BACAAN
MA'MUM
DALAM Dipresentasikan oleh
DWI WINARNI (1120190013)
Takbiratul ihram adalah takbir yang dilakukan saat memasuki area terhormat
yang tidak boleh dinodai. Area terhormat itu adalah saat seseorang telah
memasuki shalat dengan takbir yang dengannya ia diharamkan melakukan
sesuatu selain amalan shalat. Ia juga disebut dengan Takbirah At-Taharrum.
Semua Imam mazhab sepakat bahwa shalat tidak sahtanpa takbiratul ihram.
Ketiga imam mazhab sepakat bahwa yang disebut tabiratul ihram adalah
permulaan shalat yang ditandai dengan menyebut, “Allahu Akbar”. Hanafiah
berbeda dalam hal ini. Menurutnya, takbiratul ihram itu tidak disyaratkan
dengan menggunakan lafal “Allahu Akbar”. Adapun bentuk takbir yang
menyebabkan sahnya shalat menurut Hanafiah adalah bentuk takbir yang
menunjukkan pada pengagungan Allah Swt. Semata tanpa harus mencakup
doa dan sebagainya.
Takbiratul Ihram
Jadi, setiap bentuk takbir yang menunjukan hal itu sah digunakan untuk
memulai shalat. Misalnya menyebut subhanallah, la ilaha illallah, Allah
Rahim, atau Allah Karim, yang menunjukkan pengagungan kepada Tuhan
Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi secara khusus. Namun, jika menyebut
astagfirullah, a’uzubillah, atau la haula wala quwwata illa billah, shalatnya
tidak sah sebab kata-kata itu mengandung permohonan ampun dan
perlindungan, bukan pengagungan Allah Swt.
menurut Imam Syafi'i takbiratul ihram dilakukan setelah takbiratul ihram imam-bagi
yang shalat berjamaah. menurut malikiah, menggerakkan lidah ketika bertakbiratul
ihram. mengucapkan takbir dgn suara yg dapat didengar oleh dirinya sendiritidak
termasuk syarat. kewabjiba takbiratul ihram gugur bagi org bisu, ia cukup berniat
saja. tetapi Hambaliah dan Hanafiah mensyaratkan agar takbiratul ihram diucapkan
dgn suara yg dpt didengar oleh dirinya sendiri. jika ia hanya menggerakkan lidah
solatnya tdk batal, keuali ia bisu. menurut Syafi'iah, hendaknya ia melakukan hal yg
memungkinkan baginya seperti menggerakkan lidah dan bibirnya.
2 Lafazh Doa
Iftitah
Dalam pandangan madzhab Hanafi dan Hanbali, dan ini yang sering dipakai
oleh Umar, Ibnu Mas’ud, Al-Auza’i, Ats-Tsauri bahwa lafazh doa iftitah yang
mereka pilih adalah lafazh doa yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, yang
berbunyi: ِ َ
ـَـاوتبـ َرـكـ حـم َـدـكـ
َِـبوَـ ْ َُاـ ّلّـهلـمـ حَـنـكـ
سبَـا
ُـ ْـَإَـلـهـ َُـ َّـ
جـدكـ ََـالوـ َـَـوتـَاعـلـىـ سـ َمـكـ
اْـ ُ
غيـ َرـكـ
Sedangkan dalam penilaian madzhab Syafi’i, mereka َـ ُْـ lebih memilih bahwa lafaz
doa iftitah terbaik itu adalah seperti yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi
Thalib yang berbunyi:
حـيـ،ـ
َـو ْمـ َاـ َي سـكـيـ ،ـ َُُـنوـِـ صـيـ ،ـ شكَـنـ،ـ ّـَّ ِإــَن َـِـَاـلت ُْـاْـلِـمِـير حـفـ ،ـ َـاوـمـ َـاَـنأـ ِـ َـمـنـ
ضـ َِـًـيناْـ ََـ ْرأاـلوـ تـ ّـَّ َاـلاـومِــَس جهـيـ ِـ ّـذَّـِـ
يلَلـ ََـ َفـطرـ تـ َـ ْوِـ َ ْ ّـ ََّه ُوــَج
َِْـاُـلمـكـ َـالـ َ َِـلهإـ ا ّـَِّـَلإـ ْـَـنأَـتـ اّلَّـ ُلـهــَم ْـَـن َأـتـ ُْـا ْلـمِـل
سـيمَـنـ،ـ ََِـلـبذوـكـ ِـ ُْـأـمرُـتـ ـاََـنأـوـ ِـَـمـنـ شَرـكـ َُـلهـ،ـ
َـِـي َِْـَاـلعـيمَـنـ،ـ َـالـ َـ َوِـماـمتـيـ ِـ ّـَّهـِـَللـ َّـِّرـِبـ
ب ا ّـَِّـَلإـ
ُـ ّنوُّـا َلـُذ َُِْـيـفغرـ ُـ ّـَّهـِـَنإـ َاـلـ َـِـجـيًمـاعـ ،ـ ُِـونذبـيـ غرـ ِـلـيـ
َاـ ْفِْـف ـ ِ َْــنبذـي،ـ عـتـ
َـاَـْوَـفرت ُ َـ َْـلظـمُـتـ ِ َْـفنـسـيـ ،ـ َ ُْـَـب
عدـكـ،ـ َـاَـنأـوـ ْـَـن َأـتـ ّـِّ َـ
يـِبرـ ،ـ
ـِيـ ا ّـَِّـَلإـ
َـاـِّئّ َهـس َْـ ِيُـصرـفـ ِّّـ َيعـِنـ ـِيـ َاـلـ
َـاـِّّئ َهـس يعِنـ
َـاْـوـ ِْـصرـفـ ِّّـَـ سهـ ا ّـَِّـَلإـ ْـَـن َأـت،ـ َـ ِْأـ َلـ ِ
حَـاـن َـأَْـا ِـل
خـقـ َاـلـ ْ َِـيـهدـيـ سـنـ َـ ِْأـ َلـ
حـِـ َـاْـِوـنهدـيـ ْـَـن َأـت،ـ
َْـأـ َُِْـت
سَـفغرـكـ َْـَاتـيولَعـت،ـ َـَْاـبركتَـتـ ك،ـ
ْ َِـ َيـلإـوـ ْ َِـيـلإـك،ـ َـاَـنأـ َِـبـكـ ّـُّ َّـَّاـلوـُرـَش ََْـيلـسـ ََْـيدـك،ـ ُـ ّـُّهـُـكُلـِـفـيـ خرـ
َـ ْاـ َلُوْـي سـيعدـكـ
َـَـوـْـ ََ كـلَبـ
َْـ ّيـَّ َ ْـَـن َأـت،ـ
iftitah makmum
Siapa saja yg ingin melaksanakan shalat maka kesunnahan membaca doa iftitah ini
berlaku baginya, bagi makmum, disunnahkan hukumnya untuk membaca doa iftitah
persis setelah selesai dari takbiratul ihram, pilihan panjang dan pendeknya doa yang
dibaca diserahkan kepada makmum dgn menyesuaikan kondisi imam agar supaya ketika
imam sudah mulai membaca Al-Fatihah, semua makmum sudah selesai membaca doa
iftitahnya. Dalam kondisi dimana imam sudah membaca Al-Fatihah dan makmum belum
membaca atau belum selesai dari doa iftitah, maka dalam hal ini para ulama berbeda
pendapat:
Para ulama dari madzhab Hanafi menilai bahwa jika imam sudah membaca Al-Fatihah
maka sudah cukup berhenti dari membaca iftitah dan fokus mendengarkan bacaan
imam, utamanya ketika shalat jahriyyah (shalat dimana bacaan imamnya keras).
madzhab Syafii, baik pada shalat sirriyyah maupun jahriyyah semua makmum tetap disunnah
membacanya, hanya saja ketika imam sudah mulai membaca Al-Fatihah hendaknya makmum
segera mempercepat bacaan agar sesegera mungkin selesai dari doa iftitahnya.
madzhab Hambali, hukumnya sunnah bagi makmum untuk membaca doa iftitah jika memang
ada kesempatan untuk membaca doa iftitah, dimana imam belum memulai bacaan Al-
Fatihanya, namun jika imam dalam shalat jahriyyah langsung membaca Al-Fatihah setelah
takbiratul ihram tanpa memberikan jedah diam sebentar untuk doa iftitah maka pendapat
para ulama dalam madzhab ini baiknya makmum tidak membaca iftitah dan diam saja
mendengarkan bacaan Al-Fatihah imam.
Hukum Membaca Al-Fatihah bagi Makmum
Syafi’iah : Makmum wajib membaca Al-Fatihah di belakang imam, kecuali
makmum masbuk yang tertinggal sebagian atau seluruh bacaan Al-Fatihah
imam.
Hanafiah : Makruf tahrim bagi makmum membaca Al-Fatihah di belakang
imam, baik dalam shalat sirriyyah maupun shalat jahriyyah berdasarkan hadis
yang berbunyi, “Orang yang memiliki imam, maka bacaan imam adalah
bacaannya juga.” Hadis ini diriwayatkan dari banyak jalan.
9
Menurut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat, bahwa duduk dan
membaca tahiat awal itu hukumnya sunah. Mereka juga mengatakan tidak
disunahkan untuk menambahkan atau memperpanjang bacaan tahiat awal,
bahkan menurut Imam Hambali, apabila ada makmum masbuq, maka ia tidak
menambahkan bacaan tahiat awal.
Menurut Syafi’iah, tasyahud akhir adalah fardu. Menurut Hanafiah, ia adalah
wajib, bukan fardu. Sementara itu, menurut Malikiah ia adalah sunah.
Menurut Hambaliah, orang yang meninggalkan tasyahud shalatnya tetap sah, tetapi
makruh tahrim. Menurut mereka, lafal tasyahud adalah
Malikiah: Mereka berpendapat bahwa lafal tasyahud adalah sbagai
berikut.
KESIMPULAN
Shalat mempunyai pengaruh yang sangat besar di dalam mendidik jiwa dan
membina akhlak. Salah satu amalan shalat serta pengaruhnya dalam
pembinaan jiwa adalah bacaan shalat.
Ketika menyebutkan sifat-sifat Allah seperti Rahman dan Ihsan, ia wajib
berusaha menghiasi jiwanya dengan sifat-sifat mulia tersebut sesuai dengan
sabda Nabi Muhammad Saw., “Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah. Dialah
Yang Mahasuci, Mahamulia, Maha Pemaaf, Maha Pengampun lagi Maha Adil
yang tidak pernah menzalimi manusia".
Jika dalam shalat yang didirikan secara istikamah dalam sehari-semalam seorang
muslim mengerti makna bacaan yang dilantunkan, semua sifat keagungan Tuhan
akan terpatri dalam jiwanya. Dengan demikian, ia akan menjelma menjadi sosok
yang arif, bijaksana, dan bisa menjalani hidup dengan indah. Inilah rahasia
terdalam di balik pemahaman yang utuh terhadap bacaan shalat, yaitu suatu
sarana pendidikan jiwa yang paling elegan.
KESIMPULAN
Bacaan Sholat antara Imam dan Ma’mum tidak ada perbedaan tetapi
membaca bacaan sholat sesuai keyakinan mahdzab yang di yakini
masing-masing orang. Selain itu ma’mum mengikuti gerakan sholat dan
bacaan sholat setelah imam.