Session
Preseptor : dr. Tety H. Rahim, SpTHT-KL., M.Kes., MH.Kes
Presentan
Annisa Resyifa Putri 12100120505
Faisal 12100120570
Khoiriyah 12100120574
Nyayu Mevia Fiqi Rizkiavisha 12100120585
Syahrurriza Rizqi Amrullah 12100120601
Identitas Pasien
Nama : Nn. SM
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Umur : 23 tahun Status Marital: Belum menikah
Alamat : Komplek Pesona Tanggal Masuk RS : 30-11-2021
Bali
Tanggal Pemeriksaan : 30-11-2021
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Mahasiswa
Anamnesis
Keluhan Utama : Hidung Meler
T Trauma
Fistula
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
A Aurikula Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
T Radang (hiperemis, edema)
Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
U Trauma
Deformitas
Nyeri tekan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
S Retroaurikula Radang (hiperemis, edema) Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fluktuasi Tidak ada Tidak ada
Fistula Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
A Membrana Timpani
Massa
Warna
Tidak ada
Putih keabuan
Tidak ada
Putih keabuan
L Intak
Refleks cahaya
Gambar
intak
(+)
intak
(+)
I
S
Tes Pendengaran
Mukosa normal
Besar T1 / T1
Kripta +/+
Detritus - / -
Perlengketan - / -
Tonsil
Mukosa normal
Granula Tidak ada
Faring
Post nasal drip Tidak ada
(orofaring)
Bagian Kelainan
Bentuk normal
Parese N.kranialis Tidak ada
Maksilofa
Inspeksi sinus maksilaris dan Normal, tidak membengkak
frontalis
Tes palpasi & perkusi di wajah
Nyeri tekan (-)
sial
(sinus maksilaris/ frontalis)
Allergic shiner Tidak ada
Allergic salute Tidak ada
Allergic crease Tidak ada
Leher
Kaku kuduk : negatif
KGB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Massa/ benjolan : tidak ada
Leher
Kaku kuduk : negatif
KGB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Massa/ benjolan : tidak ada
Resume
Pasien Nn. SM, 23 tahun perempuan datang ke RSMB dengan keluhan
rhinorrhea yang dirasakan sejak 5 hari yang lalu dan terjadi di kedua hidung,
sekret yang keluar merupakan secret mucoid dengan konsistensi cair dan muncul
ketika beraktivitas serta hilang ketika beristirahat. Keluhan lain dirasakan seperti
bersin, hidung tersumbat, demam dan berdahak dihari kedua sakit. Pasien telah
berobat dan keluhan membaik. Tidak terdapat riwayat alergi di keluarga seperti
asma dan penyakit kulit
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran
compos mentis, TTV dalam batas normal, status lokalis telinga pada meatus
acusticus externa dextra teradapat sedikit serumen berwarna kecoklatan. Pada
status lokalis hidung pada rhinorskopi anterior terdapat livide +/+, dan sedikit
secret mucopurulent +/+. Mulut dan orofaring dalam batas normal, maksiofasial
dan leher dalam batas normal
DIAGNOSIS BANDING PEMERIKSAAAN PENUNJANG
•Rhinitis Simpleks Pemeriksaan darah rutin:
•Rhinitis Vasomotor Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
•Rhinitis Alergi
Diagnosis Kerja
Rhinitis Simpleks
PENATALAKSANAAN PROGNOSIS
Nonmedikamentosa: Quo ad vitam : Ad bonam
o Istirahat yang cukup Quo ad functionam : Ad bonam
o Tidak boleh mengkonsumsi Quo ad sanationam : Ad bonam
minuman dingin
Medikamentosa:
o Dekongestan: Pseudoephedrine
60mg 2x1 diberikan selama 3 hari
o Antibiotik : Amosisilin 500mg 3x1
diberikan 5 hari
Basic Science Hidung
ANATOMI HIDUNG
- terlihat menonjol dari wajah
- Kerangka Sebagian besar tulang
rawan
HIDUNG EKSTERNAL
- Posterior nasofaring
- Superior dan lateral sinus
paranasal
- Superior kantung lakrimal dan
konjungtiva
Batasnya:
- Atap : frontonasal, etmoidal.
Sphenoidal
- Lantai : proses palatine
- Dinding medial : septum hidung
- Dinding lateral : nasal konka
ARTERI
Pasokan arteri dari dinding medial
dan lateral rongga hidung berasal
dari lima sumber:
1. A. ethmoidal anterior (dari arteri
ophthalmic).
2. A. ethmoidalis posterior (dari
arteri ophthalmicus).
3. A. sphenopalatina (dari arteri
maksilaris).
4. A. palatina besar (dari arteri
maksilaris).
5. Cabang septum dari arteri labial
superior (dari arteri fasial).
VENA
Pleksus vena submukosa yang kaya jauh ke
dalam mukosa hidung mengalir ke vena
sphenopalatina, fasial, dan oftalmikus
Saraf
Ke dinding
Maksila nerve oftakmikus (CN
lateral
V1)
Hidung luar
1.Dorsum dan apeks disuplai oleh
CN V1
INERVASI
• Mulut kering
• Nyeri Kepala
• Gangguan tidur
mucopurulent
Pemeriksaan Hidung
Konka Hipertrofi (permukaan berbenjol-benjol karena mukosa hipertrofi
Sekret mucopurulent diantara konka inferior dan septum
Tatalaksana
OPERATIF
Kaustik Konka dengan zat kimia (nitrat argenti atau trikloasetat)
Luksasi konka
Frakturisasi konka multiple
Konkaplasti
TATALAKSANA
Medikamentosa
Terapi medikamentosa meliputi pemberian antihistamin, dekongestan,
kortikosteroid, sel mast stabilizer dan imunoterapi.
Dekongestan baik sistemik maupun lokal efektif dalam pengobatan sumbatan
hidung karena hipertrofi konka. Pemakaian sistemik oral dekongestan
menimbulkan efek samping seperti palpitasi dan susah tidur
Kortikosteroid efektif digunakan untuk sumbatan hidung, tetapi mempunyai efek
samping hidung mudah berdarah, mukosa hidung kering dan krusta.
Rhinitis Atrofi
Rhinitis Atrofi
Definisi: Infeksi hidung kronik yang ditandai adanya
atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka.
Etiologi
1. Infeksi kuman spesifik
2. Defisiensi FE
3. Defisiensi Vitamin A
4. Sinusitis Kronik
5. Kelainan hormonal
6. Penyakit autoimun
Klasifikasi
RHINITIS ATROFI PRIMER RHINITIS ATROFI SEKUNDER
Rinitis atrofi primer disebut juga ozaena Rinitis atrofi sekunder diakibatkan
(bahasa Yunani yang berarti bau busuk) oleh berbagai kondisi seperti trauma
maksilofasial dan hidung,
pembedahan hidung, infeksi kronis
atau akut berulang, penyakit
granulomatosa kronik dan paparan
radiasi
Gejala dan Manifestasi Klinis
• Nafas berbau
• Gangguan penghidu
• Sakit kepala
Faktor Predisposisi
Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya
tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit sitemik seperti tuberculosis, diabetes melitus dan lain-lain).
Manifestasi Klinis
- Stadium Prodromal seperti rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung dapat belangsung beberapa jam
- Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, biasanya disertai dengan
demam dan nyeri kepala.
- Sekret hidung mula-mula encer dan banyak, kemudian menjadi mucoid, lebih kental dan lengket
B. Tahap provokasi/reaksi
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase
1. Reaksi alergi fase cepat
Berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya
2. Reaksi alergi fase lambat
Berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperaktivitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam
A. Tahap sensitisasi
Pada kontak pertama dengan alergen, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung.
Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II
membentuk kompleks peptida MHC kelas II
Kemudian APC akan melepas sitokin (IL-1: mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2)
Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-13). IL-4 & IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di
permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE.
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mast atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif.
Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi
A. Tahap Reaksi.
IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mast atau basofil (sel mediator)
sehingga kedua sel ini menjadi aktif.
Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi
Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik
dan terjadi degranulasi sel mast dan basofil dengan terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin. (Selain
histamin juga dikeluarkan leukotrien, bradikinin, PAF, dan berbagai sitokin IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF)
Histamin:
● Merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga timbul pruritus dan bersin-bersin
● Menyebabkan kel.mukosa & sel goblet hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore
Pada Reaksi Alergi Fase Cepat sel mast juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel
eusinofil dan neutrofil di jaringan target.
Respon ini tidak berhenti sampai disini saja, namun gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah paparan.
Pada Reaksi Alergi Fase Lambat ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi (eusinofil, limfosit,
netrofil, basofil) serta peningkatan sitokin pada sekret hidung.
Manifestasi Klinis
Rhinoskopi posterior
Pada anak-
Rhinoskopi anterior Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit
anak: allergic
Mukosa edema, yang tinggi yang akan menyebabkan gangguan
shiner, allergic
basah, berwarna livid, pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid), dinding
salute, allergic
sekret yang banyak posterior faring granuler dan edema (cobblestone
crease
appearance), lidah terdapat geographic apparance
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan laboratorium
● Pemeriksaan kadar IgE spesifik dengan ELISA atau RAST
● Pemeriksaan jumlah eosinophil sekret hidung
Pemeriksaan endoskopi
Untuk evaluasi keterlibatan kompleks osteomeatal dalam menilai adanya rinosinusitis, polip hidung
atau septum deviasi sebagai komorbid.
Prinsip:
Indikasi:
- Alergi Tipe 1 Memanfaatkan keberadaan dan derajat reaktivitas kulit
- Alergen makanan, inhalan, obat, pekerjaan. sebagai penanda pengganti untuk sensitisasi di dalam organ
target, yaitu mata, hidung, paru-paru, usus dan kulit.
Ketika alergen yang relevan dimasukkan ke dalam kulit, IgE
spesifik yang terikat ke reseptor permukaan pada sel mast
Interpretasi: dihubungkan silang, sel mast mengalami degranulasi, dan
Positif : jika wheal berukuran > 3 mm histamin serta mediator lainnya dilepaskan. Ini menghasilkan
Negatif: jika wheal berukuran <3 cm respons wheal dan flare yang dapat dihitung.
● Lokasi setiap alergen dapat ditandai dengan pena atau dengan menggunakan kisi uji di lengan bawah
untuk mengidentifikasi hasil uji dengan benar. Tes harus diterapkan pada aspek volar lengan bawah,
setidaknya 2 - 3 cm dari pergelangan tangan dan fossa antekubiti. Punggung juga bisa digunakan
untuk SPT terutama pada bayi. Kulit di punggung lebih sensitif daripada lengan bawah yang dapat
menghasilkan bintil yang lebih besar dan dengan demikian mungkin lebih banyak hasil tes positif.
● Jarak antara dua uji tusuk kulit (≥ 2 cm) sangat penting untuk menghindari reaksi positif palsu karena
kontaminasi langsung dari uji terdekat atau sekunder akibat refleks akson. Setetes larutan uji harus
ditempatkan pada kulit dengan urutan yang sama untuk setiap subjek yang diuji dan segera ditusuk.
Tatalaksana
● Farmakoterapi
Obat diberikan berdasarkan dari klasifikasi diagnosis rinitis alergi (sesuai algoritma WHO-ARIA 2008).
Obat diberikan selama 2-4 minggu, kemudian dievaluasi ulang ada/tidak adanya respons.
Bila terdapat perbaikan, obat diteruskan lagi 1 bulan. Obat yang direkomendasikan sbb:
1. Antihistamin oral generasi kedua atau terbaru. Pada kondisi tertentu dapat diberikan antihistamin yang
dikombinasi dekongestan, antikolinergik intranasal atau kortikosteroid sistemik.
2. Kortikosteroid intranasal
Antihistamin
● Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, bekerja dengan secara inhibitor
kompetitif pada reseptor H-1 sel target.
● Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara
peroral.
● Antihistamin dibagi 2 golongan:
1. Antihistamin generasi 1 : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin —>
menembus sawar darah otak (efek pada SSP) , plasenta, efek kolinergik
2. Antihistamin generasi-2: loratadin, setirisin, fxofenadin, desloratadin, levaosetirisin —>
bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak.
Kortikosteroid
● Dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak berhasil
diatasi dengan obat lain.
● Kortikosteroid topikal: beklometason, budesonide, flunisolid, flutikason, mometason furoat
dan triamsinolon.
● Kortikosteroid topikal —> mengurangi jumlah sel mast pada mukosa hidung, mencegah
pengeluaran protein sitotoksik dari eosinophil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah
bocornya plasma.
Penghindaran alergen dan
kontrol lingkungan
Bersamaan dengan pemberian obat, pasien diedukasi untuk menghindari atau mengurangi
jumlah alergen pemicu di lingkungan sekitar.
Membuat kondisi lingkungan senyaman mungkin dengan menghindari stimulus non spesifik
(asap rokok, udara dingin dan kering)
Operasi
Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
Imunoterapi
Apabila tidak terdapat perbaikan setelah farmakoterapi optimal dan penghindaran alergen yang
optimal,
maka dipertimbangkan untuk pemberian imunoterapi secara subkutan atau sublingual (dengan
berbagai pertimbangan khusus).
Imunoterapi ini diberikan selama 3-5 tahun untuk mempertahankan efektifitas terapi jangka
panjang.
Edukasi
● Edukasi pasien dan keluarga terkait alergen spesifik yang dapat memicu reaksi alergi pada
pasien agar dapat menghindari paparan berulang.
● Menerangkan juga kemungkinan adanya ko-morbid dan tindakan bedah pada kasus yang
memerlukan (hipertrofi konka, septum deviasi atau rinosinusitis kronis).
KOMPLIKASI
Polip hidung
Rhinosinusitis
PROGNOSIS
Medikamentosa
- Diberikan kortikosteroid topikal 100 - 200 mikrograml. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram
sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu.
- Pada kasus dengan rinorrhea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal (ipatropium
bromida).
Komplikasi
Rhinitis vasomotor kronik
Prognosis
Sebanyak 52% pasien mengalami penyakit yang memburuk, dengan peningkatan persistensi
12%, dan peningkatan keparahan gejala hidung sebesar 9%.
Selain itu, pasien dengan rinitis nonalergi berkembang menjadi penyakit penyerta baru, dengan
yang paling umum adalah asma.
Rhinitis
Medikamentosa
Rhinitis Medikamentosa
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor
yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam
waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan
bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).
Epidemilogi
Paling sering terjai pada orang dewasa muda dan setengah baya dengan tingkat yang sama pada
pria dan wanita.
Etiologi
Penggunaan obat topikal nasal dekongestan secara berlebihan atau berkepanjangan (7-10 hari)
a. Efedrin
b. Imidazoline nasal (Naphazoline HCl, Oxymetazoline HCl, Xylometazoline HCl)
c. Phenylephrine
Patofisiologi
Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan
terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga timbul gejala
obstruksi, Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai
obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal
ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik di pembuluh darah sehingga
terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi (dekongesti
mukosa hidung) menghilang. Dan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung. Keadaan ini
disebut juga sebagai kerusakan rebound yang congestion.
Tanda dan Gejala
Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair
Pada pemeriksaan fisik tampak edema / hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.
Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.
Membran mukosa hidung bengkak dan hiperemis
Diagnosis
Anamnesis (tanda dan gejala)
Pemriksaan fisik : tampak edem konka dengan secret yang berlebihan, membrane mukosa
hidung bengkak dan hiperemis
Pemeriksaan penunjang : skin test allergic, pap smear hidung, CBC
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Mengurangi pemakaian obat semprot vasokontriktor hidung secara berlebihan
Medikamentosa
Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis
tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tappeing off) dengan menurunkan dosis
sebanyak 5 mg setiap hari, (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2. 35 mg dan seterusnya) Dapat juga dengan
pemberian kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik
mukosa hidung.
Obat dekongestan sistemik : pseudoephedrine mersangsang vasokonstriksi dengan mengaktifkan
reseptor alpha-adrenergic dari mukosa pernapasan
Komplikasi
Rhinitis Atropi
Prognosis
Dibutuhkan sekitar satu tahun untuk pemulihan total dalam kasus
penggunaan jangka panjang yang berlebihan.
Daftar pustaka
● Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung,Tenggorok,Kepala & Leher Edisi Ke
7, Cetakan Keempat,Tahun 2015, Penerbit :Badan Penerbit FKUI
● Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis Tindakan, Clinical Pathway.
Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung,Tenggorok, Bedah Kepala
Leher Indonesia. Volume 2. 2016
● Lisa M. Wheatley, M.D., M.P.H. and Alkis Togias, M.D. Allergic Rhinitis. N Engl
J Med. 2015 Jan 29; 372(5): 456–463. doi: 10.1056/NEJMcp1412282
● Lucie Heinzerling, et al.The skin prick test – European standards.
2013.doi: 10.1186/2045-7022-3-3