Anda di halaman 1dari 75

Characteristic Absorption of Organic Compounds

Senyawa yang hanya mengandung elektron 

• Hidrokarbon jenuh hanya mengandung elektron 


• energi yg dibutuhkan untuk terjadinya transisi   *
adalah 185 kkal/mol dan hanya tersedia pada daerah vakum
(UV jauh)
• hidrokarbon jenuh transparant (bening) pada daerah UV
dekat, karenanya sering digunakan sebagai pelarut
Senyawa jenuh mengandung elektron n

• Senyawa jenuh yang mengandung heteroatom seperti


oksigen, nitrogen, atau halogen memiliki elektron tak
berikatan (n) dan elektron 
• Transisi n  * memerlukan energi yang lebih kecil dari pada
  * tetapi kebanyakan senyawa pada golongan ini tidak
menyerap pada daerah UV
• Alkohol dan eter menyerap pada   185 nm, dan karenanya
digunakan sebagai pelarut
• Sulfida, disulfida, tiol, amina, bromida, dan iodida
menunjukkan serapan lemah pada daerah UV, serapan sering
muncul sebagai bahu (shoulder) dan lekukan (inflection).
Senyawa mengandung kromofor elektron 

• Gugus yang mengandung elektron n dan  karenanya dapat


mengalami transisi n  *, n  *, dan   *

• Absorpsi lemah dari transisi n  * disebut transisi terlarang


(forbidden transition)
Kromofor etilenik

• Kromofor etilenik terisolasi menyerap pada daerah UV pada


165 nm (max 15.000) dan 200 nm (max 10.000)

• Adanya substituen alkil dan ausokrom menyebabkan


terjadinya pergeseran batokromik

• Adanya pertambahan ikatan rangkap terkonyugasi


menyebabkan terjadinya pergeseran batokromik
Diena terkonyugasi

Cisoid conformation Transoid conformation


(homoanular) (heteroanular)
Metode empirik untuk memprediksi efek batokromik dari
substituen alkil pada 1,3-butediena di rumuskan oleh Woodward
(Woodward was awarded the nobel prize for chemistry in 1965)
dan dikembangkan lebih lanjut oleh Fieser dan Scott

Richard Burn Woodward of Harvard University, USA


Cholesta-2,4-diene Cholesta-3,5-diene

214 (base) 253 (base)


+15 (3 ring residues) +15 (3 ring residues)
+ 5 (1 exocyclic C=C) + 5 (1 exocyclic C=C)
Calc max 234 nm Calc max 273 nm
Obs max 235 nm ( 19,000) Obs max 274 nm ( 10,000)

Practices:
R

CH3

3
1 AcO
CH3
2
Ergosta-5,7,22-triena

2 2
1
1

253 harga dasar (base)


20 4 residu cincin (1, 2, 3)
10 2 ikatan rangkap di luar lingkar
(exocyclic C=C)
maks
(perhitungan): 283 nm
maks
(pengamatan): 282 nm (maks 11.900)
• Beberapa pengecualian terhadap aturan tersebut dapat
mempengaruhi maks perhitungan, distorsi dari kromofor
dapat menghasilkan pergeseran merah atau biru tergantung
dari keadaan distorsinya
• Tarikan molekul, pada verberen (1) memberikan maks
pengamatan 245,5 nm, sedangkan maks perhitungan 229
nm
• Planaritas pada Diena (2) dapat menyebabkan hilangnya
konyugasi, sehingga maks 220 nm (maks 5.500) tidak maks
273 nm.
• Koplanaritas pada Diena (3), yang mana paling disukai
memberikan maks 248 nm (maks 15.800)
• Perubahan ukuran cincin dalam homoanular sederhana juga
memberikan pengecualian dalam dugaan harga maks 263
nm: siklopentadiena, 238,5 nm ( 3.400),
sikloheptadiena, 248 nm ( 7.500), sedangkan
sikloheksadiena dekat 256 nm ( 8.000).

1 2 3
Aturan Woodward-Fieser digunakan untuk sistem terkonyugasi 
4, jika  4 ikatan rangkap dua digunakan aturan Fieser-Kuhn.

max = 114 + 5M + n(48.0 - 1.7n) – 16.5Rendo – 10Rexo

max=(1.74 x 104)n

Dimana ;
n = jumlah ikatan rangkap terkonyugasi
M = jumlah alkil atau substituen seperti alkil pada sistem
terkonyugasi
Rendo = jumlah cincin dgn ikatan rangkap endocyclic dalam
sistem terkonyugasi
Rexo = jumlah cincin dgn ikatan rangkap exocyclic dalam
sistem terkonyugasi
Lycopene

max (calc) = 114 + 5(8) + 11(48.0 - 1.7(11) – 0 – 0


= 476 nm
max (obs) = 474 (hexane)
max (calc) = 1.74 x 104(11) = 19.1 x 104
max (obs) = 18.6 x 104 (hexane)

-caroten

maks (perhitungan): 453,3 nm maks (perhitungan): 19,1 x 104


maks (pengamatan): 452 nm (heksana) maks (pengamatan): 15,2 x 104 (heksana)
Kromofor alkuna
• Serapan khas untuk alkuna lebih komplek dari pada etilen
• Asetilen memberikan pita yg lemah pada 173 nm (  *)
• Poliuna terkonyugasi memberikan serapan pada UV dekat
dengan struktur halus (fine structure)
• Pita pada  pendek memberikan intensitas yang kuat
diakibatkan oleh transisi   *
Kromofor karbonil

Keton dan aldehid jenuh memberikan tiga serapan;


1). Transisi   * serapan kuat pada 150 nm
2). Transisi n  * serapan kuat pada 190 nm
3). Transisi n  * serapan pada 270-300 nm (transisi terlarang, max 30)
Pita R mengalami pergeseran biru dgn bertambahnya kepolaran pelarut,
aseton menyerap pada max279 nm (hexane) dan max264,5 nm (air).

Keton dan aldehid jenuh

• Adanya substituen alkil memberikan pergeseran batokromik.


• Serapan n  * dari keton dan aldehid memberikan intensitas yg lemah

O OH

CH2 CH2

H
• Adanya substituen -halogen pada keton alifatik sedikit
berpengaruh pada transisi n  *, tetapi berpengaruh kuat pada
keton siklik
X H

H X

O O

• Adanya gugus heteroatom yang terikat pada posisi  dari gugus


keton dan aldehida akan menyebabkan terjadinya pergeseran
hipsokromik (biru), hal ini disebabkan adanya efek induksi dan
resonansi

• Disamping itu adanya substituen heteroatom tersebut akan


berpengaruh pada perubahan energi pada keadaan dasar dan
tereksitasi, transisi n  * akan terstabilkan pada keadaan dasar,
sehingga energi transisinya akan lebih besar
• Jika substituen berada pada aksial terjadi pergeseran
batokromik (10-30 nm)

• Pengaruh ini digunakan untuk elusidasi struktur steroid dan


terpen terhalogenasi

• Gugus yg mengandung elektron sunyi yg terikat pada gugus


karbonil akan memberikan pergeseran biru akibat dari efek
induksi dan resonansi.
-diketon dan -keto aldehida

• -diketon asiklik seperti biasetil, berada pada konformasi


s-trans (dengan sudut dihedral  180o) memberikan serapan pita R
normal yang lemah pada 275 dan pita lemah dekat 450 nm
diakibatkan adanya interaksi antara gugus karbonil

CH3
=180o
H3C
maks = 450 nm
= 10
O

s-trans

• Posisi dari panjang gelombang yang lebih panjang dari -diketon


tidak mampu mengalami enolisasi menunjukkan efek koplanaritas
pada resonansi, dan karenanya bergantung pada sudut dihedral ()
antara gugus karbonil
CH3
H3C
O

O C C6H5
C6H5 C

O
H3C O
Benzil
Camphorquinon o
=90 maks 370 nm (40)
=0-10o maks 488 nm (17)

H3C CH3

O
CH3
C CH3

H3C C
H3C CH3
O

CH3
Isoduril
o
=180 maks 490 nm
-diketon

• Spektra ultraviolet -diketon tergantung dari derajat enolisasi


• Bentuk enol lebih terstabilkan karena terjadi ikatan hidrogen
intramolekular
• Asetilaseton muncul dalam bentuk enol kurang lebih 15% dalam
larutan berair dan 91-92% dalam fasa uap atau larutan pelarut
nonpolar
• Serapan tergantung langsung pada konsentrasi tautomer enol

H
O O O O

H3C CH3 H3C CH3

maks (H2O) 274 nm (maks 2050)


maks (isooktan) 272 nm (maks 12.000)
• -diketon siklik, seperti 1,3-sikloheksanadion selalu muncul
dalam bentuk enol walaupun dalam pelarut polar
• Struktur enolik menunjukkan serapan kuat pada daerah 230-
260 nm, karena transisi   * dalam sistim enon s-trans
• 1,3-siklo-heksanadion dalam etanol menyerap pada 253 nm
(maks 22.000)
• Pembentukan ion enolat dalam larutan basa memberikan
pergeseran kuat pita serapan ke daerah 270-300 nm

O O HO O

Enon
Keton dan aldehid takjenuh-,
(,-unsaturated ketones and aldehydes)

• Senyawa yg mengandung gugus karbonil di dalam konyugasi


dengan gugus etilenik di sebut enon

• Spektra enon diketahui dgn pita serapan yg kuat (pita K) pada


215-250 nm (max 10.000-20.000) dan pita R yang lemah pada
310-330 nm

• Pita K dan R dari karbonil dipengaruhi pelarut, pita R


mengalami pergeseran biru sedangkan pita K mengalami
pergeseran merah dengan pelarut polar.
Spektra serapan benzofenon
 dalam sikloheksana
--- dalam etanol
b pengaruh pergeseran batokromik
h pengaruh pergeseran hipsokromik
• Karena senyawa karbonil polar, maka pita K dan R enon
tergantung pada pelarut
• Efek hipsokromik (pergeseran biru) pada pita R meningkat
dengan kepolaran pelarut, sedangkan pita K enon mengalami
peningkatan efek batokromik (pergeseran merah) dengan
kepolaran pelarut
• Intensitas pita K dapat menurun e  104 dimana pengaruh
ruang (steric hindrance) menahan koplanaritas,
umumnya terjadi pada sistem siklik
CH3

CH3

maks 243 nm, maks 1400


Woodward
telah merumuskan pengaruh substituen pada transisi   *
(pita K) pada sistem ,-unsaturated ketones.
1-asetilsikloheksan Cholesta-1,4-dien-3-one
O
'
 CH3

 
O

215 (base)
10 ( substituent) 215 (base)
12 ( substituent) 24 (2 substituent)
Calc max (EtOH) 237 nm 5 (1 exocyclic C=C)
Calc max (EtOH) 244 nm
Obs max (EtOH) 232 nm
Obs max (EtOH) 245 nm
Enol dari 1,2-siklopentanadion Diosphenol

HO 

 OH

O
maks
perhitungan (EtOH) 202 dasar (base)
12 substituen 
35  maks
perhitungan (EtOH) 215 dasar (base)
249 nm 24 2 substituen 
maks 35 
pengamatan (EtOH) 247 nm
274 nm
maks
pengamatan (EtOH) 270 nm
• Spektrum p-benzoquinon mirip dengan keton tak jenuh-,,
pita K yang kuat muncul pada 245 nm dengan pita R yang
lemah dekat 435 nm

p-Benzoquinon

O O

• Ada beberapa kasus dimana C=O dan C=C tidak


terkonyugasi seperti umumnya tetapi dimana interaksi
terjadi menghasilkan pita serapan

• Pada struktur dimana hal ini terjadi, gugus C=O dan C=C
berorientasi sehingga terjadi tumpang asuh (overlap)
yang efektif dengan orbital 
O

C
H2C O
S

(1) (2)
maks 238 nm, maks 2535

• struktur (1) memberikan pita serapan sedang dekat 214 nm


dengan pita R normal yang lemah pada 284 nm

• Pengaruh yang sama diamati jika terjadi tumpangasuh yang


efektif antara orbital  untuk gugus C=O dan orbital p
(n) dari heteroatom, seperti pada senyawa (2)

• Interaksi seperti sistem tak terkonyugasi di atas dikenal


sebagai konyugasi transanular (transannular conjugation)
Asam karboksilat

• Menunjukkan pita serapan yg lemah pada 200 nm (transisi


terlarang)

• Terjadi pergeseran batokromik dengan perpanjangan


rantai

• Asam karboksilat tak jenuh-, menunjukkan serapan pita


K yg khas dari sistem terkonyugasi

• Adanya perpanjangan sistem terkonyugasi menghasilkan


pergeseran batokromik

• Adanya substituen elektronegatif pada posisi 


menghasilkan pergeseran batokromik
Ester dan lakton

• Ester dan garam natrium dari asam karboksilat memberikan


serapan yg sebanding dengan asam induknya.
• Lakton tak jenuh sederhana memberikan serapan pada 200-
240 nm.
• Lakton tak jenuh terkonyugasi memberikan serapan yang
mirip dengan ester tak jenuh
• Adanya perpanjangan sistem terkonyugasi menghasilkan
pergeseran batokromik.

Amida dan laktam

• Amida dan laktam takjenuh-, memberikan serapan pada


max 200-220 nm (max 10.000).
•Laktam takjenuh-, memberikan serapan kedua pada max
259 nm (max 1.000).
Azometine (imina) dan oksim

• Dalam spektra azometin dan oksim terkonyugasi memberikan


transisi   * (pita K) muncul pada max 220-230 nm
(max 10.000)
• Pengasaman dapat memberikan pergeseran batokromik pada
max 270-290 nm.
• Imina sederhana memberikan transisi n  * yg lemah
Contoh : CH3CH2CH2N=C(CH3)2

max = 246 nm (max 140, sikloheksan).

max = 232 nm (max 200, EtOH).


Senyawa nitril dan azo
• Nitril takjenuh-a,b menyerap pada max 220-230 nm (max
~10.000)
• Senyawa azo memberikan transisi   * pada daerah
vacum dan n  * pada max 350 nm (max < 30).
• Trans-azobenzen mengabsorpsi pada max 320 nm (max
21.000) sedangkan trans- stilben pada max 295 nm (max
28.000)

Senyawa dengan ikatan N  O


• Gugus yg mengandung ikatan N  O (nitro, nitroso,
nitrat, dan nitrit) memberikan serapan yang lemah dari
transisi
n  *
• Adanya pengaruh konyugasi pada gugus nitro
memberikan serapan yg khas dari transisi   * (pita
K) menggantikan pita R.
Gugus Sulfur berikatan jamak

• Sulfon alifatik transparan dalam spektrum UV.


• Sulfon takjenuh-, (etil-vinil sulfon) memberikan serapan
pada 210 nm yg dihasilkan dari resonansi antara ikatan S-O
dengan ikatan etilenik.
• Sulfoksida jenuh memberikan serapan pada 220 nm dgn max
1500 akibat transisi n  * didalam gugus S=O dan
mengalami efek hipokromik bila polaritas pelarut bertambah.
• Didlm senyawa yg mengandung gugus -SOX , letak
serapan tergantung dari keelektronegatifan X, semakin
elektronegatif semakin besar panjang gelombang dari
serapan.
Kromofor benzen

• Benzen memberikan tiga pita serapan:


184 nm (max 60.000), 204 nm (max 7.900),
dan 256 nm (max 200)

• Pita B dari benzen dan beberapa homolognya dicirikan


dengan struktur halusnya dalam pelarut non polar dan
berkurangnya struktur halusnya dalam pelarut polar

• Adanya substituen alkil menghasilkan pergeseran


batokromik dari pita B (efek hiperkonyugasi).
• Adanya ausokrom menyebabkan terjadinya pergeseran
batokromik

• Adanya substituen alkil kedua paling efektif


menghasilkan pergeseran batokromik bila terletak pada
posisi para

• Perubahan fenol menjadi anionnya yg sesuai


menyebabkan geseran batokromik dari pita E dan B

• Gugus takjenuh pada cincin benzen menyebabkan


terjadinya pergeseran batokromik yg kuat dr pita B dan K
(max 10.000) pada daerah 200-240 nm)
-
H2C H2 C
H+
H

-
H2C H2C
H+
H
CH3 CH3
N CH N CH
3 3

interaksi sterik
N,N-dimetilanilin CH3
maks 251 nm maks 15.000
2-metil-N,N-dimetilanilin
maks 248 nm maks 6,360

-
O
+
H2 N N O2N NO2
O
p-nitroanilin 1,4-dinitrobenzen
maks 375 nm maks 16.000 maks 260 nm maks 13.000
O

C G

G = alkil, H, OH, OR
6-metoksitetralon 3-karbetoksi-4-metil-5-kloro-8-hidroksitetralon

+25 +3 Cl CH3
+0
MeO +3 CO2Et

+7

OH O
O

246 (kromofor induk) 246 (kromofor induk)


3 (residu cincin-o) 3 (residu cincin-o)
25 (p-OMe) 7 (o-OH)
Calc max (EtOH) 274 nm Calc max (EtOH) 256 nm
Obs max (EtOH) 276 nm Obs max (EtOH) 257 nm
3,4-dimetoksi-10-oxo-oktahidrofenantren
7-hidroksiindanon (3,4-dimetoksi-4b,5,6,7,8,8a,9,10-oktafenantren-10-on)
OMe
+3 + 25
MeO + 7

+7

+7
OH O
O
maks maks
perhitungan (EtOH) 246 (kromofor induk) perhitungan (EtOH) 246 (kromofor induk)
3 (residu cincin-orto) 3 (residu cincin-orto)
7 (substituen o-OH) 7 (substituen o-OMe)
256 nm 25 (substituen p-OMe)
281 nm
maks
pengamatan (EtOH) 255 nm maks
pengamatan (EtOH) 278 nm
-
O O
+ +
N NH2 N NH2

-O -O

-
O O
+ +
N OH N OH

-O -O
• Bifenil adalah molekul induk dari senyawa yang mengandung
dua cincin aromatik dalam konyugasi

• Energi resonansi akan maksimum jika cincin koplanar dan


benar-benar nol jika cincin terletak 90o satu sama lain

• Pengaruh kekuatan cincin keluar dari koplanarita dapat


terlihat dari perbandingan serapan khas untuk bifenil dan
homolog 2,2’dimetil-bifenil, yang mana serapannya mirip
dengan o-xilena
2,2'-Dimetilbifenil
CH3
difenilmetan Bifenil

CH2

maks 262 nm, maks 5.000 Pita K, maks 252 nm, maks 19.000
H3C

Pita B, maks 270 nm, maks 800

• Masuknya gugus metilen diantara dua kromofor dapat


menghilangkan konyugasi
• Bandingkan data difenilmetan dengan maks bifenil diatas
• Pada beberapa difenil metan tersubstitusi, terdapat overlap
orbital  efektif dari dua cincin menghasilkan homokonyugasi
• Harga maks 4-nitro-4’-metoksidifenilmetan bukan merupakan
jumlah dari maks p-nitrotoluena dan p-metoksitoluena
O2N CH3 H3C OCH3

maks 274 nm maks 9490 maks 274; 285,5 nm maks 2190, 1786

O2N CH2 OCH3

maks 280, 287 nm maks 24.400, 16.800


cis-Stilben trans-Stilben

H H

C C
H

C C

maks (EtOH) maks

222
maks (EtOH) maks
283 12.300
229 15.800
295 25.000
308 25.000
320 (s15.800
Senyawa poliaromatik

Naftalena (kuning) Pentasena (biru)


Senyawa heteroaromatik
HETEROCYCLIC AROMATIC
COMPOUNDS

N N

N O S N S
H H
pyrrolle furan thiophene imidazole thiazole

N
N N N
pyridine pyrimidine quinoline isoquinoline
• Senyawa heteroatom, seperti pirol dan piridin, dipengaruhi
substituen yang mana merupakan gugus pemberi electron
atau penarik electron

• Pengaruh ini dapat diduga secara kualitatif, sebagai contoh,


pirol (1) dan pirol dengan gugus penarik electron (2)
memberikan sedikit perbedaan pada serapan maksimum

• Adanya konyugasi dari elektron sunyi pada nitrogen terhadap


cincin pirol menuju gugus karbonil memberikan pergeseran 
yang lebih besar
Me Et O

C
OH
C OH
N
N
H O
N
H
maks (EtOH) 262 nm ( 12.000) H
maks (EtOH) 203 nm ( 5670)
maks (EtOH) 245 nm ( 4800)
Practices

Anda mungkin juga menyukai