SPEKTROFOTOMETER UV/VIS
Transmitan (T) dan Absorban (A)
• Intensitas sinar datang, Po,
akan berkurang akibat:
– Peristiwa pemantulan sinar oleh
dinding antarmuka sel. Sinar
Sinar
– Akibat scattering oleh molekul Datang, Po Keluar, P
yang besar.
– Absorpsi oleh bahan material
dinding sel.
• Untuk mengkompensasi efek di
atas, kekuatan sinar yang
dilewatkan oleh larutan sampel
biasanya dibandingkan dengan
kekuatan sinar yang dilewatkan
oleh sel yang sama/identik yang
hanya mengandung pelarut.
T = Plarutan / Ppelarut = P / Po A = log ( Ppelarut / Plarutan )
A log ( P / Po )
Hukum Beer
• Hukum Beer, menyatakan hubungan yang linier
antara absorban dan konsentrasi.
Po
A log T log bc
P
• Bila terdapat lebih dari satu senyawa yang
menyerap yang tidak bereaksi satu sama lain,
maka
Atotal = A1 + A2 + … + An
Penyimpangan terhadap hukum Beer
*
n *
*
n *
Contohnya:
Energi
-Metana (CH4) max = 125
Nonbonding
nm n
-Etana (C2H6) max = 135
nm Bonding
Trp Terekspos
Tyr Ke solvent
Solvent Perturbation Spectroscopy
Prinsip:
“Residu yang terekspos dipermukaan akan mengalami
perubahan lingkungan bila komposisi pelarut diubah,
sedangkan residu yang terkubur di dalam interior protein,
bila tidak ada denaturan, tidak dipengaruhi oleh komposisi
pelarut”
Trp Terekspos
Tyr Ke solvent
Solvent Perturbation Spectroscopy
• Bila absorpsi UV suatu protein
diukur dalam suatu buffer tertentu
dan kemudian diukur kembali
pada buffer yang mengandung
20% etilen glikol, maka
perbedaan yang terukur dapat
dihubungkan dengan residu yang
terdapat pada permukaan
protein.
• Perbedaan ini dapat diperjelas
dengan mengambil beda antara
dua spektra. Contoh beda
spektra untuk Tyr dan Trp yang
diukur pada buffer yang
mengandung dan tanpa 20%
etilen glikol.
Solvent Perturbation Spectroscopy
Koefisien extingsi molar N-asetil tirosin ester (Tyr) dan N-asetil triptofan
etil ester (Trp) untuk berbagai perturbant dalam larutan air.
Folded Unfolded
(N) (U)
Analisis Unfolding/Refolding
dengan spektroskopi UV
Folded-Unfolded Difference Spectra
• Saat protein unfold, residu
asam amino yang terkubur di
dalam interior non-polar dari
protein akan terekspos ke
dalam pelarut. Diantara residu
yang terkubur ini seringkali
terdapat tirsoin dan triptofan.
• Secara kualitatif unfolding
memberikan efek yang sama
seperti solvent perturbation.
Contoh BSA memberikan
pergeseran biru setelah
diekspos ke dalam larutan
GuCl 6M.
UV spectra untuk RNAse T1 wild type
dan varian Trp59Tyr
turun
Native
Wild Trp59 Unfolded
Type Tyr
RNAse T1
Wild type: 1 Trp; 9 Tyr
Trp59Tyr: 10 Tyr
Puncak Tyr
(287 nm)
Puncak Trp
(292 nm & 300 nm)
Kebergantungan Tyr dan Trp terhadap
konsentrasi denaturan
Trp
Titrasi protein dengan denaturan
N↔D
K = [D]/[N]
K = fD/fN = fD/(1 – fD)
G = -RT ln K
GH2O
Perbandingan kurva unfolding protein hasil
pengukuran dengan UV, fluoresence, dan CD
Kinetika proses refolding protein
Analisis Struktur Sekunder
protein dengan spektroskopi UV
Aplikasi spektroskopi UV jauh
Fenomena Fluoresensi dan Fosforesensi
• Fluoresensi adalah emisi
dari suatu singlet state,
dimana spin elektron +
dalam molekul
berpasangan. Ground Singlet
• Fosforesensi adalah
emisi dari triplet excited
state. Eksitasi triplet
- - -
melibatkan perubahan
orientasi spin dan ada tiga
Triplet
kemungkinan orientasi,
sehingga disebut sebagai
triplet.
Diagram Jablonski
Kompetisi proses
I deeksitasi
I
S2(0) I
Energi
3 ISC I
2 S1(0)
PR NR T1(0)
1 4
Phosphorescence
A
h
S0(0)
I = internal conversion S4 S3
PR = photoproduct formation
NR = non-radiative deactivation S2
ISC= intersystem crossing
h = radiative or fluorescence process
S1 Fluorescence
A
Phosphorescence
Panjang gelombang
Berbagai proses deeksitasi
Absorpsi foton: setelah M(S0) + h M(S1)
relaksasi vibrasi ke S1(0)
• Apabila I0 adalah intensitas dari cahaya (foton per detik), maka intensitas
fluoresensi, IF (foton s-1) adalah
IF ~ (jumlah total foton yang diserap/s, IA). (F)
Menurut hukum Lambert-Beer:
A = c l dan c l = log(I0 / I)
dimana I adalah intensitas cahaya yang ditransmisikan dalam foton s -1.
IA = I0 – I = I0(1 – 10-cl)
dan
IF = I0(1 – 10- cl)(F)
Nonradiative
1 st
triplet
102 – 10-11 sec
rs
cro
~1
y
Emission lifetimes
0
Inte ssing
stem
-8 se
c
Internal
conversion
~10-12 sec
Absorption ~ 10-15 sec
Nonradiative ~ 10-8sec
singlet
singlet
state
Ground
Singlet and radiative lifetime
Apabila suatu sampel dieksitasi dengan pulsa cahaya
sangat sempit dan menghasilkan populasi molekul
dalam keadaann tereksitasi, maka dapat dituliskan
persamaan diferensial yang mengaitkan konsentrasi
M(S1) pada setiap saat, t, dengan berbagai proses
deeksitasi:
-dM(S1)/dt = (kR + kNR + kISC + kPR) M(S1) Imax
I, fluoresens
bila diintegrasi akan memberikan
M(S1)(t) = M(S1)(0)e-kt = M(S1)(0)e-t/
Secara definisi waktu hidup (S) dari keadaan
tereksitasi, M(S1) adalah Imax /e
S = 1/(kR + kNR + kISC + kPR)
Radiative (fluorescence) lifetime dari S1 didefinisikan
sebagai: t
R = 1/kR
sehingga, quantum yield, F dapat direfolmulasi
menjadi
F = S / R
Jadi bila F dan S telah diukur, maka tetapan laju
molekul intrinsik, kR = 1/ R dapat dihitung.
Pengukuran quantum yield
• Quantum yield dapat
S M ( ) F ( M ) AM
diaplikasikan untuk menentukan
efisiensi fluoresensi dari suatu S S ( ) F ( S ) As
sampel untuk mengaitkan
fluoresensi dengan sifat2 struktur
dan interaksi dari molekul. S M ( ) AS
• Pengukuran F umumnya F (M ) F (S )
dilakukan dengan cara S S ( ) AM
membandingkan dengan standar
yang nilai mutlak F-nya telah
diketahui. Dimana SM() dan SS() adalah luas
SM() ~ F(M)AM daerah dibawah kurva untuk sampel
SS() ~ F(S)AS dan standar. Sedangkan AM dan AS
adalah absorban pada EX.
Standar untuk perhitungan quantum yield
2
n (sampel)
F 2
'
F
n (standar)
Excitation
Excitation sample
sample
monochromator
monochromator
Emission
Emission Detector
Detector
monochromator
monochromator
Electronics
Electronics
Fluorescence Spectroscopy
• Semua proses deeksitasi
radiatif selalu terjadi dari
tingkat vibrasi paling dasar
pada “first excited state”
(bilangan kwantum 0’).
• Mengapa spektrum
fluoresence berada pada
lebih panjang dibanding
spektrum absorpsi?
04’
05’ 03’ 40’
02’ 30’
50’
Intensity
Wavelength
Fluorescence Spectroscopy
max
S1(0)
5
Flurescence (arb. Units)
4 h
3 S0(n)
The most probable
2 radiative transition
from S1(0) S1(n)
1
18:1 of Tyr:Trp
Spektrum
Spektrumprotein
proteinmendekati
mendekatispektrum
spektrum
Trp,
Trp,karena
karenaintensitas
intensitasfluoresensi
fluoresensidari
dari
I/Imax
Tyr
Tyrdipadamkan
dipadamkan(quenched)
(quenched)oleh
olehTrp
Trp
Trp akibat
akibatdari
dariefek
efekenergi
energitransfer.
transfer.
albumin
(nm)
Tyrosine Fluoresence
max emisi dari Tyr tidak sensitif terhadap
perubahan lingkungan intensitas Tyr
digunakan sebagai marker perubahan
lingkungan dp max 298-305 nm
– Contoh Interaksi Protein-DNA: Intensitas
Tyr akan dipadamkan akibat adanya
interaksi - antara residu Tyr dan basa
asam nukleat. Efek pemadaman dapat
dikurangi dengan menaikan kekuatan
ion. Apabila asam amino bermuatan
positif seperti Arg diganti dengan Cys,
maka kekuatan ion yang diperlukan
untuk mengurangi efek pemadaman
akan berkurang. Arginin berfungsi untuk
meningkatakan kestabilan kompleks via
interaksi ionik dengan phosphate
backbone dari DNA. Oleh karena itu
metode ini dapat dipakai untuk
menentukan kekuatan afinitas
pengikatan antara Protein dan DNA.
• Intensitasnya dipadamkan apabila ada 280 300 320 240 360 380 400
Trp
Panjang gelombang (nm)
Tyrosin sebagai probe fluoresensi
Apocalmodulin Holocalmodulin
(Ca2+-free calmodulin) (Ca2+-saturated
calmodulin)
| | | | | |
280 300 320 340 360 380
Tryptophan fluorescence
• Fluoresnsi dari Trp lebih umum
digunakan sebagai probe.
max emisi dari Trp lebih sensitif
terhadap perubahan polaritas pelarut. Native
– Bila polaritas pelarut menurun max Denatured
emisi akan bergeser ke nilai yang lebih
rendah.
• Dalam air max emisi dari Trp = 350 nm,
tetapi di dalam pelarut hexana max
emisinya menjadi 310 nm.
• Bila Trp terdapat didalam interior non-
polar dari protein, maka max emisinya =
325-330 nm, tetapi bila Trp terdapat pada
permukaan maka max emisinya = 345-
350 nm.
• Sehingga bila protein memiliki satu residu
Trp, maka max emisinya dapat digunakan
sebagai probe untuk menunjukan
perubahan lingkungan.
• Untuk protein yang memiliki lebih dari 290 450
satu Trp, maka max emisinya akan
mencerminkan kontribusi semua residu Panjang Gelombang (nm)
Trp.
Flourescence resonance energy transfer (FRET)
• Pada keadaan tertentu, energi eksitasi
suatu fluorofor dapat ditransfer ke 3 4
fluorofor yang lain apabila memenuhi
F
persayaratan berikut: 1 2 A
A
– Adanya interaksi dipol antara dua
fluorofor D
D
– Adanya overlap antara spektrum
fluoresensi donor dengan spektrum
absorpsi dari aseptor.
• Keharusan adanya interaksi antar dipol Panjanggelombang
(nm)
menyebabkan kebergantungan dari
energi transfer terhadap jarak antar
gugus yang ada pada fluorofor yang
berpartisipasi.
1
Efisiensi
1 r / R0
6
C-AMP-dependent F
protein kinase
| | | | | |
500 520 540 560 580 600
Fluoroscein (EM = 520 nm)
Panjang gelombang (nm)
Rhodamine (EM = 580 nm)
Fluorescence quenching
Intramolecular quenching
• Dalam protein fluoresensi Trp seringkali dipadamkan melalui interaksi
intramolekul dengan asam2 amino yang berbeda. Proses pemadaman
ini berpengaruh pada besarnya tetapan laju relaksasi non-radiativ, kNR.
• Trp dipadamkan oleh Cys dan juga jembatan disulfida apabila
jaraknya dengan Trp sekitar 6-10 Å. Penyebabnya adalah pertukaran
elektronik.
• His memadamkan Trp melalui mekanisme transfer proton. Posisi 4
dari cincin indol Trp memiliki kerapatan elektron lebih tinggi pada
keadaan tereksitasi sehingga dapat menerima proton dari donor
seperti His.
• Gugus amida netral dari glutamin atau asparagin dan juga amida
backbone dari protein juga dapat memadamkan fluoresensi Trp yang
diakibatkan oleh ‘short range electron transfer process’.
• Bila Trp terletak di dalam lingkungan yang hidrofob dari protein, maka
F akan naik dan puncak spektrumnya bergeser ke energi yang lebih
tinggi dibanding saat residu Trp terekspos ke dalam pelarut.
Intermolecular quenching
Tanpa adanya quencher, Q,
• Quencher: acrylamide, I-, dan Cs+. kR
Fo
• Konsentrasi : 0.01 – 0.5 M kR k 0
• Acrylamide sering digunakan dimana k0 kNR kISC kPR
untuk menentukan derajat
‘exposure” dari residu Trp didalam Bila ada quencher
protein. kR
Caranya: acrylamide ditambahkan F
kR k0 kQ [Q]
sedikit demi sedikit dan fluoresensi
diukur pada setiap penambahan. rasio Fo dan F :
• Proses quenching dapat
Fo kR k0 kQ [Q]
diagambarkan sbb:
M(S1) + [Q] M(S0) + [Q]kQ[Q] F kR k 0
tetapan laju orde kedua, kQ, karena ' unquenched singlet life time' ,
adalah ukuran dari proses S 1 /(kR k0 ) maka
qenching tsb.
Fo Stern Volmer
1 kQ S [Q]
F relationship
Aplikasi hubungan Stern Volmer
karena F F, maka F / Fo Fo /F
4.5
Linear Stern Volmer plot
High [Q] surrounding the fluorofore
Dua kromofor mengalami
quenching dengan efisiensi
Fo/F
yang berbeda
Slope==KKSVSV==kkQQSS==degree
Slope degreeof
ofexposure
exposure
1
Linear Stern Volmer plot yang menunjukkan
Rendahnya akses Q terhadap fluorofor
0 [Quencher] M 0.5
Aplikasi spektroskopi fluoresens untuk
mempelajari interaksi protein-ligan
CaM-binding
4 Ca2+ peptide
holoCaM-MLT
apoCaM holoCaM
Spektrum fluoresens CaM-peptide
F
Kompleks Calmodulin-Polistes mastoparan
Polistes mastoparan memiliki satu residu | | | | | |
Trp, sedangkan calmodulin memiliki 2 300 325 350 375 400 425
residu Tyr. Eksitasi pada 295 nm akan Panjang gelombang (nm)
meniadakan efek fluoresen Tyr pada
calmodulin, sehingga spektrum murni Polistes mastoparan bebas
berasal dari Trp dari Polistes Kompleks Polistes mastoparan-CaM
mastoparan.
Efek konsentrasi ion kalsium pada spektrum fluoresens
kompleks calmodulin-mastoparan
2,4 ─
Fo = Intensitas fluoresens
mastoparan.
2,0 ─
F = Intensitas fluoresens terukur.
1,6 ─ 320 nm
F/Fo
340 nm
1,2 ─ 360 nm
P + L PL 1,7 ─
[PL] 1,6 ─
K
[P][L] 1,5 ─
1,4 ─
F/Fo
1,3 ─
1,2 ─
1,1 ─
1,0 ─| | | | | |
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi calmodulin (M)
Circular Dicroism
Electromagnetic Wave
E
H
Arah propaga
si
H
Arah propagas
i
E vectors
polarizer
Pengertian Linear dan circular Dichroism
• Dichroism adalah fenomena dimana absorpsi cahaya berbeda untuk arah polarisasi yang
berbeda.
• Linearly polarized light arah vektor medan listrik adalah konstan hanya besarnya
bervariasi. Molekul yang mengandung dipol searah dengan vektor medan listrik dapat
menyerap cahaya dari linearly polarized light.
Liniear dichroism didefinisikan sebagai beda antara absopsi paralel dan tegak lurus. LD()
= A║() - A┴()
• Circularly polarized light besarnya vektor medan listrik sama tetapi arahnya berbeda. Arah
vektor medan listrik untuk circularly polarized light bisa right or left handed dan kedua arah
memenuhi hukum Lamber Beer.
Circular dichroism adalah beda absopsi antara right dan left handed circularly polarized
light. CD() = AL() - AR() = [L() - R()]lc = lc
E
E
E
Circularly polarized light formation
P = polarisator
R = pelambat ¼ gelombang
Circularly Polarized Light
Pembentukan cahaya
terpolarisasi sirkuler.
Bila ada vektor-vektor E
dari dua gelombang
elektromagnetik berbeda
¼ dan saling tegak lurus,
maka resultan dari vektor-
vektor E tsb akan berotasi
sehingga membentuk
lintasan heliks (dotted line).
Elliptically polarized
• Bila gelombang terpolarisasi sirkuler kanan (R)
dan kiri (L) keduanya memiliki amplitudo yang A
sama, maka akan dihasilkan bidang
terpolarisasi, karena pada setiap titik
penjumlahan vektor E akan menghasilkan vektor
seperti pada gambar A.
EL ER
• Akan tetapi cahaya bidang terpolarisasi dapat
didekomposisi menjadi komponen L dan R, bila
amplitudo dari cahaya terpolarisasi sirkuler tidak
sama. Ujung dari vektor E akan mengikuti
lintasan elips dan cahaya tersebut dapat
dikatakan elliptically polarazed (gambar B)
• Parameter yang disebut ellipticity, , seringkali
digunakan untuk menggambarkan polarisasi B
eliptis. Ellipticity adalah sudut yang dukur dari
nilai tangen perbandingan sumbu mayor dan
sumbu minor dari elips.
EL ER
a
= tan-1(b/a)
b
Senyawa optik aktiv
H Cl
• Senyawa yang optik
H C C* OH
aktiv memiliki indeks
H H
bias, nL dan nR, dan
1-Choloro-1-hydroxylethane
koefisien absopsi molar,
L dan R, yang berbeda.
• Sifat optik aktiv
disebabkan oleh
asimetri dari molekul
tsb.
Rotasi bidang polarisasi
A B
Incident
light The
L R L R Theextent
extentofofthe
therotation
rotation
produced
producedbybyaasample
sampleofofaa
given
givenvolume
volumedepends
dependson onthe
the
number
numberofofchromophores
chromophoreswith with
nL = nR nL ≠ nR wich
wichthe
thewave
waveinteracts
interacts
Emerging
light 180d
L R
L (nL nR )
R
EL dan ER d = path length
Retarded equally EL retarded = wavelength
more than ER
Optical rotatory dispersion spectrum
• Umumnya istilah specific rotation, [] dan molar rotation, [M] lebih sering
digunakan.
[] = L/(dc)
dimana L adalah rotasi yang teramati dalam derajat, d adalah panjang
lintasan (centimeter), dan c adalah konsentrasi (gram/cm3)
[M]=( M)/(10dc)
dimana M adalah berat molekul (gram/mol). Satuan dari [M] adalah deg M-1
cm-1.
• Bila sampel yang diukur adalah polimer yang lebih umu dipakai adalah
mean residual rotation, [m] yang didefinisikan sebagai
[m] = ( M0)/(10dc)
dimana M0 adalah mean residue molecular weight berat molekul dari
polimer dibagi dengan sumlah monomernya.
• Kurva yang menunjukkan hubungan panjang gelombang dengan rotasi
optik dan dinyatakan dengan salah satu dari , [], [M] atau [m], disebut
optical dispersion spectrum
Circular Dichroism
• Abropsi cahaya terpolarisasi sirkular kiri (L) dan
kanan (R)
– Untuk senyawa non-optik aktiv, absorpsi terhadap L dan R
adalah sama.
– Untuk senyawa optik-aktiv, dalam rentang panjang
gelombang dimana absorpsi terjadi, untuk setiap panjang
gelombang akana terjadi perbedaan absorpsi terhadap L
dan R, Ldan R, yaitu sebesar
L - R =
dimana disebut juga circular dichroism atau CD.
positif, bila L - R > 0 dan negatif bila L - R < 0 artinya bila
molekul optik aktiv memiliki nilai CD positif, maka bayangan
cerminnya akan memiliki CD negatif dengan nilai yang sama
persis.
CD spektrum
• Pada eksperimen biasanya yang diukur adalah , tetapi dengan
alasan sejarah nilai elipticity, , yang diplot; didefinisikan sbb:
= 2.303(AL – AR)180/4 = 33 A degrees
Kurva kebergantungan terhadap disebut kurva CD atau spektrum
CD.
• Umumnya, istilah molar ellipticity dan mean residue ellipticity sering
digunakan.
[ ] = (M)/(10dc)
dimana adalah elipticity yang teramati (deg), M adalah berat molekul
atau mean residue molecular weight, d adalah panjang lintasan (cm)
dan c adalah konsentrasi (gr/mL)
• Dengan menggabung kedua persamaan diatas dan menggunakan
hubungan antara A dan dari hukum Beer-Lambert akan diperoleh:
[ ] = 3300
Spektrum CD vs Absorpsi
Native E. coli DNA
Denatured E.coli DNA
CD rata-rata empat nukleotida dalam air
Z-form
Electronics CD of polynucleotides:
Efek komposisi nukleotida
Electronic CD of Proteins
Kromofor CD utama dari protein
adalah gugus amida yang
terbentuk ketika dua asam amino 0
bergabung.
N-asetil-L-alanin-N’-metilamida
digunakan sebagai model amida
dengan karbon- asimetrik dan
rotasi bebas antara dua gugus -5
amida. Senyawa model ini
menghasilkan puncak spektrum
CD pada 195 nm yang
berpadanan dengan amida *. | | | | |
CD spektrumnya juga sama 160 200 240
dengan CD spektrum random koil Panjang gelombang (nm)
untuk kolagen.
N-asetil-L-alanin-N’-metilamida
Kolagen
Electronic CD of Polypeptide
20 – -helix
Poly (L-glutamic acid) pH 4,5
- -sheet (-helix)
Poly (L-lysine-L-leucine) pH 7
10 – -turn tipe II (-sheet)
Poly (L-alanine2-glycine2) pH 7
-
(-turn tipe II)
0–
-helix: 190 nm (pita positif,
- *┴); 208 nm (pita negaif,
*║); 222 nm (pita negatif,
-10 – n*)
4–
2– Tumor nectrosis factor-, tidak
memiliki -heliks dan hanya
0–
memiliki struktur -sheet.
-2 –
EcoRI endonuklease memiliki
-4 – kedua struktur sekunder baik -
heliks dan -sheet.
-6 –
-8 –| | | | | |
170 190 210 230 250 270
Panjang gelombang (nm)
Analisis perubahan struktur
ApoCaM
+ 4 Ca2+
HoloCaM
Analisis perubahan struktur
2000
1000
0
200 210 220 230 240 250 260
[q]MRD (degree.cm2.dmol-1)
-1000
-2000 25C
30C
40C
-3000 50C
55C
-4000 60C
70C
80C
-5000 90C
-7000
Wavelength (nm)
Analisis interaksi protein-ligan
HoloCaM
HoloCaM-melittin
Aplikasi ORD dan CD
ORD CD
1
1. -heliks
2. -sheet Pada = 208 nm
3. Random coil [ ] = [ ]R
[m] 2
[ ]
3
2
3
1
O
R O H
H H
H H H H
C C
C C H3C H
+
Deformation Rocking
Out-of-plane bending
+ + + - H3C CH3
H H H H
C C
C C
Wagging Twisting H3C H
In-plane bending
Intensitas pita infrared
• Suatu vibrasi hanya dapat menyerap readiasi IR, bila
vibrasi tersebut menyebabkan perubahan momen
dipol dalam molekul. Semakin besar perubahan
dipol, semakin tinggi intensitas pitas serapannya.
• Atom C dan O dalam gugus karbonil memiliki
perbedaan kelektronegatifan sehingga gugus
karbonil terpolarisasi secara permanen. Stretching
pada ikatan ini akan lebih meningkatkan lagi momen
dipol, oleh karena itu stretching C=O menyerap IR
dengan kuat.
- + -
O=C=O O=C=O O=C=O
Manakah di antara ketiga modus vibrasi CO2 di atas yang aktif IR?
Spektrum representasi dari IR
• Absis adalah bilangan gelombang (cm-1).
• Ordinat adalah absorban atau transmitan.
• Spektrum IR dibagi ke dalam tiga daerah:
1. IR jauh: < 400 cm-1.
2. IR tengah: 4000-400 cm-1. Paling banyak dipakai.
Hanya ada sedit pita IR pada daerah 4000-1800 cm-1,
tetapi banyak pita IR antara 1800-400 cm-1. Oleh karena
itu, pada spektrum IR seringkali skala antara 1800-400
cm-1 diperbesar sedangkan skala antara 4000-1800 cm-1
diperpendek.
3. IR dekat: 14.285-4000 cm-1.
Contoh representasi spektrum IR
Abrobance
Contoh representasi spektrum IR
Aplikasi IR untuk analisis struktur polipeptida
• Spektrum IR dari protein berasal dari absopsi gugus amida yang terdapat
pada ikatan peptida.
O
N C
H
• Gugus amida pada protein adalah planar dan memiliki 5 modus vibrasi in-
plane dan satu out-of-plane.
• Modus vibrasi in-plane berasal dari stretching C=O, C-N, N-H, dan
bending O-C-N; sedangkan out-of-plane berasal dari torsi C-N.
• Pita karakteristik dari gugus amida ada 9 pita: pita amida A dan B, serta
pita amida I-VII diurut berdasarkan turunnya frekuensi.
• Pita yang sering dipakai untuk studi konformasi adalah pita amida A,
amida I dan amida II.
Karakteristik pita IR amida dari protein
Pita Frekuensi (cm-1) Sifat vibrasi
A 3300 Stretching N-H
B 3110 Stretching N-H
I 1653 80% C=O stretching; 10% C-N stretching;
10% N-H bending
II 1567 60% N-H bending; 40% C-N stretching
III 1299 30% C-N stretching; 30% N-H bending; 10%
C=O stretching; 10% O=C-N bending; 20%
modus vibrasi lain.
IV 627 40% O=C-N bending; 60% yang lain
V 725 N-H bending
VI 600 C=O bending
VII 200 C-N torsion
Aplikasi IR untuk analisis struktur polipeptida
1623 1 -sheet
1632 15 -sheet
1640 16 Random coil
1648 24 -helix
1657 24 -helix
1667 11 Turns and bends
1675 7 -sheet
1684 2 Turns and bends
Total: -helix = 48%; -sheet = 23%; Turns and bends =13%; dan Random coil = 16%