Anda di halaman 1dari 28

KONSEP DAN AKAD PADA RUMAH SAKIT/KLINIK SYARIAH

Dr.Ir. Trisiladi Supriyanto, MSi


Disampaikan
Pada Rapat terbatas LK- MUI
Pembangunan FASKES MUI
Senin, 21 Juni 2021
A.Konsep Rumah Sakit Syariah

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomer 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan paripurna memiliki maksud bahwa pelayanan
kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan salah satu upaya
kesehatan di Indonesia sebagai satu upaya kesehatan di Indonesia sebagai salah satu bagian dari sistem kesehatan
Nasional (SKN). Sistem kesehatan Nasional memaparkan secara jelas bagaimana kedudukan Rumah Sakit sebagai
upaya kesehatan perorangan (UKP) baik di tingkat primer, sekunder, maupun tersier. Keberadaan rumah sakit terus
berkembang dari masa ke masa bahkan sekarang menjadi unit sosio-ekonomi termasuk yang akan diinisiasi oleh LK
MUI yaitu Rumah Sakit Terintegrasi Islamic Medicine Thibbun Nabawi.
Untuk mempertahankan agar nilai nilai mulia perumahsakitan tetap terpelihara sesuai prinsip syariah pada tanggal 1
Oktober 2016 DSN-MUI (Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) telah menerbitkan Fatwa tentang
Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Syariah (selanjutnya disebut Fatwa Rumah Sakit Syariah). Di Indonesia,
selama kurang-lebih 9 (sembilan) tahun belakangan, asosiasi rumah sakit Islam telah berusaha merintis Rumah Sakit
Syariah. Beberapa praktisi dan akademisi Kesehatan bahkan telah membentuk Majelis Upaya Kesehatan Islam
Seluruh Indonesia (MUKISI). Dengan standar seluruh aktivitas rumah sakit harus sesuai dengan Maqashid Syariah,
meminjam konsep Imam Syatibi, sehingga konsep Rumah Sakit Islam tidak hanya memenuhi prinsip prinsip Syariah
namun juga memenuhi maqashid Syariah.
Pengertian rumah sakit syariah menurut Majelis Syuro Upaya Kesehatan Islam Indonesia (MUKISI) adalah
rumah sakit yang seluruh aktifitasnya berdasarkan pada Maqasidu Syariah al Islamiyah. juga berfungsi untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pasien, sarana dakwah Islam di rumah sakit dan memberikan jaminan bahwa
operasional rumah sakit dilaksanakan sesuai syariah baik untuk pengelola manajemen maupun pelayanan
pasien sebagai pedoman bagi pendiri dan pengelola rumah sakit dalam pengelolaan sesuai prinsip syariah
Sehingga bisa dismpulkan yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah rumah sakit yang dalam
pengelolaannya mendasarkan pada Maqashid Syariah yaitu penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan
penjagaan harta. Dengan kata lain yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan tata
pengelolaannya berdasarkan prinsip syariah
Pelayanan kesehatan berupa Rumah Sakit yang berbasis syariah adalah tempat yang menjamin
terselenggaranya perwujudan konsep syariah dalam rangka memfasilitasi kebutuhan jasmani maupun rohani
semua komponen atau elemen dalam rumah sakit. Karena kesehatan adalah anugrah yang terbaik yang
diberikan Allah SWT kepada manusia setelah Islam. Kehadiran rumah sakit syariah menjadi solusi terbaik
terhadap kesehatan masyarakat muslim di Indonesia. Penerapan sertifikasi kesehatan Syariah oleh MUKISI
dengan menggunakan standarisasi dan berbagai persyaratan penilaian dan tentunya akan memakai prinsip
maqashid syariah dan akad-akad atau kotrak yang sesuai dengan prinsip syariah. Sesuai dengan fatwa DSN-
MUI No.107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan prinsip syariah,
akad-akad yang dipakai dalam transaksi keuangan di dalam Rumah Sakit syariah ialah akad ijarah, akad jual
beli, akad mudharabah, akad ijarah muntahiyyah bit-tamlik, akad musyarakah mutanaqishah, akad wakalah bil
ujrah. .
Prinsip yang diterapkan dalam akad yang terjadi pada akad rumah sakit syariah harus sesuai dengan
fatwa DSN MUI no 107, Pedoman Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dan indikator mutu wajib
rumah sakit syariah, kode etik rumah sakit syariah , kode etik dokter rumah sakit syariah dan standar
instrumen sertifikasi rumah sakit syariah yang dibuat oleh DSN MUI dan MUKISI sebagai standar rumah
sakit untuk dinyatakan sebagai rumah sakit yang syariah. Namun demikian, Kriteria syariah dalam Fatwa
DSN-MUI Nomor 107/DSN-MUI/2016 selanjutnya mengharuskan adanya standarisasi serta sertifikasi
Rumah Sakit Syariah. Bagi rumah sakit yang berkomitmen menyelenggarakan usaha syariah wajib
melalui proses penilaian produk, material medis, layanan dan pengelolaan dana sesuai pedoman Fatwa.
Sertifikasi komitmen ini diterbitkan oleh DSN-MUI. Kriteria-kriteria dalam Pedoman Rumah Sakit
Syariah yang saat ini menjadi acuan masih terkesan memberi arahan ekslusif dari orientasi yang dituju
untuk perlindungan individu (al kuliyat al khamsah) yaitu pasien muslim, sehingga konsep Islamic
Medicine bisa disempurnakan untuk obat obatan seperti herbal, bekam dan ruqyah. Selengkapnya dapat
diamati dalam tabel beriktu ini:
No Aspek Unsur Rincian Ket
1 Produk a. Transaksi  Transaksi menggunakan perjanjian dengan akad syariah Umum
 Akad harus sudah yang difatwakan oleh DSN-MUI Umum

2 Pelayananb. Standar  Memberikan pelayanan sesuai dengan Panduan Praktik Umum


pelayanan Klinis  
 Mengedepankan aspek kemanusiaan  Umum
 Mengedepankan aspek keadilan dan kewajaran dalam Umum
perhitungan biaya pasien
 
 Menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah dan
zhulm Umum
 Memiliki panduan tata cara ibadah yang wajib bagi
pasien muslim Muslim
 Memiliki Panduan Standar Kebersihan Umum
No Aspek Unsur Rincian Ket
c. Pegawai  Berkomitmen untuk selalu bersikap Umum
amanah, santun dan ramah  
 Memberikan pelayanan yang  
transparan dan berkualitas
Umum
 Memberikan konsultasi spiritual
keagamaan
d. Pengawasan  Memiliki Dewan Pengawasan Umum
Syariah
No Aspek Unsur Rincian Ket
3 Material medis e. Obat-obatan  Memiliki sertifikat halal dari Majelis UlamaMuslim
Indonesia (MUI)  
 Jika belum bersetifikat, minimal tidak  
mengandung unsur haram. Bgm dengan
herbal, bekam dan ruqyah? Yang masuk Muslim
kategori Islamic Medicine  
 Wajib melakukan prosedur informed  
consent
 
Umum
    f.Makanan, inuman, Wajib Memiliki sertifikat halal dari Muslim
kosmetik dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
barang gunaan
No Aspek Unsur Rincian Ket
4 Pengelolaan dana g. Penggunaan  Menggunakan jasa Lembaga Keuangan Umum
Syariah  
 Menggunakan Konsep Waqf Tunai ? Muslim
    h. Pengembangan  Tidak mengembangkan dana pada kegiatan Umum
usaha dan/atau transaksi keuangan dengan  
prinsip syariah
 
 Mengelola aset sesuai prinsip syariah
 
 Memiliki panduan pengelolaan dana zakat,
infaq, sedekah dan wakaf Umum
 
Umum
B. Akad-akad Syariah pada Rumah Sakit Syariah
Akad-akad yang diaplikasikan pada rumah sakit terjadi terjadi pada Supplier, Pasien, Ikatan
karyawan rumah sakit, lembaga akademisi, investor, lembaga keuangan, dan BPJS. Adapun
akad-akad yang digunakan oleh rumah sakit syariah yaitu, akad yang terkait dengan
pengelolaan sumber daya manuasia, akad dengan vendor perusahaan, akad dengan lembaga
pendidikan, akad dengan investor dan yang terakhir yaitu akad dengan lembaga keuangan.
Berikut akad syariah yang dipakai oleh rumah sakit :

1. Akad Ba’i
Akad Ba’i adalah pertukaran harta dengan harta menjadi sebab berpindahnya kepemilikan obyek jual
beli. Akad ba’i yang terjadi pada rumah sakit dibagi menjadi dua jenis transaksi yaitu ba’i naqdan
(tunai), taqsith (angsuran), ba’i ta’jil (tangguh) dan ba’i salam. Akad ba’i antara kedua jenis di sini
hanya dibedakan dari transaksi pembayarannya yang mana para pihak yang memakai akad ba’i ada
yang langsung dibayar secara tunai (naqdan), pembayaran tunai namun barang tertunda (salam)
ataupun pembayarannya secara jatuh tempo (taqsith dan ta’jil) sesuai dengan kesepakatan akad yang
tertera di dalam kontrak antara kedua belah pihak. jual beli antara pihak rumah sakit dan pemasok
(vendor) : a) bahan-bahan makanan dan air minum, b) pemasok obat-obatan/herbal/bekam/ruqyah
dan c) jual beli alat kesehatan/bekam. Jika konsepnya titipan atau konsinyasi maka akadnya adalah
samsara.
2. Akad ijarah
Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
dengan bayaran atau upah. Akad ini merupakan akad yang paling banyak dipakai dalam setiap kontrak baik
kepada paisen, karyawan pegawai begtu juga perusahaan. Aplikasi akad ini pada Rumah Sakit Syariah :
a. Pihak rumah sakit dengan pasien, akad ini berupa akad ijarah multijasa rumah sakit sebagai pemberi jasa
(ajir), dan pasien sebagai penguna jasa (Musta’jir) dalam upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien
sangat banyak di pakai antara kedua belah pihak baik Rumah sakit maupun pasien kontrol dan rawat inap
baik dari segi sewa tempat rawa, upaya jasa pengobatan,pemakaian alat alat medis dan hal lainya yang
memaki jasa rumha sakit.
b. Pihak rumah sakit dengan kepegawaian termasuk BOD dan karyawan atas pelayanan rumah sakir dimana
rumah sakit setuju dan sepakat untuk mengikat diri dalam suatu Perjanjian kerja berdasarkan akad ijarah
dengan ketentuan dan syarat-syarat sesuai dengan akad kontrak. Karyawan sebagai pengguna jasa
(musta’jir) dan rumah sakit sebagai pemberi jasa (ajir). Atau dengan menggunakan mudharabah
musytarakah dimana karyawan juga memiliki hak saham atas Rumah Sakit sehingga karyawan dapat bagi
hasil juga dari pendapatan atau keuntungan
c. Pihak rumah sakit dengan intansi luar, perusahaaan IT atau lembaga pendidikan, akad ini biasa di pakai
untuk observasi penelitian, magang,koas dan praktek lembaga pendidikan, pihak rumah sakit sebagai rumah
sakit pemberi jasa (ajir) dan pihak instansi pendidikan sebagai pengguna jasa (musta’jir) dengan obyek
dari transaksi yang dilakukan oleh pihak lembaga pendidikan.
d. Pihak rumah sakit dengan vendor dalam sewa menyewa tempat atau lapak musiman untuk berjualan di area
rumah sakit dimana pihak rumah sakit pemberi jasa (ajir) dan pihak vendor peruasahaan sebagai pengguna
a. Pihak rumah sakit dengan pihak tenaga kerja borongan atau kontraktor yang biasanya terjadi pada
proyek proyek bangunan rumah sakit, yang mana pihak rumah sakit sebagai (ajir) dan pekerja
pemborong bangunan sebagai pengguna jasa (musta’jir).
b. Pihak rumah sakit dengan perusahaan kebersihan. Akad ijarah dalam kontrak ini yaitu pihak rumah
sakit membutuhkan perusahaan yang memiliki Standar mutu kebersihan dalam tolak ukur yang sudah
ditetapkan dan disepakati agar terciptanya lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman.
c. Pihak rumah sakit dengan tenaga ahli perorangan teknik pada jasa service lift atau genset dimana
antara kedua belah pihak bersepakat untuk mengguanakan akad ijarah sesuai kesepakat kontrak akad
dan penyelesaian pekerjaan sesuai waktu yang di tentukan kontrak dengan adanya garansi satu bulan
pengecekan genset (bukan garansi sparepart).
d. Pihak rumah sakit dengan pemasok (vendor) perusahaan cleaning service, satpam, parkir dan
pengelola limbah bekas pakai yang tersedia di Rumah Sakit. Akad ijarah yang dipakai pada kontrak
ini yaitu dengan jasa perorangan yang pengelola seluruh bekas pakai limbah botol plabot infuse dan
drigen kemasan cairan hemodialisa dengan tujuan agar terciptanya kebersihan dan terhindar dari
penumpukan bangkai limbah infus dan dirgen yang ada di rumah sakit.
3. Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik (IMBT)

Akad ijarah muntahiyah bit tamlik adalah akad dengan sejenis perpaduan antara kontrak jual beli
dan sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si
penyewa. Sifat perpindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa. IMBT
merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.
Hal ini dapat disimpulkan terdapat dua bentuk penggabungan akad (hybrid contract) sekaligus
yaitu sewa-menyewa dengan jual beli dan sewa menyewa dengan hibah. Terjadinya akad ini Pada
rumah sakit dapat terjadi pada transaksi sewa atas kepemilikan di akhir pada alat laboratirum
seperti CT Scan, Rontgen, yang mana kesepaktan pihak rumah sakit dengan vendor perusahaan
alat ini disekpakati dengan transaksi pembelian alat film dari alat rontgen tersebut. Akad ini sudah
akad banyak dipakai oleh pihak rumah sakit dan akad ini akan lebih banyak lagi alat alat
laboratorium lainnya yang bisa digunakan dengan akad IMBT.
4. Akad Murabahah untuk Pembiayaan Kebutuhan
Karyawan Internal.
Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan
sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah
yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Sedangkan menurut istilah
murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Karena keuntungan yang menjanjikan itulah sehingga hampir
semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk financing dalam
pengembangan modal mereka.
Rumah sakit Syariah dapat memakai sistem keuangan akad murabahah yang diterapkan kepada
ikatan karyawan yaitu terjadi pada transaksi jual beli setiap kebutuhan yang di perlukan oleh
para karyawan rumah sakit dengan ujrah sepuluh persen setiaap transaksi yang disepakati
.dalam dalam akad ini biasanya dipakai pada jual beli alat elektronik seperti tv, handphone,
kulkas, motor dan lainya sesuai permintaan orang yang berakad.
5. Akad Wa’ad MOU

Akad Wa’ad Mou pada perjanjian disini adalah praktek kegiatan awal dari Lembaga Akademik
kepada Rumah sakit Syariah untuk berperan serta dalam program pendidikan Keperawatan dan
Kebidanan yang melaksanakan Praktik khususnya dalam peningkatan dan pengembangan mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Syariah, pendayagunaan dan peran serta segenap potensi
masyarakat khususnya lembaga Akademik. Tujuan adanya akad wa’ad MOU ini adalah untuk
kesepakatan bersama untuk Mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan di bidang
kesehatan di Rumah Sakit dan Meningkatkan Mutu Pendidikan dengan memperluas pengalaman
belajar klinik rumah sakit dan praktik lapangan serta ketrampilan bagi peserta program
pendidikan Keperawatan dan Kebidanan di Rumah Sakit.
6. Akad Musyarakah dan atau Penggabungan dengan Waqaf
Akad Musyarakah adalah akad kerjasama dalam investasi yang dilakukan oleh dua atau lebih pemilik
modal bisa berupa uang atau barang atau bentuk lainnya seperti tanah dengan kesepakatan pembagian
keuntungan dengan nisbah yang disepakati di depan. Akad ini dapat diterapkan antara pemilik tanah,
pemilik modal dan pihak Rumah Sakit Syariah jika pemilik Rumah Sakit juga memiliki modal seperti
bangunan rumah sakit yang dibangun dengan modal sendiri. Badan hukum yang bisa digunakan untuk
LK-MUI bisa dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Akad ini juga bisa diterapkan dengan pihak
Lembaga Keuangan, Asuransi, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Sosial lainnya dengan penggabungan
akad Waqaf atau Waqaf Tunai. Jika aqad waqaf yang digunakan maka berdasarkan histori maka badan
hukum yang digunakan sebaiknya menggunakan badan hukum organisasi masa seperti Persyarikatan
Muhammadiyah (UU tersendiri), dan tidak menggunakan badan hukum Yayasan karena dapat
diselewengkan oleh Dewan Pembina Yayasan yang merupakan pemilik Yayasan, sehingga Ormas atau
Lembaga Non Pemerintah seperti MUI bisa kehilangan kepemilikan atas Rumah Sakit Syariah tersebut.
Jika menggunakan badan hukum PT maka diperlukan ijin sebagai Nazir dari BWI dalam pengelolaan
dana waqaf. Porsi bagi hasil keuntungan dapat ditentukan dari kadar nilai peran dalam projek (bukan
berdasarkan modal keuangan).
7. Akad Mudharabah
Akad Mudharabah adalah akad kerjasama dalam investasi yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih dimana salah satu pihak sebagai pemodal (shohibul mal) sedangkan pihak lainnya sebagai
pengelola atau management. Akad ini dapat diterapkan pada investor atau Bank Syariah yang
membangunan bangunan atau alat alat rumah sakit Rumah Sakit dengan pengelola Rumah Sakit
atau Para Dokter dalam praktek Klinik Bersama. Badan Hukum PT denga akad Mudharabah
antara Investor dan Pengelola. Bagi Hasil bisa didasarkan atas keahlian dan nilai brand atau
merek dari Rumah Sakit Thibbun Nabawi yang dikembangkan
 

8. Model Bisnis Waqaf Tunai Cash Waqaf Link


Sukuk (CWLS) dan Bank Wakaf Mikro (BWM)

CWLS adalah investasi wakaf uang pada sukuk negara yang imbalannya disalurkan
oleh Nazhir (pengelola dana dan kegiatan wakaf) untuk membiayai program sosial dan
pemberdayaan ekonomi umat.
Dalam model CWLS ini, pengelola Rumah Sakit Syariah Thibbun Nabawi, bertindak sebagai
Mauquf Alaih atau penerima manfaat dari hasil pengelolaan waqaf tunai dari sukuk yang didesign
oleh Kementrian Keuangan dan oleh karena itu diperlukan persetujuan dan koordinasi lintas
kementrian dan Lembaga negara seperti Kementrian Agama, Kementrian Keuangan, OJK, BI dan
BWI sebagai penerima manfaat untuk proyek pembangunan Klinik/Rumah Sakit Syariah
Thibbun Nabawi. Melihat jumlah investasi klinik RS Thibbun Nabawi LK-MUI sebesar Rp 2.7
M maka klinik ini bisa di ajukan sebagai salah satu penerima manfaat atau mauquf alaih dr
CWLS ini. Namun jika pendirian klinik ini bukan sebagai proyek sosial maka kita tidak bisa
menggunakan skema ini.
9. Penawaran Saham

 Penawaran Saham ini bisa berupa Penawaran Umum (IPO Saham), Penawaran Terbatas dan
Penawaran Melalui Layanan Urun Dana (Equity Crowd Funding – ECF))
 
Penawaran Umum adalah kegiatan penawaran Efek yang dilakukan oleh Emiten untuk
menjual Efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang-undang
ini dan peraturan pelaksanaannya. Penawaran Umum meliputi penawaran Efek oleh Emiten
yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia atau kepada warga negara Indonesia
dengan menggunakan media massa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 Pihak atau telah
dijual kepada lebih dari 50 Pihak dalam batas nilai serta batas waktu tertentu.
Sedangkan penawaran melalui urun dana dapat dilakukan melalui skema Equity Crowd Funding
atau Security Crowd Funding melalui Financial Technology (Fintech)
10. Model Bisnis Waqaf Produktif
Dalam model sosial seperti ini, LK MUI harus mendapatkan persetujuan dari Badan Wakaf
Indonesia untuk bertindak sebagai Nazir agar bisa mengelola waqaf berupa lahan produktif yang
akan dikelola dan wakaf tunai (atau wakaf melalui uang) untuk bangunan dan alat alat Kesehatan
yang akan ditawarkan kepada masyarakat untuk pembuatan Rumah Sakit Thibbun Nabawi ini.
Kompoisisinya dapat berupa 85 % pokok waqaf dan 15 % merupakan sedekah operasional dan
promosi.

11. Penerbitan Surat Sukuk (Investasi)


Sukuk adalah surat berharga jangka Panjang berdasarkan prinsip Syariah yang dikeluarkan oleh
Emiten kepada pemegang sukuk yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang sukuknya berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar Kembali dana sukuk tersebut
pada saat jatuh tempo. (Fatwa DSN MUI No.32/2002). Akad sukuk yang diterbitkan dapat
berupa Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, Murabahah, Salam, Istishna.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai