PRAKTIKUM I
ELUSIDASI NON SPEKTROSKOPI
Tujuan percobaan:
Mahasiswa mampu memahami langkah-langkah untuk mengetahui struktur senyawa
organik yang tidak diketahui, memanfaatkan aturan 13 dan perhitungan derajat unsaturated
untuk membuat prediksi struktur.
Dasar teori
Senyawa organik biasanya tersusun atas gugus homolog (rantai) yang sifanya tahan
terhadap reaksi kimia dan gugus fungsional yang rentan terhadap reaksi kimia. Oleh karena
itu, identifikasi struktur untuk menganalisis hasil reaksi sering kali hanya dilakukan analisis
perubahan gugus fungsi. Sedangkan untuk identifikasi struktur isolasi biasanya dilakukan
keseluruhan baik terhadap gugus fungsi maupun rantai homolognya. Secara umum prosedur
identifikasi senyawa organik unknown antara lain:
1. Penetapan konstanta fisika senyawa unknown (titik lebur, titik leleh).
2. Analisis unsur (elemental) secara kualitatif maupun kuantitatif.
3. Penentuan sifat kelarutan dalam baik dalam air, asam/basa dan pelarut organik seperti
alkohol atau n-heksana, dll.
4. Interpretasi spektrum infra-merah untuk menentukan gugus fungsional.
5. Tes karakterisasi kimia untuk menentukan kelas kimia senyawa unknown.
6. Penelusuran literatur, untuk senyawa-senyawa kimia yang memiliki kelas dan sifat fisika
yang sama dengan sampel senyawa unknown.
7. Membandingkan senyawa yang telah diketahui kemiripannya dengan senyawa unknown.
Sebelum kita memulai membahas elusidasi struktur senyawa organic dengan metode
spektroskopi, sebaiknya kita mengingat kembali metode non-pektroskopi sederhana yang
sangat berguna dalam identifikasi struktur. Perhitungan derajat ketidakjenuhan atau
Unsaturated Degree (UD) memberikan kita informasi jumlah ikatan rangkap, sehingga kita
dapat menentukan perkiraan senyawa kita termasuk alkana, alkena atau alkuna. UD juga
mempermudah kita menghitung jumlah cincin benzena dalam suat molekul organik, sehingga
sangat membantu kita memperkirakan rumus molekul dari senyawa Unknown.
(1.1)
(1.2)
Aturan 13 juga tidak kalah bergunanya bagi kita untuk memprediksi struktur senyawa
organic nonspektroskopi. Aturan ini dipakai jika informasi yang kita dapatkan hanya berat
molekulnya saja. Pavia et al (2001) memberikan rumusan langkah aturan ini. Langkah
pertama, kita akan memakai rumus dasar yang mengasumsikan bahwa di dalam senyawa
organic hanya ada karbon dan hydrogen. Berat molekul (M) senyawa tersebut kita bagi
dengan angka 13 (massa 1C+1H), sehingga menghasilkan bilangan bulat (n) dan pecahan
(r/13) seperti pada persamaan 1.3.
(1.3)
Jumlah atom karbon dirumuskan dengan n-1, sedangkan jumlah atom hydrogen dirumuskan
dengan r+n, sehingga rumus molekul senyawa yang memiliki berat molekul M adalah
CnHr+n.
Latihan:
1. Tentukan 5 buah struktur molekul dengan BM 60 dan bagaimana cara
mengidentifikasi masing-masing kelima struktur tersebut dengan reaksi kimia atau
reagen?
2. Suatu senyawa amina primer, sekunder dan tersier dengan gugus homolog R berupa
alkil. Tentukan cara membedakan manakah yang primer, sekunder dan tersier dengan
reaksi kimia atau reagen?
3. Suatu senyawa mempunyai berat molekul 142 g/mol. Tentukan semua kemungkinan
rumus molekulnya dengan asumsi:
a. Senyawa di atas hanya terdiri dari C dan H
b. Senyawa di atas terdiri dari C, H dan O
c. Senyawa di atas terdiri dari C, H dan N.
4. Bagaimana cara membedakan adanya gugus fungsi OH yang ada pada senyawa
alcohol, fenol dan asam karbosilat menggunakan reaksi kimia?.
5. Tentukan golongan senyawa jenuh atau tak jenuh dari rumus molekul di bawah ini
dan gambarkan strukturnya.
a. C8H7NO
b. C3H7NO3
c. C21H22N2O2
PRAKTIKUM II
SPEKTROSKOPI ULTRAVIOLET-VISIBEL (UV-Vis) I
Tujuan percobaan:
Mahasiswa diharapkan mampu menentukan harga panjang gelombang maksimum
teoritis untuk senyawa sistem diena.
Dasar teori
Pada molekul organik, tingkat energi dasar biasanya merupakan elektron valensi dari
tiga tipe orbital molekul yaitu sigma, pi dan non bonding. Spektroskopi UV-Vis absorpsi
memiliki penggunaan yg terbatas. Pada spektroskopi uv-vis, transisi yang terjadi setelah
penyerapan energi yaitu elektron tereksitasi menuju ke orbital energi yang lebih tinggi yang
ada pada tingkat energi elektronik dari elektron valensi. Ketika molekul menyerap cahaya
pada panjang gelombang maksimum, elektron valensi tereksitasi dari orbital molekul terisi
tertinggi (HOMO) ke orbital molekul kosong terendah (LUMO).
Dari situ dapat kita simpulkan bahwa kebutuhan energi untuk setiap transisi dari
yang terkecil adalah nπ* < dan terbesar adalah σσ*. Namun tidak semua transisi ini ada
pada range daerah energi UV-Vis. Elektron dari ikatan sigma terlalu erat terikat untuk
dipromosikan oleh radiasi di wilayah 200-700 nm. Oleh karena itu alkana, alkohol jenuh,
alkena sederhana menunjukkan tidak ada atau sangat sedikit penyerapan uv. Hanya nπ*,
nσ* dan ππ* saja yang masuk di daerah energi Uv-Vis.
Beberapa hal yang mempengaruhi pergeseran nilai panjang gelombang maksimum antara
lain:
1. Jumlah ikatan rangkap terkonjugasi.
2. Jenis pelarut yang dapat menstabilkan atau mendestabilkan eksitasi electron.
3. pH lingkungan/pelarut.
Woodward-Fiesher rule merupakan kaidah perhitungan untuk memprediksi panjang
gelombang maksimum teoritis suatu senyawa dengan struktur yang telah diketahui.
Subtituen alkil x4 20 nm
Pelarut n-heksana (koreksi) -11 nm
Panjang gelombang maks teoritis 279 nm
Evaluasi
Tentukan panjang gelombang maksimum teoritis untuk senyawa-senyawa dibawah ini:
PRAKTIKUM III
SPEKTROFOTOMETRI INFRA MERAH
Tujuan percobaan:
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menginterpretasikan data spektrum
Inframerah.
Dasar teori
Hampir setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen, apakah senyawa organik atau
anorganik, akan menyerap berbagai frekensi radiasi elektromagnetik dengan panjang
gelombang (λ) 0,5–1000 μm). Dalam kimia organik, fungsi utama dari spektrometri
inframerah adalah mengenal (elusidasi) struktur moelkul, khususnya gugus fungsional seperti
OH, C = O, C = C. daerah yang paling berguna untuk mengenal struktur suatu senyawa
adalah pada daerah 1-25 μm atau 10.000–400 cm-1. Dalam praktek satuan yang lebih umum
dipakai adalah satuan frekuensi (cm-1) dan bukan saatuan panjang gelombang. Serapan setiap
tipe ikatan (N-H, C-H, O-H, C-X, C=O, C-O, C–C, C=C, C=N, dan sebagainya) hanya
diperoleh dalam bagian-bagian kecil tertentu dari daerah vibrasi infra merah. Kisaran serapan
yang kecil dapat digunakan untuk
menentukan setiap tipe ikatan.
Dalam rangka memperoleh informasi struktur senyawa organik yang dianalisis, kita
harus terbiasa dengan frekuensi atau panjang gelombang dimana berbagai gugus fungsional
menyerap. Berdasarkan ikatan dan atom yang terhubung pada pegas dengan dua massa saling
terhubung. Menggunakan konstanta gaya K (kekuatan ikat) dan dua massa m1 dan m2, maka
persamaan Hooke dibawah ini menunjukkan bagaimana frekuensi atau bilangan gelombang
absorpsi molekul akan berubah sebagai fungsi dari perubahan system.
Tambahan tips untuk membedakan berbagai turunan senyawa karbonil (C=O) pada
1715 cm-1. Jika konjugasi dari molekul kuat, pita serapang strong/tajam, maka pita serapan
akan bergeser ke kanan kurang lebih 30 cm-1 ~1685 cm-1.
Jika ada absorbs dari karbonil, maka coba untuk cek apakah senyawa tersebut:
asam karboksilat Cek OH grup (broad serapan sekitar 3300-2500 cm-1)
Amida Cek NH grup (1 atau 2 serapan sekitar 3500 cm-1)
Ester Cek C-O grup (medium serapan sekitar 1300-1000 cm-1)
Anhydrida Cek 2 C=O serapan sekitar 1810 and 1760 cm-1
Aldehid Cek aldehid CH grup (2 serapan lemahsekitar 2850 and 2750 cm-1)
Keton jika seluruh ciri diatas tidak ditemukan, maka senyawa keton.
Contoh 2: interpretasi serapan pada spectra FTIR dan pembahasan untuk mengikuti proses
isolasi atau reaksi.
Isolasi eugenol dari minyak cengkeh
Spektrum IR eugenol
3433.63 cm-1 menunjukan adanya gugus OH dari alkohol
3078.39 cm-1 menunjukan adanya gugus C-H sp2.
2939.52 dan 2846.93 cm-1 menunjukan adanya gugus C-H sp3.
1604.77 dan 1512.19 cm-1 menunjukan adanya streching vibrasi C=C benzena.
1265.30 dan 1203.58 cm-1 menunjukan adanya gugus C-O sp2.
1126.43 dan 1033.85 cm-1 menunjukan adanya gugus C-O sp3.
Puncak pada 3433.29 cm-1 dengan kenampakan broad dan intensitas yang sangat besar
yang menunjukan adanya gugus OH dari alkohol, serta puncak 1265.30 dan 1203.58 cm-1
menunjukan adanya gugus C-O sp2 memiliki intensitas yang lebih tinggi dari pada puncak
1126.43 dan 1033.85 cm-1 menunjukan adanya gugus C-O sp3, serta penampakan puncak-
puncak diatas merupakan puncak terpenting karena membuktikan bahwa senyawa yang
diambil dari isolasi terhadap minyak cengkeh adalah eugenol.
Metilasi eugenol
Pembuatan metil eugenol dilakukan dengan mereaksikan eugenol hasil isolasi dari minyak
cengkeh dengan Dimetil Sulfonat (DMS) dalam suasana basa kuat. Dalam suasana basa kuat
tersebut dimetilsulfat bereaksi dengan garam eugenolat untuk menghasilkan metil eugenol.
Metil eugenol yang dihasilkan dapat dibuktikan secara struktural dengan analisis
spektrofotometer IR dimana terdapat puncak yang menunjukan ikatan-ikatan dalam senyawa
tersebut. Berikut kromatogram hasil analisis FTIR senyawa yang telah disintesis :
Latihan 1:
Latihan 2:
Asam salisilat dapat disintesis dari bahan alam minyak gandapura melalui reaksi hidrolisis
ester dengan katalis basa NaOH.
OH O-Na+ OH
H2SO4
NaOH
O O O
O +Na-O HO
CH3
Dari spektrum di bawah ini manakah yang merupakan bahan awal dan hasil,
jelaskan.
PRAKTIKUM IV
SPEKTROSKOPI H-NMR
Tujuan Percobaan :
mahasiswa memahami dan mampu menginterpretasikan data spektrum H-NMR
Dasar Teori
Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti-inti
tertentu dalam molekul organik, bila molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat.
1
Inti-inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan sebagai inti yang mempunyai spin ( 1 H ,
13
6 C ) dan inti atom yang tak mempunyai spin ( 136 C , 12
6 O ). Suatu inti berspin akan
menimbulkan medan magnet magnet kecil yang disebabkan oleh suatu momen magnetik inti.
1
Bagi ahli kimia organik, nuklida penting yang mempunyai spin inti ialah 1 H , 136 C .
Nuklida yang mempunyai spin dapat dimanfaatkan dalam spektroskopi NMR, mereka
menyerap energi tidak pada radiofrekuensi yang sama. Nuklida yang paling lazim dipelajari
1
dengan metode NMR adalah 1 H , proton.
Bila molekul yang mengandung atom-atom hydrogen diletakkan dalam medan
magnet luar, maka momen magnet tiap inti hydrogen atau proton, mengambil salah satu
orientasi yaitu paralel atau antiparalel terhadap arah medan magnet luar.
Bila proton tersebut dikenai gelombang radio dengan frekuensi yang cocok, maka
proton akan menyerap energi sehingga mengalami flip(jungkir balik). Penampakan spectra
NMR, proton yang lebih mudah terbalik akan menyerap pada H0 lebih rendah dan akan
menimbulkan puncak bawah medan (downfield, lebih ke kiri). Proton yang sukar membalik
akan menyerap energi pada H0 tinggi dan menimbulkan puncak atas medan (upfield, lebih ke
kanan). Tetrametilsilana (TMS) merupakan senyawa yang digunakan sebagai standar (peak
pada = 0 ppm) karena senyawa TMS yang paling terperisai.
Tabel pergeseran kimia
Bila sensivitas alat ditingkatkan maka tampilan puncak mengalami pemisahan spin-
spin yang disebabkan oleh adanya proton tetangga yang tak ekuivalen dengan proton yang
sedang dibahas. Pemisahan spin mengikuti aturan n + 1, dengan n adalah jumlah atom
tetangga. Disebut singlet bila n=0 (puncak tunggal), doblet bila n=1 (puncak rangkap) dan
seterusnya.
Contoh 1.
Tentukan struktur dari senyawa C10O14 yang memberikan data H-NMR sebagai berikut :
a. Singlet ( 1,30 ppm, 9H)
b. Singlet ( 7,28 ppm, 5H)
Jawaban
Arti huruf a dan b adalah dalam senyawa terdapat dua macam/ jenis proton yang berbeda atau
non-ekuivalen. Proton a berjumlah 9 (9 H) semuanya ekuivalen satu sama lain, hingga
memberikan serapan atau beresonansi pada pergerseran kimia 1, 30 ppm dengan
kenampakan tunggal atau singlet. Sembilan proton (9 H) tersebut terikat pada atom karbon.
Kesembilan proton yang ekuivalen tidak lain adalah bentuk tersier butyl dengan rumus
molekul –C4H9.
CH3
C CH3
CH3
Contoh 2.
Interpretasikan data spectra H-NMR di bawah ini
Jawaban
Informasi yang diperoleh dari data spectra di atas adalah : pada puncak 1,30 ppm
dengan penampakan triplet mempunyai 3 proton (3H) yang terikat dengan atom karbon.
Penampakan triplet berarti bahwa proton tersebut mempunyai 2 proton tetangga, sehingga
dapat disimpulkan puncak tersebut menunjukkan gugus etil atau –CH2CH3. puncak 3,90
ppm muncul sebagai quartet dengan jumlah proton 2, artinya bahwa suatu gugus metilen
yang mempunyai 3 proton tetangga yang berarti puncak tersebut menunjukkan adanya gugus
etil. Dua puncak doblet pada 6,80 ppm dan 7,30 ppm dengan 2 proton untuk masing-
masing puncak merupakan cirri khas dari gugus aromatis disubstitusi pada posisi para atau
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa gugus etil terikat dengan gugus aromatis disubstitusi
pada posisi para. Substituen kedua pada gugus aromatis merupakan gugus yang tidak
mengandung proton karena tidak ada puncak yang menunjukkan adanya proton lain selain
yang telah diterangkan.
Contoh 3
Tentukan jumlah lingkungan kimia, banyaknya proton serta jumlah proton tetangga untuk
masing-masing lingkungan kimia dari spectra dibawah ini.
Spectrum diatas menunjukkan ada 3 lingkungan kimia yaitu spectra pada serapan
dengan pergeseran kimia 3,6 ppm, 4,6 ppm dan 7,4 ppm. Spectrum 1 pada 3,6 ppm memiliki
bentuk penamoakan singlet yang berarti proton pada lingkungan kimia tersebut tidak
memiliki tetangga. Jumlah proton atau integrasi puncak adalah 1. Dari data-data tersebut
dapat diusulkan bahwa lingkungan kimia spectrum 1 memiliki gugus X-H/O-H (X tidak
mempunyai proton.
Spectrum 2 memiliki penampakan singlet yang berarti proton pada daerah
lingkungan kimia tersebut tidak memiliki proton tetangga. Jumlah proton spectrum 2 adalah
2. Dari data-data tersebut dapat diusulkan bahwa spectrum 2 memiliki gugus X-CH2-X
dengan X tanpa proton.
Spectrum 3 ada di daerah 7,6 ppm daerah ini adalah daerah khas kemunculan proton
aromatic/benzene. Ada dua puncak yang muncul mengindikasikan bahwa proton benzene
terbagi menjadi 2 lingkungan kimia yang berbeda yaitu proton pada C2 dan C6 yang dekat
dengan subtituen benzene dan proton pada C3, C4 dan C6 yang jauh dari subtituen. Pengaruh
jarak membuat proton-proton tersebut mendapatkan pengaruh kerapatan electron yang
berbeda.
Latihan:
Interpretasikan spectra-spektra H-NMR dibawah ini.
1.
C4H10O
6
2
doubl
et
1
1
doubl multipl
et et
2. C4H8O3
1 2
3. C9H10O
CH O 3
9 10
1
4
4. C5H10O2
3
3
2
2
5. C8H9Br
44
PRAKTIKUM V
SPEKTROSKOPI C-NMR
Tujuan Percobaan
Mahasiswa memahami dan mampu menginterpretasikan data spektrum C- NMR.
Dasar Teori
Prinsip dasar spektroskopi C-NMR sama dengan H-NMR. Perbedaannya adalah
spektroskopi proton atau H memberikan informasi structural mengenai atom-atom hydrogen
dalam sebuah molekul organik. Spektroskopi C-NMR menghasilkan informasi struktur
mengenai karbon-karbon dalam sebuah molekul organik.
Dalam spektroskopi H-NMR kita bekerja dengan isotop hydrogen alamiah; 99,98 %
1
atom hydrogen alamiah adalah 1 H . Namun 98,9 % atom karbon dalam alam adalah ,
suatu isotop yang intinya tidak mempunyai spin. Sehingga yang dapat dibaca oleh alat adalah
isotope .
13
Terdapat dua tipe utama 6 C yaitu : Spektrum yang menunjukkan pola pemisahan spin-spin
13
6 C - H (spektrum kopling proton) dan spektrum yang tidak menunjukkan pola itu (spektrum
dekopling proton).
1. Spektrum dekopling proton
13
Spektrum yang tidak menunjukkan pemisahan spin-spin 6 C tidak terkopling dengan
H. Tidak adanya penguraian dalam suatu spektrum dekopling proton, maka isyarat
untuk tiap kelompok atom karbon yang ekuivalen secara magnetik akan muncul
sebagai singlet. Dengan menghitung banyaknya puncak dalam spektrum itu dapat
ditentukan banyaknya macam karbon dalam sebuah molekul.
Contoh:
Interpretasikan data spektrum C-NMR di bawah ini:
Jawaban:
a. Gambar bawah menunjukkan spektrum 13C-NMR dekopling dari vinil asetat. Informasi
yang diperoleh yaitu terdapat 4 macam dalam senyawa tersebut
b. Gambar atas menunjukkan spektrum 13C-NMR kopling dari vinil asetat informasi yang
diperoleh yaitu karbon karbonil pada δ =169 ppm adalah suatu singlet, jadi karbon ini
tidak mengikat hidrogen satupun. Isyarat untuk karbon CH3COO2CH=CH2 terurai
menjadi suatu doublet dalam spektrum kopling. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
satu H yang terikat padanya. Serupa pula isyarat CH2 pada δ = 98 ppm adalah suatu
triplet dan sinyal CH3 pada δ =20 ppm adalah quartet.
Latihan:
Prediksikan berapa puncak yang akan muncul pada spectra jika suatu senyawa memiliki
rumus struktur sebagai berikut:
PRAKTIKUM VI
SPEKTROSKOPI MASSA
Tujuan percobaan
Mahasiswa dapat menentukan pola fragmentasi suatu senyawa organic berdasarkan
spektra MS
Dasar teori
Dalam ruang pengionan spektrometer massa, suatu contoh dalam keadaan gas
dibombardir dengan elektron yang berenergi cukup untuk mengalahkan potensial ionisasi
pertama senyawa itu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron
berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul tersebut dan diubah dan
terbentuknya suatu ion positif yang berenergi tinggi (ion-ion molekuler atau ion-ion induk),
yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (ion-ion anak). Lepasnya elektron dari
molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai M M+. Ion
+
molekuler M biasanya terurai menjadi sepasang fragmen, yang dapat berupa radikal dan
ion, atau molekul yang kecil dan radikal kation. Dalam spektrometer massa, hanya fragmen
yang bermuatan positif yang dideteksi. Ion anak yang terbentuk dalam perjalanan (tidak
dalam ruang pengionan) disebut sebagai ion metastabil.
Spektrum massa ialah alur kelimpahan versus rasio massa/muatan (m/e atau m/z) dari
fragmen-fragmen itu.
Fragmentasi spektrum massa digolongkan menjadi tiga jenis :
a. Homolisis
X Y X + Y
b. Heterolisis
X Y X+ + Y
c. Hemi-heterolisis
X+ Y X+ + Y
Diduga bahwa elektron dalam orbital berenergi tertinggi (elektron yang paling
longar) adalah elektron yang pertama-tama akan lepas. Jika sebuah molekul mempunyai
elektron-elektron n (menyendiri), maka salah satunya akan dilepaskan. Jika tidak terdapat
elektron n, maka akan dilepaskan sebuah elektron pi. Jika tidak terdapat elektron n maupun
pi, maka ion molekuler akan terbentuk dengan lepasnya sebuah elektron sigma.
Fragmentasi dipengaruhi oleh :
a. Efek percabangan
b. Efek suatu heteroatom atau gugus karbonil
c. Hilangnya sebuah molekul kecil
d. Penataan ulang McLafferty
Adanya isotop, terutama untuk C, Cl, Br, dan S mungkin menimbulkan ion molekuler lebih
dari satu dan intensitasnya sesuai dengan kelimpahannya di alam.
Contoh 1.
Terangkanlah pembentukan ion pada m/e 15 dan m/e 43 dalam spektrum massa 2-
metilpropana.
Jawaban
CH3 -CH
CH3
3
H3C C + CH3 H3C C +
H H
m/e 43
CH3 -CH
CH3
3
H3C C + CH3 H3C C + CH3+
H H
m/e 15
Contoh 2.
Spektrum massa iodoetana (M = 156) disajikan dalam spektrum di bawah ini. Berikan
mekanisme untuk menerangkan pembentukan puncak itu:
Jawaban
m/e 156 sesuai dengan C2H5I+; m/e 127 sesuai dengan I+, yang terbentuk karena pembelahan
C–I:
C 2H 5 I C 2H 5 + I
m/z=127
m/e 29 sesuai dengan kation etil C2H5+ yang terbentuk karena pembelahan C – I
Evaluasi
Evaluasi 1
Sarankan struktur dan pola fragmentasi yang dapat menerangkan peak-peak yang dijumpai
dalam spektrum massa berikut ini :
a. n-butana, m/e = 58, 57, 43, 29, 15
b. 1-bromopropana, m/e = 124, 122, 43, 29, 15
c. 5-metil-2-heksanon, m/e = 71, 58, 43
Evaluasi 2.
Berikan struktur kimia senyawa yang memberikan spektrum massa berikut dan terangkan
mekanisme pembelahannya.
PRAKTIKUM VII
ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK I
(Gabungan Spektrum Inframerah dan H-NMR)
Tujuan Percobaan :
Mahasiswa memahami dan mampu menginterpretasikan gabungan data spektrum
Inframerah dan H-NMR untuk meramalkan/mengusulkan struktur suatu senyawa organik
Dasar Teori
Dari spektrum inframerah dapat disimpulkan identitas gugus-gugus fungsional. Dari
spektrum H-NMR, seringkali dapat disimpulkan struktur dari bagian hidrokarbon suatu
molekul. Kadang-kadang mungkin untuk menyimpulkan struktur lengkap senyawaan hanya
dari spektrum inframerah dan H-NMR. Lebih lazim adalah diperlukannya informasi
tambahan (seperti reaktivitas kimia, analisis unsur, dan spektrum lain).
Langkah-langkah dalam melakukan elusidasi struktur senyawa organik menggunakan
spektrum inframerah dan H-NMR adalah:
• Tentukan gugus fungsi-gugus fungsi yang ditunjukkan oleh spektrum IR
• Tentukan banyaknya lingkungan kimia, perbandingan proton dan jumlah proton
tetangga yang ditampilkan oleh spektrum NMR serta simpulkan jenis gugus yang
terdapat di dalamnya (metil (CH3), metilen (CH2), aril, atau gugus berproton lainnya)
• Susun gugus fungsi – gugus fungsi yang bersesuaian menjadi bentuk usulan struktur
senyawa dengan berpedoman pada data NMR (jumlah lingkungan kimia, jumlah
atom tetangga)
• Diperoleh usulan struktur senyawa organik
Contoh 1
Suatu senyawaan mempunyai rumus molekul C3H6O. Spektrum inframerah dan H-
NMRnya disajikan pada gambar di bawah ini. Bagaimana struktur senyawaan ini
Jawaban:
Dari rumus molekul, diketahui bahwa senyawa itu memiliki satu oksigen; jadi
senyawaan itu mungkin suatu alkohol, eter, aldehida atau keton. Karena rumusnya bertipe
CnH2nO, maka mungkin struktur itu atau mengandung satu ikatan rangkap (C=C atau C-O)
atau satu cincin. Untuk membedakan gugus fungsionalnya digunakan spektrum inframerah.
Nampak absorpsi di sekitar 1750 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus karbonil, C=O. Maka
dapat disimpulkan bahwa mungkin sekali oksigen itu tidak dalam bentuk gugus hidroksil atau
gugus eter, melain dalam bentuk gugus karbonil (aldehida atau keton). Ini berarti bahwa tidak
terdapat cincin (hanya ada 3 C!)
Dalam spektrum H-NMR, tak dijumpai absorbsi bawah medan yang offset. Spektrum
NMR hanya menunjukkan suatu singlet, oleh karena itu semua hidrogen (enam) haruslah
ekuivalen, dan tak ada hidrogen bertetangga yang non-ekuivalen. Maka senyawaan itulah
pastilah propanon (aseton) : (CH3)2C=O.
Contoh 2
Suatu senyawaan mempunyai rumus molekul C8H10O2. Spektrum inframerah dan H-
NMRnya disajikan pada gambar di bawah ini. Bagaimana struktur senyawaan ini.
Jawaban
Rumus molekul C8H10O2 menunjukkan ketidakjenuhan atau cincin. Bila ditinjau
daerah aril pada spektrum NMR, maka jelas senyawa ini mengandung cincin aromatis.
Spektrum inframerah menunjukkan serapan OH pada 3370 cm-1, dan tidak ada serapan C=O.
Setidaknya satu atom oksigen telah terhitung. Atom oksigen kedua kemungkinan terdapat
pada gugus OH kedua atau pada sebuah gugus OR (eter).
Spektrum NMR menunjukkan adanya sebuah cincin 1,4-disubstitusi benzena (bentuk
doblet ganda yang simetris di daerah sekitar = 7,0 ppm). Bentuk singlet di daerah = 3,7
ppm pasti berasal dari sebuah gugus CH3 yang berikatan dengan O (singlet berarti proton
tidak punya tetangga). menunjukkan bahwa cincin aromatis tersebut adalah disubstitusi pada
posisi para (1,4-disubstitusi benzena).
Sementara dapat kita tentukan bagian-bagian struktur senyawa yaitu :
OH H3CO
karena adanya gugus H3CO -, maka hanya ada satu gugus OH dalam molekul. Dalam
spektrum NMR ditunjukkan pada daerah = 3,1 ppm. Adanya gugus CH2 tanpa proton
tetangga ditunjukkan oleh bentuk spektrum yang singlet pada daerah = 4,4 ppm.
Sehingga satu-satunya struktur yang dapat diusulkan bila bagian-bagian struktur tadi
digabungkan adalah sebagai berikut :
H3CO CH2OH
Evaluasi
Tentukan struktur senyawaan dari data spektrum inframerah dan H-NMR di bawah ini :
1. Rumus molekul C10H12O2
PRAKTIKUM VIII
ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK II
(Gabungan Spektrum inframerah, H-NMR dan C-NMR)
Tujuan Percobaan :
Mahasiswa memahami dan mampu menginterpretasikan gabungan data spektrum
Inframerah 1H-NMR dan 13C-NMR untuk meramalkan/mengusulkan struktur suatu senyawa
organik
Langkah-langkah dalam melakukan elusidasi struktur senyawa organik menggunakan
spektrum inframerah dan H-NMR adalah:
• Tentukan gugus fungsi-gugus fungsi yang ditunjukkan oleh spektrum IR
• Tentukan banyaknya lingkungan kimia, perbandingan proton dan jumlah proton
tetangga yang ditampilkan oleh spektrum NMR serta simpulkan jenis gugus yang
terdapat di dalamnya (metil (CH3), metilen (CH2), aril, atau gugus berproton lainnya)
• Susun gugus fungsi – gugus fungsi yang bersesuaian menjadi bentuk usulan struktur
senyawa dengan berpedoman pada data NMR (jumlah lingkungan kimia, jumlah
atom tetangga)
• Diperoleh usulan struktur senyawa organik
Contoh:
Suatu senyawa memiliki spectra sebagai berikut, analisislah seluruh spectra hingga diperoleh
kesimpulan struktur senyawa yang dimaksud.
FTIR
13
C-NMR
1
H-NMR
Pembahasan:
Tabel Hasil interpretasi spektra FTIR
Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi
3356 O-H
3255 N-H
3078 C-H aromatis
2931 CH3 asimetris
2864 CH3 simetris
1635 C=O
1597 C=N
1496 C=C
1365 CH3 terminal
Puncak pada bilangan gelombang 3356 cm-1 merupakan puncak serapan dari gugus
OH. Puncak pada bilangan gelombang 3078 cm-1 merupakan serapan dari Ar-H pada cincin
aromatis. Bilangan gelombang 2931 cm-1 merupakan serapan CH3 asimetris, sedangkan pada
2854 cm-1 merupakan serapan vibrasi dari gerakan yang simetris. Munculnya serapan pada
bilangan gelombang 1365 cm-1 juga turut mengkonfirmasi adanya gugus CH3. Bilangan
gelombang 1635 cm-1 mengkonfirmasi adanya gugus CO karbonil dan 1597 cm-1
mengkonfirmasi adanya gugus C=N. Puncak pada bilangan gelombang 3325 cm-1 merupakan
serapan dari gugus NH.
Table Hasil 1H-NMR
Puncak Pergeseran kimia Kenampakan Tetapan kopling Jumlah dan
(δ, ppm) (J, Hz) Tipe proton
1 3,96 Singlet 3, -OCH3
2 6,96 Doublet 7,8 1, -ArA-H
3 6,95 Triplet 7,1 1, -ArA-H
4 7,38 doublet 1,95 1, -ArB-H
5 7,44 Triplet 7,78 1, -ArA-H
6 7,69 Doublet 1,95 1, -ArB-H
7 7,91 Doublet 8,45 1, -ArA-H
8 8,18 Singlet 1, -Csp2-H
Hasil analisis 1H-NMR senyawa pirazolina 3c menunjukkan ada 8 jenis proton
dengan jumlah total proton sesuai dengan total integrasinya yaitu 10 proton. Proton 1 dengan
integrasi 3 merupakan proton dari OCH3. Proton ini muncul pada daerah yang paling up field
daripada yang lain. Proton 2 muncul sebagai doublet dengan tetapan kopling Jorto=7,8 Hz
karena terkopling oleh proton 5. Proton 3 dan 5 muncul sebagai triplet dengan tetapan
kopling Jorto=7,1 dan 7,8 Hz yang berarti terapit oleh 2 atom yang masing-masingnya
memiliki 1 H. Proton 4 dan 6 muncul sebagai duplet dengan tetapan kopling Jmeta=1,95 Hz.
Hanya ada 2 proton yang mempunyai tetapan kopling meta, sehingga besar kemungkinan
proton 4 dan 6 saling mengkopling. Proton 7 muncul sebagai doublet dengan tetapan kopling
Jorto=8,45 Hz dan terakhir proton 8 munccul sebagai singlet pada daerah yang paling down
field.
Tabel Hasil Analisis 13C-NMR
Puncak Pergeseran Jenis karbon Puncak Pergeseran kimia Jenis karbon
kimia (δ, ppm) (δ, ppm)
1 56,99 O-CH3 9 129,69 ArB-C
2 108,96 ArB-C 10 135,47 ArA-C
3 109,82 ArB-C-Br 11 148,18 ArB-C-O
4 116,42 ArA-C 12 150,02 C=N
5 118,57 ArA-C 13 150,18 ArB-C-O
6 120,60 ArA-C 14 160,93 ArA-C-O
7 127,62 ArB-C 15 167,50 C=O
8 127,90 ArA-C
Hasil analisis 13C-NMR menunjukkan 15 puncak karbon. Puncak 15 pada δ 167 ppm
merupakan karakteristik dari gugus karbonil. Puncak 14, 13 dan 11 pada δ 160, 150 dan 148
ppm merupakan puncak dari Ar-C-O. Puncak 12 pada 150 ppm merupakan puncak karbon
C=N. Puncak 15-11 merupakan puncak dari senyawa karbon yang berikatan dengan atom
hetero yang memiliki kekuatan untuk menarik awan elektron C sehingga muncul pada daerah
yang down field, kecuali pada ArB-C-Br yang muncul pada daerah yang relatif up field. Br
memiliki ukuran yang relatif besar dibandingkan dengan C sehingga awan elektron Br turut
menyelimuti C, akibatnya C-Br muncul pada daerah up field.
Dilihat dari hasil spektra FTIR, 1H- dan 13C-NMR disimpulkan bahwa senyawa yang
terbentuk adalah (E)-N'-(3-bromo-4-hidroksi-5-metoksibenzilidin)-2-hidroksibenzohidrazida
dengan struktur seperti berikut.
Evaluasi:
1. C6H10O3
FTIR
1
H-NMR
13
C-NMR
PRAKTIKUM IX
ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK III
(gabungan spectrum inframerah, H-NMR, C-NMR dan MS)
Tujuan Percobaan :
Mahasiswa memahami dan mampu menginterpretasikan gabungan data spektrum
Inframerah, 1H-NMR, 13C-NMR dan MSuntuk meramalkan/mengusulkan struktur suatu
senyawa organik
Dasar Teori
Beberapa senyawa organik yang berbeda terkadang memberikan bentuk spektrum H-
NMR dan inframerah yang sama antara satu dengan lainnya, sehingga informasi yang
diberikan oleh spektrum H-NMR dan inframerah tidak cukup meyakinkan untuk
membuktikan kebenaran suatu usulan struktur senyawa organik. Spektrum massa dapat
memberikan informasi berat molekul suatu senyawa. Oleh karena itu spektrum massa dapat
mendukung kebenaran struktur senyawa organik yang diusulkan. Selain itu spektrum massa
dapat memberikan informasi pola fragmentasi suatu molekul senyawa organik.
Pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan elusidasi struktur senyawa organik
menggunakan spektrum inframerah dan H-NMR dan massa menggunakan metode yang sama
dengan langkah-langkah yang telah diberikan pada Bab V yaitu:
• Tentukan gugus fungsi-gugus fungsi yang ditunjukkan oleh spektrum IR
• Tentukan banyaknya lingkungan kimia, perbandingan proton dan jumlah proton
tetangga yang ditampilkan oleh spektrum NMR serta simpulkan jenis gugus yang
terdapat di dalamnya (metil (CH3), metilen (CH2), aril, atau gugus berproton lainnya)
• Susun gugus fungsi – gugus fungsi yang bersesuaian menjadi bentuk usulan struktur
senyawa dengan berpedoman pada data NMR (jumlah lingkungan kimia, jumlah
atom tetangga)
• Periksa nilai berat molekul struktur senyawa yang diusulkan dengan data berat
molekul yang ditunjukkan oleh spektrum massa
• Bila diperlukan, gunakan data spektrum massa untuk mengetahui keberadaan isotop
(Cl, Br) dan atom nitrogen (berdasarkan aturan nitrogen)
• Diperoleh usulan struktur senyawa organik
Contoh: FTIR
GC
MS
1
H-NMR
13
C-NMR
Pembahasan:
Puncak pada bilangan gelombang 1674 dan 3333 cm-1cm-1 pada vanilin (lampiran 1)
merupakan serapan vibrasi dari gugus C=O dan OH. Selain itu juga muncul puncak pada
bilangan gelombang 678 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari C-Br. Puncak pada bilangan
gelombang 2746 cm-1 yang merupakan serapan dari C-H aldehida, kemudian pada bilangan
gelombang 1589 dan 1427 cm-1 merupakan serapan dari C=C aromatis.
Hasil kromatogram menunjukkan hanya ada satu puncak pada waktu retensi (t R)
19,04 menit dan diperkirakan merupakan senyawa target 5-bromovanilin. Dugaan ini
diperkuat dengan munculnya ion molekular (M+) 230 dan 232 dengan kelimpahan relatif 1:1
dimana kelimpahan relatif isotop 79Br dan 81Br yang memiliki perbandingan kelimpahan
relatif 1:1.
Ion molekular (M+) 230 juga merupakan puncak dasar (base peak) yang mengalami
fragmentasi membentuk fragmen m/z 201 dan 215. Fragmen dengan m/z 215 mengalami
fragmentasi dengan melepas radikal •Br membentuk fragmen dengan m/z 135. Selanjutnya
fragmen 135 mengalami pemutusan 3 molekul CO secara berturut-turut membentuk fragmen
dengan m/z 107, 79 dan 51. Fragmen 215 mengalami pelepasan 2 molekul CO membentuk
m/z 189, dan 159.
Tabel Hasil analisis spektra 1H-NMR
Puncak Pergeseran kimia Kenampakan Tetapan kopling Jumlah dan
(δ, ppm) (J, Hz) tipe proton
A 3,90 Singlet 3, -OCH3
B 7,41 Doublet 1,3 1, -Ar-H
C 7,72 Doublet 1,3 1, -Ar-H
D 9,77 Singlet 1, -CHO
Spektra H-NMR menunjukkan adanya puncak A dengan pergeseran kimia pada δ
1
3,90 ppm memiliki kenampakan singlet dengan integrasi 3 yang merupakan serapan proton
metoksi. Besarnya nilai pergeseran kimia untuk serapan proton pada gugus metoksi dapat
terjadi karena adanya atom O dari gugus metoksi yang mempunyai elektronegativitas tinggi
sehingga proton semakin tidak terlindungi. Pergeseran kimia pada δ 7,41 dan 7,72 ppm
(puncak B dan C), keduanya memiliki kenampakan doublet dengan karakteristik serapan
proton senyawa aromatis pada posisi meta, hal ini diperkuat dengan nilai tetapan kopling (J)
sebesar 1,3 Hz. Adapun puncak D pada pergeseran kimia pada δ 9,77 ppm adalah serapan
proton pada gugus aldehida dengan kenampakan singlet. Besarnya nilai tetapan kopling (J)
sebesar 1,3 Hz yang didapatkan dari analisis 1H-NMR menunjukkan proton pada cincin
aromatis benzena berada pada posisi meta, membuktikan bahwa gugus bromida tersubstitusi
pada atom karbon nomor 5.
Tabel Hasil analisis 13C-NMR
Puncak Pergeseran kimia Jenis Puncak Pergeseran Jenis
(δ, ppm) karbon kimia (δ, ppm) karbon
A 29,88 OCH3 E 128,07 Ar-C
B 56,73 Ar-C F 129,76 Ar-C
C 109,54 Ar-C G 149,78 Ar-C
D 128,73 Ar-C H 190,43 CHO
13
Hasil analisis dengan C-NMR ditunjukkan oleh Gambar IV.7 yang memberikan
informasi adanya 8 puncak terpisah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam senyawa 5-
bromovanilin terdapat 8 atom karbon yang berbeda lingkungan elektroniknya. Puncak C
dengan pergeseran kimia pada δ 190,43 ppm merupakan puncak serapan dari karbon pada
gugus aldehida. Atom karbon pada gugus aldehida yang merupakan gugus karbonil
mempunyai serapan paling jauh dikarenakan sifat elektronegativitasnya yang tinggi. Adapun
puncak serapan dengan pergeseran kimia pada δ 109,20-149,78 ppm merupakan puncak
serapan dari atom-atom karbon senyawa aromatis 5-bromovanilin. Puncak F dan G dengan
pergeseran kimia pada δ 148,64 dan 149,78 ppm menunjukkan serapan dari dua atom karbon
pada posisi yang berdekatan diperkirakan karena atom karbon tersebut sama-sama berikatan
dengan atom O yaitu berikatan dengan substituen -OH dan -OCH3. Atom karbon yang terikat
dengan gugus bromida muncul pada δ 109,20 ppm (puncak B). Puncak A dengan serapan
terdekat pada δ 56,33 ppm merupakan atom karbon dari CH3 pada gugus metoksi.
Dari uraian hasil karakterisasi titik leleh, FTIR, GCMS, 1H- dan 13C-NMR dapat
disimpulkan bahwa produk yang terbentuk yaitu 3-bromo-4-hydroxy-5-
methoxybenzaldehyde atau 5-bromovanilin.
Evaluasi
1. Gambar berikut ini menunjukkan spektrum Inframerah, NMR, dan MS untuk suatu
senyawaan dengan rumus molekul C8H10O. Usulkan struktur senyawa organik
tersebut!
2. Tentukanlah struktur dari suatu senyawa dengan rumus molekul C17H16O4 memiliki
spectra FTIR, MS dan NMR sebagai berikut:
FTIR
MS
1
H-NMR
13
C-NMR
PRAKTIKUM X
ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA ORGANIK IV
(gabungan spectra UV-Vis, FTIR, GCMS, 1H dan 13C NMR)
Tujuan Percobaan :
Mahasiswa memahami dan mampu menginterpretasikan gabungan data UV-Vis,
FTIR, GCMS, 1H dan 13C NMR untuk meramalkan/mengusulkan struktur suatu senyawa
organik
Dasar Teori
Beberapa senyawa organik yang berbeda terkadang memberikan bentuk spektrum H-
NMR dan inframerah yang sama antara satu dengan lainnya, sehingga informasi yang
diberikan oleh spektrum H-NMR dan inframerah tidak cukup meyakinkan untuk
membuktikan kebenaran suatu usulan struktur senyawa organik. Spektrum massa dapat
memberikan informasi berat molekul suatu senyawa. Oleh karena itu spektrum massa dapat
mendukung kebenaran struktur senyawa organik yang diusulkan. Selain itu spektrum massa
dapat memberikan informasi pola fragmentasi suatu molekul senyawa organik.
Pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan elusidasi struktur senyawa organik
menggunakan spektrum inframerah dan H-NMR dan massa menggunakan metode yang sama
dengan langkah-langkah yang telah diberikan pada Bab V yaitu:
• Tentukan gugus fungsi-gugus fungsi yang ditunjukkan oleh spektrum IR
• Tentukan banyaknya lingkungan kimia, perbandingan proton dan jumlah proton
tetangga yang ditampilkan oleh spektrum NMR serta simpulkan jenis gugus yang
terdapat di dalamnya (metil (CH3), metilen (CH2), aril, atau gugus berproton lainnya)
• Susun gugus fungsi – gugus fungsi yang bersesuaian menjadi bentuk usulan struktur
senyawa dengan berpedoman pada data NMR (jumlah lingkungan kimia, jumlah
atom tetangga)
• Periksa nilai berat molekul struktur senyawa yang diusulkan dengan data berat
molekul yang ditunjukkan oleh spektrum massa
• Bila diperlukan, gunakan data spektrum massa untuk mengetahui keberadaan isotop
(Cl, Br) dan atom nitrogen (berdasarkan aturan nitrogen)
• Diperoleh usulan struktur senyawa organik
Khalkon dapat disintesis dengan mereaksikan suatu turunan benzaldehida dan aril keton
dengan penambahan katalis basa.
UV-Vis
FTIR
MS
1
H-NMR
13
C-NMR
pembahasan:
Sintesis khalkon dengan waktu reaksi selama 48 jam menghasilkan satu puncak pada
kromatogram GC dengan luas persen area lebih dari 99% pada waktu retensi 49,08 menit.
Data spektrum massa menunjukkan puncak yang terdekteksi pada waktu retensi 49,08 menit
memiliki ion molekular (M+) 270. Hasil sintesis khalkon dengan waktu reaksi 48 jam akan
dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan UV-Vis, FTIR, GCMS, 1H dan 13C NMR.
Spektrum UV-Vis menunjukkan adanya dua serapan puncak utama. Pada pita I
menunjukkan panjang gelombang maksimum (λmaks) 360 nm dengan nilai absorbansi 1,00
yang merupakan serapan untuk cincin B khalkon yang terkonjugasi dengan gugus karbonil
membentuk sistem sinamoil. Pita II menunjukkan λmaks 230 nm dengan nilai absorbansi
0,37 yang menunjukkan serapan untuk konjugasi sistem benzoil pada cincin A khalkon.
Berdasarkan Harbone (1975) serapan λmaks untuk senyawa khalkon dalam pelarut metanol
yaitu pada pita I λmaks berada di daerah panjang gelombang 340-390 nm sedangkan untuk
pita II pada daerah 220-270 nm.
Analisis selanjutnya dengan FTIR. Puncak serapan pada bilangan gelombang 3317
cm-1 merupakan serapan vibrasi rentangan dari gugus hidroksi. Pada bilangan gelombang
1635 cm-1 menunjukkan serapan gugus karbonil (C=O) keton yang terkonjugasi dengan
cincin aromatis dan olefin. Serapan pada bilangan gelombang 1219 cm-1 menunjukkan
serapan dari vibrasi -C-O-fenol. Serapan pada daerah 1604-1512 cm-1 menunjukkan -C=C-
aromatis, yang diperkuat oleh serapan pada daerah bilangan gelombang 3078-3001 cm-1.
Serapan pada bilangan gelombang 1033 cm-1 menunjukkan serapan vibrasi rentangan -C-O-
C- eter. Serapan pada bilangan gelombang 979 cm-1 merupakan vibrasi tekuk -C-H trans
mengkopling H5’. Pergeseran kimia H6’ muncul di daerah yang lebih downfield karena
dipengaruhi tertariknya awan elektron oleh resonansi dan induksi dari gugus karbonil.
Struktur 2’,4’-dihidroksi-4-metoksikhalkon dikonfirmasi lebih lanjut dengan menggunakan
13C-NMR. Hasil analisis menggunakan 13C-
NMR menunjukkan adanya 13 puncak. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat 13 karbon yang
tidak ekuivalen. Puncak 1 berada pada pergeseran
kimia δ 55,6 ppm menunjukkan C yang terikat
pada -OCH3. Puncak 2 menunjukkan C-3’ pada
pergeseran kimia δ 103,9 ppm, berada pada daerah yang lebih upfield dibandingkan C-5’
yang berada pada δ 107,7 ppm. Hal ini disebabkan adanya pergeseran awan elektron C-3’
yang dipengaruhi oleh dua buah gugus hidroksi yang mendorongkan elektronnya untuk
beresonansi terhadap cincin A benzena, sehingga memberikan efek resonansi dan induksi
yang kuat terhadap meningkatnya kerapatan elektron pada C-3’. Pergeseran kimia C-6’
berada di daerah δ 132,0 ppm dan lebih downfield dibandingkan C-5’. Hal ini disebabkan C-
6’ terkena imbasan efek tarikan elektron oleh resonansi gugus karbonil sedangkan pada C-5’
memperoleh dorongan elektron dari gugus hidroksi sehingga kerapatan elektronnya lebih
tinggi dibandingkan C-6’. Puncak untuk C-β berada pada daerah yang lebih downfield
dibandingkan dengan C-α. Hal ini dipengarungi oleh tertariknya awan elektron oleh gugus
karbonil melalui resonansi sehingga bergeser kearah C-α, sehingga kerapatan elektronnya
lebih tinggi dibandingkan C-β. Pada δ 192,1 ppm menunjukan adanya C-karbonil dari C=O
keton. Pergeseran kimianya berada pada daerah yang sangat downfield. Hal ini dipengaruhi
oleh adanya efek anisotropi dan bentuk hibridisasi C-sp2 dari C-karbonil serta karena
pengaruh terikatnya atom O yang sangat elektronegatif secara langsung pada karbon
memberikan efek induksi yang menyebabkan pergeseran kimia pada daerah downfield.
Pada cincin B, C-4 merupakan karbon yang paling tidak terlindungi berada pada δ 162 ppm.
Pada C-4 melekat secara langsung atom O yang mempunyai elektronegativitas yang tinggi
sehingga awan elektron tertarik ke arah O dan dipengaruhi oleh jarak C-4 terhadap gugus
karbonil yang semakin jauh menyebabkan awan elektronnya bergeser ke arah karbonil
sehingga kerapatan elektron pada C-4 berkurang. Begitu pula halnya yang mempengaruhi
pergeseran kimia pada C-2’ dan C-4’ yang muncul pada daerah downfield.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan titik leleh, FTIR, UV-Vis, GCMS, 1H dan
13C-NMR dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terbentuk adalah 2’,4’-dihidroksi-4-
metoksikhalkon.
Latihan:
1. Hasil khalkon diatas dijadikan suatu bahan untuk membuat suatu senyawa flavanon yang
memiliki banyak manfaat dengan cara disiklisasi. Berikut adalah beberapa spectra hasil
reaksi siklisasi. Analisislah spectra-spektra berikut sehingga didapatkan kesimpulan
apakah senyawa flavanon berhasil terbentuk atau tidak.
UV-Vis
FTIR
GCMS
1
H-NMR
13
C-NMR
PRAKTIKUM XI
KARAKTERISASI MATERIAL JENIS CLAY
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat memahami karakterisasi material jenis clay meliputi kristalinitas,
basal-spacing, bidang kristal dan kisi kristal, gugus fungsi dan perubahannya serta
morfologinya.
Jawaban:
a. Mempelajari d-spacing (basal spacing), bidang kristal
Bukti adanya struktur illit ditandai dengan munculnya puncak pada 2-theta 8,73°;
17,7° dan 26,79° dengan nilai basal spacing dapat dihutung dengan menggunakan rumus
Braag sehingga diperoleh berturut-turut 10,12 Å; 5,01 Å dan 3,32 Å. Untuk memastikan
bahwa puncak-puncak tersebut sesuai dengan JCPDS, dapat dilakukan melalui perbandingan
intenitas (I/Io) dari puncak-puncak. Jika kita masukkan data sudut difraksi (), n, dan ke
dalam persamaan Bragg, maka kita akan memperoleh nilai jarak kisi (d) Puncak tersebut
berkaitan dengan bidang refleksi: 001, 002 dan 003 sesuai dengan JCPDS illit.
b. Menentukan kristalinitas
Menentukan kristalinitas dilakukan dengan merefleksikan puncak pada bidang (001)
merupakan puncak tertinggi dan diberi prosentase 100 % (1) . Tinggi/intensitas puncak 002
dan 003 masing adalah 35%(0,35) dan 71%(0,71) dari puncak tertinggi dan dibandingkan
dengan JCPDS jika sudah sesuai untuk setiap peaknya makan kemudian peak yang sesuai
digunakan untuk menentukan kristalinitas dengan perbandingan intenitas (Imaterial/Iostandar
material).
c. Menentukan kisi kristal
Cara menentukan kisi kristal sebagai berikut:
Dengan menentukan struktur kristalnya terlebih dahulu yang dibandingkan dengan JCPDS,
berdasarkan JCPDS struktur illit tersebut adalah kubus sederhana (fcc) dengan nilai a=b=c=a0
sehingga:
Contoh:
2θ001=8,73° maka θ001=4,365° dhkl=d001=10,12 Å
sehingga dengan rumus tersebut diperoleh nila a0=10,12 Å
Sehingga kisi kristal illit sebesar 10,12 Å
Untuk memastikan data XRD tersebut sesuai dengan struktur illit maka perlu dibandingkan
dengan hasil JCPDS illit apakah prosentasi intensitas masing-masing bidang refleksi sama
dengan hasil JCPDS. Untuk memastikan apakah pada bidang 001, 002 dan 003 merupakan
bidang kristal milik illit.
c. Mempelajari morfologi
Hasil SEM
(daerah interlayer). Diketahui bahwa lapisan memiliki tinggi (d) sebesar 1,4 nm mengalai
ekspansi daerah interlayer dengan modifikasi menggunakan kalsium (Ca).
V. LATIHAN
1. Tentukan kristalinitas, bidang kristal, basal spacing dan kisi kristal dari material berikut
dengan membandingkannya dengan JCPDS!
Difraktogram Mg6Al2(OH)16Cl2
PRAKTIKUM XII
KARAKTERISASI MATERIAL BERPORI (CARBON)
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karaketrisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material berpori meliputi penentuan surface areas, ukuran, keseragaman dan disitribusi pori
dan morfologinya serta kestabilan termal.
A B
Gambar 12.2 Isoterm adsorpsi karbon aktif
Hasil A merupakan isoterm adsorpsi karbon aktif dengan variasi temperatur dan B
isoterm adsorpsi karbon aktif dengan variasi waktu karbonisasi. A. Menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu karbonisasi maka kurva isoterm akan semakin vertikal yang
menunjukkan pori dari karbon aktif yang semakin berukuran meso. B. menujukkan bahwa
variasi waktu karbonisasi memepengaruhi jenis pori yang dihasilkan semakin lama waktu
karbonisasi menyebabkan semakin banyak pula pori meso yang terbentuk terlihat dari kurva
yang semakin vertikal ke atas.
Penentuan surface area, volum pori dan diameter pori rerata.
Sampel Suhu S Smes % V Vmes % Davg
o 2 2 3 3
C m /g m /g Smes cm /g cm /g Vmes nm
1 700 658,89 568,65 87,02 1,10 0,87 73,43 6,53
2 750 843,23 573,21 64,67 1,12 0,89 75,89 6,42
3 800 974,31 582,10 58,21 1,16 0,92 81,23 4,86
4 810 1032,12 5921,03 53,18 1,19 0,96 81,93 4,79
5 850 1042,13 606,81 52,53 1,24 1,02 84,13 4,61
Gambar 12.3 Distribusi ukuran pori karbon hasil plot kurva D vs dV/d(logD)
Dari hasil grafik penentuan distribusi ukuran pori dengan metode BJH (Barrett-
Joyner-Halenda) menunjukkan bahwa karbon KMSE hasil sintesis tersebut memiliki ukuran
pori berkisar 2-100 nm (mesopori), KK memiliki pori <2nm (mikropori) dan KM memiliki
pori sekitar <1nm (mikropori) meskipun begitu karbon jenis KM tidak terdapat puncak
serapan spesifik yang menandakan bahwa metode BJH kurang tepat untuk mengidentifikasi
distribusi pori dari karbon jenis KM. Sehingga dapat digunakan metode lain seperti metode
HK.
skala 10 nm
Gambar 12.5 Hasil HR-SEM
Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahaw ukuran pori karbon merupakan struktur meso 2-
100 nm berdasarkan klasifikasi IUPAC dan hal ini sesuai dengan hasil perhitungan
menggunakan metode BJH mengenai ukuran dan distribusi pori karbon.
c. Stabilitas termal
Uji Thermal Gravimetric Analysis (TGA) dilakukan untuk mengetahui tahapan yang terjadi
pada proses karbonisasi dan dapat digunakan untuk memprediksi kondisi operasi dari proses
karbonisasi seperti laju pemanasan, waktu karbonisasi dan suhu dekomposisi dari komponen
penyusun (selulosa, hemiselulosa dan lignin).
1. Pada suhu <180 oC, terjadi penyusutan berat akibat adanya penguapan air bebas dan
air terikat yang terdapat pada bahan pembentuk material karbon.
2. Pada suhu 150–340 oC, terjadi penurunan berat dikarenakan proses dekomposisi dari
selulosa dan hemiselulosa.
3. Pada suhu 375–450 oC, terjadi penurunan berat dikarenakan proses penguapan
bahan-bahan organik seperti tar, keton dan alkohol.
4. Pada suhu 450–675 oC, terjadi penurunan berat akibat proses dekomposisi lignin dan
peruraian struktur karbon membentuk struktur pori.
5. Pada suhu >800 oC, terjadi sedikit penurunan berat bahan yang diakibatkan adanya
penguapan dari sisa bahan yang bersifat volatil dan adanya dekomposisi beberapa
bahan anorganik.
6. Pada suhu >800 oC, karbon aktif memiliki kestabilan termal yang baik karena
penurunan beratnya tidak begitu signifikan.
V. LATIHAN
1. Interpretasikan data hasil karakterisasi material berpori karbon berikut ini, tentukan tipe
isotherm adsorpsinya, ukuran dan distribusi pori (nm) dengan membuat plot kurva yang
mungkin dan bagaimana hubungan proses pembentukan karbon dmelalui ukuran dan dan
disitribusi terhadap hasil TGA!
PRAKTIKUM XII
KARAKTERISASI MATERIAL JENIS LOGAM TEREMBANKAN (KATALIS)
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi dan interpretasi data hasil analisis
mengenai kristalinitas, struktur kristal, bidang kristal (XRD), interaksi antar unsur/ elemen
pada permukaan padatan (XPS), morfologi permukaan, keseragaman ukuran logam yang
terembankan, distribusi partikel logam pada permukaan (SEM/TEM).
Puncak-puncak refleksi berada pada 2θ=39,6;47,4; 67,1; 81,2 dan 83,6°, sesuai dengan
refleksi (111),(200),(220),(222) dan (311) sesuai (JCPDS Card 04-0802).
Hasil difraktogram XRD tersebut menunjukkan bahwa dengan berbagai metode proses
pengemabnan logam pada material carbon black dapat dilakukan dengan metode microwave,
reduksi dengan NaBH4 serta deposisi dengan etilen glikol. Dari berbagai macam metode
logam Pt dapat terembankan pada material karbon. Tetapi metode deposisi dengan etilen
glikol dapat mendistribusikan partikel Pt sampai ke ukuran nano yang ditunjukkan dengan
puncak yang semakin landai dan melebar, Intensitas yang tanjam menunjukkan bahwa
ukuran dari partikel Pt besar. Hal tersebut dapat diperjelas dengan penampakan morfologi
menggunakan SEM/TEM.
Penentuan β (FWHM) dihitung dari Imax/2 kemudian dapat dihitung FWHM nya dengan
menggunakan penggaris sesuai dengan skala.
k=0,94
λ=1,541 Å
theta theta
theta(rad)= =
4π 22
4×
7
β
β(rad)=
22
2×
7
Buktikan kesesuaian refleksi dengan perbandingan intensitas.
b. interaksi antar unsur/ elemen pada permukaan padatan dengan XPS
A B
Gambar 13.3 Morfologi Pt/Carbon hasil SEM dan TEM
A. Hasil HR-SEM tersebut menunjukkan telah terjadi deposisi logam Pt pada permukaan
karbon black melalui proses pengembanan dengan menggunakan reduktor etilen glikol.
Bintik putih kecil menunjukkan densitas elektron yang tinggi yang menunjukkan adanya
logam Pt.
B. Hasil HR-TEM juga menunjukkan yang sama jika logam Pt telah terembankan pada
material karbon yang dengan distribusi yang cukup merata terlihat adanya bintik hitam pada
gambar akibat densitas elektron pada yang cukup tinggi sehingga energi yang tertansimisikan
cukup kecil sehingga terlihat gelap.
V. LATIHAN
1. Interpretasikan hasil karakterisasi material logam terembankan pada pada material padat
berikut berdasarkan hasil data XRD dan XPS yang ada. Jika diketahui:
Gambar 3.6 Difraktogram XRD suatu logam yang terembankan pada grafit
PRAKTIKUM XIV
KARAKTERISASI MATERIAL JENIS SEMIKONDUKTOR
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karaketrisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material semikonduktor meliputi energy band gap dan morfologinya.
E = energi foton
ν = frekuensi
h = tetapan Planck (6,624 x 10-27 J.detik)
c = kecepatan rambat cahaya (3x1010 cm.detik-1)
λ = panjang gelombang (cm)
1 eV = 1,6x10-19 J (faktor konversi)
Berdasarkan persamaan Planck tersebut dapat diketahui bahwa panjang gelombang
berbanding terbalik dengan energi yang mana dalam semikonduktor adalah energi
bandgapnya.
V. LATIHAN
1. Tentuan band gap dari hasil spectra berikut dan simpulkan hasil data tersebut!
1. TiO2 murni
2. TiO2 hidrolisis
3. TiO2/ZnFe2O4 (0,01)
4. TiO2/ZnFe2O4 (0,05)
5. TiO2/ZnFe2O4 (0,1)
6. TiO2/ZnFe2O4 (0,15)
7. TiO2/ZnFe2O4 (0,20)
PRAKTIKUM XV
KARAKTERISASI MATERIAL JENIS POLIMER (ZEOLIT)
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karaketrisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material jenis polimer (zeolite) meliputi gugus fungsi dan perubahannya serta stabilitas
termal.
komposisi Si/Al kerangka, perubahan struktural selama dekomposisi termal serta pergerakan
kation selama dehidrasi dan dehidroksilasi. Secara umum, spektra daerah IR di tengah untuk
zeolit khususnya terdiri dari dua jenis vibrasi, yaitu:
- Vibrasi internal dari tetrahedral SiO4 dan AlO4 atau unit pembangun primer (PBU)
dalam kerangka zeolit. Vibrasi ini sensitif terhadap komposisi dari kerangka, meliputi:
a. rentangan asimetrik O-Si-O dan Al-O-Al (1250-950 cm-1) dengan intensitas kuat
b. rentangan simetris O-Si-O dan Al-O-Al (750-650 cm-1)
c. vibrasi tekuk pada daerah 500-420 cm-1
- Vibrasi terikat pada ikatan-ikatan eksternal antar tetrahedral, sensitif terhadap topologi
karangka, meliputi:
a. rentangan asimetris vibrasi jaringan antar tetrahedarl pada 1150-1050 cm-1
b. rentangan simetris pada 820-750 cm-1
c. vibrasi eksternal cincin ganda beranggotakan 4 (double 4 rings, D4R) dan 6 pada
650-500 cm-1
d. vibrasi pori terbuka pada 420-300 cm-1
Rasio pita serapan pada daerah 650-500 cm-1 terhadap pita serapan pada derah 500-
400 cm-1 dapat digunakan sebagai dasar untuk memperoleh informasi pembentukan kristal
zeolit (Imbert et al., 1994)
Senyawa polimer anorganik (zeolite) biasanya memiiliki fase berupa fase kristalin
dan amorf. Zeolit biasanya dijadikan sebagai template suatu katalis logam agar dapat
terdistribusi secara merata sehingga efektivitas dan efisiensi kinerjanya meningkat sebagai
katalis. Oleh karena itu penting sekali material padat tersebut dilakukan analisis termal untuk
mengetahui stabilitasnya terhadap panas apakah tahan terhadap panas atau dengan perubahan
panas sedikit saja material padat tersebut akan rusak atau terdekomposisi. Untuk mengetahui
stabilitas termal bahan berpori dapat menggunakan analisis TGA/DTA (Thermal Gravimetri
Analysis/Differential Thermal Analysis). Kurva TG komponen murni adalah karakteristik
untuk setiap komponen tertentu. Penggunakan kurva TG dapat menghubungkan perubahan
massa dengan stokiometri yang terlibat, sehingga kurva TG dapat digunakan sebagai teknik
kuantitatif dimana komposisi kuantitatif sampel dapat diketahui. Akan tetapi untuk material
dengan komponen dengan kemurnian yang rendah seperti hasil isolasi, material dari
biomassa dsb. tidak dapat digunakan untuk menentukan kuantitatif secara riil karena
kemungkinan banyak unsur pengotor yang tidak terdapat pada material tersebut.
Keterangan:
1. Tidak ada perubahan
2. Proses desorpsi
3. Dekomposisi single-stage
4. Dekomposisi multi-stage
5. Seperti no. 4 tetapi biasanya terjadi akibat laju
pemanasan yang terlalu cepat
6. Reaksi atmosferik
7. Seperti no. 5 tetapi dekomposisi produk terjadi
pada suhu yang lebih tinggi
Pada vibrasi vibrasi ulur O-Si-O dan O-Al-O diperkuat dengan adanya bahu pada 1200 cm-1
yang menyatakan karakter vibrasi eksternal SiO4 dan menunjukkan berlangsungnya
polimerisasi pada zeolit.
b. Stabilitas termal
Penentuan stabilitas termal dari suatu polimer dapat digunakan untuk mengetahui ketahan
polimer (zeolite) terhadap perubahan panas secara gravitmetri menggunakan TG-DTA.
V. LATIHAN
Interpretasikan data spetra FTIR dan TG-DTA material berikut!
1. Material Calcite
2. Material ZMS 5
3. Interpretasikan data FTIR material ZMS-5 dengan variasi rasio Si/Al berikut!
Gambar 15.7 Spektra FTIR material ZMS 5 dengan rasio SiO2/Al2O3 (a) 20, (b) 35, (c) 50
dan (d) 100
4. Interpretasikan data FTIR material ZMS-5 dengan variasi rasio Si/Al berikut!
Gambar 15.8 Spektra FTIR material Zeolit Asal Ponorogo (ZAP) dan Wonosari (ZAW)
Gambar 15.9 Spektra FTIR material Zeolit teraktivasi (a) 3 M NaOH dan (b) 2 M NaOH
PRAKTIKUM XVI
KARAKTERISASI MATERIAL JENIS NANOPARTIKEL
I. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karaketrisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material jenis nanopartikel meliputi ukuran partikel, keseragaman partikel secara morfologi
dengan PSA dan UV-Vis.
b. Bahan
1. Material nanopartikel (Ag)
sekitar >700 nm seperti 731 nm dan 754 nm menunjukkan bahwa Ag NPs telah mengalami
agregasi sehingga ukuran partikel Ag-nya semakin besar.
V. LATIHAN
1. Interpretasikan data hasil karakterisasi partikel nano Ag menggunakan UV-Vis dan
particles size anlaysis berikut.
Gambar 16.5 (a) Hasil TEM dan (b) distribusi partikel koloid nano Ag pada hari pertama
Gambar 16.7 Ukuran dan distribusi partikel koloid nano Cu setelah penyimpanan 24 jam
Gambar 16.8 Hasil SEM nano Cu (a) setelah proses sintesis dan (b) 4 minggu setelah proses
sintesis
Gambar 16.9 Spektra UV-Vis nano Cu setelah (a) 12 jam, (b) 18 jam dan (c) 24 jam
PRAKTIKUM XVII
KARAKTERISASI MATERIAL CLAY TERMODIFIKASI SENYAWA ORGANIK
I TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material jenis clay termodifikasi senyawa organic.
II DASAR TEORI
Clay merupakan material mineral silikat berlapis yang memiliki muatan positif pada
permukaan layernya yang biasanya dinetralkan dengan keberadaan anion-anion pada
permukaan. Anion-anion tersebut sifatnya mobile sehingga dapat dipertukarkan, oleh karena
itu material clay banyak dimanfaatkan sebagai ion exchanger, adsorben, katalis sampai
template senyawa anorganik (logam) maupun organik.
Salah satu manfaat material clay yaitu sebagai drug delivery, dalam kasus ini
biasanya material clay dimodifikasi dengan suatu senyawa organic yang memiliki pontensi
sebagai obat di mana clay dijadikan sebagai template atau cetakan sekaligus sebagai drug
delivery yang membuat kinerja obat menjadi slow release. Selain Sebagai drug delivery,
material clay yang termodifikasi senyawa organic juga sebagai template zat aditif, pupuk dsb.
biasanya dengan memanfaatkan sifat dari material clay yang berlapis dengan cara interkalasi
pada daerah interlayer clay (Gambar 1). Karakterisasi material clay yang termodifikasi
dengan senyawa organic ini cukup mudah dapat dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer FTIR, XRD.
IV CARA KERJA
a Karakterisasi dengan XRD
d003 ke arah yang lebih besar (2-theta yang lebih kecil) yang menandakan bahwa daerah
interlayer (antar lapis) dari LDH menjadi tambah lebar akibat adanya modifikasi dengan
senyawa organik.
Tabel 1. Parameter kisi dari material a, b, c, d, e, dan f
Gambar 17.3 Spektra FTIR (a) MgAl–CO3–LDH, (b) ZnAl–CO3–LDH, (c) ZnAl–NO3–LDH.
V LATIHAN
1. Interpretasikan data berikut ini:
A
Gambar 17.5 Difraktogram XRD dari LDH-NO3 yang termodifikasi asam akrilat
dengan rasio molar (r)
B
Gambar 17.6 Spektra FTIR (a) LDH-NO3 dan (b) LDH-NO3-asam akrilat
Gambar 17.7 Difraktogram XRD (a) HTC-1, (b) HTC-2, (c) DAHTC-1, and (d)
DAHTC-2.
B
Gambar 17.8 Spektra FTIR (a) HTC-2, (b) HTC-1, (c) DAHTC-1, and (d) DAHTC-
2.
Keterangan:
HTC-1 adalah clay yang belum mengalami kalsinasi
HTC-2 adalah clay yang terkalsinasi pada suhu 773 K
DAHTC-1 adalah clay pada HTC-1 yang ditambahkan dengan asam dodekanoat
(dodecanoic acid)
DAHTC-2 adalah clay pada HTC-2 yang ditambahkan dengan asam dodekanoat
(dodecanoic acid)
4. Interpretasikan data modifikasi clay menggunakan senyawa organic asam galat berikut ini
dan tentukan kristalinitas, bidang kristal, basal spacing dan kisi kristal dari material berikut
dengan membandingkannya dengan JCPDS!
Gambar 17.11 Difraktogram XRD (a) clay dan (b) clay-termodifikasi asam galat
Gambar 17.12 Spektra FTIR (a) clay dan (b) clay-termodifikasi asam galat
PRAKTIKUM XVIII
KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK
I TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material jenis magnetic.
II DASAR TEORI
Pasir Besi merupakan salah satu sumber daya alam di Indonesia yang cukup besar
yang dapat dimanfaatkan agar memiliki nilai jual yang optimal. Pasir besi memiliki mineral-
mineral magnetik seperti magnetit (Fe3O4), hematit (α-Fe2O) dan maghemit (γ-Fe2O3).
Ketiga mineral tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan magnet
permanen. Karakterisasi material magnetic dapat dilakukan dengan XRD untuk mengetahui
struktur kristal, dengan alat permagraf untuk menentukan nilai magnetisasi dari suatu bahan.
IV CARA KERJA
a Karakterisasi Struktur Kristal Material Magnetic dengan XRD
Hasil difraktogram XRD dibandingkan dengan JCPD yang ada, apakah memang benar
material telah terbentuk material magnetic atau belum magnetit (Fe3O4), hematit (α-
Fe2O) dan maghemit (γ-Fe2O3) atau belum.
b Karakterisasi Nilai Magnetisasi
Gambar 18.1 Kurva magnetometric dari besi oksida yang berbeda ukuran partikelnya
(sampel 1 r=5,59 nm, sampel 2 r=5,67 nm dan sampel 3 r=4,84 nm)
V LATIHAN
1. Interpretasika data berikut:
A
Gambar 18.3 Kurva histerisis sampel ferit dengan variasi doping MnO: (a) Sampel MnF1. (b)
Sampel MnF2. (c) Sampel MnF3. (d) Sampel MnF4.
Keterangan sampel:
PRAKTIKUM XIX
KARAKTERISASI MATERIAL ZEOLIT SINTETIK
I TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material jenis zeolite sintetik.
II DASAR TEORI
Zeolit merupakan mineral yang istimewa karena struktur kristalnya mudah diatur,
sehingga dapat dimodifikasikan sesuai dengan keperluan pemakai. Karena keistimewaannya
itu maka zeolit dapat digunakan dalam berbagai kegiatan yang luas, seperti penukar ion,
adsorben, dan katalisator. Zeolit memiliki rumus empiris :
IV CARA KERJA
a Karakterisasi dengan XRD
Gambar 19.1 Difraktogram XRD material zeolit sintetik dengan variasi rasio Si/Al reaktan
(a) 1, (b) 3, (c) 5, dan (d) 7
Data sampel mineral hasil difraktogram XRD dibandingkan dengan JCPDS untuk
menentukan komposisi dari material zeolit sintetik tersebut (a, b, c dan d)
Gambar 19.2 Difraktogram Pembanding (File Data JCPDS) untuk (a) zeolit ZK-14, syn;
(b) zeolit Pt; (c) zeolit Sodalit, syn
Berdasarkan perhitungan nilai I/Io yang dibandingkan dengan JCPDS maka diperoleh
nilai yang tertera pada Tabel 1.
Gambar 19.3 Spektra FT-IR pada rasio SiO2/Al2O3 reaktan (a) 3; (b) 1; (c) 5; (d) 7
Berdasarkan hasil FTIR dapat disimpulkan bahwa rasio Si/Al dapat dilihat dari vibrasi
simetris O-Si-O atau O-Al-O pada bilangan gelombang 650-680 cm-1 dimana jika terjadi
pergeseran ke arah bilangan tinggi menandakan rasio Si/Al tinggi, sehingga rasio Si/Al
Z7>Z5>Z3>Z1.
V LATIHAN
1. Interpretasikan data berikut:
PRAKTIKUM XX
KARAKTERISASI MATERIAL MEMBRANE SELULOSA
I TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan karakterisasi dan interpretasi data hasil analisis untuk
material jenis membrane selulosa.
II DASAR TEORI
Membran merupakan suatu material yang sangat berguna dalam proses separation
and purification method. Pada perkembangannya membrane banyak dimanfaatkan dalam
bidang biomedis seperti hemodialisis, penjernihan air dsb. Perkembangan teknologi
membran sebagai unit pengolah limbah saat ini sangat pesat dan banyak digunakan dalam
proses pemisahan. Teknologi membran dipilih karena prosesnya yang sangat sederhana,
konsumsi energi yang digunakan rendah, tidak merusak material, tidak menggunakan zat
kimia tambahan dan tidak menghasilkan limbah baru sehingga tergolong sebagai clean
technology. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih
komponen dari aliran fluida melalui suatu penghalang tipis yang sangat selektif diantara dua
fasa, hanya dapat melewatkan komponen tertentu dan menehan komponen lain.
b Bahan
1. Material membrane selulosa
IV CARA KERJA
a Karakterisasi dengan FTIR
gelombang 1062,87 cm-1. Pada Gambar 1b terdapat dua puncak serapan baru yaitu serapan
gugus karbonil dan C-O asetil. bahwa proses asitilasi selulosa nata de coco menjadi selulosa
asetat telah berhasil dilakukan. Puncak serapan karakteristik dari CA-1 adalah gugus
1karbonil terjadi pada bilangan gelombang 1755,22 cm, sedangkan dari CA-2 terjadi pada
bilangan gelombang 1752,52 cm-1. Hasil analisis selulosa asetat, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara CA-1 dengan CA-2 pada semua gugus fungsi.
b Karakterisasi Morfologi Membran
V LATIHAN
1. Interpretasikan data berikut:
A
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden and Fessenden, 1995, Kimia Organik, Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fessenden and Fessenden, 1995, Kimia Organik, Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sharma, Y.R., 2002, Elementary Organic Spectroscopy: Principles and Chemical
Applications, S. Chand and Company, Ltd, Ram Nagar, New Delhi.