Anda di halaman 1dari 19

Rhinitis Vasomotor

Rintis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa


adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan,
hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker,
aspirin, klorpromazin dan obat topikal hidung dekongestan).
Rinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak
dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit
kulit, kadar antibodi lgE spesifik serum) Kelainan ini disebut juga vasomotor
catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga non-allergic
perennial rhinitis.
Epidemiologi
• Rhinitis alergi atau non-alergi memengaruhi sekitar 20% populasi di negara-
negara industri.
• Diperkirakan 20 hingga 40 juta orang terkena rinitis alergi.
• Diperkirakan 17 hingga 19 juta orang Amerika mengalami rinitis nonalergi.
• Rinitis non-alergi muncul di kemudian hari, dengan pasien yang mengalami gejala
paling sering antara usia 30 dan 60 tahun.
• Wanita lebih banyak terkena rinitis nonalergi daripada pria. 70% wanita berusia
50 hingga 64 tahun mengalami beberapa bentuk rinitis non-alergi pada tahun
tertentu
Etiologi dan patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi yang pasti belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk
menerangkan patofisiologi rintis vasomotor:
a) Neurogenik (disfungsi sistem otonom)
• Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh darah
mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y
yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang
hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 24 jam. Keadaan
ini disebut sebagai "siklus nasi". Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat bernapas
dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya. Serabut saraf parasimpatis berasal
nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n.Vidianus, kemudian
menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsangan akan terjadi pelepasan
kotransmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan
vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. Dalam keadaan hidung normal, persarafan simpatis lebih
dominan. Rintis vasomotor diduga sebagai akibat dari ketidak-seimbangan impuls saraf otonom di mukosa
hidung yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis.
b) Neuropeptide
Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf
sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan
pelepasan neuropeptida seperti subsfance P dan calcitonin gene-related protein yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiper-
reaktifitas hidung.
c) Nitrik Oksida
Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan nonspesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskular dan kelenjar mukosa
hidung.
Tanda dan Gejala
• Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan .rinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah hidung
tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid
atau serosa.
• Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim,
udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.
Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu
1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan
glukokortikosteroid topikal;
2) golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan dengan pemberian anti kolinergik topikal
3) golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi
glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral.
Diagnosis
• Anamnesis
• Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka
benvarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-
benjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinorrhea
sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya.
• Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Ditemukan juga
eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Kadar lgE spesifik tidak meningkat.
Penatalaksanaan
• Non medikamentosa
Edukasi
- Menghindari paparan lingkungan seperti: parfume, asap rokok

• Medikamentosa
- Diberikan kortikosteroid topikal 100 - 200 mikrograml. Dosis dapat ditingkatkan sampai 400 mikrogram
sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu.
- Pada kasus dengan rinorrhea yang berat, dapat ditambahkan antikolinergik topikal (ipatropium bromida).
Komplikasi
• Rhinitis vasomotor kronik
prognosis
• Sebanyak 52% pasien mengalami penyakit yang memburuk, dengan
peningkatan persistensi 12%, dan peningkatan keparahan gejala
hidung sebesar 9%.
• Selain itu, pasien dengan rinitis nonalergi berkembang menjadi
penyakit penyerta baru, dengan yang paling umum adalah asma.
Rhinitis Medikamentosa
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor

yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam

waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat

dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).
Etiologi
Penggunaan obat topikal nasal dekongestan secara berlebihan atau berkepanjangan (7-10 hari)
a. Efedrin
b. Imidazoline nasal (Naphazoline HCl, Oxymetazoline HCl, Xylometazoline HCl)
c. Phenylephrine
Epidemilogi
paling sering terjai pada orang dewasa muda dan setengah baya dengan tingkat yang
sama pada pria dan wanita.
Patofisiologi
Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam waktu lama akan menyebabkan
terjadinya fase dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga timbul gejala
obstruksi, Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi
memakai obat tersebut. Pada keadaan ini ditemukan kadar agonis alfa adrenergik yang tinggi di
mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik di
pembuluh darah sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan
vasokonstriksi (dekongesti mukosa hidung) menghilang. Dan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan
mukosa hidung. Keadaan ini disebut juga sebagai kerusakan rebound yang congestion.
Tanda dan Gejala
• Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair
• Pada pemeriksaan fisik tampak edema / hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.
Apabila diberi tampon adrenalin, edema konka tidak berkurang.
• Membran mukosa hidung bengkak dan hiperemis
Diagnosis
• Anamnesis (tanda dan gejala)
• Pemriksaan fisik : tampak edem konka dengan secret yang berlebihan,
membrane mukosa hidung bengkak dan hiperemis
• Pemeriksaan penunjang : skin test allergic, pap smear hidung, CBC
Penatalaksanaan
• Non medikamentosa
 Mengurangi pemakaian obat semprot vasokontriktor hidung secara berlebihan

• Medikamentosa
 Untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion), dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi
jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap (tappeing off) dengan menurunkan dosis sebanyak 5
mg setiap hari, (misalnya hari 1: 40 mg, hari 2. 35 mg dan seterusnya) Dapat juga dengan pemberian
kortikosteroid topikal selama minimal 2 minggu untuk mengembalikan proses fisiologik mukosa hidung.
 Obat dekongestan sistemik : pseudoephedrine  mersangsang vasokonstriksi dengan mengaktifkan reseptor
alpha-adrenergic dari mukosa pernapasan
Komplikasi
Rhinitis Atropi
Prognosis
• Dibutuhkan sekitar satu tahun untuk pemulihan total dalam kasus
penggunaan jangka panjang yang berlebihan.

Anda mungkin juga menyukai