Anda di halaman 1dari 23

Bell’s palsy (Prosoplegia)

Kelompok 3 :
Anggi Irfa Dwiyanti
Bella Anisa
Dicka Nanda Putri
Fathia Ulfa
Iwan Wahyudi
M Hafiz Pradana

By : PSIK
Internasionl
Kelompok 5:

]Anita
] Dian
Anggriani
] Dovinda
Sanjaya
]Robiah
DEFINISI

Bell’s palsy atau prosoplegia


adalah kelumpuhan fasialis tipe
lower motor neuron akibat
paralisis nervus fasial perifer
yang terjadi secara akut dan
penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik) di luar sistem saraf
pusat tanpa disertai adanya
penyakit neurologis lainnya.
EPIDEMIOLOGI
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab
terbanyak dari paralysis fasial akut. Penderita
diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi,
dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-
laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19
tahun lebih rentan terkena daripada laki- laki pada
kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi
pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester
ketiga dan 2 minggu pasca persalinan
kemungkinan timbulnya Bell’s palsy lebih tinggi
daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai
10 kali lipat.
ETIOLOGI
Diperkirakan, penyebab Bell’s
palsy adalah virus. Akan tetapi,
baru beberapa tahun terakhir ini
dapat dibuktikan etiologi ini
secara logis karena pada
umumnya kasus Bell’spalsy
sekian lama dianggap idiopatik.
Telah diidentifikasi gen Herpes
Simpleks Virus (HSV) dalam
ganglion genikulatum penderita
Bell’s palsy.
ANATOMI BELL'S PALSY

⚫Serabut somato
motorik
⚫Serabut visero-
motorik
⚫Serabut visero-
sensorik
⚫Serabut somato-
sensorik
PATOFISIOLOGI
Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah
satu teori menyebutkan terjadinya proses
inflamasi pada nervus fasialis yang
menyebabkan peningkatan diameter nervus
fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf
tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang
mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai
Gejala Klinik
⚫ Penderita merasakan ada kelainan di mulut pada
saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur,
minum atau berbicara.
⚫ Mulut tampak moncong terlebih saat
pada
meringis, kelopak mata tidak dapat
dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita
disuruh menutup kelopak matanya maka bola
mata tampak berputar ke atas.
⚫ Lesi luar foramen stilomastoideus
tertarik mulut ke arah sisi
di mulutyang
makanan sehat,
berkumpul di antar pipi dan gusi,
dan sensasi dalam (deep sensation) di wajah
PEMERIKSAAN PENUNJANG

⚫Pemeriksaan Fisis
⚫Pemeriksaan Laboratorium
⚫Pemeriksaan Radiologi
DIAGNOSIS

Diagnosis Bell’s palsy dapat


ditegakkan dengan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Pada pemeriksaan nervus kranialis
akan didapatkan adanya parese
dari nervus fasialis yang
menyebabkan bibir mencong,
tidak dapat memejamkan mata dan
rasa nyeri pada telinga.
PENCEGAHAN
⚫ Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk
mencegah angin mengenai wajah.
⚫ Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa
wajah langsung.
⚫ Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam
hari. Selain tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan
syaraf.
⚫ Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah/masker dan
pelindung mata.
⚫ Setelah berolah raga berat, JANGAN LANGSUNG mandi atau mencuci
wajah dengan air dingin.
⚫ Saat menjalankan pengobatan, jangan
membiarkan wajah terkena angin
langsung.Tutupi wajah dengan kain atau penutup.
PENGOBATAN

Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian


tetes mata metilselulosa, memijat otot-otot yang
lemah dan mencegah kendornya otot-otot di
bagian bawah wajah. Pemberian kortikosteroid
(perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau
1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-
lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya
dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit,
gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan
pasien.
Konsep asuhan
keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan klien dengan Belll's palsy meliputi
anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
diagnostik dan pengkajian psikososial.
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta
pertolongan kesehatan dalah berhubungan dengan
kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.

b. Riwayat penyakit saat ini


c. Riwayat penyakti dahulu
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
⚫ 2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan konsep diri (citra diri) yang berhubungan
dengan perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan
satu sisi pada wajah.
b. Cemas yang berhubungan dengan prognosis
penyakit dan perubahan kesehatan. Kurangnya
pengetahuan perawatan diri sendiri yang
berhubungan dengan informasi yang tidak
edekuat mengenai proses penyakit dan
pengobatan.
⚫ 3. Intervensi dan rasional
Dx 1 : gangguan konsep diri berhubungan dengan
perubahan bentuk wajah karena kelumpuhan satu sisi
pada wajah.
⚫ Data penunjang ;
- Ds: merasa malu karena adanya kelumpuhan
otot wajah terjadi pada satu sisi
lain
-Do: dahi di kerutkan,lipatan kulit dahi
hanya tampak pada sisi yang sehat
saja.
⚫ Tujuan : konsep diri klein meningkat
⚫ kriteria hasil : klien mampu menggunakan
Intervensi Rasional
•Kaji dan jelaskan kepada klien •intervensi awal bisa mencegah disstres
tentang keadaan paralisis wajahnya. psikologi pada klien

•Bantu klien menggunakan mekanisme •mekanisme koping yang positif dapat


koping yang positif membantu klien lebih percaya diri, lebih
kooperatif terhadap tindakan yang akan
dilakukan dan mencegah tetjadinya
kecemasan tambahan.

•Orientasikan klien terhadap prosedur • orientasi dapat menurunkan kecemasan


rutin dan aktivitas yang diharapkan.

•libatkan system pendukung dalam • kehadiran system pendukung


perawatan klien meningkatkan citra diri klien
Dx 2 : cemas yang berhubungan dengan prognosis
penyakit dan perubahan kesehatan.
⚫ Tujuan : kecemasan hilang atau berkurang
⚫ kriteria hasil : mengenal perasaannnya,
dapat mengidentifikasi penyebab atau
faktor yang mempengaruhinya dan
menyatakan ansietas
berkurang/hilang.
intervensi rasional
•kaji tanda verbal dan non verbal •reaksi verbal/non verbal dapat
kecemasan, dampingin klien dan menunjukkan rasa agitasi, marah
lakukan tindakan bila menunjukkan dan gelisah.
perilakumelakukan
•Mulai merusak tindakan •mengurangi rangsangan
untuk mengurangi kecemasan. eksternal yang tidak perlu.
Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
• Tingkatkan control sensasi •kontrol sensasi klien (dan dalam
klien menurunkan ketakutan) dengan
cara memberikan informasi
tentang keadaan klien,
menekankan pada penghargaan
terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri), yang positif,
membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan dan
•Beri kesempatan kepada •memberikan respons balik yang
dapat menghilangkan ketegangan
positif.
klien untuk mengungkapkan terhadap kekhawatiran yang tidak
kecemasannya dieksperesikan.
Dx 3 : Kurangnya pengetahuan perawatan diri sendiri
yang berhubungan dengan informasi
yasng tidak adekuat mengenai proses
penyakit dan pengobatan.
⚫ Tujuan : dalam jangka waktu 1x30 menit klien akan
memperlihatkan kemampuan pemahaman
yang adekuat tentang penyakit dan
pengobatannya.
⚫ kriteria hasil : klien mampu secara subjektif menjelaskan
ulang secara sederhana terhadap apa yang telah
didiskusikan.
intervensi rasional
•Kaji kemampuan belajar, •indikasi progresif atau reaktivasi
tingkatkan kecemasan, partisipasi, penyakit atau efek samping
media yang sesuai untuk belajar. pengobatan serta untuk evaluasi
lebih lanjut.

•Identifikasi tanda dan gejala •meningkatkan kesadaran


yang perlu dilaporkan kebutuhan tentang perawatan diri
keperawat untuk meminimalkan kelemahan.

•Jelaskan instruksi dan informasi •meningkatkan kerja sama/


misalnya penjadwalan pengobatan. partisipasi terapeutik dan
mencegah putus obat.

• Kaji ulang resiko efek samping •dapat mengurangi rasa kurang


pengobatan nyaman dari pengobatan untuk
perbaikan kondisi klien.

•Dorong klien mengeksperesikan •memberikan kesempatan


ketidaktahuan/kecemasan dan beri untuk mengoreksi persepsi
informasi yang dibutuhkan yang salah dan mengurangi
kecemasan.
⚫ 4.Implementasi
a. Melakukan komunikasi verbal untuk mengingatkan
bahwa pasien tidak sendiri
b. Mengkaji tingkat cemesan
c. Menberikan pengetahuan tentang penyakit
⚫ 5.Evaluasi
⚫ Hilangnya gangguan
konsep diri.
Thanks for u..!! □ □
□□

Anda mungkin juga menyukai