
Peningkatan suku bunga, dll

• OTHER RISKS : resiko lainnya


Resiko reputasi : tuntutan pasien
Pengaturan legalitas pelayanan, dll
Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
• Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
• Memimpin dan mendukung staf
• Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
• Mengembangkan sistem pelaporan
• Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
• Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
• Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

 DILAKUKAN OLEH PIMPINAN RUMAH SAKIT DAN BERSINERGI PIMPINAN


SATUAN KERJA
Tujuh Standar Keselamatan Pasien
• Hak pasien
• Mendidik pasien dan keluarga
• Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
• Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
• Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
• Mendidik staf tentang keselamatan pasien
• Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien

 DILAKUKAN OLEH KOMITE MUTU & KESELAMATAN PASIEN


Enam Sasaran Keselamatan Pasien :
• Ketepatan identifikasi pasien
• Peningkatan komunikasi yang efektif
• Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-allert)
• Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi
• Pengurangan risiko infeksi tekait pelayanan kesehatan
• Pengurangan risiko pasien jatuh
Gambaran Umum

• Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) wajib diterapkan diseluruh RS yang


diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
• Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Safety Solution
dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Pemerintah.
• Maksud dan tujuan SKP adalah untuk mendorong Rumah Sakit agar
melakukan perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.
• Sistem yang baik akan berdampak pada peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit dan keselamatan pasien.
Definisi Patient Safety
Menurut PMK RI No. 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, Definisi
keselamatan pasien rumah sakit adalah :
 suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi :
• assesmen risiko
• identifikasi dan pengelolaan risiko pasien
• pelaporan dan analisis insiden
• kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
• serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan, akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan Keselamatan Pasien

Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) :


• Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
• Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
• Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
• Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
5 Prinsip Keselamatan Pasien
Lima Prinsip yang dikemukakan oleh Kohn (2000) dalam rangka merancang safety system di organisasi
kesehatan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1. Provide Leadership, yaitu:
• Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan utama/prioritas.
• Menjadikan keselamatan pasien sebagai tanggung jawab bersama.
• Menugaskan seseorang yang bertanggung jawab untuk program keselamatan.
• Menyediakan SDM dan dana untuk analisis kesalahan dan redesign system.
• Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi “unsafe” dokter.
2. Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan proses, yaitu:
• Merancang pekerjaan untuk keselamatan.
• Menyederhanakan proses.
• Membuat standar proses.
5 Prinsip Keselamatan Pasien
3. Mengembangkan tim yang efektif
4. Antisipasi untuk kejadian tak terduga, yaitu:

• Pendekatan proaktif
• Menyediakan antidotum
• Training simulasi
5. Menciptakan atmosfer “learning”
ENAM SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Sasaran I : Mengidentifikasi pasien dengan benar


Sasaran II : Meningkatkan komunikasi yang efektif
Sasaran III : Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai
(high-alert medication)
Sasaran lV : Terlaksananya proses Tepat - Lokasi, Tepat - Prosedur,
Tepat -Pasien yang menjalani tindakan dan prosedur.
Sasaran V : Dikuranginya Risiko Infeksi terkait pelayanan kesehatan
Sasaran VI : Mengurangi risiko cedera karena pasien jatu
Sutoto.KARS 18
SKP 1
Mengidentifikasi pasien dengan benar
Standar SKP 1 :
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan (akurasi) identifikasi pasien

• Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan.
• Keadaan yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika
• Pasien terbius
• Mengalami disorientasi
• Tidak sepenuhnya sadar
• Dalam keadaan koma
• Saat pasien pindah tempat tidur
• Berpindah lokasi dalam lingkungan RS
• Lupa identitas diri
• dll
• Maksud dan tujuan Standar SKP 1 :
• Memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan
• Menyelaraskan layanan atau tindakan
• Proses identifikasi yang digunakan mengharuskan terdapat paling sedikit 2 dari identitas,
yaitu :
1. Nama
2. Tanggal lahir
3. No. Rekam Medis
4. No induk Kependudukan
• No. kamar / lokasi tidak boleh digunakan untuk identifikasi pasien.
• Identifikasi pasien :
• Verbal
• Visual
1. Secara verbal: Tanyakan nama dan tgl lahir pasien, untuk pasien yg tidak
menggunakan gelang identitias misal pasien rawat jalan
2. Secara visual: Lihat ke gelang pasien dua dari empat identitas, (nama dan tgl lahir)
cocokkan dengan perintah dokter, untuk pasien yg bergelang identitas, contoh pasien
rawat inap.

Petemuan Pertama seorang petugas dengan pasien, setiap petugas harus


memperkenalkan diri, dan kemudian :
3. Secara verbal: menanyakan nama pasien
4. Secara visual: melihat ke gelang pasien dua dari tiga identitas, cocokkan dengan
perintah dokter
Pertemuan berikutnya dapat lihat secara visual saja ke gelang pasien, dua identitas dari
empat identitas
Identifikasi pasien dilakukan dalam setiap kegiatan terkait intervensi kepada pasien :
1. Sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostic dan terapeutik
2. Sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan specimen dan
pemberian diet.
3. Sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan intravena, hemodialisis,
pengambilan darah, atau pengambilan specimen lain untuk pemeriksaan klinis,
kateterisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap
pasien koma
Gelang identitas RSUD Pasar Minggu terdiri dari :
• Gelang warna biru untuk pasien laki – laki.
• Gelang warna merah muda untuk pasien perempuan.
• Clip berwarna merah untuk pasien yang memiliki alergi.
• Clip berwarna kuning untuk pasien yang memiliki risiko jatuh.
• Clip berwarna ungu untuk pasien DNR
SKP 2
Meningkatkan komunikasi yang efektif
Pedoman komunikasi efektif
1. Komunikasi dengan masyarakat / komunitas
2. Komunikasi dengan pasien dan keluar
3. Komunikasi antar PPA (Profesional Pemberi Pelayanan) didalam / diluar
RS

Komunikasi antar PPA harus distandardisasi karena bila terjadi


miskomunikasi  membahayakan pasien
Standar SKP 2 :
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan efektivitas komunikasi verbal
dan atau komunikasi melalui telpon antar profesional pemberi asuhan (PPA)

Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous), dan diterima oleh
penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbetuk verbal, elektronik atau tertulis.
Komunikasi yag rentan terjadi kesalahan adalah saat
• Perintah lisan atau peintah melalui telepon
• Komunikasi verbal
• Saat menyampaikan hasil pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telephon
• Perbedaan dialek
• LASA
Pelaporan haasil pemeriksaan diagnostic kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan pasienn.
Pemeriksaan diagnostic kritis termasuk :
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan radiologi
c. Pemeriksaan kedokteran nuklir
d. Pemeriksaan ultrasonograafi
e. Magnetic resonance imaging
f. Diagnostik jantung
g. Pemeriksaan diagnostic yang dilakukaan di tepat tidur pasien, seperti hasil tanda-tanda vital,
portable radiograph, bedside ultrasound, atau transesofageal echocardiogram
RS menetapkana alur pelaporan nilai kritis
• Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentan angka normal secara
mencolok akan menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau
mengancam jiwa.
• Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukkan dengan jelas
bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostic dikomunikasikan
kepada staf medis dan informasi tersebut terdokumenntasi untuk
mengurangi risiko bagi pasien.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telepon dengan
aman dilakukan hal sebagai berikut :

1. pemesanan obat atau permintaan obat secara verbal dihindari


2. Dalam keadaan darurat saat dimana komunikasi secara tertulis atau
elektronik tidak dapat dilakukan, maka perlu dibuat panduan yang jelas
3. Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telepon adalah dengan
TBAK (Tulis, Baca dan Konfirmasi)
Komunikasi efektif secara lisan dilakukan dengan cara
menerapkan metode SBAR (Situation, Background,
Assesment, dan Recommendation) dan teknik TBaK (Tulis,
Baca Kembali (Read Back), Konfirmasi).
Instruksi dituliskan pada formulir pelaporan via telepon
harus di validasi oleh pemberi instruksi dalam waktu 1x24
jam, dengan ,memberikan paraf pada “form pelaporan via
telepon”.
Penulisan instruksi pada pelaporan dengan menggunakan metode SBAR dan teknik TBaK dicantumkan pada catatan terintegrasi
dan formulir/buku pelaporan via telepon

S  Situasi / Situation (Keadaan kita dan pasien saat itu)


Contoh: “Eni dari Dahlia, melaporkan keadaan pasien saat ini ada penurunan kesadaran”
B  Latar Belakang / Background (Riwayat penyakit pasien yang signifikan)
Contoh: “pasien CVA perdarahan, DM, dan Hypertensi. GDS 400, obat-obatan dari UGD....
A  Penilaian / Assessment (Masalah yang kita dengar, dilihat, didengar dan diperiksa saat itu)
Contoh : “GCS.., Tanda vital.., ada kelumpuhan sisi kiri dll
R  Rekomendasi / Recommendation (Saran, tanyakan pada konsulen)
Contoh : Ada saran dokter...., Dokter : Pindahkan pasien ke ICU....dst.
Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi:
a) antar profesional pemberi asuhan (PPA) seperti antara staf medis dan staf medis,
antara staf medis dan staf keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA
dan PPA lainnya pada saat pertukaran shif
b) antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi;
dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi
atau unit terapi fisik
Metode serah terima asuhan pasien
1. Tertulis
2. Verbal
3. Direkam
4. Di samping
Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan
pasien yang dapat berakibat kejadian yang tidak diharapkan (adverse event)
atau kejadian sentinel.
Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien,
dan pemberi laynan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan
pasien.
SKP 3
Meningkatnya Keamanan Obat yang perlu
diwaspadai (High Alert Medication)
Standar SKP 3 :
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses meningkatkan keamanan
terhadap obat-obat yang perlu diwaspadai

Obat yang perlu diwaspadai terdiri:


a. Obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadinya kesalahan (error) dapat menimbulkan kematian
atau kecacatan, seperti, insulin, heparin, atau kemoteraputik.
b. Obat, yang namanya, kemasannya, dan labelnya, penggunaan kliniknya, tampak/kelihatan sama
(look/alike), bunyi ucapan sama, seperti Xanax dan Zantac atau Hydralazine dan hydroxyzine.
(NORUM : Nama Obat Rupa Ucapan Mirip)
c. Elektrolit konsentrat sepert kalium/potassium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat
(kalium/potassium fosfat] [sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml], natrium/sodium klorida
[lebih pekat dari 0.9%] dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat].
d. Elektrolit dengan konsentrasi tertentu
Penyebab terjadinya medication eror ini adalah:
1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai
2) tersedia produk baru
3) kemasan dan label sama
4) indikasi klinik sama
5) bentuk, dosis, aturan pakai sama
6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah
• Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup
baik tentang obat high alert pada saat keadaan darurat. Dan untuk
meghindari kesalahan yang terjadi dilakukan pemindahan elektrolit
konsentrat dari area layanan perawat pasien ke unit farmasi.
• Dan bila RS ingin menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan
di unit/depo farmasi yang berada di bawah taggung jawab apoteker
Penyimpanan

Obat high alert disimpan di farmasi, dengan ketentuan sebagai berikut :


• Pisahkan obat high alert dari obat lain sesuai dengan Daftar Obat High Alert.
• Tempelkan stiker “High Alert” pada setiap obat high alert
• Berikan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan obat high alert yang terpisah dari
obat lain.
• Obat narkotika yang termasuk obat high alert hanya disimpan di Instalasi Farmasi.
• Obat LASA tidak disimpan/diletakkan berdekatan satu sama lain dan diberi stiker “LASA” pada
wadah penyimpanannya.
• Disimpan sesuai dengan ketentuan suhu penyimpanan obat.
Penyiapan Obat High Alert

• Harus dilakukan pemeriksaan oleh 2 orang petugas


yang berbeda (double checking).
• Dilakukan oleh tenaga farmasi
Pemberian obat high alert

Sebelum perawat memberikan obat high alert kepada pasien maka perawat lain harus melakukan
pemeriksaan kembali secara independen (double checking) :
• Kesesuaian antara obat dengan rekam medis/instruksi dokter dan dengan Daftar Obat Pasien.
• Ketepatan perhitungan dosis obat, rute, dan kecepatan infus obat high alert.
• Identitas pasien (nama lengkap pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir pasien, NIK).
• Setiap kali pasien pindah ruang rawat, perawat pengantar menjelaskan kepada perawat penerima pasien
bahwa pasien mendapatkan obat high alert.
• Perawat mengkomunikasikan hal – hal yang meragukan/kurang jelas dengan tenaga kesehatan lain
(dokter, apoteker).
• Perawat menghindari interupsi/gangguan pada saat pemberian obat high alert.
SKP 4
Terlaksananya proses Tepat Lokasi, tepat Prosedur,
Tepat Pasien yang menjalani Tindakan dan Posedur
Standar SKP 4
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses memastikan Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur dan Tepat-Pasien
yang menjalani tindakan dan prosedur.

Tindakan bedah dan prosedur invasif :


Tindakan yang mengiris, mengangkat, memindahkan, mengubah, atau memasukkan
alat laparaskopi/endoskopi ke dalam tubuh untuk keperluan diagnostik dan terapeutik

RS diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut:


1. Beri tanda di tempat operasi
2. Dilakukan verifikasi pra-operasi
3. Melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai
• Pemberian tanda di tempat dilakukan operasi atau prosedur invasif
melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat
dikenali
• Tanda yang digunakan harus konsisten digunakan diseluruh tempat di RS,
harus dilakukan oleh operator, saat melakukan penandaan pasien
sebisanya masih sadar dan terjaga, dan penandaan harus jelas terlihat.
• Penandaan dilakukan pada semua kasus
Penandaan lokasi operasi pada pasien di RSUD Pasar Minggu berupa “√ di
dalam O”.
• Penandaan lokasi operasi harus dilakukan oleh operator bedah. Untuk
elektif, penandaan dilakukan di Poliklinik atau ruang rawat inap pada saat
visit pre-op. Untuk cito penandaan dilakukan di IGD atau Instalasi Bedah
Sentral, paling lambat 1 jam sebelum tindakan.
• Untuk tindakan pengobatan gigi yang dilakukan di dalam kamar operasi
meliputi : fraktur mandibular, impaksi.
• Sedangkan untuk pencabutan gigi dilakukan di poli gigi. Penandaan pada
pasien gigi ditandai pada rontgen.
• Penandaan pada pasien mata ditandai dengan menggunakan plester di alis
mata yang akan dioperasi.
• Untuk operasi pada kasus struktur bilateral organ dalam seperti : URS,
pielolitotomi, nefrektomi ditandai pada foto Ct scan.
• Tahapan verifikasi operasi terdiri dari :
• Proses sign in yang dilakukan sebelum induksi anestesi, pada
saat pasien di ruang penerimaan operasi.
• Proses time out yang dilakukan sebelum insisi atau sayatan
pertama.
• Proses sign out yang dilakukan sebelum tim operasi dan pasien
meninggalkan ruangan operasi.
• Proses tahapan verifikasi ini berlaku pada setiap lokasi
di rumah sakit yang menjalankan prosedur operasi baik
yang dilakukan di kamar operasi atau di luar kamar
operasi seperti: IGD, ruang bersalin, dan ruang tindakan
bedah, termasuk prosedur tindakan medis gigi di rawat
jalan.
SKP 5
Dikuranginya Risiko Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan
• Melakukan cuci tangan dengan 6 langkah cuci tangan dari WHO
• Cuci tangan dilakukan pada 5 moment :
• Sebelum kontak dengan pasien
• Sebelum melakukan tindakan ke pasien
• Setelah terpapar cairan tubuh pasien
• Setelah kontak dengan pasien
• Setelah terpapar lingkungan pasien.
SKP 6
Mengurangi Risiko Cedera Karena
Pasien Jatuh
Standar SKP 6
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mengurangi risiko
pasien jatuh.

Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh
Berbagai factor yang meningkatkan risiko pasien jatuh :
a. Kondisi pasien
b. Gangguan fungsional (gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan atau perubahan
status kognitif)
c. Lokasi atau situasi lingkungan RS
d. Riwayat jatuh pasien
e. Konsumsi obat tertentu
f. Konsumsi alkohol
Pengkajian pasien risiko jatuh di RSUD Pasar Minggu meliputi :
• Pengkajian risiko jatuh pasien anak (usia 0–18 tahun)  skala Humpty-
Dumpty.
• Pengkajian risiko jatuh pasien dewasa (usia 18–60 tahun)  skala Morse
Fall Scale.
• Pengkajian risiko jatuh pasien geriatric (usia > 60 tahun)  skala Ontario
Modify Stratified.
• Pengkajian dan intervensi risiko jatuh pasien poliklinik dan penunjang medis (fisioterapi, lab dan
radiologi) dengan kriteria :
• Berusia > 60 tahun.
• Cara berjalan pasien yang tidak seimbang, sempoyongan / limbung, atau pasien yang berjalan menggunakan alat bantu
(tripot, kusi roda atau bantuan orang lain)
• Dalam 2 bulan terakhir mempunyai riwayat jatuh, terdapat gangguan orientasi dan penglihatan.
• Anak dengan gangguan tumbuh kembang
Untuk pasien rawat jalan dilakukan pemasangan pita kuning sebagai penanda pasien beresiko jatuh yang
dilakukan pertama kali oleh petugas security terlatih, oleh perawat nurse station atau unit terkait.
Dan dilepas apabila pasien akan meninggalkan rumah sakit (pintu lobby utama dan basement) oleh petugas
security.
Pada pasien dengan kriteria sebagai berikut :
• Kondisi medis : kejang, ataxia berat, pasca operasi, pasca tindakan seperti melahirkan,
post kuretage, menggunakan obat – obatan seperti sedatif, obat hipnosis, barbiturat,
fenotiazin, antidepresan, diuretik, Heparin, narkose.
• Kondisi mental, seperti : penurunan kesadaran, masalah neurologis, amnesia pasca
trauma.
Dianggap berisiko tinggi, maka petugas di semua unit yang terkait yang berada di Rumah
Sakit wajib melakukan pemasangan klip kuning (untuk rawat inap), segitiga kuning dan
pita kuning (untuk rawat jalan) dan menyiapkan prinsip – prinsip pencegahan risiko jatuh.
• Pada pasien neonatus dan anak usia ≤ 5 tahun tidak dilakukan pemasangan
klip kuning, namun dipasang penanda jatuh berupa segitiga berwarna
kuning pada tempat tidur, incubator, infant warmer, dan box bayi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai