Anda di halaman 1dari 20

Peta Teori

Soal-Soal pada UKMPPD Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh :

Faishal Muhammad Arrosyad, S.Ked

NIM 2130912310008

Pembimbing :

Prof. Dr. dr. H. Syamsul Arifin, M. Pd, DLP

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN

MASYARAKAT DAN KOMUNITAS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN ULM

BANJARMASIN

Juni, 2023
1. Jenis Kasus Covid-19 Menurut WHO?

Definisi Kasus

Kasus COVID-19 diklasifikasikan menjadi kasus suspek, kasus probabel, dan

kasus konfirmasi. Klasifikasi kasus COVID-19 dilakukan berdasarkan

penilaian kriteria klinis, kriteria epidemiologis, dan kriteria pemeriksaan

penunjang.

A. Kasus Suspek

Yang dimaksud dengan kasus suspek adalah orang yang memenuhi salah satu

kriteria berikut:

a) Orang yang memenuhi salah satu kriteria klinis:

1) Demam akut dan batuk; atau

2) Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri otot,

nyeri tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, sesak napas,

anoreksia/mual/muntah, diare, atau penurunan kesadaran; atau

3) Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berat dengan

riwayat demam/demam (> 38°C) dan batuk yang terjadi dalam 10 hari

terakhir, serta membutuhkan perawatan rumah sakit; atau


4) Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa penyebab lain yang

teridentifikasi; atau

5) Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa penyebab lain yang

teridentifikasi.

b) Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable/konfirmasi

COVID-19/klaster COVID-19 dan memenuhi kriteria klinis pada huruf a.

c) Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-

Ag) positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah A

dan B, dan tidak memiliki gejala serta bukan merupakan kontak erat

(Penggunaan RDT-Ag mengikuti ketentuan yang berlaku)

B. Kasus Probable

Yang dimaksud dengan Kasus Probable adalah kasus suspek yang meninggal

dengan gambaran klinis meyakinkan COVID-19 dan memiliki salah satu kriteria

sebagai berikut:

a) Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic Acid Amplification Test

(NAAT) atau RDT-Ag; atau

b) Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak memenuhi kriteria

kasus konfirmasi maupun bukan COVID-19 (discarded).

C. Kasus Terkonfirmasi

Yang dimaksud dengan Kasus Terkonfirmasi adalah orang yang memenuhi salah

satu kriteria berikut:

a) Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.


b) Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil pemeriksaan RDT-

Ag positif di wilayah sesuai penggunaan RDT- Ag pada kriteria wilayah B

dan C.

c) Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif sesuai dengan

penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah C.

Sumber:

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pedoman Tatalaksana Covid-


19. Edisi 4. 2022

3. Macam-macam desain penelitian

A. Studi Kohort

Pada rancangan studi kohort klasik, didapatkan dua kelompok individu yang

dinamakan sebagai kohort, yaitu kelompok individu yang berada dalam kondisi

atau mengalami kejadian yang sama. Kedua kelompok atau kohort tersebut

masing-masing adalah kelompok terpajan (exposed group) dan kelompok tak-

terpajan (unexposed group).

Studi kohort (cohort study) diawali dengan perekrutan anggota kedua

kelompok tersebut, masing-masing sebagai sampel acak dari populasi terpajan dan
populasi tak terpajan. Jika pajanan cukup sering ditemukan dalam populasi umum,

anggota sampel dapat direkrut sebagai satu sampel dari populasi umum, baru

kemudian dibagi menurut status pajanannya, yaitu kelompok terpajan dan tak

terpajan. Pada awal studi ini, seluruh anggota sampel dipersyaratkan bebas dari

penyakit yang dipelajari. Selanjutnya dilakukan pengamatan selama periode yang

telah ditetapkan, dan pada akhir periode tersebut dihitung jumlah kejadian

penyakit yang dipelajari pada masing-masing kelompok.

Metode terbaik untuk menentukan insiden dan sejarah alamiah suatu kondisi

adalah dengan menggunakan studi kohor. Studi ini dapat dilakukan secara

prospektif atau retrospektif, dan kadang-kadang dua kohor dibandingkan.

Dari data studi kohort dapat dihitung nilai risk ratio (incidence risk ratio,

cumulative incidence ratio). Persyaratan bagi perhitungan risk ratio ini yaitu

intensitas pajanan konstan dan tidak ada atau hanya sedikit anggota sampel yang

hilang dari pengamatan, padahal dalam kenyataannya intensitas pajanan seringkali

tidak konstan, begitu pula sering didapatkan adanya individu yang hilang selama

periode pengamatan karena atrisi (drop-out) atau meninggal karena sebab lain di

luar penyakit yang dipelajari (competing risk).

Dikenal dua tipe rancangan studi kohort, yaitu studi kohort prospektif dan

studi kohort retrospektif. Pada studi kohort prospektif yang lazim disebut sebagai

studi kohort saja−pengamatan bermula sejak dimulainya penelitian sampai dengan

selesai, sedangkan pada studi kohort retrospektif, pengamatan dimulai pada suatu

titik lampau sebelum dimulainya penelitian, sehingga sebagian ataupun seluruh


data pengamatan merupakan data lampau yang harus diperoleh dari rekam medik

atau sumber otentik lainnya.

B. Studi Kasus- Kontrol

Studi kasus-kontrol digunakan untuk membandingkan kelompok individu

yang memiliki kondisi atau penyakit tertentu (kasus) dengan kelompok individu

yang tidak memiliki kondisi atau penyakit tersebut (kontrol). Kelompok kasus

direkrut berdasarkan individu yang memenuhi kriteria sebagai kasus, sedangkan

kelompok kontrol dipilih secara acak dari populasi yang sama dengan kasus.

Studi kasus-kontrol berguna terutama untuk mempelajari penyakit yang jarang

terjadi. Dalam studi ini, kita dapat menghitung ukuran asosiasi yang disebut odds

ratio untuk memperkirakan risiko terjadinya penyakit. Studi kasus-kontrol

memiliki keuntungan seperti waktu penelitian yang relatif singkat dan biaya yang

lebih rendah dibandingkan dengan studi kohort.

Namun, ada juga beberapa kelemahan dalam studi kasus-kontrol. Salah

satunya adalah ketergantungan pada ingatan pasien, yang dapat mempengaruhi


akurasi data yang diperoleh. Selain itu, kualitas bukti yang dihasilkan oleh studi

kasus-kontrol cenderung lebih rendah dibandingkan dengan studi kohort, sehingga

pembuktian hubungan antara faktor risiko dan penyakit tidak sekuat dalam studi

kohort.

Ada juga variasi dalam rancangan studi kasus-kontrol, termasuk studi kasus-

kontrol berpadanan di mana kasus dan kontrol dipilih berdasarkan kesesuaian

tertentu, seperti usia atau jenis kelamin. Rancangan ini membantu mengontrol

faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian.

Dalam kesimpulannya, studi kasus-kontrol memberikan wawasan penting

tentang hubungan antara faktor risiko dan penyakit, terutama pada kondisi yang

jarang terjadi. Meskipun memiliki kelemahan tertentu, metode ini tetap berharga

dalam penelitian medis dan epidemiologi.

C. Studi Potong Lintang (cross sectional study)

Pada studi potong-lintang (cross-sectional study), seluruh anggota komunitas

yang eligibel pada saat penelitian ataupun sampel acaknya diambil menjadi

anggota sampel, tanpa mempertimbangkan status pajanan atau penyakitnya.

Setelah perekrutan anggota sampel selesai, baru dilakukan pengklasifikasian

status mereka menjadi terpajan-sakit, terpajan-tak sakit, tak terpajan-sakit, dan tak

terpajan-tak sakit. Seperti halnya pada studi kasus-kontrol, pada studi potong-

lintang pun tak dapat diperoleh nilai risk ratio, tetapi dapat dihitung nilai odds

ratio-nya.

Validitas rancangan studi potong-lintang dinilai lebih rendah daripada studi

kohort dan studi kasus-kontrol, karena tidak dapat dilakukan perhitungan ukuran
sampel untuk kelompok-kelompok yang akan diperbandingkan seperti pada studi

kohort (kelompok terpajan vs kelompok tak-terpajan) atau studi kasus-kontrol

(kelompok kasus vs kelompok kontrol). Persyaratan temporal bagi inferensi

kausal juga seringkali tak terpenuhi di sini, karena tidak dapat dipastikan bahwa

pajanan telah ada mendahului awitan penyakit. Pengumpulan data secara potong-

lintang akan menonjolkan kasus- kasus kronis, sedangkan penyakit akut dengan

durasi singkat sukar terdeteksi. Pajanan yang dipelajari pada studi potong-lintang

umumnya adalah pajanan tetap, seperti golongan darah.

D. Studi Eksperimental

Studi eksperimental adalah studi dengan disertai intervensi (perlakuan,

treatment) oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Pada studi eksperimental

analitik, terdapat dua kelompok yang diperbandingkan yaitu kelompok intervensi

dan kelompok kontrol. Kedua kelompok perbandingan ini harus diupayakan

supaya bersifat komparabel (comparable; dapat diperbandingkan satu sama lain),

dan cara terbaik untuk mencapainya adalah dengan proses randomisasi

(pengacakan), yaitu pengalokasian anggota sampel ke dalam kedua kelompok

perbandingan secara acak. Dikenal berbagai metode randomisasi yang dibahas

tersendiri. Dua bentuk studi eksperimental yaitu uji klinik dan studi komunitas.

Uji klinik adalah studi untuk mempelajari penggunaan suatu pengobatan baru,

sedangkan studi komunitas adalah studi untuk mengkaji manfaat suatu

invervensi kesehatan terhadap komunitas.


Sumber:

1. Harlan J, Sutjiati R. Metode Penelitian Kesehatan. 2nd ed. Jakarta,

Indonesia: Universitas Gunadarma; 2018.

2. Mann CJ. Observational research methods. research design II: Cohort,

Cross Sectional, and case-control studies. Emergency Medicine Journal.

2003;20(1):54–60. doi:10.1136/emj.20.1.54

5. Hasil statistik pada berbagai jenis penelitian

Jawaban: B. Odd Ratio

Pembahasan:

A. Prevalensi rasio adalah ukuran yang digunakan untuk membandingkan angka

kejadian penyakit atau kondisi tertentu antara dua kelompok yang berbeda.

Prevalensi mengacu pada jumlah kasus penyakit dalam suatu populasi pada

waktu tertentu. Prevalensi rasio dihitung dengan membandingkan prevalensi

penyakit antara kelompok yang berbeda.

B. Odd ratio adalah ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan

antara dua kejadian atau faktor yang berbeda dalam statistik. Odd ratio

menghitung rasio antara peluang (odds) dua kelompok yang berbeda. Dalam

statistik, peluang (odds) menggambarkan rasio antara kemungkinan terjadinya

suatu peristiwa dengan kemungkinan tidak terjadinya peristiwa tersebut. Odd


ratio banyak digunakan dalam penelitian medis untuk mengevaluasi hubungan

antara faktor risiko dan kejadian penyakit atau kondisi kesehatan tertentu.

C. Risiko relatif (relative risk) adalah rasio antara risiko kejadian suatu kondisi

atau kejadian yang terjadi pada dua kelompok yang dibandingkan, misalnya

kelompok yang terpapar dengan kelompok yang tidak terpapar. Risiko relatif

digunakan untuk mengukur seberapa besar risiko seseorang yang terpapar

terkena suatu kondisi atau kejadian tertentu dibandingkan dengan risiko orang

yang tidak terpapar.

D. Tingkat prevalensi adalah jumlah kasus penyakit yang ditemukan, baik yang

sudah ada sebelumnya maupun yang baru muncul, dalam suatu jangka waktu

tertentu dibagi dengan jumlah populasi yang diamati.

Sumber:

1. Tampubolon, A. B., & Widowati, T. (2018). Metode statistika dalam

penelitian kesehatan. Penerbit Kresna Cipta Media.


11. Perencanaan yang harus dibuat sebelum pencairan dana kegiatan

puskesmas dilaksanakan?

Jawaban : RUK

Pembahasan:

Langkah pertama dalam mekanisme Perencanaan Puskesmas adalah

dengan menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK) yang meliputi usulan

kegiatan wajib dan usulan kegiatan pengembangan. Penyusunan RUK

Puskesmas harus memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku baik secara

global, Nasional maupun daerah sesuai dengan hasil kajian data dan informasi

yang tersedia di Puskesmas. Dokumen pendukung yang dimaksud berupa

RPJMD, Renstra Dinkes, dan Renstra Puskesmas. Puskesmas perlu

mempertimbangkan masukan dari masyarakat melalui Forum Kesehatan Desa.

RUK harus dilengkapi pula dengan usulan pembiayaan untuk kebutuhan rutin,

sarana, prasarana dan operasional Puskesmas. RUK yang disusun merupakan

RUK tahun mendatang (H+1).

Penyusunan RUK tersebut disusun pada bulan Januari tahun berjalan (H),

berdasarkan hasil kajian pencapaian kegiatan tahun sebelumnya (H-1), dan

diharapkan proses penyusunan RUK telah selesai dilaksanakan di Puskesmas

pada akhir bulan Januari tahun berjalan (H).

RUK yang telah disusun dibahas di Dinas Kesehatan Kabupaten, diajukan

ke Pemerintah Daerah Kabupaten melalui Dinas Kesehatan Kabupaten.

Selanjutnya RUK Puskesmas yang terangkum dalam usulan Dinas Kesehatan

Kabupaten akan diajukan ke DPRD untuk memperoleh persetujuan


pembiayaan dan dukungan politis.Setelah mendapat persetujuan dari DPRD,

selanjutnya di serahkan ke Puskesmas melalui Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

Berdasarkan alokasi biaya yang telah disetujui tersebut, Puskesmas

menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Sumber pembiayaan Puskesmas

selain dari anggaran daerah (DAU) adalah dari pusat yang dialokasikan melalui

Dinas Kesehatan Kabupaten.

RPK disusun dengan melakukan penyesuaian dan tetap mempertimbangkan

masukan dari masyarakat. Penyesuaian ini dilakukan, oleh karena RPK/RBA yang

disusun adalah persetujuan atas RUK tahun yang lalu (H-1), alokasi yang diterima

tidak selalu sesuai dengan yang diusulkan, adanya perubahan sasaran kegiatan,

tambahan anggaran (selain DAU) dan lain-lainnya. Penyusunan RPK/RBA

dilaksanakan pada bulan Januari tahun berjalan, dalam forum Lokakarya Mini

yang pertama.

Renstra (Rencana Strategis) adalah dokumen perencanaan yang menyajikan

rencana dan tujuan untuk lima tahun ke depan. Dokumen ini mengidentifikasi
masalah yang perlu diatasi dan kondisi yang diharapkan dicapai dalam jangka

waktu tersebut, serta sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya. Renstra

merupakan bagian dari perencanaan pembangunan jangka menengah (RPJM)

yang disusun oleh pemerintah. Dengan kata lain, setiap periode pemerintahan

memiliki satu dokumen Renstra yang mencakup lima tahun masa pemerintahan

tersebut.

Sumber:

1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo. Pedoman Rencana Usulan Kegiatan

Puskesmas. 2020

12. Klinik darurat Covid-19 didirikan atas kerjasama Kemenkes, Dinkes

Provinsi, Dinkes kota x BPBD. Termasuk pelayanan kesehatan

Jawab: A. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer

Pembahasan:

A. Upaya Kesehatan Primer

Upaya Kesehatan Primer terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan primer dan

pelayanan kesehatan masyarakat primer.

a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Primer (PKPP)

Pelayanan kesehatan perorangan primer adalah pelayanan kesehatan dimana

terjadi kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan

kesehatan. Sarana utama PKPP terdiri dari: Puskesmas; Klinik pratama; Praktek

dokter/dokter gigi; Praktek perawat/home care; Praktek bidan; Praktek

fisioterapis; Pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer yang secara


ilmiah telah terbukti keamanan dan khasiatnya; Sarana pelayanan bergerak

(ambulatory).

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer (PKMP)

Pelayanan kesehatan masyarakat primer adalah pelayanan peningkatan dan

pencegahan tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan sasaran

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

 PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan:

Sarana Pelaksana PKMP di Tingkat Desa/Kelurahan adalah Pos UKM

Desa/Kelurahan.

 PKMP di Tingkat Kecamatan:

Sarana pelaksana PKMP di Tingkat Kecamatan adalah Puskesmas.

B. Upaya Kesehatan Sekunder

Upaya kesehatan sekunder adalah upaya kesehatan rujukan lanjutan, yang terdiri

dari pelayanan kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan

masyarakat sekunder.

a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Sekunder (PKPS)

Pelayanan kesehatan perorangan sekunder adalah pelayanan kesehatan spesialistik

yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan perorangan primer, yang

meliputi rujukan kasus, spesimen, dan ilmu pengetahuan serta dapat merujuk

kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk. Sarana utama PKPS

terdiri dari: Rumah Sakit setara kelas C dan D milik Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota, Masyarakat, dan Swasta; Praktek Dokter Spesialis/Dokter Gigi

Spesialis; Praktek Perawat Spesialis (home care); Klinik Utama.


b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Sekunder (PKMS)

Pelayanan kesehatan masyarakat sekunder menerima rujukan kesehatan dari

pelayanan kesehatan masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam bentuk

sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan serta didukung oleh

pelayanan kesehatan masyarakat tersier.

c. PKMS dilaksanakan pada Tingkat Kabupaten/Kota.

Sarana utama PKMS adalah Organisasi Perangkat Daerah yang menangani

Urusan Kesehatan.

C. Upaya Kesehatan Tersier

Upaya kesehatan tersier adalah upaya kesehatan rujukan unggulan yang terdiri

dari pelayanan kesehatan perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat

tersier.

a. Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)

Pelayanan kesehatan perorangan tersier menerima rujukan subspesialistik dari

pelayanan kesehatan di bawahnya, dan dapat merujuk kembali ke fasilitas

pelayanan kesehatan yang merujuk. Sarana utama PKPT terdiri dari: Rumah Sakit

minimal setara kelas B milik Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

kabupaten/Kota, Masyarakat, dan Swasta; Praktek Dokter Sub-Spesialis/Dokter

Gigi Sub-Spesialis; Klinik Utama Sub-Spesialis.

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier (PKMT)

Pelayanan kesehatan masyarakat tersier menerima rujukan kesehatan dari

pelayanan kesehatan masyarakat sekunder dan memberikan fasilitasi dalam

bentuk sarana, teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan


operasional, serta melakukan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan

masyarakat dan penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait. PKMT

dilaksanakan pada Tingkat Provinsi adalah Organisasi Perangkat Daerah yang

menangani Urusan Kesehatan.

Sumber :

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem

Kesehatan Nasional

14. Seorang anak sehari-hari ditepian sungai, menderita leprospirosis.

Penggolongan penyakit:

Jawab : B. Water Washed Disease

Pembahasan:

Klasifikasi Penyakit yang Melibatkan Air

Air merupakan komponen penting dalam kehidupan, semua jenis mahkluk

hidup memerlukan air untuk kelangsungan hidupnya. Untuk kepentingan manusia,

air tidak saja digunakan untuk minum, masak, dan cuci, tetapi juga untuk

keperluan agrikultur, industri, transportasi, perikanan dan pembuangan limbah

cair domestik dan industri.1,2 Dalam bidang kesehatan, beberapa jenis penyakit

melibatkan media air dalam proses penyebarannya, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Penyebaran penyakit secara tidak langsung oleh air disebabkan

oleh kandungan bahan kimia terlarut dalam badan air yang berifat toksik bagi

tubuh manusia. Adanya bahan-bahan ini dalam air disebabkan aktivitas industri,

pertanian maupun limbah domestik rumah tangga dan mencemari air.1,2


Berbagai agen penyakit yang menular melalui air meliputi virus, bakteri, protozoa

maupun vektor yang menjadikan lingkungan air sebagai tempat tinggalnya.

Menurut cara penyebarannya, ada empat macam penyakit yang

penularannya melibatkan air:

1. Water Borne Disease

Penyakit yang ditularkan langsung melalui ai yang diminum mengandung

kuman patogen sehingga menyebabkan yang bersangkutan menjadi sakit.

Termasuk dalam kategori ini adalah penyakit kolera, typhoid, disentri dll.3

2. Water Washed Disease

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh higienisitas air yang buruk,

atau karena kurangnya air untuk kebersihan perorangan. Air yang tidak

mencukupi untuk membersihkan diri atau untuk mencuci alat-alat

makanan dan pakaian.

Cara penularannya dapat berupa:

a. Infeksi pada saluran pencernaan seperti diare pada anak-anak

b. Infeksi pada kulit dan mata, seperti skabies dan trakoma

c. Penyakit melalui cairan kemih binatang pengerat, seperti leptospirosis

3. Water Based Disease

Adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus

kehidupannya berhubungan dengan air. Contoh penyakit ini adalah

schistosomiasis.

4. Water Related Vector

Adalah penyakit yang disebabkan oleh vektor penyakit yang sebagian atau
seluruh perindukannya berada di air. Termasuk dalam kategori ini adalah

demam berdarah, malaria, filariasis, dsb.

Tabel. Contoh Penyakit menular bawaan air

Sumber:

1. Priyanto D. Peran Air Dalam Penyebaran Penyakit. BALABA. Jun

2011;7:27-28

2. Juli Soemirat Slamet, Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2009.

3. Juli Soemirat, Epidemiologi Lingkungan, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2010.
15. Seorang pemuda sehari-hari bekerja diperusahaan kayu kemudian

mendadak muntah, diperiksa dokter dan mengalami diare. Penyakit

tergolong?

Jawaban: B. penyakit umum ditempat kerja

Pembahasan:

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan.

Ditinjau dari definisinya penyakit pada karyawan dapat dikategorikan menjadi

tiga, yaitu: Penyakit umum (general diseases), Penyakit akibat hubungan kerja

(Work related disease/ Disease afeecting Working Populations), dan Penyakit

akibat kerja (Occupational Disease).

A. Penyakit umum ditempat kerja (General Disease), adalah penyakit-

penyakit yang terjadi ditempat kerja, yang tidak ada hubungannya secara

langsung baik akibat dari kerja, ataupun berisiko terjadi akibat pekerjaan

yang dilakukan misalnya, influenza, ataupun sakit kepala

B. Penyakit Akibat Kerja (Occupational Disease). Penyakit akibat kerja

didefinisikan sebagai semua kelainan atau/ penyakit yang disebabkan oleh

lingkungan kerja atau pekerjaan. Penyakit ini mempunyai penyebab secara

spesifik atau mempunyai hubungan yang kuat dengan pkerjaan, yang ada

umumnya terdiri dari satu gen penyebab yang sudah diakui.

C. Penyakit yang Berhubungan Dengan Pekerjaan (Work Related

Disease). Adalah penyakit yang mempunyi beberapa agen penyebab.

Faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko

lainnya dalam perkembangan penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.


D. Penyakit yang Mengenai Populasi Pekerja (Occupational Disease/

Disease Affecting Working Populations). Penyakit yang terjadi pada

populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat

diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.

Sumber :

1) Bayu Dharma AA, Adnyana Putera IGA, Parami Dewi AAD. Manajemen

Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Proyek Pembangunan

Jambuluwuk Hotel & Resort Petitenget. J Spektran. 2017;5(1):47–55.

Anda mungkin juga menyukai