Anda di halaman 1dari 56

CRS RHINITIS ALLERGY

Preseptor : dr. Iwan Tatang.,Sp.THT-KL


Kelompok 17 :
Perisza Kenanga (12100120648)
Khiyarotun Nisa R (12100120667)
Noufal Rizqullah (1210012626)
Mochammad Faris A (1210012511)
REVIEW CASE
Identitas Pasien
• Nama : Ny. W
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Umur : 38 tahun
• Alamat : Bandung
• Pendidikan terakhir : Tidak ditanyakan
• Pekerjaan : Ibu rumah tangga
• Agama : Islam
• Status Marital : Sudah menikah
• Tanggal Masuk RS : 30-08-2021
• Tanggal Pemeriksaan : 30-08-2021
Anamnesis
• Pasien mengeluhkan hidung meler pada kedua lubang hidung. Keluhan tersebut sudah ia
rasakan sejak usia 30 tahun. Keluhan diperparah ketika pagi hari dan bila terkena debu.
Keluhan mereda ketika cuaca hangat. Cairan yang keluar dari hidung berwarna bening.
• Pasien juga mengeluhkan adanya hidung tersumbat, hidung gatal, bersin, dan sedikit demam
saat keluhan utama timbul. Pasien juga mengeluhkan nyeri berdenyut seluruh bagian kepala.
Pasien menyangkal adanya nyeri dalam telinga, telinga berdengung, keluar cairan dari telinga
dan nyeri kepala dengan sensasi berputar. Pasien menyangkal adanya sensasi berat pada
wajah dan nyeri pada dahi dan pipi. Pasien menyangkal adanya sakit tenggorokan dan nyeri
menelan.
• Pasien memiliki riwayat alergi pada kedua anaknya. Pasien menyangkal gatal pada kulit saat
keluhan utama timbul. Pasien menyangkal bahwa ia pernah memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus, penyakit jantung, dan hipertensi. Pasien juga menyangkal adanya penyakit
hidung lainnya.
• Pasien mengobati keluhan hidung meler dengan menggunakan minyak kayu putih dan
istirahat. Pasien menyangkal bahwa ia tidak memiliki alergi obat. Pasien tidak pernah
mengobati keluhan hidungnya.
Pemeriksaan Fisik
• Kesan Umum:
• Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda Vital :
• TD = 120/80 mmHg
• Nadi = 80x/menit
• Respirasi = 20x/menit
• Suhu = 36,5OC (Afebris)
Pemeriksaan Fisik
• Status Generalis:
• Kepala : Normocephal, rambut tidak rontok, mata: conjungtiva
anemis (-/-), skelra ikterik (-/-)
• Leher : Tidak ada pembesaran KGB, massa (-)
• Thoraks : Simetris
• Cor : Bunyi S1, S2 reguler, tidak ditemukan murmur dan gallop
• Pulmo : VBS kanan=kiri, wheezing (-/-) dan ronchi (-/-)
• Abdomen : Lembut, datar, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
• Ekstremitas: Akral hangat, CRT<2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
• Neurologis : Refleks fisiologis (+/+), Refleks patologis (-/-)
Auris
Bagian Kelainan Dextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada

Status Lokalis
Radang (hiperemis, Tidak ada Tidak ada
edema) Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Fistula Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan
• Telinga Aurikula Kelainan kongenital
Radang (hiperemis,
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
edema) Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan
Retroaurikula Radang (hiperemis, Tidak ada Tidak ada
edema) Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
Fistula Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan
Meatus Acusticus Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Externa/ Canalis Kulit Tidak ada Tidak ada
Auditorius Edema Tidak ada Tidak ada
Eksternus Sekret Tidak ada Tidak ada
Tes Pendengaran Dextra Sinistra Serumen Tidak ada Tidak ada
Jaringan Granulasi Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Membrana Timpani Warna Putih keabuan Putih keabuan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan Intak intak Intak
Refleks cahaya (+) (+)
Gambar
Tes Weber Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan


Nasal
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Keadaan Warna, Bentuk dan Ukuran
 
Dalam batas normal
 
Dalam batas normal
Luar  
Mukosa    
• Hidung - edema
- hiperemis
(-) tidak ada
(-) tidak ada
(-) tidak ada
(-) tidak ada
- livide (+) ada (+) ada
Sekret (-) tidak ada (-) tidak ada
Krusta (-) tidak ada (-) tidak ada
Concha inferior Eutrofi Hipertrofi
Rhinoskopi    
   
anterior    
   
   
   
 
Septum Tidak ada deviasi
Polip/tumor (-) tidak ada (-) tidak ada
Pasase udara Normal Normal
Mukosa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uvula Tidak dilakukan
Koana (sup, media, inf) Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rhinoskopi Sekret Tidak dilakukan Tidak dilakukan
posterior Massa/ tumor
Torus tubarius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Fossa Rosenmuller Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Adenoid Tidak dilakukan
Bagian Kelainan Keterangan
Mukosa mulut Normal
Lidah Bersih, basah, gerakan normal ke segala arah
Palatum molle Normal
Gigi geligi Normal
Mulut Uvula Tidak ada deviasi
• Mulut dan Halitosis Tidak ada
Orofaring
Mukosa (+/+)
Besar T1/T1
Kripta (-/-)
Detritus (-)/(-)
Perlengketan (-)
 
Tonsil  
 
 
 
 
 

Mukosa Tidak hiperemis


Granula (-)
Faring (orofaring) Post nasal drip (-)
• Maxillofasial
Bagian Kelainan
Bentuk Simetris
Parese N.kranialis (-/-)
Inspeksi sinus maksilaris dan Tidak membengkak
frontalis
Tes palpasi & perkusi di wajah (sinus
maksilaris/ frontalis) (-/-)
Allergic shiner (-) Tidak ada
Allergic salute (-) Tidak ada
Allergic crease (-) Tidak ada
Leher
• Kaku kuduk : Tidak ada
• KGB : Tidak ada pembesaran
• Tiroid : Tidak ada pembesaran
• Massa/ benjolan : Tidak ada
Resume
Pasien Tn.T
• Keluhan utama : Meler pada kedua lubang hidung saat pagi hari dan terpapar
debu
• Keluhan tambahan :
• Hidung tersumbat, hidung gatal, dan bersin.
• Cephalgia berdenyut seluruh bagian kepala.
• Riwayat alergi: terdapat pada kedua anaknya
Hasil pemeriksaan :
• Hidung:
• Terdapat adanya hipertrofi concha inferior sinistra
• Livide pada mukosa
Diagnosa banding
• Rhinitis alergi persisten ringan
• Rhinitis simpleks ec. Virus infulenza
• Rhinitis vasomotor

PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Lab darah rutin (Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
• Eosinophil count
• Skin prick test
Diagnosis Kerja
• Rhinitis alergi persisten ringan

TATALAKSANA
• Medikamentosa:
• Cetirizine 10 mg 1x1 selama 3 hari
• Pseudoephedrin 60mg 3x1 selama 3 hari
• Metilprednisolon 4 mg 2x1 selama 5 hari, tappering off
• Asam mefenamat 500 mg saat nyeri kepala
• Nonmedikamentosa:
• Menghindari kontak alergen
• Edukasi:
• Memakai masker saat membersihkan rumah
• Menghangatkan diri bila cuaca dingin
Prognosis
• Quo Ad Vitam : Ad Bonam
• Quo Ad Functionam : Ad Bonam
• Quo Ad Sanationam : Ad Bonam
BASIC SCIENCE
ANATOMI HIDUNG

Merupakan bagian atas dari jalan nafas, terletak superior dari hard
palate, terdiri dari external nose dan nasal cavity, terbagi menjadi kanan
dan kiri cavities oleh nasal septum.

External Nose

HIDUNG

Nasal Cavity
Berbentuk pyramid. Merupakan bagian terlihat dari hidung yang
menonjol dari wajah, terbentuk oleh tulang dan sebagian besar
cartilage hyalin.

• Root (pangkal hidung)


• Dorsum
• Apex
HIDUNG • Naris (nostril)

LUAR • Nasal septum


• Ala of nose
Hidung disokong oleh tulang dan tulang rawan.
Bagian hidung:
Tulang
a. prosesus nasalis os frontal
b. Kedua os nasal
c. Prosesus frontalis os maksila
Tulang rawan
d. 2 lateral cartilage
e. 1 septal cartilage
f. 2 alar cartilage
• Berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian
tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
• Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang
belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan
nasofaring.
• Terdapat vestibulum letaknya tepat di belakang nares anterior. Vestibulum ini dilapisi
oleh kulit yang punya banyak kelenjar sebasea dan rambut rambut Panjang (vibriae).
• Kavum nasi memiliki 4 dinding : dinding superior, inferior, medial, dan lateral.
• Dinding medial adalah septum nasi yang dibentuk oleh :
 Bagian tulang : lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila, dan krista
nasalis os palatin.
KAVUM  Bagian tulang rawan : kartilago septum dan kolumela.
NASI • Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan, periosteum pada bagian
tulang, sedangkan luarnya dilapisi mukosa hidung.
• Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka : inferior, media, superior, suprema.
• Nasal Konka :
• Inferior konka  tulang tersendiri melekat pada os maksila dan labirin
BAGIAN ethmoid.
KAVUM • Media, superior, dan suprema konka  merupakan bagian dari labirin
ethmoid.
NASI • Diantara konka konka dan dinding lateral terdapat rongga sempit disebut meatus.
Terdapat 3 meatus yaitu :
 Inferior
 Medius
 Superior
• Dinding Superior :
• Dinding superior dibentuk oleh
BATAS lamina kribriformis yang
memisahkan rongga tengkorak
dari rongga hidung
RONGGA • Dinding Inferior :
HIDUNG • Os maksila
• Os palatum

• Bagian posterior :
• Dibentuk oleh os sphenoid
• Bagian atas : a. etmoid anterior dan posterior
yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari
a. karotis interna
• Bagian bawah : cabang a. maksilaris interna,
VASKULARISASI diantaranya adalah ujung a. palatine mayor
ARTERI dan a. sphenopalatine
• Bagian depan : cabang a. fasialis
• Bagian depan septum : terdapat anastomosis
dari cabang a. sphenopalatine, a. etmoid
anterior, a. labialis superior, dan a. palatina
mayor yang disebut kiesselbach.
• Vena vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya.
• Vena vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernosus.
• Vena di hidung tidak memiliki katu sehingga merupakan faktor predisposisi untuk
DRAINASE VENA mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.
• Bagian depan dan atas : n. ethmoidalis anterior
• Rongga hidung lain : Sebagian besar dari n. maksila melalui ganglion
sphenopalatine

INERVASI
FISIOLOGI HIDUNG

• Fungsi respirasi : untuk mengatur kondisi udara, penyaring udara, mengatur kelembapan
udara, penyeimbang dalam pertukaran tekanan
• Fungsi penghidu : terdapat mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung
stimulus penghidu
• Fungsi fonetik : untuk resonansi suara, membantu proses bicara
• Refleks nasal
CLINICAL SCIENCE
RHINITIS ALLERGI
DEFINISI
• Rhinitis allergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan
ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986).
• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin , rinore , rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh
Ig E (WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, tahun 2011).
• Penyakit simtomatis pada hidung yang terinduksi oleh proses inflamasi yang
diperantarain IgE pada mukosa hidung setelah pajanan allergen (PERHATI-
KL).
EPIDEMIOLOGI
• Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas atas
yang sering sangat dijumpai, dilaporkan prevalensi mencapai 40% dari
populasi umum.
• Karena infeksi virus pernapasan sering terjadi pada anak kecil dan
menghasilkan gejala yang sama, sangat sulit untuk mendiagnosis rinitis
alergi dalam 2 atau 3 tahun pertama kehidupan. Prevalensi puncak rinitis
alergi pada dekade kedua hingga keempat kehidupan dan kemudian
secara bertahap berkurang.
• Kehadiran rinitis alergi (musiman atau tahunan) secara signifikan
meningkatkan kemungkinan asma: hingga 40% orang dengan rinitis alergi
memiliki atau akan menderita asma
ETIOLOGI
• Alergen inhalan : tungau debu rumah (D. pteronyssinus, D.farina,
B.tropicalis), kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucing, anjing),
rerumputan (Bermuda grass), serta jamur (Aspergillus, Alternaria)
• Alergen ingestan : susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting
dan kacang-kacangan.
• Alergen injektan: penisilin dan sengatan lebah
• Alergen kontaktan: bahan kosmetik, perhiasan
KLASIFIKASI
• Berdasarkan sifat berlangsungnya:
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
 penyebab spesifik, yaitu serbuk (pollen) dan spora jamur.
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
Gejala muncul intermintten atau terus menerus, tanpa variasi
musiman, dapat ditemukan sepanjang tahun
Alergen inhalan utama: allergen dalam rumah (tungau) dan allergen
diluar rumah
Alergi ingestan sering pada anak- anak.
• Berdasarkan sifat berlangsungnya (WHO Initiative ARIA):
1. Intermitten (kadang-kadang): <4 hari/minggu atau <4minggu
2. Persisten/menetap: > 4 hari/minggu dan >4 minggu.
• Berdasarkan derajat berat ringannya penyakit:
1. Ringan  bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas
harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang
mengganggu.
2. Sedang-berat  bila terdapat satu atau lebih dari gangguan diatas.
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala muncul di pagi hari atau malam hari.
• Gejala mata: mata merah, gatal dan berair.
• Gejala lain: batuk, tenggorokan gatal, gangguan konsentrasi,
gangguan tidur. Pada penderita asma: sesak napas dan mengi.
• Gejala hidung: : hidung berair, hidung tersumbat, hidung gatal dan
bersin berulang. Allergic shiner, allergic salute, allergic crease
DIAGNOSIS
• Anamnesis:
1. Gejala yang khas : serangan
bersin yang berulang
2. Gejala lain: rinore yang
encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan
mata gatal, lakrimasi.
• Pemeriksaan Fisik:

Rhinoskopi posterior
-mulut sering terbuka dengan lengkung
 Pada anak-anak: Rhinoskopi anterior langit-langit yang tinggi yang akan
allergic shiner, - Mukosa edema, basah, menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi
allergic salute, berwarna pucat atau livid, geligi (facies adenoid), dinding posterior
allergic crease sekret yang banyak faring granuler dan edema (cobblestone
appearance), lidah  geographic
apparance
• Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan kadar IgE spesifik dengan ELISA atau RAST
Pemeriksaan jumlah eosinophil sekret hidung
2. Pemeriksaan endoskopi  untuk evaluasi keterlibatan kompleks
osteomeatal dalam menilai adanya rinosinusitis, polip hidung atau septum
deviasi sebagai komorbid.
3. Tes kulit alergi
 Dengan menggunakan ekstrak allergen, tes cukit/tusuk kulit (gold standar)
SKIN PRICK TEST
• Skin Prick Test (SPT) adalah metode yang dapat diandalkan untuk
mendiagnosis penyakit alergi yang dimediasi IgE pada pasien dengan
rinokonjungtivitis, asma, urtikaria, anapilaksis, eksim atopik dan
dugaan alergi makanan dan obat.
• Dapat membantu untuk memastikan diagnosis alergi tipePrinsip: I.
memanfaatkan keberadaan dan derajat
• Keuntungan: invasif, murah, hasil segera tersedia
reaktivitas kulit sebagai penanda pengganti untuk
Interpretasi: sensitisasi di dalam organ target, yaitu mata,
Indikasi:
- Alergi Tipe 1 Positif : jika wheal berukuran > 3 hidung, paru-paru, usus dan kulit. Ketika alergen
- Alergen makanan, inhalan, obat, mm yang relevan dimasukkan ke dalam kulit, IgE
Negatif: jika wheal berukuran <3 spesifik yang terikat ke reseptor permukaan pada
pekerjaan.
cm sel mast dihubungkan silang, sel mast mengalami
degranulasi, dan histamin serta mediator lainnya
dilepaskan. Ini menghasilkan respons wheal dan
flare yang dapat dihitung.
• Lokasi setiap alergen dapat ditandai • Jarak antara dua uji tusuk kulit (≥ 2
dengan pena atau dengan cm) sangat penting untuk
menggunakan kisi uji di lengan menghindari reaksi positif palsu
bawah untuk mengidentifikasi hasil karena kontaminasi langsung dari
uji dengan benar. Tes harus uji terdekat atau sekunder akibat
diterapkan pada aspek volar lengan refleks akson . Setetes larutan uji
bawah, setidaknya 2 - 3 cm dari harus ditempatkan pada kulit
pergelangan tangan dan fossa dengan urutan yang sama untuk
antekubiti .Punggung juga bisa setiap subjek yang diuji dan segera
digunakan untuk SPT terutama pada ditusuk.
bayi. Kulit di punggung lebih sensitif
daripada lengan bawah yang dapat
menghasilkan bintil yang lebih besar
dan dengan demikian mungkin lebih
banyak hasil tes positif.
EKSTRAK

Ekstrak alergen idealnya harus


distandarisasi berdasarkan Ekstrak alergen adalah campuran
kandungan penentu alergen mayor biologis yang mengandung berbagai
dan minor karena tidak semua protein, glikoprotein, dan
pasien alergi terhadap setiap polisakarida yang berbeda.
antigen dalam ekstrak individu.

Ekstrak tidak boleh mengandung


bahan pengawet yang dapat Untuk alergen tanaman tertentu,
menyebabkan reaksi positif palsu, terutama untuk makanan dan
misalnya natrium merthiolate. Juga sayuran segar, metode tusuk-tusuk
tidak boleh dicampur dengan lebih dapat diandalkan daripada
alergen lain, mis. tungau debu menggunakan ekstrak buatan.
rumah dengan ekstrak bulu anjing.
DIAGNOSIS BANDING
• Rinitis non alergi :
1. Rinitis vasomotor/idopatik
2. Rinitis hormonal, rinitis pada usia lanjut, rinitis yang diinduksi obat,
rinitis akibat kerja, dan non-allergic rhinitis eosinophilic
syndrome/NARES yang berdasarkan ICD 10 semua rinitis ini
diklasifikasikan ke dalam kelompok Chronic rhinitis, nasopharyngitis
and pharyngitis.
TATALAKSANA
• Farmakoterapi
Obat diberikan berdasarkan dari klasifikasi diagnosis rinitis alergi
(sesuai algoritma WHO-ARIA 2008). Obat diberikan selama 2-4 minggu,
kemudian dievaluasi ulang ada/tidak adanya respons. Bila terdapat
perbaikan, obat diteruskan lagi 1 bulan. Obat yang direkomendasikan
sbb:
1. Antihistamin oral generasi kedua atau terbaru. Pada kondisi tertentu
dapat diberikan antihistamin yang dikombinasi dekongestan,
antikolinergik intranasal atau kortikosteroid sistemik.
2. Kortikosteroid intranasal
-antihistamin
• Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, bekerja dengan
secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target.
• Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan
secara peroral.
• Antihistamin dibagi 2 golongan:
1. Antihistamin generasi 1 : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin,
siproheptadin  menembus sawar darah otak (efek pada SSP) , plasenta,
efek kolinergik
2. Antihistamin generasi-2: loratadin, setirisin, fxofenadin, desloratadin,
levaosetirisin  bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah
otak.
-kortikosteroid
• Dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase
lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain.
• Kortikosteroid topikal: beklometason, budesonide, flunisolid,
flutikason, mometason furoat dan triamsinolon.
• Kortikosteroid topikal  mengurangi jumlah sel mastosit pada
mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari
eosinophil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma.
Penghindaran allergen dan kontrol
lingkungan

Bersamaan dengan pemberian obat, pasien diedukasi untuk


menghindari atau mengurangi jumlah alergen pemicu di lingkungan
sekitar. Membuat kondisi lingkungan senyaman mungkin dengan
menghindari stimulus non spesifik (asap rokok, udara dingin dan
kering)
Operasi

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),


konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu
dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor
asetat
Imunoterapi

Apabila tidak terdapat perbaikan setelah farmakoterapi optimal dan


penghindaran alergen yang optimal, maka dipertimbangkan untuk
pemberian imunoterapi secara subkutan atau sublingual (dengan
berbagai pertimbangan khusus). Imunoterapi ini diberikan selama 3-5
tahun untuk mempertahankan efektifitas terapi jangka panjang.
Edukasi
Kombinasi modalitas di atas hanya dapat terlaksana dengan baik
apabila dilakukan edukasi yang baik dan cermat kepada pasien ataupun
keluarga. Menerangkan juga kemungkinan adanya ko-morbid dan
tindakan bedah pada kasus yang memerlukan (hipertrofi konka,
septum deviasi atau rinosinusitis kronis).
KOMPLIKASI

Polip hidung

Otitis media efusi  biasanya pada anak-anak

Rhinosinusitis
PROGNOSIS

Quo ad vitam Quo ad Quo ad


• Dubia ad bonam functionam sanactionam
• Dubia ad bonam • Dubia ad bonam
Daftar pustaka
• Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala & Leher Edisi Ke
7, Cetakan Keempat,Tahun 2015, Penerbit :Badan Penerbit FKUI
• Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, Clinical Pathway.
Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung,Tenggorok, Bedah Kepala Leher
Indonesia. Volume 2. 2016
• Lisa M. Wheatley, M.D., M.P.H. and Alkis Togias, M.D. Allergic Rhinitis. N Engl
J Med. 2015 Jan 29; 372(5): 456–463. doi: 10.1056/NEJMcp1412282
• Lucie Heinzerling, et al.The skin prick test – European standards. 2013.doi: 
10.1186/2045-7022-3-3

Anda mungkin juga menyukai