Anda di halaman 1dari 67

Bias dan Perancu

Rianto Setiabudy
Bag. Farmakologi FKUI
Jakarta, 4 September 2020
“Whereas one can correct incorrect
analytical techniques with simple
reanalysis of the data, an error in
research design is almost always fatal
to the study – one cannot correct for it
subsequent to data collection”

(Marks et al, 1998)


Validitas internal dan eksternal
 Validitas internal:
 Mengukur seberapa jauh kesesuaian suatu tes
untuk mencapai tujuan penelitian tersebut
 Makin banyak kelemahan metodologi yang
menyebabkan tujuan penelitian itu tidak tercapai
 makin rendah validitas internal studi tersebut
 Contoh: kriteria seleksi pasien yang buruk,
sampel yang terlalu kecil, tidak ada randomisasi,
bias, penggunaan uji statistik yang salah, alat
ukur yang buruk, dll.
Validitas internal dan eksternal

 Validitas eksternal:
 Mengukur seberapa jauh hasil suatu

penelitian diekstrapolasi secara benar


 Suatu penelitian eksperimental yang

dikerjakan dengan kriteria amat ketat (dan


karena itu validitas internalnya amat
bagus) mungkin sekali punya validitas
eksternal yang buruk
Sumber bias pada studi
observasional
1. Bias seleksi:
 Apakah kelompok risiko + dan risiko – benar2

sama dalam segala aspek kecuali faktor


paparan?
 Contoh apakah jogging setelah infark miokard

akan mengurangi kejadian infark berikutnya?


Kelompok yang mau jogging mungkin sekali tidak
sama karakteristiknya dengan yang non-jogging.
2. Bias informasi
3. Adanya faktor perancu
4. Faktor kebetulan
Pokok Bahasan
 Bias
 seleksi subyek

 prosedural

 penilaian hasil

 penentuan besar sampel

 penggunaan uji statistik

 Perancu
BIAS
Error dan bias (1)
 Bias ialah ketidaktepatan pengukuran yang
terjadi pada salah satu kelompok dalam
penelitian
 Error (kesalahan): ialah ketidaktepatan
(inaccuracy) pengukuran yang terjadi pada
semua kelompok dalam penelitian
 Bias menimbulkan dampak yang jauh lebih
serius daripada error
 Cara mengurangi bias: berikan perlakuan
yang sama untuk semua subyek tanpa
membedakan dari kelompok manapun ia
berasal  lakukan penyamaran (blinding) dan
pengacakan
Error dan bias (2)
Contoh:
Error (kesalahan):
1. Seorang peneliti mau membandingkan
efektivitas suatu obat baru versus
plasebo untuk menurunkan berat badan
pada pasien obese. Untuk semua
subyek digunakan sebuah timbangan
tua yang tidak akurat karena selalu
kurang 2 kg dari yang seharusnya 
systematic error yang masih bisa
dikoreksi.
Error dan bias (2)
2. Seorang peneliti mau mengukur kadar obat
dalam plasma dari obat metformin generik
dibandingkan dengan obat originator.
Setelah penelitian selesai ia mendapat kadar
metformin yang amat rendah dibandingkan
dengan laporan di kepustakaan. Ternyata ini
disebabkan karena kesalahan prosedur
ekstraksi → systematic error.

Kesalahan ini mungkin masih dapat


diperbaiki dengan pengukuran ulang
menggunakan sisa plasma yang masih ada.
Error dan bias (3)
Contoh:
Bias:
 Seorang peneliti mau membandingkan
efektivitas 2 rejimen terapi tuberkulosis
pada penderita di RS Persahabatan dan
RS Pondok Indah. Semua pasien di RS
Persahabatan mendapat rejimen obat
standar (S), sedangkan semua pasien di
RS Pondok Indah mendapat rejimen
obat baru (B)  bias dalam desain yang
tidak mungkin dikoreksi hasilnya
Di mana dapat terjadi bias dalam
suatu penelitian?
 Bias lebih sering dijumpai di studi observasional,
tapi juga dalam studi eksperimental (termasuk uji
klinik)
 Dalam uji klinik, bias dapat terjadi pada hampir di
semua bagian penelitian
 Tetapi dalam garis besarnya, bias sering terjadi di
bagian:
1. Alokasi perlakuan
2. Prosedur
3. Penilaian hasil
4. Penentuan besar sampel
5. Penggunaan uji statistik
Bias seleksi subyek
Bias prevalensi (Neyman’s bias):
 Terjadi pada desain case-control di mana
sering terjadi kematian dini
 Seharusnya yang dipakai ialah desain kohort
 Contoh:
 ingin diketahui hubungan antara hipertensi
dengan terjadinya cardiac events
 metode yang benar: ambil sampel 1000
orang dengan hipertensi dan 1000 orang
tanpa hipertensi lalu diikuti misalnya
selama 10 tahun ke depan dengan desain
kohort lalu dihitung relative risk nya
Bila menggunakan desain kohort didapat data
sbb:
Jumlah pasien selama 10 tahun dengan desain
kohort
Pasien Hidup, dengan Mati kr. CV Hidup, tanpa
CV event event CV event

Dengan hipertensi 50 250 700


Tanpa hipertensi 80 20 900

RR = (50+250)/1000 : (80+20)/1000 = 3
Ini adalah hasil yang benar
Tapi bila digunakan desain case-control didapat data
sbb:
Jumlah pasien selama 10 tahun dengan
desain case-control
Pasien
Hidup dengan CV Hidup tanpa
event CV event

Dengan hipertensi 50 700


Tanpa hipertensi 80 900
OR = (50 x 900)/(80 x 700) = 0.8  seolah-olah
hipertensi adalah faktor protektif untuk terjadinya
kejadian CV events. Bias terjadi kr. pasien yang mati
tidak diperhitungkan.
Bias laju rawat (admission rate bias =
Berkson’s bias):
 Terjadi dalam desain case-control di mana
laju rawat salah satu kelompok berbeda jauh
dengan kelompok lainnya
 Contoh: tuberkulosis dapat memberi kesan
sebagai faktor protektif untuk terjadinya
kanker.
 Untuk mengatasinya: pilih kelompok kontrol
dari orang sehat atau dari penderita TBC dari
berbagai tingkat keparahan
Contoh: Ingin diketahui apakah tuberkulosis merupakan
faktor risiko terhadap kejadian kanker pada pasien yang
dirawat inap

Pasien dirawat
Pasien Dengan Ca Tanpa Ca

Tuberkulosis + 3 6
Tuberkulosis - 47 44
50 50
OR = (3x44)/(6x47) = 0.47  seolah-olah TBC adalah faktor
protektif untuk terjadinya Ca, tetapi sebenarnya laju rawat pasien
dengan Ca + TBC rendah karena banyak yang sudah mati sebelum
masuk rumah sakit
Bias relawan:
 Terjadi bila subyek yang terpilih menolak ikut,
atau sebaliknya yang tidak terpilih mendesak
ingin ikut.
 Contoh:
suatu penelitian vaksin baru dilaksanakan di
suatu sekolah dengan memilih secara acak 100
dari 1500 murid yang ada. Dari 100 yang terpilih
acak itu 40 murid menolak, tapi sebaliknya ada
40 murid yang tidak terpilih yang ingin ikut serta.
Kelompok yang menolak ikut atau yang ingin
ikut ini belum tentu mewakili populasi murid
sekolah tsb.
Membership bias:
 Terjadi bila ada karakteristik tertentu yang
sudah melekat pada grup tertentu (preexisting
characteristic)
 Contoh: suatu penelitian membuktikan bahwa
pasien yang terinfeksi oleh P. aeruginosa
lebih banyak yang mati dibandingkan dengan
pasien yang terinfeksi kuman lain.
 Bias yang terjadi di sini disebabkan karena
pasien yang lebih mudah terinfeksi oleh P.
aeruginosa ialah mereka yang
immunocompromised.
Bias prosedur seleksi:
 Terjadi bila alokasi perlakuan dilakukan
berdasarkan adanya karakteristik tertentu
pada salah satu kelompok sehingga kedua
kelompok yang dibandingkan menjadi tidak
seimbang.
 Contoh:
 Pada suatu penelitian eksperimental untuk

membandingkan proporsi survival 5 tahun


penderita insufisiensi koroner yang makan obat
dan yang dibedah pintas koroner ternyata yang
hasilnya lebih baik ialah yang dibedah. Tidak
dilakukan randomisasi.
 Bias yang yang terjadi di sini ialah karena
yang dapat dibedah adalah pasien yang
kondisi fisiknya lebih baik daripada yang
makan obat.
Bias prosedural
Bias pengacakan:
 Terjadi bila peneliti tidak atau salah
melakukan alokasi acak (random allocation)
pada awal penelitian yang bersifat analitik.
NB: penelitian observasional tidak bisa dirandomisasi
 Akibatnya data awal subyek pada berbagai
kelompok menjadi tidak seimbang
 Dengan demikian analisis statistik tidak
mempunyai arti
 Catatan: alokasi perlakuan secara bergantian
(alternate) tidak memenuhi persyaratan
alokasi acak
Bias prosedur:
 Terjadi bila salah satu grup mendapat
perhatian/perlakuan yang tidak sama dengan
grup lain  kepatuhan pasien dalam grup ini
akan meningkat dan mempengaruhi hasil

 Contoh: penelitian terbuka yang


membandingkan efikasi dan keamanan insulin
dengan pioglitazon (suatu antidiabetik oral)
pada penderita DM tipe II yang tidak responsif
lagi terhadap sulfonilurea dan metformin .
Hasilnya efikasi dan keamanan insulin lebih
baik daripada pioglitazon
 Kelompok pasien yang mendapat insulin
cenderung mendapat perhatian lebih baik
agar tidak mengalami hipoglikemia  insulin
tampak superior
Bias recall:
 Terjadi bila pasien diminta untuk mengingat
suatu kejadian di mana salah satu grup akan
lebih mudah mengingatnya dari grup lain

 Contoh: suatu studi case-conctrol yang


bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
tukak lambung dan makan aspirin.
Pasien dengan riwayat tukak lambung akan
lebih mudah mengingat apakah ia makan
aspirin atau tidak dibandingkan dengan grup
kontrol
Bias karena pengukuran yang kurang sensitif:
 Terjadi bila alat ukur yang digunakan tidak
cukup sensitif untuk mengukur variabel outcome
 Contoh: penggunaan X-ray biasa untuk
membandingkan 2 obat pencegah osteoporosis
mungkin tidak bisa menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna.
Bila pengukuran ini menggunakan bone
densitometer (jauh lebih sensitif), hasilnya
mungkin akan berbeda bermakna
Bias deteksi:
 Terjadi bila alat ukur yang dipakai sekarang
berbeda dengan yang dipakai pada penelitian
yang dulu
 Contoh: seorang peneliti menemukan bahwa
survival pasien kanker yang diobati di RS-nya
punya survival 6 bulan lebih panjang dari pada
penelitian yang sama yang dikerjakan-nya 20
tahun yang lalu di RS yang sama.
Bias terjadi karena sekarang ia menggunakan
CT-scan (sehingga bisa menemukan kanker
lebih dini), sedangkan dulu ia menggunakan
foto X-ray biasa
Bias kepatuhan (compliance bias):
 Terjadi bila efek samping yang dialami
pasien pada salah satu kelompok berbeda
jauh dengan dengan pasien di kelompok
lainnya  compliance pasien pada grup itu 
 Contoh: penelitian untuk membandingkan
efikasi kaptopril versus HCT untuk
menurunkan tekanan darah berakhir dengan
hasil HCT lebih efektif dari kaptopril.
Bias yang bisa terjadi di sini ialah karena
sebagian pasien yang mendapat kaptopril
tidak makan obatnya karena terganggu oleh
batuk
Bias penilaian hasil
Bias penyamaran (blinding):
 Terjadi bila peneliti tidak melakukan blinding
pada penelitian yang bersifat analitik,
khususnya untuk variabel yang dinilai secara
subyektif baik oleh peneliti maupun subyek
penelitian
 Subyektivitas peneliti maupun pasien dg.
mudah dapat merusak validitas penelitian
 Pada akhir penelitian, unblinding
(pembukaan kode penyamaran) hanya boleh
dilakukan setelah dilakukan data clean up
dan pembekuan data
Bias penentuan besar sampel
 Dalam statistik inferensial dikenal kesalahan
tipe 1 (false positive error) dan kesalahan
tipe 2 (false negative error)
 Jumlah sampel yang terlalu kecil biasanya
menimbulkan kesalahan tipe 2.
 Sampel yang terlalu kecil tidak punya power
yang cukup untuk memperlihatkan
perbedaan yang sesungguhnya ada
 Jumlah sampel yang terlalu besar
mempunyai power yang juga terlalu besar
sehingga dapat memperlihatkan adanya
perbedaan yang bermakna secara statistik
tapi tidak mempunyai kemaknaan klinik

 Untuk menghindarkan kedua jenis bias ini 


besar sampel harus diestimasi sebelum
penelitian dimulai
 Contoh:
Suatu penelitian ingin memastikan apakah
obat penurun kolesterol baru X lebih baik dari
obat standar Y.
 Dengan menggunakan masing-masing 1000
pasien untuk obat X dan Y ternyata:
 Obat X menurunkan kadar LDL kolesterol 11.5%
dari nilai awal
 Obat Y menurunkan kadar LDL kolesterol 11%
dari nilai awal
 Analisis statistik dengan unpaired t test
menunjukkan bahwa p<0.05.
 Sampel yang terlalu besar  perbedaan
yang bermakna secara statistik tapi tidak
berbeda bermakna secara klinik
Bias penggunaan uji statistik
Bias data fishing (data dredging):
 Terjadi bila bila peneliti melakukan analisis
statistik dan menarik kesimpulan terhadap
data yang bukan merupakan tujuan penelitian
 Perbedaan ini bisa benar, tapi bisa juga tidak
(terjadi secara kebetulan)
 Contoh: seorang peneliti ingin mengetahui
apakah obat A lebih efektif dari obat B untuk
menurunkan kadar kolesterol LDL. Dari
analisis data ditemukan bahwa efikasi obat A
tidak berbeda bermakna dari obat B untuk
menurunkan kolesterol.
Tetapi terlihat bahwa pasien yang mendapat
obat A kadar asam uratnya turun > banyak
dibandingkan dengan yang mendapat obat B
dan setelah dilakukan uji statistik ternyata
perbedaannya bermakna  maka ditarik
kesimpulan bahwa obat A menurunkan kadar
asam urat secara bermakna dibandingkan
dengan obat B.
 Catatan:
 Temuan ini tidak boleh dijadikan kesimpulan, tapi
hanya sekedar indikasi bahwa fenomena itu
mungkin benar dan ini harus diuji dengan penelitian
lain
 Kesalahan ini sering dilakukan
Bias akibat uji statistik berulang kali:
 Uji statistik yang dilakukan berulang kali
menyebabkan kemungkinan terjadinya
kesalahan tipe 1 tidak lagi pada angka 5%.
 Contoh: Seorang peneliti ingin
membandingkan efikasi 3 macam obat
penurun kadar gula darah. Ia membagi
subyeknya dalam 3 kelompok yang masing-
masing mendapat obat A, B, dan C. Untuk
mengetahui perbedaan antar uji t sebanyak 3
kali yaitu A vs B, B vs C, dan C vs A.
 Analisis cara ini bisa menimbulkan bias
karena tingkat kesalahan tipe 1 bukan lagi
5% tapi naik menjadi 14%. Bila uji ini diulang
5 x maka kesalahan tipe 1 naik menjadi 22%.
Dst.
 Cara yang benar ialah menggunakan uji
Anova. Bila ternyata ada perbedaan
bermakna, baru dilanjutkan mencari
perbedaan antar kelompok dengan uji
multiple comparison ( uji Tukey, Scheffė,
Bonferoni, dll.)
 Bila harus melakukan uji statistik berulang
kali dalam analisis interim  turunkan nilai p
Bias migrasi:
 Terjadi bila pasien yang drop out dini dari
penelitian tidak diikutsertakan dalam analisis
data dan dicarikan gantinya
 Terjadi pada penelitian eksperimental (UK)
 Bias yang terjadi ialah obat yang toksik atau
rendah efikasinya akan terlihat seolah-olah
bagus
 Untuk ini harus digunakan analisis intent-to-
treat (ITT) di samping analisis per protokol
(PP)
Bias waktu pengikutsertaan (entry time):
Terjadi bila pada penelitian yang parameter
pengukurannya ialah waktu, di mana titik waktu
awal kedua kelompok tidak dimulai dari saat
yang sama
 Contoh: dalam suatu survival analysis ingin
diketahui apakah operasi pintas koroner atau
terapi obat yang lebih unggul untuk
memperpanjang hidup pasien dengan
insufisiensi koroner.
 Untuk pasien yang mendapat obat, peneliti
menetapkan survival time terhitung saat
pasien mulai makan obat (yaitu segera
setelah randomisasi) sampai saat kematian
 Untuk pasien yang menjalani operasi,
survival time terhitung saat pasien dioperasi
sampai saat kematian
 Bias terjadi karena operasi tidak segera
dapat dilakukan setelah randomisasi seperti
halnya pasien yang mendapat obat
 Seharusnya disamakan titik waktu mulainya
perhitungan waktu yaitu pada saat
randomisasi
Bias entry time
Makan obat Mati
GRUP 1

Randomisasi

Operasi Mati
GRUP 2
Bias pada meta analisis:
 Meta analisis menggabungkan banyak penelitian
mengenai masalah tertentu, menetapkan kriteria
seleksi terhadap published articles, menyatukan-
nya untuk mendapat kesimpulan akhir.
 Meta analisis mempunyai power yang sangat
besar untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
yang dihasilkan oleh suatu intervensi
 Bias bisa terjadi karena banyak penelitian yang
memberi hasil negatif (tidak berbeda bermakna)
tidak dipublikasi karena tidak diijinkan sponsor
atau ditolak oleh editor majalah.
PERANCU
 Variabel antara (intervening variable) ialah
variabel yang dipengaruhi oleh satu atau lebih
variabel bebas, dan selanjutnya memengaruhi
satu atau lebih variabel tergantung. Di sini ada
hubungan sebab-akibat

Variabel Variabel Variabel


bebas antara tergantung
 Variabel perancu: ialah variabel yang
berhubungan dengan variabel bebas dan
variabel tergantung, tapi bukan variabel
antara. Variabel perancu dapat
menimbulkan distorsi penafsiran hubungan
antara variabel bebas dan variabel
tergantung

 Variabel perancu harus dikendalikan karena


dapat menimbulkan kesimpulan yang salah
Var.
Var. bebas Var. antara tergantung

Var. perancu
Makan Sekresi HCl Tukak
prednison  lambung

Makan NSAID
Mengguna- Gangguan Infark jantung
kan pil KB metabolis-
me lipid

Merokok
?
Metformin Lancar buang air

+ +
Banyak makan sayur
dan buah

variabel perancu
 Contoh:
 Ingin dibuktikan hipotesis bahwa

penderita diabetes melitus lebih


sering menderita perdarahan
lambung dibandingkan dengan
kontrol
 Variabel perancunya ialah makan

aspirin (yang sering dilakukan


penderita DM)
? Perdarahan
Diabetes melitus
lambung

+ +

Makan aspirin
variabel perancu
Tingkat penghasilan 
?
Jumlah anak 

+ -
Tingkat pendidikan

variabel perancu
Makan food ?
supplement Badan sehat

+
Rajin nonton TV

Bukan variabel perancu


Makan food supplement
? Badan sehat

+
Rajin olahraga

Bukan variabel perancu


Perancu akibat indikasi

Pemberian insulin Prognosis buruk

Indikasi pemberian insulin: bila sudah gagal


dengan semua obat hipoglikemik oral

Confounding by indication terjadi bila indikasi pemberian insulin


berhubungan dengan pemberian insulin dan berhubungan dengan
prognosis
Cara mengendalikan perancu
1. Restriksi seleksi subyek. Subyek dengan
berbagai faktor perancu harus dikeluarkan. Mis:
untuk studi mengetahui hubungan antara
makan kontrasepsi oral dan terjadinya infark
jantung  subyek yang obes, perokok,
agregasi trombosis meningkat,
dll.hiperkolesterolemia tidak boleh
diikutsertakan
2. Padanan (matching): Kesulitannya tidak mudah
melakukan matching untuk beberapa variabel
perancu sekaligus
3. Pengacakan (randomisasi)
4. Stratifikasi: dilakukan post hoc
Contoh stratifikasi pada suatu studi kohort:
Mau diketahui hubungan antara penggunaan IUD
dengan terjadinya salpingitis
Contoh: Tanpa stratifikasi:

SALPINGITIS Risk

Ya Tidak
Semua Ya 45 955 4.5%
perem- IUD
puan Tidak 15 985 1.5%

RR = 4.5% : 1.5% = 3 (95%CI =1.7-5.4)


Dengan stratifikasi:
a. Kelompok perempuan dg.1 partner seks

SALPINGITIS Risk

Ya Tidak
Perem-
puan dg. Ya 3 297 1.0%
1 partner IUD
seks Tidak 9 891 1.5%

RR = 1.0% : 1.0% =1
Dengan stratifikasi:
a. Kelompok perempuan dg. ≥1 partner seks

SALPINGITIS Risk
Perem- Ya Tidak
puan
dg. >1 Ya 42 658 6.0%
partner IUD Tidak 6 94 6.0%
seks

RR = 6.0% : 6.0% =1

(Schulz KF, 2006)


Mengendalikan perancu

B. Dalam analisis:
 Stratifikasi
 Analisis multivariat (a.l. regresi logistik)

Terima kasih
Sumber bias pada studi
observasional
1. Bias seleksi:
 Apakah kelompok risiko + dan risiko – benar2

sama dalam segala aspek kecuali faktor


paparan?
 Contoh apakah jogging setelah infark miokard

akan mengurangi kejadian infark berikutnya?


Kelompok yang mau jogging mungkin sekali tidak
sama karakteristiknya dengan yang non-jogging.
2. Bias informasi
3. Adanya faktor perancu
4. Faktor kebetulan
Sumber bias pada studi
observasional
Contoh: mau diketahui apakah riwayat merokok di
masa lampau dapat menimbulkan infark jantung.
Maka untuk mendapatkan validitas internal yang tinggi,
pada kelompok risiko harus dicari orang2 dengan
infark jantung yang tidak punya faktor risiko lain
selain merokok, misalnya tidak boleh ada hipertensi,
diabetes melitus, obesits, stress berlebih, usia lanjut,
dsb.
Bila hasilnya positif artinya ekstrapolasi hanya dapat
dikakukan pada kasus yang tepat sama yaitu orang2
perokok yang tidak punya penyakit lain  validitas
eksternal yang amat terbatas

Anda mungkin juga menyukai