Anda di halaman 1dari 93

Case Report

Session
Preseptor : dr. Tety H. Rahim, SpTHT-KL., M.Kes., MH.Kes

Presentan
Annisa Resyifa Putri 12100120505
Faisal 12100120570
Khoiriyah 12100120574
Nyayu Mevia Fiqi Rizkiavisha 12100120585
Syahrurriza Rizqi Amrullah 12100120601
Identitas Pasien
Nama : Nn. SM
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Umur : 23 tahun Status Marital: Belum menikah
Alamat : Komplek Pesona Tanggal Masuk RS : 30-11-2021
Bali
Tanggal Pemeriksaan : 30-11-2021
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Anamnesis
Keluhan Utama : Hidung Meler

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien Nn. SM, 23 tahun perempuan dating ke RSMB dengan keluhan hidung
meler. Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 5 hari yang lalu, keluhan terjadi di
kedua hidung. Kkeluhan tidak terjadi secara terus menerus, cairan yang keluar
berwarna bening dengan konsistensi cair, keluhan bertambah berat pada pagi-
siang hari ketika beraktivitas dan membaik ketika beristirahat.

Keluhan lain dirasakan seperti hidung tersumbat di awal gejala 2 hari


pertama yang hilang timbul disertai bersin. Hidung tersumbat muncul secara
tibat-itba tanpa pemicu. Keluhan demam hanya muncul di hari pertama sakit dan
hanya muncul di pagi hari. Keluhan adanya dahak di hari ke-2 dengan jumlah
yang sedikit, berwarna kuning. Pasien mengatakan mengeluarkan dahak dengan
cara batuk. Keluhan tersebut menggangu aktivitas sehari hari.
Pasien menyangkal adanya batuk terus-menerus, nyeri menelan, suara serak,
tenggorokan kering, sakit tenggorokan dan hilang penciuman. Pasien menyangkal
sering menggosok hidung karena terasa gatal, mata berair, sakit di bagian wajah
saat menunduk, bersin di pagi hari, alergi makanan tertentu dan wajah terasa
penuh. Bersin maupun mata berair pada keadaan tertentu seperti terpapar debu,
cuaca dingin dan bulu kucing disangkal pasien. Pasien menyangkal adanya
riwayat alergi pada keluarga, asma pada keluarga, riwayat gatal-gatal dan
riawayat alergi terhadap obat.
Keluhan demam sudah diobati, hidung berair sudah diobati dengan rhinos
dan keluhan membaik. Pasien sebelumnya mengalami keluhan setelah
melakukan aktivitas seperti jaga yang membuat pasien merasa kelelahan.
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Status Generalis:
Kesadaran : Compos mentis Kepala : Normocephal, rambut tidak rontok
Tanda Vital Mata : Sclera icteric (-/-), Conjungtiva anemis (-/-)
TD = 100/80 mmHg
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-), deviasi
Nadi = 90x/menit trachea (-)
Respirasi= 22x/menit
Thoraks : Pergerakan Simetris
Suhu = 36,7 derajat celcius
Cor : S1 S2 Murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS Kanan = Kiri, wheezing (-/-), ronchi (-/-), crackles(-/-)
Abdomen : Datar, lembut, hepar tidak teraba, spleen tidak
teraba, bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2s, edema (-/-), Sianosis (-/-)
Neurologis : Kaku kuduk (-), Reflek fisiologis (+/+), Reflek patologis
(-/-)
Auris
Bagian Kelainan Dextra Sinistra
Preaurikula Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
S Radang (hiperemis, edema)
Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

T Trauma
Fistula
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
A Aurikula Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
T Radang (hiperemis, edema)
Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

U Trauma
Deformitas
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
S Retroaurikula Radang (hiperemis, edema) Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
Fistula Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada

L Meatus Acusticus Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada


O Externa/ Canalis
Auditorius Eksternus
Kulit
Edema
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
K Serumen
Jaringan Granulasi
Ada sedikit, kecoklatan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

A Membrana Timpani
Massa

Warna
Tidak ada

Putih keabuan
Tidak ada

Putih keabuan
L Intak
Refleks cahaya
Gambar
intak
(+)
intak
(+)

I
S
Tes Pendengaran

Tes Pendengaran Dextra Sinistra

Tes Rinne (+) (+)

Tes Weber Tidak ada lateralisasi

Tes Schwabach Sama dengan Sama dengan


pemeriksa pemeriksa
Nasal
Pemeriksaan Dextra Sinistra
Keadaan    
Luar Warna, Bentuk dan Dalam batas normal Dalam batas normal
Ukuran  
Mukosa  Basah  Basah
- edema (-) (-)
- hiperemis (-) (-)
- livide (+) (+)
Sekret Ada sedikit, Ada sedikit,
mucopurulent mucopurulent
Krusta (-) (-)
Concha inferior normal normal
   
   
Rhinoskopi    
anterior    
   
 
 
 
Pemeriksaan
Hidung
Septum
Polip/tumor
Pasase udara
normal
Tidak ada Tidak ada
menurun menurun
Mukosa Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Uvula Tidak dilakukan
Koana (sup, media, Tidak dilakukan Tidak dilakukan
inf)
Sekret Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rhinoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
posterior Massa/ tumor
Torus tubarius Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fossa Rosenmuller Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Adenoid
Tidak dilakukan
Bagian Kelainan Keterangan
Mukosa mulut Basah
Lidah Basah, kotor, gerakan normal ke segala arah
Palatum molle
Gigi geligi
Normal
Tidak lengkap
Mulut dan
Mulut Uvula
Halitosis
Normal
Tidak ada Orofaring

Mukosa normal
Besar T1 / T1
Kripta +/+
Detritus - / -
Perlengketan - / -
 
 
Tonsil  
 
 
 
 

Mukosa normal
Granula Tidak ada
Faring
Post nasal drip Tidak ada
(orofaring)
Bagian Kelainan
Bentuk normal
Parese N.kranialis Tidak ada

Maksilofa
Inspeksi sinus maksilaris dan Normal, tidak membengkak
frontalis
Tes palpasi & perkusi di wajah
Nyeri tekan (-)

sial
(sinus maksilaris/ frontalis)
Allergic shiner Tidak ada
Allergic salute Tidak ada
Allergic crease Tidak ada

Leher
Kaku kuduk : negatif
KGB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Massa/ benjolan : tidak ada
Leher
Kaku kuduk : negatif
KGB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Massa/ benjolan : tidak ada
Resume
Pasien Nn. SM, 23 tahun perempuan datang ke RSMB dengan keluhan
rhinorrhea yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu dan terjadi di kedua hidung,
sekret yang keluar merupakan secret mucoid dengan konsistensi cair dan muncul
ketika beraktivitas serta hilang ketika beristirahat. Keluhan lain dirasakan seperti
bersin, hidung tersumbat, demam dan berdahak dihari kedua sakit. Pasien telah
berobat dan keluhan membaik. Tidak terdapat riwayat alergi di keluarga seperti
asma dan penyakit kulit
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran
compos mentis, TTV dalam batas normal, status lokalis telinga pada meatus
acusticus externa dextra teradapat sedikit serumen berwarna kecoklatan. Pada
status lokalis hidung pada rhinorskopi anterior terdapat livide +/+, dan sedikit
secret mucopurulent +/+. Mulut dan orofaring dalam batas normal, maksiofasial
dan leher dalam batas normal
DIAGNOSIS BANDING PEMERIKSAAAN PENUNJANG
•Rhinitis Simpleks Pemeriksaan darah rutin:
•Rhinitis Vasomotor Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
•Rhinitis Alergi
Diagnosis Kerja
Rhinitis Simpleks
PENATALAKSANAAN PROGNOSIS
Nonmedikamentosa: Quo ad vitam : Ad bonam
o Istirahat yang cukup Quo ad functionam : Ad bonam
o Tidak boleh mengkonsumsi Quo ad sanationam : Ad bonam
minuman dingin
Medikamentosa:
o Dekongestan: Pseudoephedrine
60mg 2x1 diberikan selama 3 hari
o Antibiotik : Amosisilin 500mg 3x1
diberikan 5 hari
Basic Science Hidung
ANATOMI HIDUNG
- terlihat menonjol dari wajah
- Kerangka Sebagian besar tulang
rawan
HIDUNG EKSTERNAL

- Dorsum hidung memanjang


dari akar hidung ke apeks
(ujung) hidung
- Nares (nostril (lubang hidung),
 diikat secara lateral oleh
alae (sayap) hidung
- Bagian tulang superior hidung,
termasuk akarnya  dilapisi
kulit tipis
- Bagian tulang rawan  dilapisi
kulit yang tebal dan banyak
kelenjar sebaseous nya
Kerangka penyangga hidung terdiri dari
tulang dan tulang rawan hialin.
Tengkorak hidung Eksternal
Nasal Septum

•membagi 2 rongga hidung


•Komponennya:
- Perpendicular plate dari etmoid
- Vomer
- Tulang rawan septum
•Rongga hidung dilapisi oleh mukosa
kecuali nasal vestibule  dilapisi olah
kulit
•Mukosa berlanjut bagian :
RONGGA HIDUNG

- Posterior  nasofaring
- Superior dan lateral  sinus
paranasal
- Superior  kantung lakrimal dan
konjungtiva

Batasnya:
- Atap : frontonasal, etmoidal.
Sphenoidal
- Lantai : proses palatine
- Dinding medial : septum hidung
- Dinding lateral : nasal konka
ARTERI
Pasokan arteri dari dinding medial
dan lateral rongga hidung berasal
dari lima sumber: 
1. A. ethmoidal anterior (dari arteri
ophthalmic). 
2. A. ethmoidalis posterior (dari
arteri ophthalmicus).
 3. A. sphenopalatina (dari arteri
maksilaris). 
4. A. palatina besar (dari arteri
maksilaris). 
5. Cabang septum dari arteri labial
superior (dari arteri fasial). 
VENA
Pleksus vena submukosa yang kaya jauh ke
dalam mukosa hidung mengalir ke vena
sphenopalatina, fasial, dan oftalmikus

Pleksus vena  penting untuk sistem


termoregulasi tubuh, pertukaran panas &
udara hangat sebelum masuk ke paru-paru
SARAF
Greater palatine
Posteroinferior Anterosuperior
nerve

Saraf
Ke dinding
Maksila nerve oftakmikus (CN
lateral
V1)

Hidung luar
1.Dorsum dan apeks  disuplai oleh
CN V1
INERVASI

2.Alae  disuplai oleh cabang


hidung infraorbital
RESPIRATORY EPITHELIUM

Histologi Ciliated pseudostratified columnar epithelium


1. Cilliated columnar cells; 250-300 silia di permukaan apical
2. Goblet cells;
3. Brush cells;
OLFACTORY EPITHELIUM
4. Small granule cells;
pseudostratified columnar epithelium
1. Olfactory Neuron 5. Basal cells
2. Supporting cells
3. Basal cells
Fungsi Hidung
Fungsi Fungsi Fungsi Refleks
Respirasi Penghidu Fonetik, Nasal
statik&mekanik
Karena terdapat Iritasi mukosa
-Sebagai jalan nafas mukosa olfaktorius -Resonansi suara hidung akan
-Alat pengatur kondisi pada atap rongga -Membantu proses menyebabkan
udara (air conditioning) hidung,konka,superio bicara refleks bersin,
-Penyaring udara rsepertiga bagian atas -Meringankan beban rangsangan bau
-Menjebak partikel septum kepala -Proteksi tertentu akan
lain/ patogen trauma menyebabkan
sekresi kelenajr liur,
lambung, pankreas
Rhinitis Hipertrofi
Definisi
Definisi: perubahan mukosa hidung pada konka inferior yang
mengalami hiperttrofi karena proses kronis yang disebabkan oleh
infeksi primer atau sekunder.

Rintis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung


dan sinus atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.
Manifestasi Klinis
• Sumbatan hidung

• Mulut kering

• Nyeri Kepala

• Gangguan tidur

• Sekret banyak dan memiliki konsistensi

mucopurulent
Pemeriksaan Hidung
Konka Hipertrofi (permukaan berbenjol-benjol karena mukosa hipertrofi
Sekret mucopurulent diantara konka inferior dan septum
Tatalaksana
OPERATIF
Kaustik Konka dengan zat kimia (nitrat argenti atau trikloasetat)
Luksasi konka
Frakturisasi konka multiple
Konkaplasti
TATALAKSANA
Medikamentosa
Terapi medikamentosa meliputi pemberian antihistamin, dekongestan,
kortikosteroid, sel mast stabilizer dan imunoterapi.
Dekongestan baik sistemik maupun lokal efektif dalam pengobatan sumbatan
hidung karena hipertrofi konka. Pemakaian sistemik oral dekongestan
menimbulkan efek samping seperti palpitasi dan susah tidur
Kortikosteroid efektif digunakan untuk sumbatan hidung, tetapi mempunyai efek
samping hidung mudah berdarah, mukosa hidung kering dan krusta.
Rhinitis Atrofi
Rhinitis Atrofi
Definisi: Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya
atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.
Etiologi
1. Infeksi kuman spesifik

Sering ditemukan spesies Klabsiella, terutama Klabsiella ozaena,


dapat juga ditemukan staphylococcus, streptococcus dan
Pseudomonas Aeruginosa

2. Defisiensi FE

3. Defisiensi Vitamin A

4. Sinusitis Kronik

5. Kelainan hormonal

6. Penyakit autoimun
Klasifikasi
RHINITIS ATROFI PRIMER RHINITIS ATROFI SEKUNDER
Rinitis atrofi primer disebut juga ozaena Rinitis atrofi sekunder diakibatkan
(bahasa Yunani yang berarti bau busuk) oleh berbagai kondisi seperti trauma
maksilofasial dan hidung,
pembedahan hidung, infeksi kronis
atau akut berulang, penyakit
granulomatosa kronik dan paparan
radiasi
Gejala dan Manifestasi Klinis
• Nafas berbau

• Sekret mucopurulent dengan warna hijau

• Adanya krusta hijau

• Gangguan penghidu

• Sakit kepala

• Hidung merasa tersumbat


Pemeriksaan Hidung (Rhinoskopi)
• Ringga hidung sangat lapang

• Konka inferior dan media hipotrofi atau atrofi

• Terdapat secret purulent dan krusta yang berwarna hijau


a. tampak krusta kehijauan
b. rongga hidung sampai nasofaring tampak lapang
Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan histopatologik yang berasal dari biopsy konka media
• Pemeriksaan mikrobiologi
• Uji resistensi kuman
• CT scan sinus paranasal
• Darah Rutin: Hemoglobin pada penderita anemia (hipokromik mikrositik yang
menggambarkan anemia defisiensi besi)
TATALAKSANA
MEDIKAMATOSA OPERATIF
• Antibiotika spektrum luas atau sesuai
dengan uji resistensi kuman. Dilakukan apabila
pengobatan medikamatosa
• Lama pengobatan bervariasi tergantung dari tidak ada perbaikan.
hilangnya tanda klinis berupa secret
purulent kehijauan Teknik operasi: penutupan
• Ciprofloksasin lubang hiidung dengan
• Obat pecuci hidung: NaCL implantasi.
Larutan diencerkan dengan perbandingan 1
sendok makan larutan dicampur 9 sendok
makan air hangat dan larutan dimasukan ke
dalam rongga hidung dan dikeluarkan dengan
menghembuskan nafas kuat kuat dan
dikeluarkan melalui mulut, dilakukan 2x sehari
Rhinitis Simpleks
Rhinitis Simpleks
Definisi
Penyakit ini merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus yang paling sering ditemukan pada
manusia. Sering disebut juga salesma, common cold, flu. Penyebabnya merupakan virus, diantara lain ;
rhinovirus, myxovirus, virus coxsackie, dan virus ECHO

Faktor Predisposisi
Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya
tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit sitemik seperti tuberculosis, diabetes melitus dan lain-lain).
Manifestasi Klinis
- Stadium Prodromal seperti rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung dapat belangsung beberapa jam
- Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, biasanya disertai dengan
demam dan nyeri kepala.
- Sekret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mucoid, lebih kental dan lengket

Mukosa hidung hiperemis dan edema

Sekret mukopurulen akibat infeksi sekunder


Tatalaksana
Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan pemberian obat-obatan simtomatis
seperti analgetik, antipiretik, dan dekongestan. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi sekunder oleh
bakteri.

Prognosis & Komplikasi


Penyakit ini dapat sembuh sendiri (self limiting disease) dan sembuh spontan setelah 2-3 minggu.
Komplikasi yang mungkin dapat terjadi sinusitis, faringitis, tonsilitis, otitis media.
Rhinitis Alergi
Definisi
● Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya
sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. (THT FKUI)
● Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE. (WHO Allergic Rhinitis and its
Impact on Asthma 2001)
● Penyakit simtomatis pada hidung yang terinduksi oleh proses inflamasi yang diperantarain
IgE pada mukosa hidung setelah pajanan allergen (PERHATI-KL).
Epidemiologi
Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas atas
yang sering sangat dijumpai, dilaporkan prevalensi
mencapai 40% dari populasi umum.
Etiologi
● Alergen inhalan: tungau debu rumah (D.pteronyssinus, D.farina, B.tropicalis), serpihan
kulit/bulu binatang, rerumputan, serta jamur (Aspergillus, Altenaria)
● Alergen ingestan: susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, dan kacang-kacangan
● Alergen injektan: penicillin, sengatan lebah
● Alergen kontaktan: bahan kosmetik, perhiasan
Klasifikasi
Berdasarkan waktu berlangsungnya
1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever)
Penyebab spesifik, yaitu serbuk pollen dan spora jamur
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial)
● Gejala muncul intermitten atau terus menerus tanpa variasi musiman, dapat ditemukan sepanjang
tahun
● Alergen inhalan utama: alergen dalam rumah (tungau) dan alergen diluar rumah
● Alergen ingestan sering pada anak-anak
Klasifikasi
Berdasarkan sifat berlangsungnya (WHO Initiative ARIA):
1. Intermiten (kadang-kadang)
<4 hari/minggu atau <4 minggu
2. Persisten (menetap)
> 4 hari/minggu dan >4 minggu.
Berdasarkan derajat berat ringannya penyakit:
1. Ringan: bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, berolahraga, belajar, bekerja
dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang-berat: bila terdapat satu atau lebih dari gangguan diatas.
Patofisiologi
A. Tahap sensitisasi

B. Tahap provokasi/reaksi
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
1. Reaksi alergi fase cepat
Berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya
2. Reaksi alergi fase lambat
Berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperaktivitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam
A. Tahap sensitisasi
Pada kontak pertama dengan alergen, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung.

Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk kompleks peptida MHC kelas II

Kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0)

Kemudian APC akan melepas sitokin (IL-1: mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2)

Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-13). IL-4 & IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE.

IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mast atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif.
Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi
A. Tahap Reaksi.

IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mast atau basofil (sel mediator)
sehingga kedua sel ini menjadi aktif.

Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi

Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik
dan terjadi degranulasi sel mast dan basofil dengan terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin. (Selain
histamin juga dikeluarkan leukotrien, bradikinin, PAF, dan berbagai sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF)

Inilah yang disebut Reaksi Alergi Fase Cepat

Histamin:

● Merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga timbul pruritus dan bersin-bersin
● Menyebabkan kel.mukosa & sel goblet hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore

Pada Reaksi Alergi Fase Cepat sel mast juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel
eusinofil dan neutrofil di jaringan target.

Respon ini tidak berhenti sampai disini saja, namun gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah paparan.

Pada Reaksi Alergi Fase Lambat ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi (eusinofil, limfosit,
netrofil, basofil) serta peningkatan sitokin pada sekret hidung.
Manifestasi Klinis

● Gejala muncul di pagi hari atau malam hari.


● Gejala mata: mata merah, gatal dan berair.
● Gejala hidung: hidung berair, hidung tersumbat, hidung gatal dan bersin berulang. Allergic shiner,
allergic salute, allergic crease
● Gejala lain: batuk, tenggorokan gatal, gangguan konsentrasi, gangguan tidur. Pada penderita asma:
sesak napas dan mengi.
Diagnosis
Anamnesis:
● Gejala yang khas: bersin yang berulang
● Gejala lain: rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, lakrimasi
Pemeriksaan Fisik:

Rhinoskopi posterior
Pada anak-
Rhinoskopi anterior Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit
anak: allergic
Mukosa edema, yang tinggi yang akan menyebabkan gangguan
shiner, allergic
basah, berwarna livid, pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid), dinding
salute, allergic
sekret yang banyak posterior faring granuler dan edema (cobblestone
crease
appearance), lidah terdapat geographic apparance
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang:

Pemeriksaan laboratorium
● Pemeriksaan kadar IgE spesifik dengan ELISA atau RAST
● Pemeriksaan jumlah eosinophil sekret hidung

Pemeriksaan endoskopi
Untuk evaluasi keterlibatan kompleks osteomeatal dalam menilai adanya rinosinusitis, polip hidung
atau septum deviasi sebagai komorbid.

Tes kulit alergi


Dengan, skin prick test
SKIN PRICK TEST
● Skin Prick Test (SPT) adalah metode yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis penyakit
alergi yang dimediasi IgE pada pasien dengan rinokonjungtivitis, asma, urtikaria, anapilaksis,
eksim atopik dan dugaan alergi makanan dan obat.
● Dapat membantu untuk memastikan diagnosis alergi tipe I.
● Keuntungan: invasif, murah, hasil segera tersedia

Prinsip:
Indikasi:
- Alergi Tipe 1 Memanfaatkan keberadaan dan derajat reaktivitas kulit
- Alergen makanan, inhalan, obat, pekerjaan. sebagai penanda pengganti untuk sensitisasi di dalam organ
target, yaitu mata, hidung, paru-paru, usus dan kulit.
Ketika alergen yang relevan dimasukkan ke dalam kulit, IgE
spesifik yang terikat ke reseptor permukaan pada sel mast
Interpretasi: dihubungkan silang, sel mast mengalami degranulasi, dan
Positif : jika wheal berukuran > 3 mm histamin serta mediator lainnya dilepaskan. Ini menghasilkan
Negatif: jika wheal berukuran <3 cm respons wheal dan flare yang dapat dihitung.
● Lokasi setiap alergen dapat ditandai dengan pena atau dengan menggunakan kisi uji di lengan bawah
untuk mengidentifikasi hasil uji dengan benar. Tes harus diterapkan pada aspek volar lengan bawah,
setidaknya 2 - 3 cm dari pergelangan tangan dan fossa antekubiti. Punggung juga bisa digunakan
untuk SPT terutama pada bayi. Kulit di punggung lebih sensitif daripada lengan bawah yang dapat
menghasilkan bintil yang lebih besar dan dengan demikian mungkin lebih banyak hasil tes positif.
● Jarak antara dua uji tusuk kulit (≥ 2 cm) sangat penting untuk menghindari reaksi positif palsu karena
kontaminasi langsung dari uji terdekat atau sekunder akibat refleks akson. Setetes larutan uji harus
ditempatkan pada kulit dengan urutan yang sama untuk setiap subjek yang diuji dan segera ditusuk.
Tatalaksana
● Farmakoterapi

Obat diberikan berdasarkan dari klasifikasi diagnosis rinitis alergi (sesuai algoritma WHO-ARIA 2008).
Obat diberikan selama 2-4 minggu, kemudian dievaluasi ulang ada/tidak adanya respons.

Bila terdapat perbaikan, obat diteruskan lagi 1 bulan. Obat yang direkomendasikan sbb:

1. Antihistamin oral generasi kedua atau terbaru. Pada kondisi tertentu dapat diberikan antihistamin yang
dikombinasi dekongestan, antikolinergik intranasal atau kortikosteroid sistemik.

2. Kortikosteroid intranasal
Antihistamin
● Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, bekerja dengan secara inhibitor
kompetitif pada reseptor H-1 sel target.
● Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara
peroral.
● Antihistamin dibagi 2 golongan:
1. Antihistamin generasi 1 : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin —>
menembus sawar darah otak (efek pada SSP) , plasenta, efek kolinergik
2. Antihistamin generasi-2: loratadin, setirisin, fxofenadin, desloratadin, levaosetirisin —>
bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak.
Kortikosteroid
● Dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak berhasil
diatasi dengan obat lain.
● Kortikosteroid topikal: beklometason, budesonide, flunisolid, flutikason, mometason furoat
dan triamsinolon.
● Kortikosteroid topikal —> mengurangi jumlah sel mast pada mukosa hidung, mencegah
pengeluaran protein sitotoksik dari eosinophil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah
bocornya plasma.
Penghindaran alergen dan
kontrol lingkungan

Bersamaan dengan pemberian obat, pasien diedukasi untuk menghindari atau mengurangi
jumlah alergen pemicu di lingkungan sekitar.

Membuat kondisi lingkungan senyaman mungkin dengan menghindari stimulus non spesifik
(asap rokok, udara dingin dan kering)
Operasi
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
Imunoterapi

Apabila tidak terdapat perbaikan setelah farmakoterapi optimal dan penghindaran alergen yang
optimal,
maka dipertimbangkan untuk pemberian imunoterapi secara subkutan atau sublingual (dengan
berbagai pertimbangan khusus).
Imunoterapi ini diberikan selama 3-5 tahun untuk mempertahankan efektifitas terapi jangka
panjang.
Edukasi
● Edukasi pasien dan keluarga terkait alergen spesifik yang dapat memicu reaksi alergi pada
pasien agar dapat menghindari paparan berulang.
● Menerangkan juga kemungkinan adanya ko-morbid dan tindakan bedah pada kasus yang
memerlukan (hipertrofi konka, septum deviasi atau rinosinusitis kronis).
KOMPLIKASI
Polip hidung

Otitis media efusi (biasanya pada anak-anak)

Rhinosinusitis
PROGNOSIS

Quo ad Quo ad Quo ad


vitam functionam sanactiona
• ad bonam • Dubia ad m
bonam • Dubia ad
bonam
Rhinitis Vasomotor
Rintis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa
adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker,
aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan).

Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik


tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis,
tes cukit kulit, kadar antibodi lgE spesifik serum) Kelainan ini disebut juga
vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga
non-allergic perennial rhinitis.
Epidemiologi
Rhinitis alergi atau non-alergi memengaruhi sekitar 20% populasi di negara-negara industri.
Diperkirakan 20 hingga 40 juta orang terkena rinitis alergi.
Diperkirakan 17 hingga 19 juta orang Amerika mengalami rinitis nonalergi.
Rinitis non-alergi muncul di kemudian hari, dengan pasien yang mengalami gejala paling
sering antara usia 30 dan 60 tahun.
Wanita lebih banyak terkena rinitis nonalergi daripada pria. 70% wanita berusia 50 hingga 64
tahun mengalami beberapa bentuk rinitis non-alergi pada tahun tertentu
Etiologi dan patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi yang pasti belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk
menerangkan patofisiologi rintis vasomotor:

a) Neurogenik (disfungsi sistem otonom)


Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh
darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan
neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini
berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang
bergantian setiap 24 jam. Keadaan ini disebut sebagai "siklus nasi". Dengan adanya siklus ini, seseorang
akan mampu untuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah
luasnya. Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina
dan membentuk n.Vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin.
Pada rangsangan akan terjadi pelepasan kotransmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida yang
menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. Dalam
keadaan hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rintis vasomotor diduga sebagai akibat dari
ketidak-seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung yang berupa bertambahnya aktivitas sistem
parasimpatis.
b) Neuropeptide
Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap
saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan
peningkatan pelepasan neuropeptida seperti subsfance P dan calcitonin gene-related protein yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya
peningkatan respon pada hiper-reaktifitas hidung.
c) Nitrik Oksida
Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan nonspesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskular dan kelenjar
mukosa hidung.
Tanda dan Gejala
Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan .rinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah
hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore
yang mukoid atau serosa.
Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang
ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu
1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin
dan glukokortikosteroid topikal;
2) golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan dengan pemberian anti kolinergik topikal
3) golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi
glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral.
Diagnosis
Anamnesis
Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung,
konka benvarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Permukaan konka dapat licin atau
berbenjol-benjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada
golongan rinorrhea sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Ditemukan
juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Kadar lgE spesifik tidak meningkat.
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Edukasi
- Menghindari paparan lingkungan seperti: parfume, asap rokok

Medikamentosa
- Diberikan kortikosteroid topikal 100 - 200 mikrograml. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram
sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu.
- Pada kasus dengan rinorrhea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal (ipatropium
bromida).
Komplikasi
Rhinitis vasomotor kronik
Prognosis
Sebanyak 52% pasien mengalami penyakit yang memburuk, dengan peningkatan persistensi
12%, dan peningkatan keparahan gejala hidung sebesar 9%.
Selain itu, pasien dengan rinitis nonalergi berkembang menjadi penyakit penyerta baru, dengan
yang paling umum adalah asma.
Rhinitis
Medikamentosa
Rhinitis Medikamentosa
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor

yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam

waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan

bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).
Epidemilogi
Paling sering terjai pada orang dewasa muda dan setengah baya dengan tingkat yang sama pada
pria dan wanita.

Etiologi
Penggunaan obat topikal nasal dekongestan secara berlebihan atau berkepanjangan (7-10 hari)
a. Efedrin
b. Imidazoline nasal (Naphazoline HCl, Oxymetazoline HCl, Xylometazoline HCl)
c. Phenylephrine
Patofisiologi
Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan
terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga timbul gejala
obstruksi, Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai
obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal
ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik di pembuluh darah sehingga
terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti
mukosa hidung) menghilang. Dan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini
disebut juga sebagai kerusakan rebound yang congestion.
Tanda dan Gejala
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair
Pada pemeriksaan fisik tampak edema / hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.
Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.
Membran mukosa hidung bengkak dan hiperemis
Diagnosis
Anamnesis (tanda dan gejala)
Pemriksaan fisik : tampak edem konka dengan secret yang berlebihan, membrane mukosa
hidung bengkak dan hiperemis
Pemeriksaan penunjang : skin test allergic, pap smear hidung, CBC
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Mengurangi pemakaian obat semprot vasokontriktor hidung secara berlebihan

Medikamentosa
Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis
tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tappeing off) dengan menurunkan dosis
sebanyak 5 mg setiap hari, (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2. 35 mg dan seterusnya) Dapat juga dengan
pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik
mukosa hidung.
Obat dekongestan sistemik : pseudoephedrine  mersangsang vasokonstriksi dengan mengaktifkan
reseptor alpha-adrenergic dari mukosa pernapasan
Komplikasi
Rhinitis Atropi

Prognosis
Dibutuhkan sekitar satu tahun untuk pemulihan total dalam kasus
penggunaan jangka panjang yang berlebihan.
Daftar pustaka
● Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala & Leher Edisi Ke
7, Cetakan Keempat,Tahun 2015, Penerbit :Badan Penerbit FKUI
● Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, Clinical Pathway.
Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung,Tenggorok, Bedah Kepala
Leher Indonesia. Volume 2. 2016
● Lisa M. Wheatley, M.D., M.P.H. and Alkis Togias, M.D. Allergic Rhinitis. N Engl
J Med. 2015 Jan 29; 372(5): 456–463. doi: 10.1056/NEJMcp1412282
● Lucie Heinzerling, et al.The skin prick test – European standards.
2013.doi: 10.1186/2045-7022-3-3

Anda mungkin juga menyukai